Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan salah satu modal utama dalam rangka pertumbuhan dan
pengembangan kehidupan bangsa serta mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
masyrakat adil, makmur dan sejahtera. Bahkan kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan
umum harus mewajibkan sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia sebagaimana dimaksudkan
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Derajat kesehatan sangat berarti bagi
pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia serta sebagai salah satu modal bagi
pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
seutuhnya. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat harus dilaksanakan dengan memperhatikan
peranan kesehatan melalui upaya yang lebih memadai dan pembinaan penyelenggaraan upaya
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.

Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat


dielakkan. Paradigma pembangunan kesehatan pada awalnya bertumpu pada upaya pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan, selanjutnya bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan
yang menyeluruh dengan penekan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Paradigma ini dikenal pada kalangan kesehatan sebagia paradigma sehat.

Melalui paradigma sehat tersebut maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada
wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas individu,
keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus-menerus memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta mendorong
kemandirian masyarakat untuk selalu hidup sehat.
Sebagai bagian integral dari kesejahteraan, upaya mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang memerlukan dukungan hukum bagi terselenggaranya berbagai kegiatan
di bidang kesehatan. Dukungan hukum tersebut merupakan suatu perangkat hukum kesehatan
yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian
hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun
masyarakat penerima pelayanan kesehatan.

Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan


kesehatan yang dilakukan baik oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat dengan memanfaatkan
sumber daya kesehatan khususnya fasilitas pelayanan dan tenaga kesehatan. Kewewenangan
untuk melaksanakan upaya kesehatan itulah yang memerlukan peraturan hukum sebagai dasar
pembenaran hukum di bidang kesehatan tersebut. Peraturan hukum tentang upaya kesehatan saja

1
belum cukup karena upaya kesehatan penyelenggaraannya disertai pendukung berupa sumber
daya kesehatan baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak.

Bidang sumber daya kesehatan inilah yang dapat memasuki kegiatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat
indonesia yang jumlah penduduknya amat besar bukan pekerjaan yang mudah, oleh sebab itu
diperlukan juga peraturan perlindungan hukum untuk melindungi pemberi dan penerima jasa
pelayanan kesehatan. Perlindungan hukum tersebut diperlukan perangkat hukum kesehatan yang
berpandang maju untuk menjangkau perkembangan kesehatan yang semakin kompleks, sehingga
pelaksanaan “hukum kesehatan” diberlakukan secara proposional dan bertahap sebagai bidang
hukum khusus.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu etika dan hukum kesehatan?


2. Bagaimana ruang lingkup hukum kesehatan?
3. Bagaimana ruang lingkup etika profesi tenaga kesehatan?
4. Apa saja kode etik kebidanan?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu etika dan hukum kesehatan
2. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum kesehatan
3. Untuk mengetahui ruang lingkup etika profesi tenaga kesehatan
4. Untuk mengetahui apa saja kode etik kebidanan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIKA DAN KESEHATAN


Secara garis besarnya etika dikelompokkan menjadi dua, yakni etika umum dan etika
khusus. Etika umum merupakan aturan betindak secara umum dalam kelompok masyarakat
tertentu.meskipun setiap kelompok masyarakat, bangsa atau etnis mempunyai aturan bertindak
masing-masing, namun pada prinsipnya etika umum ini bersifat universal. Sifat universalisme
etika, termasuk etika umum, karena didasarkan pada hati nurani manusia. Hati nurani manusia
pada prinsipnya sama pada setiap bangsa, atau etnis apapu. Bahwa mencuri, berbohong,
membunuh, dan sebagainya itu tidak bermoral atau tidak etis, karena memang hal-hal tersebut
bertentangan dengan hati nurani setiap manusia di muka bumi.

