Anda di halaman 1dari 9

RESPIRASI HEWAN AIR

Nama : Gita Wulandari


NIM : B1A017008
Rombongan : III
Kelompok :1
Asisten : Afif Ghalib Ammar Zain

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Oksigen merupakan unsur terpenting bagi kelangsungan hidup organisme.


Oksigen dibutuhkan untuk proses oksidasi bahan-bahan makanan dalam tubuh
hewan agar dihasilkan energy untuk aktivitas hidupnya. Energi berupa ATP yang
prosesnya disebut metabolik aerobik. Pengambilan oksigen untuk metabolism dan
pengeluaran karbondioksida sebagai sampah metabolic dilakukan dengan
mekanisme yang menggunakan sistem respirasi. Konsumsi oksigen pada setiap
jenis ikan berbeda-beda (Sahetapy, 2013).
Metabolisme merupakan istialah yang digunakan untuk menggambarkan
proses reaksi kimia yang membutuhkan energi, manipulatif dan penyimpan reaksi
kimia oleh organisme (Nelson, 2016). Metabolisme adalah proses fisiologis yang
mencerminkan pengeluaran energi dari organisme hidup. Tingkat metabolisme ikan
biasanya secara tidak langsung diukur melalui laju respirasi (Prakoso & Chang.,
2017). Metabolisme makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan oksigen terlarut. Organisme yang aktif makan atau dalam keadaan
kenyang akan menggunakan oksigen terlarut dibandingkan dengan organisme yang
lapar pada spesies dan ukuran yang sama. Konsumsi oksigen digunakan sebagai
indikator secara tidak langsung dalam proses metabolisme ikan (Djuhanda, 1981).
Ikan adalah hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarah
dingin dimana hidupnya dilingkungan air, pergerakan dan keseimbangan dengan
menggunakan sirip serta pada umumnya bernafas dengan insang. Ikan nilem
(Osteochilus vitatus) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang hidup di
sungai – sungai dan rawa – rawa. Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan
kisaran kandungan oksigen terlarut yang cukup yaitu 5-8 mg/L (Susanto, 2006).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah :


1. Mahasiswa dapat mengukur konsumsi oksigen organisme air baik dengan cara
titrasi (metode winkler) ataupun dengan alat DO meter.
2. Mahasiswa dapat mengukur respon metabolik hewan air terkait dengan bobot
tubuh serta perubahan lingkungan atau stress.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah air, Ikan Nilem
(Osteochillus vitatus), Ikan Nila (Oreohromis niloticus), KOH-KI, H2SO4,
Na2S2O3, MnSO4, reagen amilum.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah aerator, respirometer,
erlenmayer, botol winkler, burret, gelas ukur, timbangan teknikal, dan statif.

B. Cara Kerja

1. Respirometer difungsikan dan pompa air dinyalakan.


2. Volume dan berat ikan diukur dengan menggunakan rumus Vikan = V total –
V1 (awal).
3. Ikan diletakkan ke dalam respirometer, pastikan tidak ada gelembung
didalamnya.
4. Sampel air diambil menggunakan botol winkler (250 ml)
5. Ditambahkan larutan MnSO4, KOH-KI dan H2SO4 masing – masing 1 ml.
6. Larutan ditambahkan (100 ml) ke dalam erlenmayer, amilum ditambahkan
sebanyak 2-3 tetes.
7. Dilakukan titrasi awal dengan Na2SO2O3.
8. Setelah 15 menit, sample air diambil dengan menggunakan botol winkler (250
ml).
9. Dilakukan titrasi akhir.
10. Jumlah konsumsi oksigen dihitung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Laju Konsumsi Oksigen Pada Ikan Nilem (Osteochillus vitatus)

