Anda di halaman 1dari 17

 

 
BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
 

II.1.  Tinjauan Pustaka


 
Dari beberapa penelitian yang telah dibaca, berikut ini merupakan ringkasan
  pendapat dari dua sumber berbeda tentang pembangkit listrik tenaga air skala kecil

  menggunakan alat ELC untuk kendali beban dan Guide Vane.


yang
Pemanfaatan air sebagai pembangkit listrik skala kecil banyak diterapkan
pada  daerah terpencil. Sebagai alat kontrol beban pada umumnya menggunakan
Electric Load Control (ELC). Prinsip kerja ELC yaitu menyalurkan energi
 
pembangkitan ke dummy load berupa ballast ketika terjadi fluktuasi beban
konsumen agar frekuensi dan tegangan dapat dipertahankan. Metode tersebut
menyebabkan generator dan turbin selalu bekerja pada beban maksimum, sehingga
dapat berpengaruh pada kualitas pembangkitan dan life time turbin serta tidak dapat
digunakan untuk sistem terinterkoneksi (grid system). (Hidayat, 2016)
Prinsip utama governor dalam mengatur frekuensi adalah mengatur energi
input turbin, dalam hal ini debit air. Fluktuasi beban yang menyebabkan perubahan
frekuensi, diseimbangkan dengan jumlah debit air yang mengenai sudu turbin
melalui pengaturan sudu antar (guide vane) atau katup masuk (intake valve) ke
turbin. Dengan demikian, debit air yang dialirkan ke turbin sesuai dengan keperluan
beban saat itu. (Deki Andra, 2016)
Dari rangcangan yang telah dilakukan oleh Deki Andra, sistem kendali yang
digunakan untuk governor agar dapat bekerja otomatis mengontrol beban PLTA
skala kecil dengan menggunakan Programmable Logic Controller (PLC) dan motor
listrik sebagai penggerak katup pengatur debit air yang masuk ke turbin. Sedangkan
untuk Tugas Akhir ini, sistem kendali yang digunakan berbasis arduino dan motor
DC sebagai penggerak guide vane pada turbin francis.

II.2. Landasan Teori


II.2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Air
Pembangkit listrik tenaga air merupakan suatu pembangkit yang
memanfaatkan energi potensial dan energi kinetik pada air untuk dikonversikan
menjadi daya putar oleh turbin. Energi mekanik yang dihasilkan oleh turbin yang
sudah terkopel dengan generator akan mengkonversi daya putar menjadi energi

  II-1
  II-2

 
listrik sebagai hasil akhirnya. Proses konversi dari sistem PLTA dapat dilihat pada
 
Gambar II.1.
 
Sumber Reservoir
  Air Turbin G
Energi Energi Energi
Potensial Kinetik Air Mekanik
  Air
Energi Listrik
 
Beban
 

 
Gambar II. 1 Skema konversi energi pada PLTA
  (Sumber : Dokumentasi pribadi)

 
Daya hidrolik sebagai daya input dari sistem PLTA dapat dihitung berdasarkan
persamaan 2.1.

Ph = 𝝆 × 𝐠 × 𝐇 × 𝐐 (2.1)

Dimana, Ph = Daya hidrolik secara teoritis [Watt]


𝜌 = massa jenis air [kg/m3]
g = gravitasi [m/s2]
H = Tinggi jatuh air [m]
Q = Debit air [m3/s]

Daya output dari sistem PLTA terdapat pada persamaan 2.2.

𝑃𝑜 = 𝑽 𝒙 𝑰 𝒙 𝑪𝒐𝒔𝝋 (2.2)

Dimana, Po = Daya output generator [Watt]


V = Tegangan [Volt]
I = Arus [Ampere]
Dari persamaan 2.1 dan 2.2, nilai efisiensi dapat dihitung sesuai dengan
persamaan 2.3.

 
  II-3

 
𝑷𝒐
𝜂= 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.3)
  𝑷𝒉

Dimana, ղ = Efisiensi [%]


 

II.2.2
  Kelebihan Pembangkit Listrik Tenaga Air

  Dewasa ini, energi terbarukan sangat dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan

 
energi yang semakin meningkat setiap waktunya. Energi terbarukan haruslah
mempunyai karakteristik dan ketersediaan yang melimpah. Oleh karena Indonesia
 
mempunyai potensi air yang sangat besar, maka kita dapat membuat pembangkit
 
listrik tenaga air skala kecil maupun skala besar guna mencukupi kebutuhan listrik
 
tersebut.