Sedangkan etika khusus, yang selanjutnya berkembang menjadi etika profesi adalah
aturan bertindak pada kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat khusus, yakni kelompok
profesi. Tujuan dikembangkannya etika profesi ini adalah untuk mengatur hubungan timbal-balik
antara kedua belah pihak, yakni antara anggota kelompok atau anggota masyarakat yang
melayani dan yang dilayani. Dalam bidang kesehatan, dengan sendirinya etika profesi ini
berkembang dari hubungan antara para petugas kesehatan dengan masyarakat yang dilayani.
Mengingat luasnya masalah kesehatan ini maka di dalam profesi kesehatan pun berkembang
berbagai kelompok profesi yang terkait dengan jenis dan sifat masalahnya. Secara garis besar,
masalah kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Penyakit (menular dan tidak menular) dan masalah lain terkait dengan gangguan
atau ketidaknormalan akibat kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, lalu lintas,
dan kecelakaan kerja. Mas alah kesehatan atau penyakit ini harus ditangani oleh
tenaga kesehatan yang khusus, dan yang mempunyai kekampuan untuk
menyembuhkan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitative). Profesi kesehatan yang
berwewenang ini adalah dokter atau doktee gigi, dan bidan. Oleh sebab itu, dari
masalah kesehatan ini berkembang dengan terjadinya hubungan antara pemberi
pelayanan( Dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat) dengan pasien atau kelompok
otang yang sakit. Sehingga berkembangnya profesi dokter, dokter gigi, bidan,
perawat, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dari kelompok pelayanan ini berkembang
etika profesi: dokter, dokter gigi, bidan, dan sebagainya. Terkait dengan pelayanan
penyembuhan dan pemulihan juga berkembang kelompok penunjang dari pelayanan
ini, yakni obat atau farmasi. Hal ini juga terjadi karena dalam proses penyembuhan
dan pemulihan di perlukan sarana penunjang medis yang lain seperti obat, alat-alat
penunjang medis lain,misalanya, laboratorium, rekan medis, dan sebagainya. Dari
pelayanan penunjang medis ini akhirnya juga berkembang profesi-profesi: apoteker,
rekan medis, piñata rontgen, dan seterusnya.

3
2. Factor-faktor risiko yang mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan yang
lain. Factor-faktor risiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan yang lain ini,
antara lain:
a. Makanan dan minuman.
b. Lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik.
c. Perilaku.

Apabila masalah-masalah penyakit tersebut memunculkan hubungan antara pemberi


pelayanan (dokter, dokter gigi, perawat, dan sebagainya) dengan pasien atau orang sakit.
Sedangkan untuk risiko terjadinya penyakit dan masalah kesehatanyang lain, memunculkan
hubungan antara pemberi pelayanan pencegahan dengan masyarakat yang sehat. Dengan jelas
dikatakan bahwa pelayanan kuratif dan rehabilitative diberikan oleh petugas kesehatan medis
dan para medis, untuk orang sakit supaya sembuh dan pulih.

1. FUNGSI KODE ETIK

Kode etik berfungsi sebagai berikut :


1. Memberi panduan dalam membuat keputusan tentang masalah etik.
2. Hubungan nilai atau norma yang dapat diterapkan dan di pertimbangkan dalam memberi
pelayanan.
3. Merupakan cara untuk mengevaluasi diri.
4. Menjadi landasan untuk memberi umpan balik bagi rekan sejawat.
5. Menginformasikan kepada calon perawat atau bidan tentang niilai dan standar profesi.
6. Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.

2. DIMENSI DAN PRINSIP KODE ETIK

Menurut Mustika (2001), dimensi kode etik meliputi anggota profesi dank lien/ pasien,
anggota profesi dan system kesehatan, anggota profesi dan profesi kesehatan, serta sesame
anggota profesi. Prinsip kode etik antara lain menghargai otonomi, melakukan tindakan yang
benar, mencegah tindakan yang dapat merugikan, memperlakukan manusia secara adil,
menjelaskan dengan benar, menepat janji yang telah disepakati dan menjaga kerahasiaan.