No Ikan H Volume Berat CO2i CO2f VO2


(Jam) (ml) (gr) (mg/L) (mg/L) (mg/g/L)
1 Nilem besar 0,25 9115 72 4 4,6 -0,303

2 Nilem kecil 0,25 5438 28 6 4,4 1,242

3 Nilem kecil 0,25 5438 28 5,4 4,6 0,62

4 Nilem besar 0,25 9105 73 4,6 2 0,998

5 Nilem kecil 0,25 5445 26 3,4 4 -0,49

Data perhitungan
1000
OTA = xpxqx8 Keterangan :
100

1000
= x 2 x 0,025 OTA : Oksigen terlarut awal
100

= 4 mg/L OTAK : Oksigen terlarut akhir


1000
OTAK = xpxqx8 V : Volume
100

1000
= x 2,3 x 0,025 x 8 VO2 : Jumlah konsumsi oksigen
100

= 4,6 mg/L

V = V Respirometer – V ikan

= 9175 – 60

= 9115 ml

= 9,115 L

VO2 = (CO2i – CO2f) x V x H-1 x 10-1


(4−4,6) x 9,115
= 0,25 x 72

−5,47
= = 0,303 mg/g/L
18
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum kelompok satu rombongan


tiga didapatkan bahwa pada selang waktu 15 menit atau 0,25 jam, terdapat oksigen
terlarut awal 4 mg/L dan oksigen terlarut akhir naik menjadi 4,6 mg/L. Sedangkan
nilai konsumsi oksigen sebesar -0.033. Volume tabung setelah dikurangi volume
ikan didapatkan sebesar 9.115 mL serta berat ikan 72 gram. Hal ini tidak sesuai
pustaka penurunan tingkat konsumsi oksigen berdasarkan peningkatan bobot badan
dapat dipahami saat ikan berukuran kecil kebutuhan oksigen untuk respirasi banyak
digunakan untuk berbagai kepentingan pertumbuhan sel, moulting dan lain-lain
sedangkan untuk dewasa atau ukuran besar tingkat konsumsi oksigen tidak
sebanyak seperti pada ikan kecil karena hanya lebih dibutuhkan untuk pertahanan
diri (maintenance), sehingga semakin kecil bobot ikan, oksigen yang dibutuhkan
semakin besar dan semakin besar bobot ikan, jumlah konsumsi oksigen semakin
kecil tetapi pada pustaka baik ikan nilem konsumsi ikan yang ukurannya besarlebih
banyak dibandingkan dengan yang ukurannya kecil. Ketidaksesuaian hasil yang
diperoleh ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurang tepatnya dalam
penentuan nilai titrasi,adanya faktor yang menyebabkan ikan banyak bergerak atau
aktif, kebocoran tabung pada penggunaan metode winkler yang menyebabkan
oksigen luar berdifusi masuk, dan sebagainya (Fujaya, 2004).
Respirasi sangat berkaitan dengan proses metabolisme dalam tubuh. Laju
metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per
satuan waktu (Seeley, 2002). Respirasi berperan sebagai penyedia oksigen yang
kemudian digunakan untuk proses metabolisme sehingga dihasilkan energi yang
bermanfaat untuk menjalankan sistem-sistem kehidupan (Isnaeni, 2006). Laju
metabolisme juga berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan
proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya
oksigen. Laju respirasi dapat diketahui dengan mengukur banyaknya gas
karbondioksida, uap air, dan energi yang dihasilkan. Semakin besar nilai komponen
komponen tersebut, maka semakin besar laju respirasinya (Tobin, 2005). Laju
metabolisme pada ikan pada umumnya ditentukan dengan jumlah oksigen yang
dikonsumsi. Laju metabolisme ikan kenyang akan lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan ikan dalam kondisi lapar, dan laju konsumsi oksigen akan
meningkat setelah ikan makan dikarenakan ikan memerlukan oksigen untuk
melakukan food intake, apabila jumlah oksigen yang dibutuhkan tidak sesuai maka
food intake akan mengalami penekanan yang mengakibatkan pertumbuhannya
terganggu (Anam et al., 2017).
Untuk mengukur laju metabolisme ikan digunakan metode Winkler. Metode
Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut
di dalam air. Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air ditentukan dengan cara
titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang telah diketahui
konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak diketahui
konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan (Chang, 1996).