  PLTA memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pembangkit listrik lainnya,


diantaranya sebagai berikut :
o Sumber energi primer untuk PLTA tidak akan habis karena akan dikembalikan
ke sumber asalnya.
o Pemeliharaan mudah dan pengoperasian sederhana juga biayanya rendah
o Sistemnya sederhana dan memiliki ketangguhan yang baik sehingga dapat
diandalkan
o Tidak menghasilkan emisi karbon yang dapat menyebabkan polusi gas rumah
kaca.

II.2.3 Turbin Air


Turbin air merupakan pembangkit yang menggunakan energi potensial air
sebagai fluida penggeraknya untuk menghasilkan energi mekanik. Perkembangan
turbin sudah lama, turbin yang pertama dan sederhana digunakan adalah jenis
waterwheel dan kemudian mengalami perubahan dan perbedaan jenis – jenis turbin
yang baru dengan desain dan cara kerja yang berbeda. Klasifikasi pemilihan turbin
berdasarkan head dan debit air dapat dilihat pada gambar II.2. Setiap jenis turbin
air memiliki efisiensi yang berbeda – beda karena memiliki karakteristik yang
berbeda pula. Dari gambar II.3 dapat dilihat nilai efisiensi yang dihasilkan terhadap
beban untuk setiap jenis turbin air.

 
  II-4

 
Gambar II. 2 Diagram aplikasi berbagai jenis turbin (head vs debit)
 
(Sumber: http:en.wikipedia.org)

Gambar II.3 Efisiensi turbin terhadap beban


(Sumber: SKAT, 1985)

II.2.4 Turbin Francis


Turbin francis termasuk ke dalam jenis turbin reaksi, artinya fluida yang
bekerja mengubah tekanan bersamaan dengan gerak turbinnya, melepaskan energi.

Turbin ini adalah jenis yang paling dapat diandalkan untuk pembangkit
listrik tenaga air. Prinsip kerja turbin francis yaitu air dimasukkan tepat diatas

 
  II-5

 
runner lalu debit air yang mendorong runner vane diatur oleh guide vane sehingga
 
runner berputar.
 

Gambar II.4 Turbin francis vertikal


(Sumber : https://en.wikipedia.org)

Tabel II. 1 Bagian dari turbin francis pada gambar II.4

 
  II-6

 
II.2.5 Guide Vane
 
\
 

Gambar II.5 Guide Vane


(Sumber : http://www.Gerler – Engineering.com)

Guide vane (sudu pengarah) atau yang bisa disebut juga dengan wicket gate
berfungsi untuk mengubah energi tekanan air menjadi energi momentum, selain itu
juga berfungsi sebagai pintu masuk air dari spiral casing menuju runner, guide vane
juga berfungsi sebagai distributor agar air disekeliling runner mempunyai debit
yang sama rata, debit yang rata berguna sebagai pengaman turbin pada saat terjadi
gangguan. Gambar guide vane dapat dlihat pada Gambar II.5. Sudu pengarah (guide
vane) juga dapat mengendalikan sudut dari kecepatan tangensial air yang masuk
atau menumbuk runner dan meminimalkan kebocoran melalui turbin saat tidak
beroperasi.
Bukaan pada guide vane akan mempengaruhi kecepatan putaran turbin, guide
vane akan mengubah energi tekanan pada fluida air menjadi energi momentum saat
air mengalir dan menyalurkan serta memusatkan tekanan ke dalam sudu – sudu
turbin secara tangensial. Semakin besar bukaan guide vane maka turbin akan
berputar semakin cepat dan begitu pula sebaliknya. Jika putaran turbin cepat maka
generator akan menghasilkan daya lebih besar, karena semakin besar kecepatan
turbin maka akan semakin besar pula daya yang dihasilkan oleh generator dan

 
  II-7

 
semakin besar putaran generator maka frekuensi yang dihasilkanpun akan semakin
 
besar. Untuk mengetahui sudut dari guide vane dapat dihitung dengan persamaan
  2.4.
 