3. PENETAPAN KODE ETIK

Kode etik hanya dapat di tetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Kode etik
suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan
profesi, jika semua individu yang menjalankan profesi yang sama tergabung dalam suatu
organisasi profesi. Jika setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung
dalam suatu organisasi atau ikatan profesi, barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat
dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran
terhadap kode etik dapat dikenai sanksi.

4. TUJUAN KODE ETIK

Pada dasarnya, kode etik suatu profesi diciptakan dan dirumuskan demi kepentingan
anggota dan organisasi. Secara umum, tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut :

4
1. Munjunjung tinggi martabat dan citra profesi. “Image” pihak luar atau masyarakat
terhadap suatu profesi perlu dijaga untuk mencegah pandangan merendahkan atau
meremehkan profesi tersebut. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang
berbagai bentuk tindakan atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan
nama baik profesi di dunia luar sehingga kode etik disebut jug “kode kehormatan”.
2. Menjaga dan memelihara kesejahtraan para anggota. Kesejahtraan yang dimaksud
adalah kesejahtraan material dan spiritual atau mental. Berkenaan dengan
kesejahtraan material, kode etik umumnya menetapkan yang merugikan kesejahtraan.
Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku yang
tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi ketika berinteraksi dengan sesame
anggota profesi.
3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Kode etik juga berisi tujuan
pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu, kode
etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh anggota profesi
dalam menjalankan tugasnya.
4. Meningkatkan mutu profesi. Kode etik juga memuat norma-norma serta anjura agar
profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu, kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi profesi.

Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah
menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahtraan para anggota dan
meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.

B. HUKUM KESEHATAN
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah
maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun-temurun seperti
sebelum lahirnya peradaban yang modern. Untuk itu, makan oleh kelompok masyarakat yang
hidup dalam suatu masyarakat atau nega di perlukan aturan-aturan yang secara tertulis, yang
disebut hukum. Meskipun demikian, tidak semua perilaku asyarakat atau hubungan antara satu
dengan yang lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum yang tidak tertulis yang disebut: etika,
adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.

Hukum tertulis, dikelompokkan menjadi dua, yakni:


a. Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek, anggota masyarakat yang satu
dengan yang lain dalam hubungan interrelasi. Hubungan interrelasi ini antara
kedua belah pihak sama atau sederajat atau mempunyai kedudukan sederajat.
b. Hukum pidana adalah mengatur hubungan antara subjek dan subjek dalam
konteks hidup bermasyarakat dalam suatu Negara. Dalam hukum pidana selalu
terkait antara seseorang yang melanggar hukum dengan penguasa (dalam hal ini
pemerintah) yang mempunyai kewenangan menjatuhkan hukuman.

5
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapan. Hal ini berarti hukum kesehatan adalah
aturan tertulis mengenai hubungan natara pihak pemberi pelayanan kesehatan dengan masyarakat
atau anggota masyarakat. Dengan sendirinya hukum kesehatan ini mengatur hak dan kewajiban
masing-masing penyelenggara pelayanan dan penerima pelayanan masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, meskipun Etika dan Hukum Kesehatan
mempunyai perbedaan, namun mempunyai banyak persamaan, antara lain:

1. Etika dan hukum kesehatan sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya
hidup bermasyarakat dalam bidang kesehatan.
2. Sebagai objek adalah sama yakni masyarakat baik yang sakit maupun yang tidak
sakit (sehat)
3. Masing-masing mengatur kedua belah pihak anata hak dan kewajiban, baik pihak
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupun yang menerima pelayanan
kesehatan agar tidak saling merugikan.
4. Keduanya mengunggah kesadaran untuk bersikap manusiawi, baik penyelenggara
maupun penerima pelayanan kesehatan.
5. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan hasil pemikiran dari para pakar serta
pengalaman para praktisi bidang kesehatan.