Ikan Nilem (Osteochillus vitatus) dipilih sebagai hewan uji praktikum kali
ini karena merupakan hewan air yang mengonsumsi oksigen terlarut dalam air yang
diperlukan untuk metabolisme. Pengambilan oksigen pada ikan dilakukan oleh
organ respirasi utama yaitu insang. Besarnya pengambilan oksigen melalui insang
dapat diukur dengan metode air statis atau air mengalir. Parameter konsumsi
oksigen digunakan untuk menilai laju metabolisme ikan, sebab sebagian besar
sumber energi ikan berasal dari metabolisme aerobik. Ikan perlu mengonsumsi
oksigen untuk melakukan metabolisme aerobik, oleh karena itu perubahan
konsumsi oksigen ikan dapat digunakan untuk menilai perubahan laju metabolisme
(Sudibyo, 1999).
Menurut Alaerts & Santika (1987), langkah-langkah metode titrasi dengan
cara Winkler adalah sebagai berikut air sampel dimasukkan ke dalam botol Winkler
125 ml (pada waktu praktikum, air yang digunakan sebanyak satu botol, kira-kira
250 ml) dengan syarat pada pengambilan sampel tidak ada udara yang masuk. Air
dalam botol Winkler ditambah larutan MnSO4 sebanyak 1 ml (pada waktu
praktikum, fungsi dari larutan MnSO4 adalah mengikat oksigen, larutan MnSO4
yang digunakan sebanyak 1 ml atau 21 tetes), dan larutan KOH-KI juga sebanyak 1
ml (pada waktu praktikum, fungsi dari larutan KOH-KI adalah untuk mengikat gas-
gas lain selain oksigen, larutan KOH-KI yang digunakan sebanyak 1 ml atau 21
tetes). Larutan dikocok kemudian dibiarkan sehingga terbentuk lapisan heterogen
yaitu dibagian atas bening dan dibagian bawah berupa endapan berwarna coklat
(apabila tidak mengandung oksigen endapan berwarna putih). Air dalam botol
Winkler direaksikan dengan H2SO4 sebanyak 1 ml (pada waktu praktikum, fungsi
dari larutan H2SO4 adalah sebagai penyeimbang atau penetral suatu zat, larutan
KOH-KI yang digunakan sebanyak 1 ml atau 21 tetes), kemudian dikocok sehingga
endapan di dalamnya menjadi larut dan terbentuk cairan kekuningan dibiarkan 15
menit. Air dalam botol diambil 100 ml ditampung pada tabung Erlenmeyer dan
ditambah amilum, sebagai indikator warna sebanyak 2-3 tetes lalu dititrasi dengan
Na2S2O3 0,025 N sehingga warna kuning yang berasal dari campuran awal menjadi
bening. Metode Winkler dilakukan dua kali untuk mendapatkan nilai rata-ratanya.
Rumus kandungan O2 terlarut adalah 1000/100 x p x q x 8.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi adalah usia yaitu semakin
tua usia, semakin sedikit respirasi yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
penurunan regenerasi sel sehingga respirasi yang dibutuhkan pun sedikit. Berat
badan, organisme yang berat badannya lebih berat, lebih banyak respirasi yang
dibutuhkan karena jumlah sel yang dimiliki lebih banyak dibanding organisme yang
lebih ringan berat tubuhnya. Jenis kelamin yaitu betina lebih banyak melakukan
respirasi karena betina memiliki sistem hormonal yang lebih kompleks dibanding
jantan. Aktivitas, semakin banyak aktivitas, semakin banyak respirasi yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan akibat banyaknya energi yang dibutuhkan.
Emosi/Stress yaitu semakin tinggi emosi, semakin banyak respirasi yang dilakukan
karena adanya hormon-hormon tertentu yang memengaruhi metabolisme sehingga
respirasi lebih cepat. Suhu yaitu semakin tinggi suhu semakin banyak respirasi yang
dibutuhkan karena H2O yang dihasilkan oleh respirasi berguna untuk menyesuaikan
tubuh dengan menurunkan suhu (Alaert & Santika, 1987). Suhu merupakan faktor
yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air. Suhu yang
semakin tinggi meningkatkan laju metabolisme ikan dan respirasi yang terjadi
semakin cepat sehingga mengurangi konsentrasi oksigen dalam air (Jumaidi et al.,
2016).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pengamatan saat praktikum dapat disimpulkan bahwa :