  (2.4)

 
Dimana, Persamaan 2.4 didapatkan dari gambar II.6.
 

Gambar II. 6 penjabaran persamaan 2.4 dari guide vane


(Sumber: Fillo, Noelle. Dkk. Francis Turbine)

 
  II-8

Gambar II. 7 Hubungan sudut bukaan guide vane dengan debit keluaran
(Sumber: Subbarao PMV, 2003)

II.2.6 Generator
Generator merupakan alat konversi energi mekanik dari putaran poros
menjadi energi listrik. Pada generator sinkron, kutub – kutub pembangkit medan
magnet (rotor) berputar terhadap stator (jangkar). Selama rotor berputar terjadi
perubahan fluks medan magnet yang membangkitkan tegangan listrik yang disebut
dengan gaya gerak listrik (GGL).
Besarnya tegangan induksi yang dibangkitkan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.5.

𝒅𝝓
𝜀 = −𝚴 𝒅𝒕 (2.5)

dimana :
ε = Tegangan induksi [volt]
𝑑𝜙 𝑊𝑏
= perubahan fluks per satuan waktu [ ]
𝑑𝑡 𝑠
N = Jumlah lilitan

 
  II-9

 
Salah satu parameter keluaran dari generator adalah frekuensi. Nilai frekuensi
 
dipengaruhi oleh putaran generator. Hubungan frekuensi dan kecepatan generator
  dapat dilihat dari persamaan 2.6.
 
120f
  n= (2.6)
P

 
dimana :
 
n = putaran generator [rpm]
 
f = frekuensi generator [Hz]
P =  jumlah kutub pada generator
 
II.2.7 Motor Direct Current (DC)
Motor direct current (DC) adalah motor yang banyak digunakan sehari – hari
karena termasuk ke dalam jenis motor paling sederhana, yang memiliki dua kabel,
yaitu catu daya dan ground. Motor DC memerlukan tegangan yang searah dengan
arah kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Pemberian catu daya
dapat di bolak – balik untuk memberikan efek arah putaran yang berbeda.

Gambar II.8 Motor DC


(Sumber : Meri Wardana, 2013)

Jenis motor DC yang digunakan sebagai aktuator di dalam tugas akhir ini
adalah motor DC Power Window seperti pada gambar II.7. Motor DC memiliki
keuntungan utama seperti kecepatannya mudah dikendalikan dan tidak
mempengaruhi kualitas pasokan daya.

 
  II-10

  Driver Motor H-Bridge


II.2.8
  Driver motor adalah sebuah rangkaian yang digunakan untuk mengendalikan
sebuah
  motor DC sehingga dapat berputar searah maupun melawan arah jarum jam.
Rangkaian driver berfungsi untuk mengatur kerja peralatan yang dihubungkan
 
dengan rangkaian lain membentuk suatu fungsi elektronika seperti mempercepat
 
atau memperlambat kecepatan motor, membalik arah putaran motor dan
  mengendalikan putaran motor.

  H – Bridge adalah sebuah rangkaian dimana motor menjadi titik tengahnya


dengan dua jalur yang bisa dibuka tutup untuk melewatkan arus pada motor.
 
Rangkaiannya membentuk huruf H dengan memiliki empat saklar. Ketika saklar S1
 
dan S4 ditutup dan S2 dan S3 terbuka maka tegangan positif akan mengalir di
motor. Ketika saklar S1 dan S4 dibuka dan saklar S2 dan S3 ditutup maka tegangan
akan mengalir terbalik, sehingga motor beroperasi kebalikan arah. Menggunakan
cara kerja tersebut, saklar S1 dan S2 atau S3 dan S4 tidak boleh ditutup pada saat
yang sama. Hal ini akan menyebabkan hubungan pendek pada sumber tegangan
atau dikenal sebagai shoot-through.
Driver motor yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu modul monster
motor shield VNH2SP30 yang mempunyai arus maksimum sampai 30 A dan
memiliki sensor arus beban didalamnya. Modul VNH2SP30 dapat digunakan untuk
mengendalikan beban – beban induktif seperti relay, motor dc, motor stepper, dan
lain – lain. Bentuk fisik modul VNH2SP30 seperti pada gambar II.8 dan tabel
logikanya dapat dilihat pada tabel II.2.