Sedangkan perbedaan antara etika kesehatan dan hukum kesehatan, anta lain:

a. Etika kesehatan hanya berlaku dilingkungan masing-masing profeasi kesehatan,


sedangkan hukum kesehatan berlaku untuk umum.
b. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan anggota masing-masing profesi,
sedangkan hukum kesehatan disusun oleh badan pemerintah, baik legislative
(Undang-undang=,Peraturan Daerah=Perda), maupun oleh eksekutif (Peraturan
Pemerintah/PP,Kepres. Kepmen, dan sebagainya).
c. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum kesehatan tercantum atau
tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran Negara lainnya.
d. Sanksi terhadap pelanggaran etika kesehatan berupa tuntunan, biasanya dari
organisasi profesi, sedangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan adalah
“tuntunan”, yang berujung pada pidana atau hukum.
e. Pelanggaran etika kesehatan diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Profesi dari
masing-masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran hukum kesehatan di
selesaikan lewat pengadilan.
f. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, sedangkan untuk
pelnggaran hukum pembuktiannya memerlukan bukti fisik.

6
1. BATASAN HUKUM KESEHATAN

Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan


langsung pada pemberian layanan kesehatan dan penerapannya pada hubungan
perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana. Arti peraturan disini tidak hanya
mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi,
namun ilmu pengetahuan dan kepustakaan dapat juga merupakan sumber hukum.

Secara umum ruang lingkup hukum kesehatan tersebut, materi muatan


yang dikandung didalamnya pada asasnya adalah memberikan perlindungan pada
individu, masyarakat, dan memfasilitasi penyelenggaraan upaya kesehatan agar
tujuan kesehatan dapat tercapai. Jasasuriya bertolak dari materi muatan yang
mengatur masalah kesehatan menyatakan ada 5 (lima) fungsi yang mendasar,
yaitu pemberian hak, penyediaan perlindungan, peningkatan kesehatan,
pembiayaan kesehatan, dan penilaian terhadap kuantitas dan kualitas dalam
pemeliharaan kesehatan.
2. LANDASAN HUKUM KESEHATAN

Hadiati Koeswadji (1998), menyatakan pada asasnya hukum kesehatan


bertumpu pada hak atas pemeliharaan kesehatan sebagai hak dasar sosial (the
right of self determination).

Sejalan dengan haal tersebut Roscam Abing (1998) mentautkan hukum


kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan bahwa hak atas
pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek yang merefleksikan
permberian perlindungan dan pemberian fasilitas dalam pelaksanaannya. Untuk
merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga mengandung pelaksanaan hak
untuk hidup, hak atas privasi, dan hak untuk memperoleh informasi. Demikian
juga leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar
manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.
3. SUMBER HUKUM KESEHATAN

Kesehatan di Indonesia dibangun melalui 2 pilar, yaitu hukum dan etik.


Hukum di Indonesia bersumber dari Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
serta berbagai peraturan perundang-undangan lainnya khususnya Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, sedangkan pilar etik bersumber dari
kebijaksanaan organisasi profesi, standar profesi, dan kode etik profesi. Sumber
utama dari pilar etik ini adalah Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)
dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia (KODERSI), merupakan kewajiban-kewajiban moral yang harus ditaati
oleh setiap rumah sakit (sebagai suatu lembaga) dalam menjalankan tugas

7
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Indonesia. Kewajiban-
kewajiban moral lembaga harus diterjemahkan menjadi rangkuman nilai-nilai
moral untuk dijadikan pegangan dan pedoman bagi para insan rumah sakit di
Indonesia dalam hal penyelenggaraan dan pengoperasian rumah sakit di
Indonesia.

Sumber hukum kesehatan tidak hanya bertumpu pada hukum tertulis


(undang-undang), namun juga pada jurisprudensi, traktat, konsensus, dan
pendapat ahli hukum serta ahli kedokteran termasuk doktrin.

