Anda di halaman 1dari 7

CURAH HUJAN

A. Pengertian Curah Hujan


Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal
bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. ). Jadi, jumlah curah hujan yang
diukur, sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan air hujan yang
menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi/tanah. Satuan curah hujan yang
umumnya dipakai oleh BMKG adalah milimeter (mm). Curah hujan 1 (satu)
milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar
tertampung air setinggi 1 (satu) milimeter atau tertampung air sebanyak 1 (satu) liter
atau 1000 ml.

B. Kerapatan Station Hujan

Secara teoritis, semakin tinggi kerapatan jaringan, data yang diperoleh semakin baik
dan mewakili, tetapi pada prakteknya akan membutuhkan biaya dan waktu yang
besar. Kerapatan jaringan dinyatakan dalam satu stasiun tiap luas tertentu, misalnya 1
stasiun 200 km2. Dalam merencanakan jaringan, terdapat dua hal penting yang perlu
dipertimbangkan, yaitu jumlah dan lokasi stasiun yang akan dipasang. Kerapatan
jaringan adalah jumlah stasiun tiap satuan luas di dalam WS. Semakin besar variasi
hujan semakin banyak jumlah stasiun yang diperlukan, seperti misalnya di daerah
pegunungan. Badan Meteorologi Dunia (WMO) memberikan sarannya mengenai
kerapatan minimum jaringan stasiun hujan adalah satu stasiun, digunakan untuk
melayani daerah seluas 100-250 km2 bagi daerah yang mempunyai topografi
pegunungan di daerah tropis, dan satu stasiun untuk melayani daerah seluas 600-900
km2 untuk daerah daratan. Untuk pengukuran kerapatan jaringan untuk tiap-tiap DAS
digunakan metode Kagan dikarenakan jumlah stasiun hujan yang optimal dan pola
penempatannya dapat diperoleh. Dari berbagai cara penetapan jaringan pengukuran
hujan/pengukuran kerapatan jaringan, terdapat cara yang relatif sederhana, baik
dalam hal kebutuhan data maupun prosedur hitungannya, yaitu cara Kagan.
Persamaan-persamaan yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
−𝑑
r(d) = r(0)𝑒 𝑑(0)
√𝐴
[1−𝑟(0)+( )]
Z1 = Cv√
(𝑑(0)√𝑛)
𝑛

1 𝑟(0) 𝐴
Z2 = Cv √3 [1 − 𝑟(0)] + 0.52 𝑑(0) √𝑛

𝐴
L = 1.07√𝑛

dengan:
r(d) = Koefisien korelasi dengan Z2 = Kesalahan interpolasi, dalam
jarak d km, %,
r(0) = Koefisien korelasi hujan antar Cv = Koefisien variasi,
stasiun diekstrapolasi, N = Jumlah stasiun hujan,
d = Jarak antar stasiun, dalam km, L = Jarak antar stasiun hujan,
d(0) = Radius korelasi (jarak antar dalam km,
stasiun di mana korelasi A = Luas Wilayah Sungai (WS),
berkurang dengan faktor e), dalam km2,
Z1 = Kesalahan perataan, dalam %,
Selanjutnya, digambar jaring-jaring segitiga sama sisi dengan panjang sisi sama dengan
jarak antar stasiun hujan (L).

C. Perkiraan Data Curah Hujan yang Hilang


Dalam pencatatan curah hujan kadang dijumpai adanya pencatatan data hujan yang
hilang atau tidak tercatat karena sesuatu sebab, oleh karena itu untuk dapat
menghasilkan hasil analisa yang baik atau dengan hasil yang tidak bias, maka sangat
diperlukan perkiraan untuk pengisian data hujan yang hilang. Kekosongan data dapat
terjadi akibat ketidakhadiran pengamat atau kerusakan alat. Jumlah hujan dihitung
dari pengamatan di ketiga stasiun terdekat dan sedapat mungkin berjarak sama
terhadap stasiun yang kehilangan data.
a. Metode rasio Normal (Normal Ratio Method)
1 𝑁𝑥 𝑁𝑥 𝑁𝑥
𝑃𝑥 = [ 𝑃𝐴 + 𝑃𝐵 + 𝑃 ]
𝑛 𝑁𝐴 𝑁𝐵 𝑁𝐶 𝐶
dengan :
Px = Nilai data hujan yang NA = Nilai normal data hujan
diperkirakan pada stasiun X tahunan stasiun A
PA = Nilai data hujan stasiun A NB = Nilai normal data hujan
PB = Nilai data hujan stasiun B tahunan stasiun B
PC = Nilai data hujan stasiun C NC = Nilai normal data hujan
NX = Nilai normal data hujan tahunan stasiun C
tahunan stasiun X n = Jumlah stasiun referensi ( ≥ 3 )

b. Metode Regresi Ganda (Multiple Regression)


𝑃𝑥 = 𝑎 + 𝑏𝐴 𝑃𝐴 + 𝑏𝐵 𝑃𝐵 + 𝑏𝐶 𝑃𝐶
dengan :
Px = Nilai data hujan yang 𝑎 = Koefisien regresi
diperkirakan pada stasiun X bA = Koefisien regresi stasiun A
PA = Nilai data hujan stasiun A bB = Koefisien regresi stasiun B
PB = Nilai data hujan stasiun B bC = Koefisien regresi stasiun C
PC = Nilai data hujan stasiun C

D. Perhitungan Distribusi Curah Hujan Rata-rata


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air
adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan
pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/ daerah dan
dinyatakan dalam mm. Cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah
hujan dibeberapa titik adalah sebagai berikut :
a. Metode Rata-rata Aljabar (Metode Arithmatik Mean)
Metode perhitungan rata-rata aljabar (arithmatic mean) bisanya digunakan untuk
daerah yang datar, dengan jumlah pos curah hujan yang cukup banyak dan dengan
anggapan bahwa curah hujan di daerah tersebut cenderung bersifat seragam (uniform
distribution). Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang
berada didalam DAS, tetapi stasiun diluar DAS yang masih berdekatan juga bias
diperhitungkan.

