LP Asma Bronkial
LP Asma Bronkial
ASMA BRONKIAL
Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Keperawatan
Departemen Anak di Ruang Seruni Rumah Sakit Umum Karsa Husada
Batu
Disusun oleh:
RANGGA ANDRI EKANANTA
150070300011050
1
ASMA BRONCHIALE
1.Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible dimana trakea
dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Brunner&Suddarth, 2001)
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible
akibat bronkospasme. Penyempitan jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme,
edema mukosa dan hipersekresi mukus yang kental.(Silvia.A,1995).
2. Epidemiologi
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia ,sekitar setengah dari kasus
terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun .Asma
dapat berakibat fatal ,lebih sering lagi asma sangat mengganggu ,mempengaruhi
kehadiran disekolah ,pilihan pekerjaan ,aktivitas fisik,dan banyak aspek kehidupan
lainnya.
3.Etiologi
Penyebab dari asma bronchiale dapat meliputi infeksi virus/bakteri,
imunologik/alergik, dan imunologik. Sedangkan faktor pencetus dari asma
bonchiale meliputi :
a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrim
e. Kegiatan jasmani yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti refluks gastro esophagus
2
4.Patofisiologi
a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan
allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan
merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan
trombosit juga memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Orangyang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan
tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi
atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen
yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila
terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan
orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-
bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini
telah diketahui bahwa hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang
kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan
bilaas bronkus pasien asma bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik.
Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai
penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu
hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
3
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia
dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi
tidak berfungsi lagi . Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya
penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga
akan menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah
akan mensupresi immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan
untuk melisis sel radang menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi
pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
Penyebab:
-Alergen
-Non allergen/idiopatik:
Common cold,infeksi
Kontak terhadap tubuh
traktus
respiratorius,emosi,
latihan, dehidrasi,iritan
non spesifik
-Hipersensitif terhadap
penisilin
4
Pembentukan antibody(IgE)
Bersihan
jalan nafas Resiko
tidak efektif tinggi
infeksi
Penyempitan jalan nafas
Kelemahan fisik
Intoleransi
aktivitas
5
Dari pohon masalah diatas masalah keperawatan yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang meningkat
2. Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme
3. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
4. Cemas b/d ancaman kematian
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
6. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
9. Resiko tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi derajat asma
DERAJAT ASMA GEJALA GEJALA MALAM FUNGSI PARU
INTERMITEN -Gejala <1x /minggu < 2 kali sebulan APE > 80%
Mingguan -Tanpa gejala diluar
serangan
-Serangan singkat
-Fungsi paru asimtomatik
dan normal luar
serangan
PERSISTEN -Gejala >1x minggu tapi > 2 kali seminggu APE > 80 %
RINGAN <1x / hari Normal
Mingguan -Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
PERSISTEN -Gejala harian > sekali seminggu APE >60 % tetapi <
SEDANG -Menggunakan obat 80 %
Harian setiap hari Normal
-Serangan mengganggu
6
aktivitas dan tidur
-Serangan 2x / minggu,
bisa berhari-hari
PERSISTEN -Gejala terus menerus Sering APE < 80%
BERAT -Aktivitas fisik terbatas Normal
Kontinu -Sering serangan
6. Gejala klinis
Batuk berdahak .
Dispnea – pernafasan labored
Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering
menjadi pertanda bahaya gagal nafas.
Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi.
Retraksi otot-otot bantu pernafasan.
Berkeringat
Takikardia.
Pelebaran tekanan nadi
Pembesaran vena leher.
Auskultasi suara nafas : wheezing (+)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pernafasan cuping hidung, sianois perifer dan sentral,pembesaran vena
leher,retraksi otot-otot bantu pernafasan,
pasien lebih senang dalam posisi duduk, pasien tampak gelisah dan batuk
berdahak kental.
b. Palpasi
Turgor kulit lembab berkeringat , pembesaran vena leher
c. Perkusi
7
Tidak ada kelainan
d. Auskultasi
Terdapat suara wheezing (+)
9. Diagnosis
Diagnosis Status Asmatikus atau Asma berdasarkan :
1.Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit ,faktor- faktor yang berpengaruh
asma, riwayat keluarga,riwayat alergi,serta gejala klinis.
2.Pemeriksaan fisik.
3.Pemeriksaan laboratorium :darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –Leyden).
4.Tes fungsi paru dengan spirometri untuk menentukan adanya obstruksi jalan
nafas.
10. Therapy
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial:
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
Saatnya serangan
Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya)
8
2. Pemberian obat bronchodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda :
Cari faktor penyebab
Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
OBAT-OBATAN
1. Bronchodilator
Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara inhalasi
atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik,
maka sebaiknya diberikan aminofilin secara parenteral sebab mekanisme yang
berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan
Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara
aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno
reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai
sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan
dengan bentuk non selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping
sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak
dan dewasa. Mula-mua diberikan 2 sedotan dari suatu metered aerosol defire
( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4
jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10 - 15 menit berikan aminofilin intravena.
Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping takhikardi,
penggunaan perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit
hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan
0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0.01mg / kg BB
subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x tergantung
kebutuhan.
Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB
dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk dosis
penunjang 0,9 mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak
perlahan-lahan.
9
2. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan,
dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid . 200 mg hidrokortison atau dengan
dosis 3 - 4 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2 - 4 jam
secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 -
60 mg prednison atau dengan dosis 1 - 2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis
terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
3. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan
melalui air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti
Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik
cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik
diberikan bila ada infeksi.
10
2.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai
dengan os mengatakan batuk dan dahak sulit keluar,sputum warna putih kental, os
gelisah
2. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai
dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR >
20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
3. Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan sesak
nafas, os gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran vena leher,
takikardi, berkeringat.
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan
badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
5. Cemas b/d takut ancaman kematian yang ditandai os gelisah, os mengatakan
tidak bisa bernafas,suara wheezing (+)
6. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan
7. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas yang ditandai dengan os tampak
payah, os mengatakan sesak nafas, os mengatakan tidak bisa tidur ,retraksi otot
dada (+)
8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan
tidak tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
9. Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan produksi mukus
3. Rencana Tindakan
11
-Pasien bisa batuk -Beri posisi nyaman, sesuai gaya
efektif dan misal:peninggian gravitasi akibat
mengeluarkan kepala tempat perubahan posisi
sekret tidur,duduk pada dan meningkatkan
sandaran tempat tidur kepala tempat tidur
akan
memindahkan isi
perut menjauhi
diafragma
sehingga
memungkinkan
diafragma untuk
-Beri pasien 6-8 gelas berkontraksi
/hari kecuali ada
indikasi lain -Mengencerkan
sekret.
-Ajarkan dan berikan
dorongan -Mengeluarkan
penggunaan teknik sekret dan
pernafasan diafragma meningkatkan
dan batuk patensi jalan nafas
12
-Beri bronkodilator
sesuai therapy -Memfasilitasi
pergerakan sekret.
13
diameter jalan
nafas sehingga
mengurangi kerja
pernafasan
-Observasi tanda
vital, dan warna -Mengetahui
membrane mukosa adekuatnya suplai
kulit O2 ke paru-paru
dan jaringan
14
-Mengetahui
-Observasi tanda adekuatnya suplai
vital, dan warna O2 ke paru-paru
membrane mukosa dan jaringan
kulit
-Mengoptimalkan
kontraksi
-Beri posisi diafragma
duduk(fowler)
15
-Bantu pasien penggunaan O2
melakukan aktivitas
dengan melibatkan -Semua kebutuhan
keluarga pasien dapat
terpenuhi
-Observasi vital sign
-Membantu
16
mengurangi rasa
cemas
17
menit O2 meningkat
sehingga sesak
berkurang
-Libatkan satu
anggota keluarga -Os merasa aman
untuk menemani sehingga bisa
istirahat dengan
tenang
8.Kurang Setelah diberikan -Beri KIE tentang -Os tahu tentang
pengetahuan b/d tindakan pengertian dan sakitnya dan tahu
kurang informasi perawatan 2 x 30 penyebab / pencetus faktor penyebab /
yang ditandai menit dari penyakit pencetus penyakit
dengan os pengetahuan
mengatakan tidak pasien bertambah -Beri KIE cara - Os tahu dan bisa
tahu faktor dengan KE : menghindari menghindari faktor
penyebab penyakit -Os tahu tentang kekambuhan seperti: pencetus kambuh
dan kekambuhan penyakitnya menghindari cuaca
-Os tahu dingin dan debu,
penyebab/ memakai baju
pencetus penyakit penghangat dan
-Os tahu cara masker hidung,
menghindari mengurangi aktivitas /
kekambuhan latihan berlebih.
18
-Batuk dan dahak dahak
berkurang -Mengetahui tanda-
-Tidak ada dahak -Cek vital sign tanda infeksi
purulen
- Vital sign dalam - Dahak encer
batas normal -Anjurkan minum air sehingga mudah
putih 2-3 liter/ hari keluar
-Kuman penyakit
-Delegatif pemberian tidak bisa
antibiotika berkembang biak
sehingga tidak
terjadi infeksi.
4.Evaluasi
Mansjoer Arif ,dkk (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid 1.Jakarta : Media
Aesculapius.
Lynda Juall Carpenito ,(1998). Diagnosa Keperawatan Ed. 6. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth ,(2001) Keperawatan Medikal Bedah . Ed 8. Jakarta : EGC
19
Silvia A Price ,(1995) . Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Jilid 2 .Ed 8.
Jakarta : EGC
Bidang Pelayanan Keperawatan RSUP Sanglah (2007) .Standar Asuhan
Keperawatan Penyakit Dalam .
20