Gambar II.9 Modul VNH2SP30

 
  II-11

 
Tabel II.2 Logika Prinsip Kerja IC VNH2SP30
 

Kelebihan dari driver motor VNH2SP30 ini adalah cukup presisi dalam
mengontrol motor serta mudah untuk dikontrol.
II.2.9 Sistem Kendali Otomatis
Sistem kendali otomatis adalah suatu sistem pengendalian proses yang
dikendalikan dengan suatu peralatan secara penuh. Sistem kendali dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, salah satunya yaitu berdasarkan prinsip kerja dapat dibagi
menjadi dua sebagai berikut :
a. Sistem kendali lup tertutup
Sistem kontrol lup tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya
mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan. Jadi, sistem kontrol lup
tertutup adalah sistem kontrol berumpan balik.

 
  II-12

 
Gambar II.10 Sistem kontrol lup tertutup
  (Sumber : Frans Gunterus, 1994)

 b. Sistem kendali lup terbuka

  Sistem kontrol loop terbuka adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya
tidak mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan. Jadi pada sistem
kontrol loop terbuka, keluaran tidak berumpan balik atau tidak diukur.

Gambar II.11 Sistem kontrol lup terbuka


II.2.10 Sistem Kendali PID (Proportional, Integral, dan Derivative)
Sistem kendali PID adalah sebuah sistem kendali yang dapat digunakan pada
sistem open loop (terbuka) dan (close loop) tertutup. Sistem kendali PID terdiri dari
tiga buah parameter cara pengaturan yaitu P (Proportional), I (Integral), dan D
(Derivative) seperti pada gambar II.11.

Gambar II.12 Blok diagram sistem kendali PID


(Sumber : Frans Guterus, 1994 )

Nilai PID dapat dihitung dengan persamaan 2.7.


𝑃𝐼𝐷=𝐾𝑝.𝑒 𝑡 +𝐾𝑖 𝑒 𝑡 𝑑𝑡+𝐾𝑑𝑑𝑒(𝑡)𝑑𝑡 (2.7)

 
  II-13

 
Dengan :
 
PID = output dari kendali PID
  Kp = konstanta proporsional
Ti =  konstanta integral
Ki =  Kp/Ti
Td = konstanta derivatif
 
Kd = Kp.Td
 
e(t) = error
  Nilai Kp, Ti, dan Td didapatkan dari hasil desain dan tuning dengan
menggunakan
  beberapa metode tuning untuk PID. Metode yang banyak digunakan
adalah metode Ziegler Nichols 1, Ziegler Nichols 2 dan Cohen - Coon.
 

a. Metode tuning Ziegler Nichols tipe 1


Metode ini digunakan untuk lup terbuka dengan masukan unit – step sehingga
dapat menghasilkan kurva respon transien berbentuk S. Dari kurva repon tersebut
menghasilkan dua buah nilai konstanta waktu tunda (L) dan Time Constant (T) yang
dapat digunakan untuk mencari parameter PID. Kedua parameter tersebut diperoleh
dengan menggambar garis tangensial pada titik infleksi kurva S, seperti gambar
II.12. Garis tangensial tersebut akan berpotongan dengan garis time axis dan garis
c(t) = K. Dari kurva tersebut kita bisa melakukan pendekatan fungsi transfer dalam
first order dapat dilihat pada persamaan 2.8

(2.8)

Gambar II.13 Kurva transien berbentuk S

 
  II-14

  Tabel II.3 Penentuan nilai parameter PID


 

  Tabel II.3 menunjukan persamaan yang digunakan untuk memperoleh nilai


parameter
  PID metode Ziegler Nichols tipe 1.

b.   Metode tuning Ziegler Nichols tipe 2


  Metode tuning ini menggunakan metode sistem lup tertutup dengan masukan
nilai dari parameter Proportional saja sampai menghasilkan kurva respon berosilasi
dengan konstan seperti pada gambar II.13. Nilai controller gain ini disebut sebagai
critical gain (Kcr). Jika Kp ini terlalu kecil, sinyal keluaran akan teredam mencapai
nilai titik keseimbangan setelah ada gangguan dan jika Kp terlalu besar, maka sinyal
keluaran akan tidak stabil dan terus membesar.
Dari metode osilasi didapatkan 2 buah nilai parameter yaitu nilai critical gain
(Kcr) dan periode kritis (Pcr) yang digunakan untuk menghitung nilai parameter
PID seperti pada tabel II.4.