1
𝑅̅ = (𝑅 + 𝑅2 + ⋯ + 𝑅𝑛 )
𝑛 1
dimana :
𝑅̅ = curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun hujan
R1, R2, ....Rn = besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun hujan (mm)

b. Metode Poligon Thiessen


Metode ini dilakukan dengan menganggap bahwa setiap stasiun hujan dalam suatu
daerah mempunyai luas pengaruh tertentu dan luas tersebut merupakan faktor
koreksi bagi hujan stasiun menjadi hujan daerah yang bersangkutan. Caranya adalah
dengan memplot letak stasiun-stasiun curah hujan ke dalam gambar DAS yang
bersangkutan. Kemudian dibuat garis penghubung di antara masing-masing stasiun
dan ditarik garis sumbu tegak lurus. Cara ini merupakan cara terbaik dan paling
banyak digunakan walau masih memiliki kekurangan karena tidak memasukkan
pengaruh topografi. Metode ini dapat digunakan apabila pos hujan tidak banyak.
Curah hujan daerah metode poligon Thiessen dihitung dengan persamaan berikut :
𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ =
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛
𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ =
𝐴
dimana :
𝑅̅ = Rata-rata curah hujan (mm).
𝑅1 , 𝑅2 , … , 𝑅𝑛 = curah hujan dimasing-masing stasiun dan n adalah jumlah
stasiun hujan
A = 𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 (km2).
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 = luas sub area yang mewakili masing-masing stasiun hujan
(km2).

c. Metode Isohyet
Isohyet adalah garis lengkung yang menghubungkan tempat-tempat kedudukan yang
mempunyai curah hujan yang sama. Isohyet diperoleh dengan cara menggambar
kontur tinggi hujan yang sama, lalu luas area antara garis ishoyet yang berdekatan
diukur dan dihitung nilai rata-ratanya. Curah hujan daerah metode Isohyet dihitung
dengan persamaan berikut :
𝐼𝐼 𝐼𝐼 𝐼 𝐼
𝐴1 12 2 + 𝐴2 22 3 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑛 2𝑛+1
𝑅̅ =
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛

dimana :
𝑅̅ = curah hujan rata-rata (mm),
𝐼1 , 𝐼2 , … , 𝐼𝑛 = garis isohiet ke 1,2,3,...,n+1
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 = luas daerah yang dibatasi oleh garis isohiet ke 1 dan 2, 2 dan
3,...,n dan n+1.

E. Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memprediksi suatu
besaran curah hujan di masa yang akan datang dengan menggunakan data curah
hujan di masa yang lalu berdasarkan suatu pemakaian distribusi frekuensi. Dalam
melakukan sebuah analisis frekuensi diperlukan data curah hujan, yaitu curah hujan
maksimum. Teori distribusi dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan umum tinggi
hujan untuk analisis frekuensi, seperti:
- Distribusi Normal
𝑋𝑇 = 𝑋̅ + 𝑘. 𝑆
dimana :
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
𝑋̅ = Nilai rata-rata hitung variat
S = Standar deviasi nilai variat
k = faktor frekuensi/ nilai variabel reduksi Gauss
- Distribusi Log Normal
log 𝑋𝑡 = log 𝑋̅ + 𝑘. 𝑆log 𝑥

∑(log 𝑋 − log 𝑋̅)2


𝑆=√
𝑛−1
dimana :
log 𝑋𝑡 = Nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang
t tahun
log 𝑋̅ = Logaritma rata-rata
S = Standart deviasi dari logaritma
𝑘 = Faktor frekuensi
𝑛 = Jumlah data

- Distribusi Log Pearson Type III


Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Pearson Type III
adalah dengan mengkorvesikan rangkaian datanya menjadi bentuk logaritmis.
Hujan harian maksimum diubah dalam bentuk logaritma.
∑ log 𝑋
a. Harga logaritma rata-rata :log 𝑋̅ = 𝑛 𝑖

∑(log 𝑋𝑖 −log 𝑋̅ )2
b. Harga standar deviasi :𝑆 = √ 𝑛−1

𝑛 ∑(log 𝑋−log 𝑋̅ )3
c. Koefisien kemencengan :𝐶𝑠 = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆 3

d. Logaritma hujan periode ulang t :log 𝑋𝑡 = 𝑙𝑜𝑔𝑋̅ + 𝑘. 𝑆

dimana :
Cs = koefisien kemencengan
log 𝑋̅ = logaritma rata-rata
Xt = tinggi hujan dengan kala ulang t tahun
𝑘 = Faktor frekuensi
𝑆 = Standart deviasi
n = jumlah data

- Distribusi Gumbel
𝑆
𝑋𝑡 = 𝑋̅ + × (𝑌𝑡 − 𝑌𝑛 )
𝑆𝑛
dimana:
Xt = curah hujan rencana dengan periode ulang t tahun (mm),
Xt = curah hujan rencana dengan periode ulang t tahun (mm),
S = standar deviasi
Sn = standar deviasi dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah
data (n)
Y = Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode
ulang tertentu
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat, nilainya
tergantung dari jumlah data (n).

Anda mungkin juga menyukai