Hukum kesehatan terkait dengan peraturan perundang-undangan dibuat


unutk melindungi kesehatan masyarakat di Indonesia. Bentuk hukum tertulis atau
peraturan undang-undang mengenai hukum kesehatan diatur dalam:

a. Undang-undang
1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(selanjutnya disebut UU No. 29 Tahun 2004).
2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(selanjutnya disebut UU No. 36 Tahun 2009).
3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(selanjutnya disebut UU No. 44 Tahun 2009).
4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(selanjutnya disebut UU No.36 Tahun 2014).
5) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
(selanjutnya disebut UU No. 38 Tahun 2014).
b. Peraturan Pemerintah.
c. Keputusan Presiden.
d. Keputusan Menteri Kesehatan.
e. Keputusan Dirjen/Sekjen .
f. Keputusan Direktur/Kepala Pusat.

Kemudian dengan berkembangnya otonomi daerah, masing-masing daerah


baik provinsi maupun kabupaten juga semakin marak untuk mengeluarkan
peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan, misalnya:
1. Peraturan Daerah (Perda)
2. Keputusan Gubernur, Wali Kota atau Bupati
3. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan

Seperti telah disebutkan bahwa hukum kesehatan adalah semua ketentuan


hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan
kesehatan dan penerapannya. Oleh sebab itu, hukum kesehatan mengatur dua
kepentingan yang berbeda, yakni:

8
1. Penerima pelayanan, yang harus diatur hak dan kewajiban, baik
perorangan, kelompok atau masyarakat.
2. Penyelenggara pelayanan: organisasi dan sarana-prasarana pelayanan,
yang juga harus diatur hak dan kewajiban.

Mengingatnya banyak penyelenggara pelayanan kesehatan, baik dari segi


perorangan maupun kolektivitas, di mana masing-masing mempunyai kekhususan
antara pihak yang dilayani kesehatannya maupun sifat pelayanan dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan, maka hukum kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi berbagai bidang, antara lain:
1. Hukum Kedokteran dan Kedokteran Gigi.
2. Hukum Keperawatan.
3. Hukum Farmasi Klinik.
4. Hukum Rumah Sakit.
5. Hukum Kesehatan Masyarakat.
6. Hukum Kesehatan Lingkungan.
7. Hukum Laboratorium Kesehatan.
8. Hukum Asuransi.

C. ETIKA PROFESI TENAGA KESEHATAN

Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik dibandingkan dengan


pekerjaan. Istilah pekerjaan memiliki konotasi yang lebih luas dari pada profesi.setiap
propesi adalah pekerjaan,akan tetapi tidak semua pekerjaan merupakan profesi.

Berkaitan dengan pengertian profesi, A.S. Horbi (2005: 773) menjelaskan arti
profesi sebagai “Occupation, especially one requiring advanced education and special
training”

Menurut Brandeis (seperti dikutip Liliana Tedjosaputro, 1995:33),untuk dapat


disebut sebagai profesi, maka pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya
dukungan berupa:

1. Ciri-ciri pengetahuan (intelecttual character);


2. Diabdikan untuk kepentingan orang lain
3. Kebersihan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial;
4. Didukung oleh adanya (assosiation) profesi dan organisasi profesi tersebut antara
lain menentukan berbagai keetentuan yang merupakan kode etik, serta pula
bertanggung jawab dalam memajukan dan menyebarkan profesi yang
bersangkutan;dan
5. Ditentukan adannya standar kualifikasi profesi

9
Bersadarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan persyaratan-persyaratan
khusus. Profesi pada umumnya terkait dengan pekerjaan di bidang jasa, namun ciri ini
bukan yang mutlak.
Menurut Soekidjo Nnotoadmojo (2010: 37) profesi kesehatan adalah semua
kelompok atau jenis fungsional didalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap
“clients” atau masyarakat, baik yang sakit maupun yang sehat. Secara lebih rinci, profesi
kesehatan di indonesia sampai saat ini dapat di kelompokkan menjadi:

