Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PASIEN DENGAN TENSION PNEUMOTHORAX

DISUSUN OLEH :
ALBERT FERNANDO PUTRA JEFRY 113063C116001
DAVID ABRAHAM NATHANAEL ESRA 113063C116003
ESTER ELIZABETH KARTINI 113063C116008
INDAH PERMATA DEWI 113063C116017
IRFAN KURNIADI 113063C116018
IRWAN DWI EFRON 113063C116019
MIA 113063C116024
SUSI SUSANTI 113063C116031
WARNI 113063C116037

CI AKADEMIK :
OKTAVIN, S.Kep.,Ners

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
BANJARMASIN
2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Penampakan thorax dari luar adalah batas bawah leher dan batas atas abdomen.
Namun pada bagian dalam tidaklah demikian, batas ronga thorax adalah (Blaivas, 2007):
1. Batas belakang thorax setinggi C7, lebih tinggi dari bagian depan karena melalui bidang
yang dibentuk oleh iga pertama agak miring kebawah
2. Batas depan thorax setinggi vertebrae thorakal ke-2
3. Batas bawah thorax adalah diafragma yang berbentuk seperti kubah ke atas. Karena
bentuk diafragma yang seperti kubah, dari permukaan tidak dapat dipakai peregangan
bahwa bawah thorax adalah batas bawah costae.
4. Batas atas thorax dapat diraba di incisura jugularis, yatu cekungan antara caput klavikula
kanan dan kiri. Incisura ini berseberangan dengan batas atas bawah dari vertebrae
thorakal ke-2.

Dinding dada dibentuk oleh 12 tulang vertebrae thorakalis, 12 pasang iga dan
sternum (Sideras, 2011):
a. Vertebrae
Persendian vertebrae dengan tulang iga menyebabkan iga ini mempunyai bentuk
yang agak spesifik. Vertebrae thorakalis pertama memiliki persendian yang lengkap
dengan costae I dan setengah persendian dengan costae II. Selanjutnya costae II-VIII
mempunyai dua persendian, di atas dan di bawah korpus vertebrae untuk costae II
sampai dengan VIII, sedangkan costae IX-XII hanya satu.
b. Costae
Secara umum costae ada 12 pasang kanan dan kiri, Tujuh pasang iga pertama
dinamakan costae vera (iga sejati). Costae I-VII bertambah panjang secara bertahap,
yang kemudian memendek secara bertahap. Costae VIII-X berfungsi membentuk tepi
costal sebelum menyambung dengan tepi bawah sternum, maka disebut costae spuriae
(iga palsu). Costae XI-XII disebut costae fluctuantes (iga melayang).
c. Sternum
Sternum terdiri dari manubrium sterni, korpus sterni dan procesus xiphoideus.
Angulus sterni ludovici yang terbentuk antar manubrium dan korpus sterni dapat teraba
dan merupakan patokan dalam palpasi iga ke-2 di lateralnya.

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan musculus utama dinding anterior
thorax. Musculus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu
lainnya membentuk lapisan muskulus dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus
pectoralis mayor membentuk lipatan / plica aksilaris anterior, lengkungan dari musculus
latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan axial posterior (Blaivas, 2007).
Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik.
Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak sensitive. Pleura ini berlanjut
sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding
thorax dan diafragma. Pleura parietalis mendapatkan persarafan dari nerve ending,
sehingga ketika terjadi penyakit atau cedera maka timbul nyeri. Pleura sedikit melebihi tepi
paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal. Pleura
parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti tiga lapisan muskulus yang
mengangkat iga selama respirasi tenang. Vena arteri, dan nervus dari tiap rongga
intercostalis berada di belakang tepi bawah iga. Karenanya jarum torakosintesis atau klem
yang digunakan untuk masuk kepleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih
bawah dari sela iga yang dipilih (Brohi, 2011).