Gambar II.14 Kurva osilasi konsisten

 
  II-15

 
Tabel II.4 Persamaan parameter PID
 

  c. Metode tuning Cohen – Coon


  Metode osilasi yang menggunakan metode quarter amplitude decay. Respon
akan dibuat sampai membentuk quarter amplitude decay yaitu sampai respon
 
transien periode pertama memiliki amplitudo perbandingan sebesar seperempat
 
(1/4) seperti pada gambar II.14.

Gambar II.15 Kurva respon quarter amplitude decay


(Sumber: Donny Gaffar, 2007)

II.2.11 Arduino
Arduino adalah platform mikrokontroler yang popular dan banyak digunakan
dalam bidang elektronika dan juga kontrol. Arduino adalah mikrokontroler yang
bersifat open source, artinya dapat dikembangkan secara perorangan tanpa harus
meminta lisensi asli dari Arduino. Arduino memiliki 28 pin dalam bentuk female.
Arduino memiliki catu daya 5 V untuk bisa beroperasi. Bentuk fisik dari Arduino
seperti terlihat pada gambar II.15 dan spesifikasinya tertera pada tabel II.5.

 
  II-16

  Gambar II.16 Mikrokontroler Arduino


(Sumber : www.arduino.cc)
 
Tabel II.5 Spesifikasi Arduino
 
Microcontroller ATmega328P
  Operating Voltage 5V
Input Voltage (recommended) 7-12V
Input Voltage (limit) 6-20V
Digital I/O Pins 14 (which 6 provide PWM output)
PWM Digital I/O Pins 6
Analog Input Pins 6
DC Current per I/O Pin 20 mA
DC Current for 3.3V Pin 50 mA
Flash Memory 32 KB (ATmega328P)
of which 0.5 KB used by bootloader
SRAM 2 KB (ATmega328P)
EEPROM 1 KB (ATmega328P)
Clock Speed 16 MHz
Length 68.6 mm
Width 53.4 mm
Weight 25 g

Arduino memiliki 6 masukan ADC (Analog to Digital Converter) yang


mana masukan tersebut diberi nama A0, A1, A2, A3, A4, A5. Untuk A4 dan A5,
bisa digunakan sebagai komunikasi wire atau yang lebih dikenal dengan istilah
Serial clock and Serial Data. Untuk A0 hingga A3 hanya bisa digunakan sebagai
masukan ADC saja. ADC Arduino memiliki resolusi sebesar 10 bit (0-1023).
Artinya, untuk masukan tegangan sebesar 0 V maka ADC menghasilkan bilangan
0 dan untuk masukan sebesar 5 V akan menghasilkan bilangan 1023.

(2.8)

 
  II-17

 
Vinput = Tegangan masukan (0V – 5V)
 
Vreff = Tegangan referensi (Vreff arduino = 5V)
 

II.2.12
  Encoder Optocoupler

 
Gambar II.17 Encoder optocoupler
 
Encoder yang menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa
0V dan 5V yang dapat dikonversi menjadi putaran. Untuk menggunakan encoder
ini dibutuhkan sebuah piringan yang mempunyai lubang – lubang ataupun celah.
Piringan tersebut ditempatkan ditengah sensor optik yang memiliki LED yang
menghasilkan cahaya menuju piringan dan photo-transistor digunakan untuk
mendekti cahaya dari LED. Ketika cahaya dari LED mengenai piringan tersebut
maka akan photo transistor akan saturasi, sedangkan ketika caata dari LED
menembus lubang ataupun celah dari piringan maka photo transistor akan
menghasilkan pulsa sebesar 5V.

Anda mungkin juga menyukai