1. Kuratif – rehabilitatif
a. Dokter
b. Dokter gigi
c. Perawat dan Bidan
d. Apoteker
e. Rekam medis
f. Penata rontgen
g. Laboran
h. Fisioterapitis, dan sebagainya
2. promoti - preventif
a. Ahli kesehatan masyarakat;
b. Ahli kesehatan lingkungan;
c. Administrator kesehatan;
d. Bidan dan perawat kesehatan masyrakat;
e. Epidemiolog;
f. Entomolog;
g. Penyuluh/ pendidik/ promotor kesehatan;

Berkaitan dengan etika profesi tenaga kesehatan,dapat dikatakan bahwa


pengertian etika profesi tenaga kesehatan adalah kumpulan norma-norma atau kaedah
sebagai standar perilaku bertindak bagi profesi tenaga kesehatan dalam melayani
kesehatan masyarakat.Adapun yang dimaksud dengan norma atau kaedah atau standar
perilakupedoman adalah “kode etik profesi”.

Kode etik profesi merupakan asas-asas moral dalam sebuah profesi yang disusun
secara sistematis. Substansi kode etik profesi adalah kewajiban yang harus dilakukan
semua anggotaprofesi dalam menjalankan pelayanannya terhadap klien atau
masyarakat.kode etik profesi disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan.

10
1. Kewajiban umum;
2. Kewajiban terhadap klien;
3. Kewajiban terhadap teman sejawat;
4. Kewajiban terhadap diri sendiri.

Agar setiap profesi kesehatannsenantiasa berpegang tegih dan berprilaku


sesuai dengan kehormatan profesinya, maka sebelum menjalankan tugas profesinnya
diwajibkan menganggkat sumpah, sebagai janji profesibaik untuk
umum(kemanusiaan), untuk klien atau pasien, teman sejawat, dan diri sendiri.
Sumpah dan atau janji ini oeh masing-masing profesitelah dirumuskan secara cermat
dan sistematis. Dibawah ini sajian contoh lafal sumpah atau janji enam profesi
kesehatan indonesia.

1) Lafal sumpah dokter


a. Saya akan membangkitkan hidup saya guna kepentingan perikemanisiaan.
b. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi leluhur
jabatan kedokteran.
c. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara terhormat dan bersusila
sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
d. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat.
e. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang akan ketahui kepada orang
lain karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter.
f. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan ilmj kedokteran saya untuk
sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan,sekalipun diancam.
g. Saya akan menghormati setiap kehidupan insani mulai dari saat
pembuahan.
h. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.
i. Saya akan berikhtiar dengan sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartainya atau
kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.
j. Saya akan memberikan kepada guru-guru saya dan bekas guru saya
penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.
k. Saya akan melakukan teman sejawat saya sebagaimana saya ingin
diberlakukan.
l. Saya akan mengamati dan mengamalkan kode etik kedokteran indonesia
yang berdasarkan pacasila.
m. Saya ikhrarkan sumpah ini sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
diri saya.

11
2) Lafal Sumpah Sarjana Kesehatan Masyarakat

a. saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,


terutama dalam bidang kesehatan masyaraat.

b. saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik baiknya sesuai


martabat dan tradisi luhur jabatan kesehatan masyarakat.

c.saya akan merahasiakan sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan


saya dan keilmuan saya sebagai sarjana kesehatan masyarakat.

d. sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunaakanpengetahuan-


pengetahuan keperawatan untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan.
e. dalam menunaikan kewajiban saya, saya akn berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, poltik kepartaian, atau kedudukan
sosial`

f. saya ikhrarkan sumpah/janji ini dendan sungguh-sungguhdan penuh


keinsafan.
3) Lafal Sumpah Bidan

a.saya sebagai bidan akan melaksanakan tugas saya sebaik-baiknya


menurut undang-undang yang berlaku dengan penuh tanggung jawab dan
kesungguhan.

b. saya sebagai bidan dalam melaksanakan tugas aas dasar kemanusiaan,


tidak akan membedakan pangkat, kedudukan, keturunan, golongan,
bangsa, dan agama.

c. saa sebagai bidan, dalam melaksanakan tugasakan membina kerja sama,


keutuhan dan kesetiakawanan dengan teman sejawat

d. saya sebagai bidan tidak akan menceritakan kepada siapapun segala


rahasia yang berhubungan dengan tugas saya, kecuali jika diminta
pengadilan untuk keperluan kesaksian.
g. semogatuhan yang maha esa memberikan kekuatan kepada saya.