1. Oksigen terlarut awal sebesar 4, oksigen terlarut akhir sebesar 4,6 dan jumlah
konsumsi oksigen sebesar -0,303. Volume tabung setelah dikurangi volume ikan
didapatkan sebesar 9.115 mL serta berat ikan 72 gram.
2. Hasil pengukuran bisa dipengaruhi karena Suhu, suhu yang semakin tinggi
meningkatkan laju metabolisme ikan dan respirasi yang terjadi semakin cepat
sehingga mengurangi konsentrasi oksigen dalam air. Bobot tubuh, organisme
yang berat badannya lebih berat,lebih banyak respirasi yang dibutuhkan karena
jumlah sel yang dimiliki lebih banyak dibanding organisme yang lebih ringan
berat tubuhnya dan stress, semakin tinggi emosi semakin banyak respirasi yang
dilakukan karena adanya hormon-hormon tertentu yang memengaruhi
metabolisme sehingga respirasi lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. & Santika. S. S., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha
Nasional.
Anam, M. K., Basuki, F. & Widowati, L. L., 2017. Performa Pertumbuhan,
Kelulushidupan, dan Reproduksi Biomassa, Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dengan Debit Air yang Berbeda pada Sistem Budidaya Minapadi
di Susun Kandhangan, Sleman, Yogyakarta. Sains Akuakultur Tropis, 1(1),
pp. 52-61.
Chang, R., 1996. Essential Chemistry. USA : Mc Graw Hill Company, Inc.
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta :
Rineka Putra.
Djuhanda, K., 1981. Observation on the fishery and biology on the giant freshwater
prawn. Jakarta : Djambatan.
Isnaeni, W., 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius.
Jumaidi, A., Yulianto, H. & Effendi, E., 2016. Pengaruh Debit Air Terhadap
Perbaikan Kualitas Air pada Sistem Sirkulasi dan Hubungannya dengan
Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurame (Oshpronemus gouramy).
Jurnal Rekayasa dn Teknologi Budidaya Perairan, 5(1), pp. 587-596.
Nelson, J. A., 2016. Oxygen Consumption Rate V. Rate of Energy Utilization of
Fishes: A Comparison and Brief History of The Two Measurements.
Journal of Fish Biology, 88, PP. 10-25.
Prakoso, V. A. & Chang, Y. J., 2017. Laju Respirasi Ikan Blackhead Seabream
(Acanthopagrus schlegelii) pada Suhu Pemeliharaan yang Berbeda. Jurnal
Riset Akuakultur, 12(2), pp. 161-167.
Sahetapy, J. M. F., 2013. Pengaruh Perbedaan Volume Air Terhadap Tingkat
Konsumsi Ikan Nila (Oreochromis sp.). Jurnal Manajemen Sumber Daya
Perairan, 9(2), pp. 127-130.
Seeley, R, R., Stephens, T. D. & Tate, P., 2002. Essentials of Anatomy and
Physiology 4t h. USA : McGraw-Hill Companies.
Sudibyo, P. H. T., 1999. Variasi Fisiologi Ikan Gurami dalam Menghadapi
Ketersediaan Sumber Pakan. Bandung : ITB.
Susanto, H., 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Tobin, A. J., 2005. Asking About Life. Canada : Thomson Brooks/Cole.

Anda mungkin juga menyukai