a. Diafragma
Bagian musculus perifer berasal dari bagian bawah iga ke-6 dan kartilago costae,
dari vertebrae lumbalis, dan dari lengkung lumbosakral, sedang bagian muscular
melengkung membentuk tendosentral. Serabut ototnya berhubungan dengan
M.transverse abdominis di batas costae. Diafragma menempel di bagian belakang costae
melalui serat-serat yang berasal dari ligamentum arcuata dan crura. Nervus prenicus
mempersarafi motorik dan intercostals bawah mempersarafi sensorik. Diafragma
berperan besar pada ventilasi paru selama respirasi tenang (Blaivas, 2007).
Sewaktu inspirasi terjadi pembesaran dinding dada kea rah ventrodirsalis dan
lateralis. Pengembangan dada ini dimungkinkan karena mobilitas artikulatio
kostovertebralis, elatisitas tulang rawan iga, dank arena sedikit bertambahnya kifosis
kolumna vertebralis. Otot-otot yang berperan dalam inspirasi adalah diafragma (otot
primer inspirasi), M intercostalis externa (otot komplementer inspirasi), dan otot-otot
leher, yakni M. skalenus dan M. sternokleidomastoideus, keduanya berperan pada
inspirasi paksa dengan mengangkat bagian atas rongga thorax. Ekspirasi terjadi akbat
proses pasif dengan melemasnya otot-otot inspirasi sehingga rongga dada dan paru
kembali ke ukuran prainspirasi. Pada ekspirasi paksa, otot-otot yang berperan adalah
otot-otot abdomen dan mm.intercoastalis interna. Gaya yang menggerakkan rangka
dada secara umum adalah mm. intercostalis dan mm. scalene. Otot-otot tersebut
merupakan otot metametrik primitive yang harus dimasukkan ke dalam golongan otot
authochthonus dada. Termasuk pula mm.transverses thoracis dan mm.subcostales. Otot-
otot tersebut dipersarafi oleh rami anterior N.spinalis dan N. intercostalis (Sideras,
2011).

B. Definisi Tension Pneumothorax


Tension Pneumothorax adalah kondisi yang mengancam nyawa. Kondisi ini adalah
ketika inspirasi, udara ikut masuk melalui luka terbuka pada pleura dan ketika ekspirasi,
udara yang terjebak dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akumulasi udara yang terus
menerus akan menekan jaringan paru disekitarnya. Sehingga membuat paru kolaps serta
mendesak jaringan paru yang normal. Kondisi ini menyebabkan deviasi pada trakea ke sisi
paru yang normal dan pada paru yang kolaps tidak terdengar suara napas. Jika tidak diatasi
peningkatan tekanan dapat mengganggu sirkulasi dengan menekan jantung dan vena kava
sehingga muncul gejala distensi vena jugularis dan dapat menyebabkan hipotensi,
perubahan status mental, dan henti jantung.

C. Epidemiologi
Insidensi dari tension pneumotoraks di luar rumah sakit tidak mungkin dapat
ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT) Emergency Medical
Treatment (EMT) Paramedic Curriculum menyarankan tindakan dekompresi jarum segera
pada dada pasien yang menunjukan tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30%
pasien yang dirujuk ke pusat trauma tingkat 1 di Amerika Serikat menerima tindakan pra
rumah sakit berupa dekompresi jarum torakostomi, meskipun pada jumlah tersebut tidak
semua pasien menderita kondisi tension pneumotoraks (Jain et all, 2008).
Insidensi umum dari tension pneumotoraks pada Unit Gawat Darurat (UGD) tidak
diketahui. Literatur medis hanya menyediakan gambaran singkat mengenai frekuensi
tension pneumotoraks. Sejak tahun 2000, insidensi yang dilaporkan kepada Australian
Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga menderita pneumotoraks, dan
4 diantaranya didiagnosis sebagai tension pneumotoraks. Pada tinjauan yang lebih lanjut,
angka kematian prajurit militer dari trauma dada menunjukkan hingga 5% dari korban
pertempuran dengan tension pneumotoraks pada waktu kematiannya (Daley et all, 2013).

D. Etiologi
Etiologi Tension Pneumothorax yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik
atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut :
1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau
parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang
penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks).
2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena
subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension
Pneumotoraks.
4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di
mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
5. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks (Corwin,
2009).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada tension pneumothorax adalah ssebagai berikut
:
1. Takikardi
2. Kelelahan
3. Distres pernapasan
4. Distensi vena jugular karena penekanan pada jantung
5. Deviasi trakea ke arah paru yang sehat
6. Pergeseran mediastinum ke arah paru yang sehat
7. Sianosis karena oksigenasi yang buruk
8. Hipotensi karena cardiac output yang rendah
9. Saat perkusi terdengar hiperresonan
10. Hiperekspansi pada sisi yag terkena
11. Suara jantung menjauh

F. Komplikasi
1. Gagal napas akut (3-5%)
2. Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
3. Henti jantung-paru
4. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
5. Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya :
a. Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
b. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
6. Syok (Alagaff, 2005)
7. Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru sehat juga dapat
terkena dampaknya.
8. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian dapat terjadi
(Corwin, 2009).

G. Patofisiologi
Tension pneumothorax terjadi ketika adanya gangguan yang melibatkan pleura
visceral, parietal, atau cabang trakeobronkial. Gangguan terjadi ketika terbentuk katup 1
arah, yang memungkinkan udara masuk ke rongga pleura tapi tidak memungkinkan bagi
keluarnya udara. Volume udara ini meningkat setiap kali inspirasi karena efek katup 1 arah.
Akibatnya, tekanan meningkat pada hemitoraks yang terkena. Saat tekanan naik, paru
ipsilateral kolaps dan menyebabkan hipoksia. Peningkatan tekanan lebih lanjut
menyebabkan mediastinum terdorong ke arah kontralateral dan menekan jantung serta
pembuluh darah besar (Brohi, 2004).

Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura


sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral.
Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun
karena venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan
pertukaran udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral.
Hipoksia dan turunnya curah jantung akan mengganggu kestabilan hemodinamik yang
akan berakibat fatal jika tidak ditangani secara tepat (Boowan, 2006).
Trauma tajam dan tumpul

Thorax

Ruptur pleura

Inspirasi Ekspirasi

Banyak udara masuk ke Udara tidak bisa keluar


rongga pleura karena karena rupture pada
adanya rupture rongga rongga pleura tertutup
pleura

Akumulasi udara dalam


Udara yang masuk kavum pleura Risiko infeksi
melebihi tekanan Kerusakan
barometrik Jintegritas kulit

Ekspansi paru PemasanganWSD Diskontinuitas


jaringan

Ketidakefektifan pola Thorakdrains bergeser


nafas

Merangsang reseptor nyeri Merangsang reseptor nyeri


pada pleura viseralis dan pada perifer kulit
parietalis

Nyeri Akut
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila pemeriksaan foto
dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
dengan pneumotoraks sekunder.

2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki


sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-Scan. Ada 4 derajat.

3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap
dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura
tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan
vascular pada daerah tersebut.
Sinar x dada : Menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
4. Pemeriksaan Laboratorium :
a. GDA : Variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2
mungkin normal atau menurun;saturasi oksigen biasanya
menurun. Analisa gas darah arteri memberikan gambaran
hipoksemia.
b. Hb : Menurun, menunjukan kehilangan darah.
c. Torasentesis : Menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.

I. Penatalaksanaan Medis
1. Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea. Jaga jalan nafas
dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan
collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih
ada nafas.
1) Needle decompression : Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera
dan penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar
pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini
akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana.
Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan
pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (setinggi puting susu) di
anterior garis midaksilaris.Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela
iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak masuk
nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS.

2) Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga
pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk keluar dan mengurangi
tekanan yang terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif
untuk tension pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan
sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
3) Pemberian Oksigen

c. Circulation : (takikardia, hipotensi)


1) Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk
menghindari parahnya tension pneumothoraks.
2) Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC.
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau yang
mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan.
f. Pengelolaan selama transportasi :
1) Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri.
2) Bantuan kardiorespirasi bila perlu.
3) Pemberian darah bila perlu.
4) Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan karena bisa
membiaskan symptom.
2. Secondary Survey (dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif)
Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di tempat tidur
dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV line tetap.
b. Re-evaluasi :
1) Laju nafas
2) Suhu tubuh
3) Pulse oksimetri saturasi O2
4) Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis, dekompresi v.
urinaria sebelum DPL.

5) EKG
6) NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
7) Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu kompres dan obati
c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan tatalaksana
definitif tension pneumothorax), (Continous suction).

d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up mengevakuasi darah atau


udara sehingga pengembangan paru maksimal lalu lakukan monitoring
e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi

Medis : Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks.


Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks
adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini dilakukan apabila luas
pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah
menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan direabsobsi. Laju reabsobsi
diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan
meningkat jika diberikan tambahan oksigen.
b. WSD (Water Seal Drainage), Tindakan ini dilakukan seawall mungkin pada pasien
pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari
rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara memasukan jarum di intercosta
pada daerah apikal yaitu ICS 2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.
c. Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah
berulangnya kembali. Dengan prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan
juga bisa dilakukan untuk pleurodesis (Kurniasih, 2009).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian UmumKlien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
2. Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan Glassglow
Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks, biasanya
kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
a. A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
b. V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
c. P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong,
misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
d. U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh penolong.
Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi
pada rangsang nyeri.
3. Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus didahulukan 
langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka dapat digolongkan
P1 (Emergency).
4. Primary Survey
a. Airway
1) Assessment :
a) Perhatikan patensi airway.
b) Dengar suara napas.
c) Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada.
b. Management :
1) Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust,
hilangkan benda yang menghalangi jalan napas.
2) Re-posisi kepala, pasang collar-neck
3) Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
c. Breathing :
1) Assesment
a) Periksa frekwensi napas
b) Perhatikan gerakan respirasi
c) Palpasi toraks
d) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
2) Management
a) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
b) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
d. Circulation :
1) Assesment
a) Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
b) Periksa tekanan darah
c) Pemeriksaan pulse oxymetri
d) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
2) Management
a) Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
b) Torakotomi emergency bila diperlukan
c) Operasi Eksplorasi vaskular emergency
d) Pemasangan WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak
napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan
tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada
penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan
kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan
gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah
(hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi
dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle thoracostomy
(ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua sejajar dengan
midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan
control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada) diantara anterior dan
mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra
putih telur 3 x 2 butir / hari.
5. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada
thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal
dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah.
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan
klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai
dengan riwayat pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien
yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahatDispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop,
nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda
homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan
udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
e. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
f. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau
nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
g. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot
aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/
hilang (auskultasi  mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam
rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara,
observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat,
sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan
bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi /
infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
h. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
6. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai berikut :
P :Provokativ. Penyebab terjadinya nyeri.
Q :Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri
dapat digunakan skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R :Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri
doarasakan.
S :Skala.
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik
ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas atau
kualitas nyeri.
T :Time.
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus
menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
b. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
8. Keperawatan
a. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),
nyeri, ansietas, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis,
GDA tak normal.
b. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan
keamanan/pencegahan, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman
pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif.
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang menerima
informasi ditandai dengan kurang menerima informasi, mengekspresikan masalah,
meminta informasi, berulangnya masalah.
d. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
e. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
b. 6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
B. Analisa Data dan Diagnosa

Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil

1. Pola Tujuan : Setelah Mandiri Kesulitan bernafas dengan ventilator


pernafasa dilakukan asuhan Awasi kesesuaian pola atau peningkatan tekanan jalan nafas
n tak keperawatan 1 X 24 jam pernapasan bila diduga terjadi komplikasi.
efektif b/d pola pernafasan pasien menggunakan ventilasi
penuruna efektif. mekanik, catat perubahan
n Kriteria Hasil : tekanan udara.
ekspansi
 Menunjukkan Auskultasi bunyi nafas Area atelektasis tak ada bunyi nafas
paru
pola pernapasan dan sebagian area kolaps menurun
(akumula
normal atau bunyinya. Evaluasi dilakukan untuk
si
efektif dengan mengetahui pertukaran gas dan
udara/cair
Gas Darah dalam memberi data evaluasi perbaikan
an, nyeri,
rentang normal. pneumothoraks.
ansietas
 Bebas sianosis
Kaji pasien adanya area Sokongan terhadap dada dan otot
dan tanda/ gejala
nyeri, nyeri tekan bila abdominal membuat batuk lebih
hipoksia
batuk. efektif atau mengurangi trauma.

Evaluasi fungsi Distres pernapasan dan perubahan


pernapasan, catat pada tanda vital dapat terjadi sebagai
kecepatan/ pernapasan akibat stres fisiologi dan nyeri atau
sesak, dispnea, terjadinya dapat menunjukkan terjadinya syok
sianosis, perubahan tanda sehubungan dengan hipoksia /
vital. perdarahan.
Catat pengembangan dada Pengembangan dada sama dengan
dan posisi trakea ekspansi paru. Deviasi trakea dari
area sisi yang sakit pada tension
pneumotoraks.

Bila dipasang selang dada Tak adanya gelembung udara dapat


pada pasien, evaluasi menunjukkan ekspansi paru lengkap
ketidaknormalan atau (normal) atau tidak adanya
kontinuitas gelembung komplikasi.
botol penampung.

Kolaborasi Mengidentifikasi kesalahan posisi


Kaji hasil foto thoraks selang endotrakeal, mempengaruhi
inflamasi paru.

Awasi hasil Gas Darah Mengkaji status pertukaran gas dan


ventilasi

Berikan oksigen tambahan Untuk menurunkan kerja nafas dan


sesuai indikasi. menghilangkan distres respirasi dan
sianosis

Pemasangan WSD Mengeluarkan udaran atau darah


yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing"
tetap baik.

2. Resiko Tujuan : Mandiri Menurunkan resiko obstruksi


tinggi Setelah dilakukan asuhan Anjurkan pasien untuk drainase atau terlepasnya selang.
trauma keperawatan 1 X 24 jam menghindari berbaring
penghenti atau menarik selang.
an napas resiko trauma dapat Kaji tujuan/ fungsi unit Untuk mengetahui informasi tentang
b/d dicegah. drainase dada dengan bagaimana system bekerja
kurang Kriteria Hasil : pasien memberikan keyakinan untuk
pendidika - Mencari bantuan untuk menurunkan ansietas pasien.
n mencegah komplikasi.
Identifikasi perubahan Intervensi tepat waktu dapat
keamanan - Memberi perawatan
atau situasi yang harus mencegah komplikasi serius.
/pencegah untuk menghindari
dilaporkan pada perawat.
an lingkungan dan bahaya
fisik. Observasi tanda distres Pneumothoraks dapat memburuk
pernafasan bila kateter karena mempengaruhi fungsi
toraks lepas atau tercabut. pernafasan dan memerlukan
intervensi darurat.

3. Kurang Tujuan : Setelah Mandiri Memberikan pengetahuan dasar


pengetah dilakukan asuhan Kaji patologi masalah untuk pemahaman kondisi dinamik
uan keperawatan 1X24 jam individu dan pentingnya intervensi terapeutik.
mengenai klien dan keluarga dapat
Identifikasi kemungkinan Untuk menurunkan potensial
kondisi mengerti tentang kondisi
terjadi komplikasi jangka komplikasi.
aturan kesehatan klien.
panjang.
pengobat Kriteria Hasil :
an b/d Kaji ulang praktik Mempertahankan kesehatan umum
 Pasien dapat
kurang kesehatan yang baik meningkatkan penyembuhan.
mengidentifikasi
menerima contoh nutrisi baik,
tanda atau gejala
informasi istirahat dan latihan
yang memerlukan
.
evaluasi medik Kaji ulang tanda / gejala Berulangnya pneumotoraks
 Mengikuti yang memerlukan evaluasi memerlukan intervensi medik untuk
program medik cepat, contoh nyeri mencegah/ menurunkan potensial
pengobatan dan dada tiba-tiba, dispnea, komplikasi.
menunjukkan distres pernapasan lanjut.
perubahan pola
hidup yang perlu
dicegah agar tidak
menimbulkan
masalah baru a. Jelaskan klien tentanga. Pengetahuan yang diharapkan akan
kegunaan batuk yang membantu mengembangkan
Tujuan : Jalan napas efektif dan mengapa kepatuhan klien terhadap rencana
4. Inefektif lancar/normal terdapat penumpukan teraupetik.
bersihan jalan Kriteria hasil : sekret di sal. pernapasan. b. Batuk yang tidak terkontrol adalah
napas ò Menunjukkan batuk yangb. Ajarkan klien tentang melelahkan dan tidak efektif,
berhubungan efektif. metode yang tepat menyebabkan frustasi.
dengan ò Tidak ada lagi pengontrolan batuk. c. Memungkinkan ekspansi paru lebih
peningkatan penumpukan sekret di luas.
sekresi sekret dan sal. pernapasan. c. Napas dalam dan perlahand. Pernapasan diafragma
penurunan batukò Klien nyaman. saat duduk setegak menurunkanN frekuensi napas dan
sekunder akibat mungkin. meningkatkan ventilasi alveolar.
nyeri dan d. Lakukan pernapasane. Meningkatkan volume udara dalam
keletihan. diafragma. paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.

e. Tahan napas selama 3 - 5f. Pengkajian ini membantu


detik kemudian secara mengevaluasi keefektifan upaya
perlahan-lahan, keluarkan batuk klien.
sebanyak mungkin
melalui mulut. g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan
f. Lakukan napas ke dua, dan dapat menyebabkan sumbatan
tahan dan batukkan dari mukus, yang mengarah pada
dada dengan melakukan 2 atelektasis.
batuk pendek dan kuat. h. Untuk menghindari pengentalan dari
g. Auskultasi paru sebelum sekret atau mosa pada saluran nafas
dan sesudah klien batuk. bagian atas.
h. Ajarkan klien tindakan
untuk menurunkani. Hiegene mulut yang baik
viskositas sekresi : meningkatkan rasa kesejahteraan
mempertahankan hidrasi dan mencegah bau mulut
yang adekuat;j. Expextorant untuk memudahkan
meningkatkan masukan mengeluarkan lendir dan
cairan 1000 sampai 1500 menevaluasi perbaikan kondisi klien
cc/hari bila tidak atas pengembangan parunya.
kontraindikasi.
i. Dorong atau berikan
perawatan mulut yang
baik setelah batuk.
a. Pendekatan dengan menggunakan
j. Kolaborasi dengan tim relaksasi dan nonfarmakologi
Tujuan : Nyeri kesehatan lain : lainnya telah menunjukkan
berkurang/hilang.
Dengan dokter, radiologi keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Kriteria hasil :
5. Perubahanò Nyeri berkurang/ dapat dan fisioterapi. b. Akan melancarkan peredaran darah,
kenyamanan : diadaptasi. ò Pemberian expectoran. sehingga kebutuhan O2 oleh
Nyeri akutò Dapat mengindentifikasiò Pemberian antibiotika. jaringan akan terpenuhi, sehingga
berhubungan aktivitas yangò Fisioterapi dada. akan mengurangi nyerinya.
dengan trauma meningkatkan/menurunk
jaringan dan an nyeri. a. Jelaskan dan bantu klienc. Mengalihkan perhatian nyerinya ke
reflek spasmeò Pasien tidak gelisah. dengan tindakan pereda hal-hal yang menyenangkan.
otot sekunder. nyeri nonfarmakologi dand. Istirahat akan merelaksasi semua
non invasif. jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
b. Ajarkan Relaksasi :
Tehnik-tehnik untuk
menurunkan ketegangane. Pengetahuan yang akan dirasakan
otot rangka, yang dapat membantu mengurangi nyerinya.
menurunkan intensitas Dan dapat membantu
nyeri dan juga tingkatkan mengembangkan kepatuhan klien
relaksasi masase. terhadap rencana teraupetik.
c. Ajarkan metode distraksif. Analgetik memblok lintasan nyeri,
selama nyeri akut. sehingga nyeri akan berkurang.
d. Berikan kesempatang. Pengkajian yang optimal akan
waktu istirahat bila terasa memberikan perawat data yang
nyeri dan berikan posisi obyektif untuk mencegah
yang nyaman; misal waktu kemungkinan komplikasi dan
tidur, belakangnya melakukan intervensi yang tepat.
dipasang bantal kecil.
e. Tingkatkan pengetahuan
tentang: sebab-sebab
nyeri, dan
menghubungkan berapa
lama nyeri akan
berlangsung.

f. Kolaborasi denmgan
dokter, pemberian
analgetik.
g. Observasi tingkat nyeri,
dan respon motorik klien,
30 menit setelah
pemberian obat analgetik
untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta setiap
1 - 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 - 2
hari.
C. Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang
telah ditetapkan untuk tindakan perawatan klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal,
intelektual. Tekhnikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan
evaluasi kemudian didokumntasikan yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan serta
bagaimana respon klien.

D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan. Dalam dokumentasi dikenal 2 cara yaitu secara sumatif
dan formatif. Biasanya evaluasi menggunakan acuan SOAP atau SOAPIER sebagai tolak ukur
pencapaian implementasi. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai :
1. Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan
pada tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi
udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera.
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathoraks.
Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi
tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak
napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan
tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada
penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan
kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan
gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah
(hemodinamik).

B. Saran
Dalam usaha peningkatan mutu dan kualitas sumber daya perawat dalam usaha
pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat, maka hendaknya mahasiswa calon
perawat dapat melakukan pemenuhan pembelajaran. Khususnya dalam pembuatan
asuhan keparawatan dan dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya dapat
dilakukan dengan baik dan benar. Maka untuk itu dipandang perlu bimbingan yang
optimal dari bapak/ibu pembimbing guna peningkatan mutu dari mahasiswa tersebut
terlebih dalam bidang gawat darurat.
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University
Press.

Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta: Interna
Publishing.

Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASAN-


PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253. Jakarta: EGC.

Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e. dalam
Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

Anda mungkin juga menyukai