Apabila diperhatikan isi lafal sumpah profesi tenaga kesehatan tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa sumpah tesebut mengandung beberapa prinsip bahwa tenaga
profesi tenaga kesehatan tersebut:

12
1. Setiap profesi tenaga kesehatan membangkitkan hidup untuk kepentingan
kemanusiaan.
2. Setiap profesitenaga kesehatan menjalankan tugas sesuai tradisi luhur
jabatan atau pekerjaan
3. Setiap profesi tenaga kesehatan berpegangteguh kepada prinsip-prinsip
ilmiah dan moral , walaupin diancam, tidak akan melakukan hal-hal yang
bertrntangan dengan moral atau etik,hukum dan agama.
4. Tidak membeda-bedakan dalam memberikanpelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
5. Menjaga kerahasiaan jabatan atau pekerjaan, kecualimditentukan lai oleh
peraturan perunang-undangan(kepentingan hukum).

D. KODE ETIK KEBIDANAN


1. DEFINISI KODE ETIK KEBIDANAN

Merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang menuntut bidan


melaksanakan praktik kebidanan baik berhubungan dengan kesejahteraan
keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi, dan dirinya. Penetapan kode etik
kebidanan harus dilakukan dalam Konres Bidan Indonesia (IBI)
2. DASAR PEMBENTUKAN KODE ETIK BIDAN

Pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalah Kongres
Nasional IBI X tahung 1988.Kode etik bidan berisi tujuh bab dan dibedakan
menjadi bebarapa bagian, antara lain:
a. Kewajiban bidan tehadap klien dan masyarakat
b. Kewajiban terhadap tugasnya
c. Kewajiban terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
d. Kewajiban terhadap profesi
e. Kewajiban terhadap diri sendiri
f. kewajiban terhadap pemerintah, nusa bangsa, dan tanah air
g. penutup

3. KODE ETIK KEBIDANAN INTERNASIONAL


a. Hubugan dengan perempuan sebgai klien:

13
 Bidan menghormati hak pilih perempuan berdasarkan informasi dan
meningkatkan penerimaan tanggung jawab perempuan atas hasil dan
pilihannya
 Bidan bekera dengan perempuan, mendukung hak mereka untuk
berasptisipasi aktif dalam memutuskan pelayanan bagi diri mereka dan
kesehatan perempuan serta keluarganya di masyarakat

b. Praktik kebidanan

 Bidan memberi asuhan kepada ibu dan keluarga yang mengasuh anak,
disertai skiap menghormati keberagaman budaya dan berupaya untuk
menghilangkan praktik berbahaya
 Bidan memberi harapan nyata suatu persalinan ibu di masiyarakat, dengan
maksud, minimal tidak ada ibu yang menderita akibat konsepsi persalinan
 Bidan harus menerapkan pengetahuan profesi untuk menjamin persalinan

c. Kewajiban profesi bidan:

 Bidan menjamin kerahasiaan informasi klien dan bertindak bijaksana


dalam menyebarkan informasi tersebut
 Bidan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka
berdasarkan hasil asuhan bagi ibu
 Bidan diperkenankan untuk meolak berpastisipasi dalam kegiatan yang
bertentangan dengan moral; akan tetapi, bidan perlu menunbuhkan
kesadaran individu utuk tidak mengabaikan pelayanan kesehatan esensial
bagi ibu

4. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DAN BIDAN

a. Hak Pasien
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien:

1). Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan


peraturan yang berlaku di Rumah sakit atau institusi pelayanan
kesehatan.

2). Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi adil dan makmur.

3). Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan


profesi bidan tanpa diskriminasi.

4). Pasien berhak memperoleh asuhan kebidanan sesuai dengan profesi


bidan tanpa diskriminasi.

14
5). Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai
dengan keinginnya.

6). Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi kehamilan


persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.

7). Pasien berhak mendapatkan pendampingan suami selama proses


persalinan berlangsung.

8). Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginnya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

9). Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan
pendapat kritis dan mendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak
luar.

10). Pasien berhak menerima konsultasi kepada dokter lain yang


terdaftar dirumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit
yang di deritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.

11). Pasien berhak meminta atas “privacy”ndan kerahasiaan penyakit


yang diderita termasuk data-data medisnya.

12). Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:

a) Penyakit yang diderita.

b). Tindakan kebidanan yang akan dikeluarkan.

c). Alternatif terapi lainnya.

d). Prognosanya.

e). Perkiraan biaya pengobatan.

13). Pasien berhak menyetujui / memberikan ijin atas tindakan yang


akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang
dideritanya.

14). Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap


dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung
jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jeas tentang
penyakit.

15). Pasien berhak didampingi kelurganya dalam keadaan kritis.

15
16). Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama / kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasein lainnya.

17). Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama


dalam perawatan di rumah sakit.

18). Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun


spiritual.

19). Pasien berhak mendapatkan perlindungan hokum atas terjadinya


kasus mal praktek.

20). Hak untuk menentukan diri sendiri ( the right to self


determination), merupakan dasar dari seluruh hak pasien.

21). Pasien berhak melihat rekam medik.

b). Kewajibab Pasien

1). Pasien dan keluaganya berkewajiban untuk menaati segala peraturan


dan tata tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

2). Pasien berkewajiaban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan,


perawat yang merawatnya.

3). Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua


imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan
kesehatan, dokter bidan dan perawat.

4). Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang


selalu disepakati / perjanjian yang telah dibuatnya.
c). Hak Bidan
1). Bidan berhak mendapat perlindungan hokum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.

2). Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap
tingkat / jenjang pelayanan kesehatan.

3). Bidan berhak menolak keinginan pasien / klien dan keluarga yang
bertentangan dengan peraturan perundangan, dank ode etik profesi.

4). Bidan berhak atas privasi / kedirian dan menuntut apabila nama
baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
5). Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui
pendidikan maupun pelatihan.

16
6). Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan
jabatan yang sesuai.
7). Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
d).Kewajiban Bidan

1). Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan
hokum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana
pelayanan dimana ia bekerja.

2). Bidan wajib memeberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan


standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien
3). Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang
mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.

4). Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi


oleh suami atau keluarga.

5). Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk


menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

6). Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang


seorang pasien.

7). Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang
akan dilakukan serta resiko yang mungkin dapat timbul.

8). Bidan wajib meminta persetujuan tetulis ( informand Consent) atas


tindakan yang akan dilakukan.
9). Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.

10). Bidan wajib mangikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan


tehnologi seta menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal
atau non formal.

11). Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait
secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.

17
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah
maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun-temurun seperti
sebelum lahirnya peradaban yang modern.

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapan. Hal ini berarti hukum kesehatan adalah
aturan tertulis mengenai hubungan natara pihak pemberi pelayanan kesehatan dengan masyarakat
atau anggota masyarakat. Dengan sendirinya hukum kesehatan ini mengatur hak dan kewajiban
masing-masing penyelenggara pelayanan dan penerima pelayanan masyarakat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum kesehatan memegang peran
penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan,
diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Dan
tentunya hokum kesehatan tersebut tidak terlepas dari landasan-landasan hukum,

18
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Yanuar. 2017. Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan. Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan. Jakarta.

Muchtar, Masrudi. 2016. Etika Profesi & Hukum Kesehatan. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Soepardan, Suryani, dkk. 2007. Etika Kebidanan Dan Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta.
Wahyuningsih, Puji Heni. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Fitramaya. Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai