Anda di halaman 1dari 62

Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan

Dinas Pertanian Kota Bogor

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara maritim, dengan hampir dua per tiga
wilayah negeri ini adalah air dan lautan. Laut Indonesia memiliki potensi
yang sangat besar untuk dikembangkan karena memiliki sumber daya yang
melimpah, salah satunya terdapat berbagai jenis ikan, termasuk ikan yang
dapat dikonsumsi. Ikan merupakan salah satu sumber pangan karena memiliki
kandungan protein yang sangat baik dan memiliki beberapa manfaat
diantaranya untuk pertumbuhan, kesehatan ibu hamil, dan pembentukan otak
janin. Jumlah konsumsi ikan masyarakat Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan yang relatif kecil yaitu sebesar 0,94% pada tahun 2011, dan pada
tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 0,95% dengan jumlah konsumsi
ikan sebesar 33,89 Kg/Kapita/Tahun. Walaupun demikian tingkat konsumsi
ikan di Indonesia pada tahun 2012 masih lebih kecil dari pada tingkat
konsumsi ikan di negara-negara kawasan Asia Tenggara, yaitu Malaysia
sebesar 45 Kg/Kapita/Tahun dan Thailand sebesar 35 Kg/Kapita/Tahun. Hal
ini merupakan salah satu yang mendorong pemerintah untuk merancang
program, yaitu Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan yang biasa di sebut
Gemar ikan (BPS 2012).
Depo Pemasaran Hasil Perikanan dibangun dengan tujuan untuk
menjaga mutu dan keamanan ikan (hidup atau segar) sebelum didistribusikan
atau dipasarkan melalui kegiatan pengumpulan atau penjualan dalam jumlah
besar, menampung produksi dalam jumlah kecil-kecil dan tersebar atau
produksi musiman, serta melakukan kegiatan penyeragaman ukuran dan mutu
dalam rangka menjadi penyangga stok. Adapun penerima manfaat adalah
kelompok masyarakat pengolahan dan pemasaran binaan Dinas Kab/ Kota
beskala UKM dan/atau UMKM (Juknis Kegiatan 2013 DAK Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan).
Setelah Depo Pemasaran Hasil Perikanan selesai dibangun dan
dilengkapi peralatan dan perlengkapan, sampai dengan akhir tahun 2015
properti tersebut belum dimanfaatkan. Dalam rangka melakukan kerjasama
pemanfaatan atas barang milik daerah tersebut, telah dilakukan Kajian

1
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Penilaian Properti oleh Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) pada bulan
Desember 2015. Menurut hasil kajian tersebut Nilai Wajar untuk tanah,
bangunan sarana pelengkap, peralatan dan perlengkapan adalah Rp.
16.534.000.000,-. Selanjutnya pada bulan Maret 2016 dilakukan Studi
Kelayakan Operasional Depo Pemasaran Hasil Perikanan juga oleh KJPP.
Menurut studi kelayakan operasional tersebut, untuk pemanfaatan dalam
bentuk Kerjasama Pemanfaatan (KSP), besaran kontribusi tetap yang harus
dibayar Oleh Mitra Kerjasama kepada Pemerintah Kota Bogor yaitu sebesar
Rp.551.141.000,-/tahun selama 30 tahun. Sedangkan nilai pembagian
keuntungan diasumsikan sebesar 5% dari total pendapatan Mitra Kerjasama per
tahun selama 30 tahun.
Sampai saat ini Depo Pemasaran Hasil Perikanan tersebut belum juga
dimanfaatkan, karena Investor yang berminat untuk mengelola tidak ada yang
menyanggupi kontribusi ke Pemkot Bogor senilai diatas. Sementara itu, kondisi
bangunan sudah mulai mengalami kerusakan dan hasil kajianpun akhirnya
expired.
Karena setiap bangunan negara beserta fasilitas penunjangnya harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu memenuhi secara
optimal fungsi bangunannya, dengan mempertimbangkan kriteria teknis yang
layak dari segi mutu, biaya dan kriteria administrasi bagi bangunan negara,
maka perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap DPHP tersebut.
Dalam rangka merealisasikan rencana diatas, Distani Kota Bogor perlu
mengetahui besaran kontribusi dan pembagian keuntungan yang layak
diperoleh Pemerintah Kota Bogor (”Pemkot Bogor”) dari kerjasama
pemanfaatan aset tersebut. Dinas Pertanian Kota Bogor telah menunjuk CV.
Inovasi Kreasi Mandiri untuk Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran
Hasil Perikanan ini, yang diharapkan dapat melakukan review kajian secara
obyektif dan independen.

I.2. Landasan Hukum

2
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

a) Undang-undang Republik Indonesia No 1 Tahun 2004 tentang


Perbendaharaan Negara;
b) Undang-undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
c) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 27 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
e) Peraturan Menteri Dalam Negeri No 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah;
f) Peraturan Menteri Keuangan No 02/PMK.06/2008 tentang Penilaian Barang
Milik Negara;
g) Peraturan Menteri Keuangan No 33/PMK.06/2012 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara;
h) Peraturan Menteri Keuangan no 57/PMK.06/2016 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara;
i) Peraturan Menteri Keuangan No.06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;
j) Peraturan Menteri Keuangan No.165/PMK.07/2012 tentang Pengalokasian
Anggaran Transfer ke Daerah;
k) Peraturan Daerah Kota Bogor No 13 tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah;
l) Peraturan Daerah Kota Bogor no 5 tahun 2012 tentang Retribusi Jasa
Daerah;
m) Peraturan Daerah Kota Bogor no 2 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah.

I.3. Maksud dan Tujuan Kegiatan

Laporan penyusunan Review Kajian ini bertujuan untuk menyatakan


pendapat atas pemanfaatan aset tetap, Depo Pemasaran Hasil Perikanan yang
berlokasi di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor,

3
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Jawa Barat, dalam bentuk kerjasama pemanfaatan kepada pihak ketiga sebagai
informasi bagi pihak Distani Kota Bogor. Laporan ini disusun sebagai bahan
pertimbangan bagi Distani Kota Bogor untuk mendapatkan penilaian obyektif
atas besaran kontribusi dan pembagian keuntungan yang diperoleh dari
kerjasama pemanfaatan asset tersebut.

4
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

I.4. Ruang Lingkup Kegiatan


Ruang lingkup yang digunakan dalam menyusun review kajian ini adalah:
a) Aspek Legalitas
Melakukan review kajian meliputi peraturan perundangan-undangan, hasil
kajian sebelumnya serta kebijakan pemerintah setempat.
b) Aspek Pasar
Melakukan kajian atas ekonomi makro dan sector Perikanan Kota Bogor.
c) Aspek Teknis
Melakukan review kajian atas rencana Distani Kota Bogor, lokasi dan
aksesbilitas, keadaan dan fasilitas lingkungan, analisis site, sarana dan
prasarana serta operasional Depo Pemasaran Hasil Perikanan.
d) Aspek Keuangan
Melakukan review kajian meliputi biaya investasi dan modal kerja, asumsi
dan proyeksi keuangan, analisis kelayakan serta kerjasama pemanfaatan.

I.5. Manfaat Kegiatan


a) Hasil kajian ini diharapkan tersedianya hasil analisis kelayakan operasional
depo pemasaran hasil perikanan sebagai dasar pertimbangan pemerintah
kota Bogor dalam menentukan nilai kontribusi pengelola depo pemasaran
hasil perikanan.
b) Kajian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan informasi
bagi investor untuk mengelola depo pemasaran hasil perikanan.

5
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Kelayakan Bisnis: Pengertian dan Tujuan


Ibrahim (2008) studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam
mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu
gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah
kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan
manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social
benefit. Layaknya suatu gagasan usaha dalam arti social benefit tidak selalu
menggambarkan layak dalam arti financial benefit, tergantung dari segi
penilaian yang dilakukan.
Sedangkan menurut Suliyanto (2010) studi kelayakan bisnis merupakan
penelitian yang bertujuan memutuskan apakah sebuah bisnis layak untuk
dilaksanakan atau tidak. Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk
dilaksanakan jika ide tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar
bagi semua pihak (stakeholder) dibandingkan dampak negatif yang
ditimbulkan dan menurut Subagyo (2005) menyatakan bahwa studi kelayakan
adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu ide bisnis tentang layak atau
tidaknya ide tersebut untuk dilaksanakan.
Umar (2005) berpendapat bahwa tujuan studi kelayakan bisnis
sekurang-kurangnya mencakup pencapaian tujuan dari empat pihak yang
berkepentingan, yaitu :
a) Bagi pihak investor: Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk
melakukan penilaian dari kelayakan usaha untuk menjadi masukan
berguna, karena sudah mengkaji berbagai aspek pasar dan pemasaran,
aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek
finansial secara komprehensif dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar
bagi investor untuk membuat keputusan investasi secara lebih obyektif.
b) Bagi analisis: Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan
dapat dipakai sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam
melakukan penilaian suatu rencana usaha, usaha baru, pengembangan
usaha, atau menilai kembali usaha yang sudah ada.

6
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

c) Bagi masyarakat: Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu


peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat
baik yang terlibat secara langsung maupun muncul karena adanya nilai
tambah sebagai akibat dari adanya usaha tersebut.
d) Bagi pemerintah: Dari sudut pandang mikro, hasil studi kelayakan bisnis
ini bagi pemerintah, terutama untuk tujuan pengembangan sumber daya,
baik dalam pemanfaatan sumber-sumber alam (SDA) maupun
pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) berupa penyerapan tenaga
kerja, selain itu, adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama
sebagai hasil dari studi kelayakan bisnis yang dilakukan oleh individu
atau badan usaha tentunya akan menambah pemasukan pemerintah baik
dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun dari pajak penghasilan
(PPH) dan retribusi berupa biaya perijinan, biaya pendaftaran,
administrasi dan lainnya yang layak diterima sesuai dengan ketentuan
berlaku. Secara makro, pemerintah dapat berharap dari keberhasilan
studi kelayakan bisnis ini mempercepat pertumbuhan ekonomi
daerah maupun nasional, sehingga tercapai pertumbuhan penduduk
domestik bruto (PDB) dan kenaikan penerimaan per kapita.
Menurut Suliyanto (2010) kegiatan penyusunan studi kelayakan bisnis
diperlukan ketika pelaku bisnis akan melakukan hal- hal berikut:
a) Merintis usaha baru, tujuannya adalah mengetahui apakah usaha yang
akan dirintis layak atau tidak untuk dijalankan.
b) Mengembangkan usaha yang sudah ada, tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah ide bisnis pengembangan bisnis layak atau tidak untuk
dijalankan.
c) Memilih jenis usaha atau investasi/proyek yang paling menguntungkan.
Seringkali investor dan pelaku bisnis dihadapkan pada masalah untuk
menentukan pilihan jenis bisnis atau investasi/proyek karena terbatasnya
biaya untuk investasi. Agar pilihan investasi dapat optimal maka
diperlukan studi kelayakan bisnis untuk menentukan pilihan dan berbagai
alternatif investasi yang ada.

7
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

2.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis


a) Aspek Pasar
Menurut Umar (2007), pasar merupakan tempat pertemuan antara
penjual dan pembeli. Implikasi dari pertemuan tersebut menimbulkan
kekuatan permintaan dan penawaran yang membentuk suatu harga. Hal-hal
pokok yang perlu dianalisis pada aspek pasar terdiri dari:
1) Permintaan
Permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang yang
dibutuhkan konsumen yang mempunyai kemampuan untuk membeli
pada berbagai tingkat harga. Permintaan yang didukung oleh kekuatan
tenaga beli disebut permintaan efektif, sedangkan permintaan yang
didasarkan pada kebutuhan saja disebut sebagai permintaan potensial.
Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang
meningkat maka kuantitas barang yang diminta akan berkurang,
begitupun sebaliknya, bila harga barang yang diminta menurun maka
kuantitas barang yang diminta akan naik (asumsi cateris paribus).
2) Penawaran
Penawaran diartikan sebagai kuantitas barang yang ditawarkan di
pasar pada berbagai tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan
bahwa jika harga suatu barang meningkat maka akan semakin tinggi
kuantitas barang yang akan ditawarkan, begitupun sebaliknya, jika
harga suatu barang menurun maka akan semakin turun kuantitas
barang yang akan ditawarkan (asumsi cateris paribus).
3) Bentuk Pasar
Bentuk pasar dapat dilihat dari sisi produsen/penjual dan sisi
konsumen. Bentuk pasar jika dilihat dari sisi produsen/penjual terdiri
dari:
a) Pasar Persaingan Sempurna
Pada jenis pasar persaingan sempurna, aktivitas
persaingannya tidaklah nampak karena tidak terbatasnya jumlah
produsen dan konsumen sehingga masing-masing produsen dan
konsumen tidak dapat mempengaruhi keadaan pasar.

8
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

b) Pasar monopoli
Pasar monopoli adalah sebuah bentuk pasar yang
dikuasai oleh penjual saja. Dalam hal ini tidak ada barang
subtitusi terhadap barang yang dijual oleh penjual tunggal
tersebut, serta terdapat hambatan untuk masuknya pesaing dari luar.
c) Pasar oligopoli
Pasar oligopoli merupakan perluasan dari pasar monopoli.
Pasar oligopoli dibagi menjadi dua bagian. Pertama, pasar
oligopoli yang mana produsen bersepakat untuk melakukan
tindakan bersama dalam penentuan harga dan kuantitas produksi.
Kedua, pasar oligopoli yang produsennya tidak melakukan
kesepakatan dalam penentuan harga dan kuantitas produksi.
d) Pasar monopolistik
Pasar ini merupakan bentuk campuran antara persaingan
sempurna dengan monopoli. Dikatakan mirip persaingan sempurna
karena ada kebebasan bagi perusahaan untuk masuk keluar pasar,
selain itu, barang yang dijualpun tidak homogen. Oleh karena
barang-barang yang heterogen itu dimiliki oleh beberapa
perusahaan besar saja, pasar ini mirip dengan monopoli.
Jika dilihat dari sisi konsumen, pasar dapat dibedakan sebagai
berikut:
a) Pasar Konsumen, yaitu pasar untuk barang dan jasa yang dibeli atau
disewa oleh perorangan atau keluarga dalam rangka penggunaan
pribadi (tidak untuk dibiniskan).
b) Pasar Industri, yaitu pasar untuk barang dan jasa yang dibeli atau
disewa oleh perorangan atau organisai untuk digunakan pada
produksi barang atau jasa lain.
c) Pasar Reseller, yaitu pasar yang terdiri dari perorangan dan atau
organisasi yang biasa disebut para pedagang menengah yang terdiri
dari dealer, distributor, grossier, agent, dan retailer.
d) Pasar Pemerintah, yaitu pasar yang terdiri dari unit-unit pemerintah
yang membeli atau menyewa barang atau jasa untuk menjalankan

9
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

tugas-tugas pemerintah, misalnya di sektor pendidikan,


perhubungan, kesehatan, dan lain-lain.
4) Segmentasi Pasar
Manajemen dapat melakukan pengkombinasian dari beberapa
variabel untuk mendapatkan suatu cara yang paling cocok dalam
mensegmentasi pasarnya. Segmentasi dapat diidentifikasikan melalui
berbagai aspek berikut:
a) Aspek geografis, seperti bangsa, negara, propinsi, dan kabupaten.

b) Aspek demografis, seperti usia, jenis kelamin, dan pendapatan.

c) Aspek psikografis, seperti kelas sosial, gaya hidup, dan


kepribadian.

5) Sasaran Pasar
Analisis dapat dilakukan dengan menelaah tiga faktor, yaitu:
a) Ukuran dan pertumbuhan segmen.
Tahapan terdiri dari pengumpulan dan penganalisisan data tentang
penjualan terakhir, proyeksi laju pertumbuhan penjualan, serta
margin laba yang diharapkan untuk berbagai segmen, lalu pilih
segmen yang diharapkan paling sesuai.
b) Kemenarikan struktural segmen.
Mempelajari faktor-faktor struktural utama yang mempengaruhi
daya tarik segmen dalam jangka panjang.
c) Sasaran dan sumber daya.
Analisis sasaran dan sumberdaya dalam kaitannya dengan segmen
pasar. Walaupun ada segmen yang bagus, akan tetapi dapat ditolak
jika tidak prospektif dalam jangka panjang.
Setelah perusahaan memutuskan segmen pasar yang akan dimasuki,
selanjutnya harus diputuskan pula posisi mana yang akan ditempati dalam
segmen tersebut. Penetuan posisi pasar dapat dilakukan dengan mengikuti
tiga langkah, yaitu:
a) Mengidentifikasi keuggulan kompetitif.
b) Memilih keunggulan kompetitif.
c) Mewujudkan dan mengkomunikasikan posisi.

10
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Manajemen Pemasaran akan dipecah menjadi empat kebijakan


pemasaran yang lazim disebut bauran pemasaran(marketing mix) atau 4P
dalam pemasaran yang terdiri dari empat komponen, yaitu produk
(product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).
b) Aspek Teknis
Studi pada aspek ini adalah untuk memberikan gambaran apakah
secara teknis dan pilihan teknologi, usaha tersebut dapat dilaksanakan
secara layak atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek atau
operasional secara rutin. Pokok bahasan dari studi ini adalah sebagai
berikut:
1) Pemilihan strategi produksi.
2) Pemilihan dan perencanaan produk.
3) Rencana kualitas.
4) Pemilihan teknologi.
5) Rencana kapasitas produksi.
6) Perencanaan letak pabrik.
7) Perencanaan tata letak.
8) Perencanaan jumlah produksi.
9) Manajemen produksi.
10) Pengawasan kualitas produk.

c) Aspek Keuangan
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam melakukan suatu evaluasi
terhadap investasi proyek adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate
of Return (IRR).
1) Net Present Value (NPV)
Net Present Value merupakan manfaat bersih yang diterima selama
umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk
mengurutkan alternatif yang dipilih karena adanya kendala biaya
modal, yang mana proyek ini memberikan NPV biaya yang sama atau
NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Proyek
dinyatakan bermanfaat jika NPV lebih besar dari nol. Jika NPV sama
dengan nol, berarti biaya dapat dikembalikan persis sama besar oleh
proyek. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. Jika NPV
lebih kecil dari nol maka proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya

11
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

yang digunakan dan ini berarti proyek tersebut tidak layak untuk
dilakukan (Gray et al., 1992).
2) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan rata-rata tingkat
keuntungan internal tahunan perusahaan yang melaksanakan investasi
dan dapat dinyatakan dalam persen. IRR adalah tingkat suku bunga
yang membuat nilai NPV proyek sama dengan nol. Investasi
dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto. Apabila
IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak
dlaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat bunga maksimal
yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan.
Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat
diskonto (Gray et al., 1992).
d) Aspek Legalitas
Analisis aspek legalitas ini mengacu pada berbagai peraturan
pemerintah, baik pusat maupun daerah, terkait dengan pengelolaan barang
milik daerah yang dijelaskan pada bagian berikut.

2.3. Pengelolaan Barang Milik Daerah


Pemerintah, melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun
2016 Tentang Pedoman menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a) Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah (BMD) yang
tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan/atau
optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan.
b) Pemanfaatan BMD dapat dilakukan melalui:
 Sewa, yaitu pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
 Pinjam pakai, yaitu penyerahan penggunaan Barang antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam jangka
waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Gubernur/Bupati/Walikota.

12
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), yaitu pendayagunaan BMD oleh pihak


lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan Pendapatan
daerah atau sumber pembiayaan lainnya.
 Bangun Guna Serah (BGS), yaitu pemanfaatan BMD berupa tanah oleh
pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam
jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
 Bangun Serah Guna (BSG), yaitu pemanfaatan BMD berupa tanah oleh
pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu
yang disepakati.
 Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI), yaitu kerjasama antara
pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penentuan tarif sewa BMN pun telah diatur secara gamblang melalui
formula tarif sewa yang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.06/2007 dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 33/PMK.06/2012. Secara umum tarif sewa diformulasikan
sebagai berikut :
Tarif sewa = tarif pokok sewa x faktor penyesuai sewa
a) Untuk tanah,

Tarif pokok sewa = variabel sewa x Luas tanah x Nilai tanah per m2.
b) Untuk bangunan

Tarif pokok sewa = variabel sewa x Luas bangunan x Nilai bangunan per
m2.

13
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Komponen besaran variabel sewa yaitu 3,33 untuk tanah dan 6,64 untuk
bangunan. Jangka waktu sewa selama 5 tahun sejak ditandatangani perjanjian
dan dapat diperpanjang dengan persetujuan dari pengelola barang.
Pemerintah Kota Bogor, terkait dengan pemanfaatan barang milik
daerah, sudah mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 5 Tahun 2012
Tentang Retribusi Jasa Usaha. Didaalam peraturan tersebut diatur retribusi
terhadap pemakaian kekayaan daerah, khususnya pemakaian benda tidak
bergerak (tanah dan bangunan/gedung) sebagai berikut (Lampiran 1):
a) Tanah
a) Usaha kecil : Rp 0,5% x NJOP/bulan/m2
b) Usaha menengah : Rp 4,0% x NJOP/bulan/m2
c) Usaha besar : Rp 5,0% x NJOP/bulan/m2
b) Bangunan/Gedung
d) Bangunan permanen : Rp 2000,-/bulan/m2

2.4. Teknik Pengambilan Keputusan yang Kompleks


Teknik AHP menyediakan prosedur yang sudah teruji efektif dalam
mengindetifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan
yang kompleks. Tujuan AHP adalah untuk menemukan jenis keptusan atau
kebijakan yang terbaik, yaitu yang memiliki rata-rata skor paling tinggi
dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan faktor-faktor yang di
anggap penting (Firdaus,2008). Berdasarkan pendekatan AHP, yang menjadi
narasumber untuk melakukan pembobotan adalah seorang ahli (pakar),
yang dimaksud dengan pakar disini tidak harus seorang pakar pada satu
bidang keilmuan tertentu, melainkan orang yang tahu betul akan
permasalahan yang hendak diteliti. Dalam konteks dampak investasi. Pakar
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rang-orang yang paham benar
mengenai seluk beluk kegiatan investasi. Dengan demikian, mereka dapat
memberikan pendapat mengenai pertimbangan-pertimbangan yang melandasi
seorang investor mau menanamkan modalnya di suatu daerah.
Metode AHP merupakan suatu metode pengukuran relatif yang
menggunakan perbandingan berpasangan antar alternatif maupun kriteria

14
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

sebagai masukan untuk menghasilkan prioritas (Brunelli 2015). Metode ini


bekerja dengan cara memecah masalah ke dalam bagian-bagian tertentu,
kemudian menata bagian-bagian tersebut ke dalam susunan hierarki.
Bagian-bagian tersebut kemudian diberikan nilai numerik untuk
penilaian subjektif terhadap kepentingan relatif dari setiap variabel dan
mensintesis penilaian untuk variabel mana yang memiliki prioritas tertinggi
(Nurhayati dan Supatmi 2014).
Metode AHP dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang
kompleks menjadi suatu hierarki. Hierarki didefinisikan sebagai suatu
representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur
multilevel dengan level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor,
kriteria, subkriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari
alternatif. Dengan hierarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke
dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk
hierarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan
dan kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini
adalah:
 Kesatuan (Unity). AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak
terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.
 Kompleksitas (Complexity). AHP memecahkan permasalahan yang
kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
 Saling ketergantungan (Inter Dependence). AHP dapat digunakan pada
elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan
linier.
 Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring). AHP mewakili pemikiran
alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level
yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
 Pengukuran (Measurement). AHP menyediakan skala pengukuran
dan metode untuk mendapatkan prioritas.
 Konsistensi (Consistency). AHP mempertimbangkan konsistensi logis
dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.

15
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

 Sintesis (Synthesis). AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai


seberapa diinginkannya masing-masing.
 Trade Off. AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada
sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan
tujuan mereka.
 Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus). AHP
tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil
penilaian yang berbeda.
 Pengulangan Proses (Process Repetition). AHP mampu membuat orang
menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan
penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan.
Disamping kelebihan-kelebihan AHP, terdapat beberapa kelemahan
dalam menggunakan analisis ini, yaitu:
 Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa
persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang
ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut
memberikan penilaian yang keliru.
 Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara
statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang
terbentuk.
Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP
menurut Brunelli (2015) adalah sebagai berikut:
a) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
Tahap ini bertujuan untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan
secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada akan
dapat menentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah yang sedang
dihadapi.
b) Membuat struktur hierarki.
Pembuatan struktur hierarki diawali dengan membuat tujuan utama
sebagai level teratas, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria yang cocok untuk
dipertimbangkan pada level kedua dan menilai alternatif-alternatif pilihan
yang ingin diranking pada level terakhir. Tiap kriteria mempunyai
intensitas yang berbeda-beda.

16
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

c) Menilai bobot kriteria dan alternatif.


Setiap tahapan di dalam hierarki yang telah disusun diberikan bobot
dengan cara membentuk matriks perbandingan berpasangan yang
menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh antara satu elemen
dengan elemen lainnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan
dari pakar dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen
dibandingkan dengan elemen lainnya. Matriks yang digunakan bersifat
sederhana dan berguna untuk mendapatkan informasi lain yang mungkin
dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mampu menganalisis
kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan.
d) Mendefinisikan perbandingan berpasangan dengan menentukan prioritas
Setelah hierarki dibuat, setiap elemen yang terdapat dalam hierarki
harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan
dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hierarki atau sistem
secara keseluruhan. Langkah pertama dilakukan dalam menentukan
prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan berpasangan, yaitu
membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap
sub sistem hierarki. Perbandingan tersebut kemudian di transformasikan
dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik.
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh
dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty
(2008) seperti pada tabel berikut ini:

17
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Tabel 1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan (Saaty 2008)


Tingkat
Definisi Keterangan
Kepentingan
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang
1 Sama pentingnya
sama
Pengalaman dan penilaian sangat memihak
Agak lebih penting
3 satu penting yang elemen dibandingkan
yang satu atas lainnya
dengan pasangannya
Pengalaman dan keputusan
5 Cukup penting menunjukkan kesukaan atas satu
aktivitas lebih dari yang lain
Pengalaman dan keputusan menunjukkan
7 Sangat penting kesukaan yang kuatatas satu aktivitas lebih
dari yanglain
Satu elemen mutlak lebih disukai
dibandingkan penting dengan
9 Mutlak lebih penting pasangannya, pada tingkat keyakinan
tertinggi
Nilai tengah diantara
2,4,6,8 dua nilai keputusan Bila kompromi dibutuhkan
yang berdekatan
Jika elemen i memiliki salah satu angka
dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang
telah ditetapkan ketika dibandingkan
Resiprokal Kebalikan
dengan elemen j, maka j memiliki
kebalikannya ketika dibandingkan dengan
elemen i

Hasil dari pembobotan kriteria disajikan dalam sebuah matriks yang


besarnya n x n, di mana n adalah jumlah banyaknya kriteria. Bentuk
matriks yang yang dihasilkan adalah:

Dimana:
bobot kriteria ke-i dibandingkan kriteria ke-j.

18
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Untuk setiap kriteria ke-i dan ke-j, berlaku:

e) Menghitung vektor prioritas dari setiap matriks perbandingan berpasangan.


Untuk mendapatkan vektor prioritas w digunakan metode Additive
normalization. Metode ini bekerja dengan cara membagi elemen setiap
kolom matriks dengan jumlah kolom (normalisasi matriks), kemudian
menjumlahkan elemen di setiap baris dari matriks yang sudah
dinormalisasi dan menghitung rata-rata setiap baris dari matriks
ternormalisasi. Tahapan ini dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut
(Srdjevic 2005):

Dimana:

bobot kriteria ke-i dibandingkan kriteria ke-j yang telah


dinormalisasi

vektor prioritas matriks A

bobot prioritas ke-i.

f) Menguji konsistensi hierarki.


Metode AHP menggunakan persepsi pakar sebagai inputnya, maka
ketidakkonsisten mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan
dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama bila harus
membandingkan banyak kriteria. Consistency Ratio (CR) merupakan
parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan
yang telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Pengukuran
konsistensi dari suatu matriks didasarkan atas nilai vektor prioritas w.
Untuk menentukan CR, terlebih dahulu mencari nilai Consistency Index
(CI) yang memiliki rumus sebagai berikut (Brunelli 2015):

19
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

dimana:
consistency index

ordo matriks A

nilai eigen terbesar dari matriks A.

dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Cabala 2010):

Dimana:

perkalian baris ke-i dari matriks A dengan vektor prioritas.

Batas ketidakkonsistenan yang telah ditetapkan ditentukan dengan


menggunakan CR yaitu perbandingan CI dengan nilai Random Index
(RI) (Brunelli 2015).

Dimana:
consistency ratio

random index

Nilai RI dapat dilihat di dalam Tabel 2.


Tabel 2. Nilai RI (Brunelli 2015).
n 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0.5247 0.8816 1.1086 1.2479 1.3417 1.4057 1.4499 1.4854

Nilai RI pada Tabel 2 merupakan indeks konsistensi acak (random


consistency index) yang berasal dari 500 sampel matriks perbandingan
berpasangan secara acak dengan menggunakan skala 1/9,1/8,...,1,...,8,9
yang telah dihitung oleh Saaty. Bila matriks perbandingan berpasangan
dengan nilai CR lebih kecil dari 0,1 maka ketidakkonsistenan pendapat

20
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

dari pakar masih dapat diterima jika tidak, maka penilaian perlu diulang.
Nilai CR = 0.1 memiliki arti bahwa penilaian yang telah diberikan 10%
tidak konsisten jika nilai diberikan secara acak.

21
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

III. METODE PENELITIAN

III.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan


Kajian ini dilaksanakan di Depo Pemasaran Hasil Perikanan Kota Bogor
yang beralamatkan di Jl. Pajajaran No. 5 Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan
Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat. Kegiatan pengumpulan data dilakukan
selama satu bulan yaitu bulan Juni 2018.

III.2. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan menggunakan
observasi dan wawancara langsung di lapangan, seperti harga tanah,
peralatan, penerimaan, biaya operasional perusahaan dan lain- lain. Data
sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari studi literatur
serta informasi dari beberapa instansi terkait seperti walikota Bogor, dan
referensi-referensi lainnya berupa peraturan perundang-undangan, hasil
penelitian terdahulu, serta internet.

III.3. Kerangka Pemikiran Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan


Pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan harus sesuai dengan visi
Dinas Pertanian Kota Bogor, yaitu “Mewujudkan Agribisnis Perkotaan yang
Berwawasan Lingkungan dan Berdaya Saing”, dimana visi tersebut dicapai
apabila peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui pengembangan
sistem dan usaha agribisnis terjadi (misi ketiga Dinas Pertanian Kota Bogor).
Berdasarkan visi dan misi tersebut, selanjutnya ditentukan beberapa opsi
pemanfaatan DPHP berdasarkan pandangan berbagai pakar di bidang
pemerintahan, akademisi maupun praktisi bisnis/usaha.
Berbagai opsi pemanfaatan DPHP yang diperoleh, dikaji kelayakannya
berdasarkan aspek legalitas, aspek pasar, aspek teknis/operasi dan aspek
keuangan. Hasil kajian kelayakan yang diperoleh adalah opsi prioritas
pemanfaatan DPHP beserta langkah-langkah operasional strategis yang
diperlukan agar opsi prioritas pemanfaatan DPHP tersebut dapat benar-benar
dilaksanakan dan pada ahirnya mendukung pencapaian visi dan misi Dinas

22
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Pertanian Kota Bogor. Secara alur, kerangka pemikiran review kajian DPHP
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Review Kajian Depo Pemasaran Hasi Perikanan

III.4. Metode Pengumpulan Data


1) Data primer dikumpulkan melalui 2 (dua) teknik, yaitu:
a) Wawancara
Wawancara dilakukan menggunakan teknik purposive sampling yang
merupakan teknik nonprobability sampling. Purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Alasan menggunakan teknik Purposive Sampling adalah karena tidak
semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang
dikaji. Oleh karena itu, peneliti memilih teknik Purposive Sampling
yang menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria
tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam
kajian ini. Dalam kajian ini yang menjadi sampel yaitu para pihak yang
terkait dengan pemanfaatan Barang Milik Daerah, baik dari kalangan
birokrat (pemerintah pusat, pemerintah Kota Bogor, dan pemerintah
daerah lainnya), akademisi maupun praktisi usaha.
b) Observasi

23
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Observasi adalah pengamatan langsung terhadap kondisi fisik Depo


Pemasaran Hasil Perikanan berikut peralatan didalamnya dan aktivitas
usaha di sekitar Depo Pemasaran Hasil Perikanan dan sarana prasarana
pendukungnya.
2) Adapun data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran literatur berupa
peraturan perundangan, dokumen teknis maupun laporan yang terkait
dengan tujuan kegiatan.

III.5. Metode Analisis Data


a) Preferensi (Opsi) Pemanfaatan DPHP

Sebelum menilai kelayakan bisnis DPHP lebih jauh, terlebih dahulu


dilakukan analisis preferensi pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil
Perikanan. Analisis dilakukan menggunakan metode AHP, dan hasilnya
menunjukkan preferensi para pihak terkait dengan pemanfaatan DPHP.
Metode AHP menggunakan bentuk hierarki dalam memecah
masalah yang kompleks menjadi masalah yang terstruktur dengan input
utamanya merupakan persepsi manusia. Pada tahap ini akan dilakukan
penetapan alternatif startegi yang akan dibentuk dalam suatu struktur
hierarki. Struktur hierarki terdiri dari tiga level, yaitu pada level pertama
merupakan tujuan (goal) yang ingin dicapai, level kedua yaitu pakar, dan
level terakhir alternatif-alternatif strategi.
Setelah dilakukan penetapan aktor dan alternatif strategi maka akan
dibentuk struktur hierarki. Struktur hierarki pemanfaatan depo pemasaran
hasil perikanan dapat di lihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur Hierarki Pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan

b) Opsi Prioritas Pemanfaatan DPHP

24
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


analisis data kualitatif yang dilakukan secara induktif, yaitu penelitian
kualitatif yang tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dimulai dari fakta
empiris. Penelitian dilakukan langsung ke objek penelitian, mempelajari,
menganalisis dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan.
Analisis data dilakukan dilakukan dengan menggunakan analisis
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use) dengan
menganalisis terhadap: kelayakan berdasarkan aspek legalitas, pasar,
teknis/operasi dan keuangan.
1. Analisis Kelayakan Legalitas
Bisnis seringkali mengalami kegagalan karena terbentur masalah
hukum atau tidak memperoleh izin dari pemerintah daerah setempat
(Suliyanto 2010). Oleh karena itu, sebelum ide bisnis dilaksanakan,
aspek hukum perlu dianalisis secara mendalam. Aspek hukum
mengkaji legalitas usaha yang dijalankan, ketepatan bentuk badan
hukum dengan ide bisnis, kemampuan bisnis yang akan diusulkan
dalam memenuhi persyaratan perizinan, serta jaminan-jaminan yang
bisa disediakan jika bisnis akan dibiayai dengan pinjaman. Selain
keempat hal tersebut, Nurmalina et al. (2010) mengemukakan bahwa
aspek hukum dari suatu kegiatan bisnis diperlukan dalam hal
mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin
jaringan kerjasama dengan pihak lain. Sedangkan Umar (2005)
menambahkan bahwa dalam aspek hukum perlu juga
mempertimbangkan hak dan kewajiban baik dari sisi konsumen
maupun pelaku usaha serta sanksi hukum bagi pelaku usaha.
Data sekunder yang dikumpulkan, yaitu berupa berbagai peraturan
perundangan, dianalisa menggunakan teknik Content Analysis, yaitu
pembahasan mendalam terhadap isi berbagai peraturan perundangan
tersebut sehingga dihasilkan kepastian hukum terkait beberapa hal
sebagai berikut:
a. Status kepemilikan DPHP
b. Pola pemanfaatan DPHP
c. Kontribusi pemanfaatan DPHP terhadap pemerintah daerah
2. Analisis Kelayakan Pasar

25
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Menganalisis potensi pasar, intensitas persaingan, market share yang


dapat dicapai, serta menganalisis strategi pemasaran yang dapat
digunakan untuk mencapai market share yang diharapkan. Aspek ini
mengkaji tiga indikator yaitu bentuk pasar, penawaran, dan permintaan.
Analisis permintaan pasar dilakukan dengan cara memproyeksikan
jumlah permintaan berdasarkan jumlah populasi umur target pasar
menggunakan berbagai asumsi. Penawaran pasar dianalisis dengan cara
menghitung realisasi penjualan ikan di Depo Pemasaran hasil Perikanan
tersebut. Selain itu dianalisis jenis pasar yang dimasuki oleh Depo
pemasaran hasil perikanan tersebut jika dilihat dari sisi produsen dan
konsumen.
3. Analisa Kelayakan Teknis/Operasi
Menganalisis kesiapan teknis dan ketersediaan teknologi yang
dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Diolah data primer melalui
analisis deskriptif untuk menghasilkan kelayakan gedung, peralatan
serta sarana dan prasarana pendukung serta prosedur pelaksanaan jenis
usaha yang akan dilakukan dalam rangka pemanfaatan DPHP: Selain
itu, diperoleh pula beberapa hal sebagai berikut:
a. Estimasi biaya investasi yang dibutuhkan terkait perbaikan dan atau
perubahan bangunan dan peralatan pendukung berjalannya usaha.
b. Estimasi biaya operasional usaha.
4. Analisis Kelayakan Keuangan
Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan menggunakan analisis R/C
ratio, yang diperoleh dari data sekunder terkait pendapatan dan biaya
atas jenis usaha yang relatif sama dan layak secara legal, pasar dan
teknis untuk dilaksanakan di DPHP.
5. Analisis Kelayakan Pemanfaatan DPHP
Analisis ini pada prinsipnya adalah analisis komparatif, yaitu
perbandingan atas resultante kelayakan seluruh aspek yang dianalisis,
yaitu kelayakan legal, pasar, teknis/operasi dan keuangan atas beberapa
jenis usaha yang kiranya layak dilaksanakan di Depo Pemasaran Hasil
Perikanan. Hasil analisis adalah prioritas pemanfaatan DPHP berikut
langkah-langkah strategis untuk dapat dilaksanakan.

26
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Gambar 3. Alur analisis prioritas pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan.

27
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

IV. PEMBAHASAN

4.1. Profil Depo Pemasaran Hasil Perikanan


Depo Pemasaran Hasil Perikanan (DPHP/Fishmart) Kota Bogor
adalah properti milik Pemerintah Kota Bogor yang terdiri dari Bangunan

seluas 1.114,00 m2 (memiliki IPPT N0.551.1/IPPT.397-Bappeda tanggal 19


Juli 2013 dan IMB No.641-1289-BPPTPM-IX/2013, tertanggal 6 September

2013) yang berdiri diatas tanah seluas 535 m2 (sertifikat hak pakai) dan
terletak di Jalan Pajajaran No. 5, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan
Bogor Timur, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Depo Pemasaran Hasil Perikanan Kota Bogor dibangun pada tahun
2013 dan 2014 dengan dana bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK)
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Berdasarkan Undang-undang
Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berikut peraturan turunannya
(Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575), Peraturan Menteri
Keuangan no 57/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang
Milik Negara; Peraturan Menteri Keuangan No.06/PMK.07/2012 tentang
Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah,
Peraturan Menteri Keuangan No.165/PMK.07/2012 tentang Pengalokasian
Anggaran Transfer ke Daerah, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No... Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No.36 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2014), pembangunan
DPHP ditujukan untuk pengembangan sarana dan prasarana pengolahan,
peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan. Tujuan tersebut nampak
dari berbagai sarana dan prasarana yang disediakan berupa:
 Gudang beku;
 Kios pemasaran hasil perikanan dalam bentuk bangunan;

28
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

 Sarana dan prasarana pemasaran beragam hasil perikanan, mulai dari ikan
segar, ikan beku, dan produk olahan ikan (fish based product); dan
 Sarana dan prasarana pendukung pemasaran.

4.2. Preferensi (Opsi) Pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan


Berdasarkan nilai hasil analisis AHP, diketahui bahwa pemanfaatan
DPHP melalui alternatif pemanfaatan paling banyak dipilih (nilai 0,2463),
diikuti oleh mekanime pinjam pakai (nilai 0,2281).
Tabel 1. Preferensi Pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Urutan Mekanisme Pemerintah Pemda Dinas Sekretaris Rata
Investor BUMD BPKAD Walikota
Prioritas Pemanfaatan Pusat lain Pertanian Daerah -rata
1 Sewa BMD 0,24 0,25 0,24 0,27 0,29 0,26 0,20 0,22 0,2463
2 Pinjam Pakai 0,22 0,24 0,21 0,25 0,23 0,17 0,29 0,20 0,2281
3 Kerjasama Pemanfaatan 0,18 0,17 0,20 0,19 0,18 0,23 0,23 0,20 0,2002
4 Bangun Guna 0,10 0,11 0,11 0,09 0,11 0,12 0,10 0,12 0,1083
5 Bangun Serah Guna 0,11 0,10 0,12 0,09 0,11 0,12 0,10 0,12 0,1084
6 KSPI 0,14 0,11 0,10 0,10 0,08 0,10 0,08 0,13 0,1051

Gambar 3 berikut juga memperjelas pendapat para pakar agar pengelolaan Fish mart
dilakukan dengan mekanisme Sewa diikuti dengan mekanisme Pinjam Pakai.

Gambar 3. Diagram batang prioritas pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan

Aktor yang paling berkepentingan terhadap pemanfaatan DPHP adalah


Dinas Pertanian (nilai 0,24) diikuti oleh walikota (nilai 0,14). (lihat Tabel 2 dan
Gambar 4).

Tabel 2. Aktor Pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan

29
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Urutan Prioritas Aktor Nilai


1 Dinas Teknis (Pertanian) 0,24
2 Walikota 0,16
3 BPKAD 0,14
4 Investor 0,13
4 BUMD (PD Pasar) 0,13
5 Sekretariat Daerah 0,12
6 Pemda Lainnya 0,05
7 Pemerintah Pusat 0,03

Gambar 4. Diagram batang prioritas aktor pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil


Perikanan

4.3. Opsi Prioritas Pemanfaatan Depo Pemasaran Hasil Perikanan


Hasil AHP menunjukkan bahwa opsi pemanfaatan DPHP, berdasarkan
urutan prioritasnya dan mengacu pada Perda Kota Bogor No. 2 Tahun 2018
Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah sebagai berikut:
a) Sewa, yaitu pemanfaatan Barang Milik Daerah oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai
b) Pinjam Pakai, yaitu penyerahan penggunaan barang antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam jangka
waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut
berakhir diserahkan kembali kepada Wali Kota.
Syarat-syarat pinjam pakai barang milik daerah adalah:
1) barang milik daerah tersebut sementara waktu belum dimanfaatkan
oleh SKPD;
2) barang milik daerah yang dipinjampakaikan tersebut hanya boleh
digunakan oleh peminjam sesuai dengan peruntukkannya;

30
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

3) pinjam pakai tersebut tidak mengganggu kelancaran tugas pokok


instansi atau SKPD;
4) barang milik daerah yang dipinjam pakaikan harus merupakan barang
yang tidak habis pakai;
5) peminjam wajib memelihara dan menanggung biaya-biaya yang
diperlukan selama peminjaman;
6) peminjam bertanggung jawab atas keutuhan dan keselamatan barang;
7) jangka waktu pinjam pakai maksimal selama 2 (dua) tahun dan
apabila diperlukan dapat diperpanjang kembali;
8) pengembalian barang milik daerah yang dipinjam pakaikan harus
dalam keadaan baik dan lengkap;
Pinjam pakai barang milik daerah hanya dapat dilaksanakan antar
Pemerintah dan ditetapkan dengan Surat Perjanjian dan penyerahannya
dituangkan dalam Berita Acara. Surat Perjanjian Pinjam Pakai
dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.
Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan Surat Perjanjian dengan sekurang-
kurangnya memuat:
1) pihak-pihak yang terikat dengan perjanjian;
2) jenis, luas dan jumlah barang yang dipinjamkan;
3) jangka waktu pinjam pakai;
4) tanggungjawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman.
5) persyaratan lain yang dianggap perlu
c) Kerjasama Pemanfaatan, yang selanjutnya disingkat KSP adalah
pendayagunaan Barang Milik Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan daerah atau sumber
pembiayaan lainnya.
Selanjutnya, ketiga opsi pemanfaatan DPHP tersebut dianalisis kelayakannya
untuk mendapatkan opsi prioritas pemanfaatan DPHP. Adapun hasilnya dapat
diuraikan sebagai berikut:
a) Aspek Pasar
Berdasarkan produk yang dijual, yaitu hasil perikanan, data dari
BKIPM tahun 2016 menunjukkan bahwa konsumsi ikan penduduk kota
Bogor adalah 26 kg/kapita/bulan, relatif setara dengan tingkat Provinsi
Jawa Barat (28 kg/kapita/tahun) namun lebih rendah dibandingkan dengan
rata-rata tingkat konsumsi nasional sebanyak 37-38 kg/kapita/tahun.

31
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Dikaitkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 (993.570 jiwa) dan
tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,38% per tahun, maka
pada tahun 2018 ini diperkirakan konsumsi ikan Kota Bogor adalah
berkisar 75 ton/hari atau 25,8 ribu ton per tahun. Dengan jumlah
kebutuhan sebesar itu, pemasaran produk ikan segar di Kota Bogor,
khususnya ikan tawar sebagai produk para pelaku usaha budidaya ikan
tawar di wilayah sekitar Kota Bogor (Kabupaten Bogor, Kabupaten
Sukabumi dan Kabupaten Cianjur) masih sangat terbuka lebar.
Dioperasikannya DPHP sebagai salah satu pusat pemasaran ikan segar air
tawar, yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung yang
memadai yang dapat menjamin mutu (kesegaran) ikan, sangat memiliki
prospek dari sisi pasar.
Berdasarkan lokasinya, yaitu Jalan Pajajaran, DPHP terletak di salah
satu kawasan komersial utama Kota Bogor dan saat ini merupakan salah
satu pusat kuliner Kota Bogor. Tidak sedikit wisatawan luar kota,
khususnya Jakarta, memadati tempat-tempat kuliner yang beroperasi di
sepanjang Jalan Pajajaran tersebut pada akhir minggu. Tercatat beberapa
tempat kuliner tersebut menawarkan menu masakan yang berbasis pada
olahan ikan tawar dan ikan laut. Situasi pasar ini tentunya dapat
meningkatkan nilai tambah hasil perikanan yang dipasarkan apabila DPHP
juga menyediakan jasa kuliner berbasis produk ikan.

b) Aspek Teknis
Pada saat ini, beberapa peralatan tidak lagi berfungsi sebagaimana
mestinya, yaitu:
 Genset
 Coolbox
 Instalasi akuarium
 Pompa
 Jetpump
 Tabung oksigen
 Kereta dorong
 Mesin cash register

32
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Disamping itu, kondisi bangunan juga sudah memerlukan perbaikan,


khususnya untuk bagian atap dan cat dinding. Akibatnya, dibutuhkan
biaya, baik berupa biaya perbaikan bangunan dan biaya perbaikan dan/atau
penggantian (biaya investasi) alat agar fungsi pelayanan DPHP dapat
terwujud dengan baik.
c) Aspek Keuangan
Mengacu pada Petunjuk Teknis Pengalokasian Dana Alokasi Khusus,
DPHP ditujukan untuk peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan
skala kecil. Dengan demikian, berdasarkan aturan Pemerintah Bogor
melalui Peraturan Daerah Kota Bogor No. 5 tahun 2012 tentang Retribusi
Jasa Usaha yang menyatakan besaran retribusi pemakaian tanah yang
digunakan untuk Usaha Kecil adalah sebesar Rp 0,5% x NJOP/Bulan/m2
dan besaran retribusi untuk bangunan dan gedung yang bersifat permanen
ditetapkan sebesar Rp 2.000/Bulan/m2, maka besaran sewa DPHP (tidak
termasuk peralatan) adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Simulasi Besaran Sewa Depo Pemasaran Hasil Perikanan.

Pemanfaat Pengali NJOP Luas (m2) Rp/bulan Rp/tahun


Usaha Kecil 226.535 1114 252.360.000
Tanah 0,5% 6.800.000 553 18.802.000 225.624.000
Bangunan Permanen 2.000 - 1114 2.228.000 26.736.000

Hasil survey terhadap besaran sewa untuk bangunan dengan fungsi


(bangunan komersil) dan lokasi yang relatif sama (Jalan Pajajaran) dengan
DPHP dapat diketahui pada Tabel 6. Berdasarkan tabel tersebut, hasil
survey menunjukkan bahwa besaran sewa DPHP berdasarkan Perda No.5
Tahun 2012 untuk skala usaha kecil (Rp 226.535/m2/tahun) relatif jauh
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tarif sewa bangunan komersil
yang relatif sama dan berada di lokasi yang sama (Rp 1.267.857
m2/tahun).
Tabel 6. Tarif sewa bangunan komersil di Jl. Pajajaran Bogor Tahun 2018.
Tgl
Obyek Luas
No. Pengali Rp/tahun Sumber Pasang
Pembanding (m2)
Iklan
1 Ruko 300.000.000 https://rumah.mitula.co.id/ 12-Jun-18
Tanah 85 - detalle/283952/90100405

33
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

28812798539/8/1/disewak
Bangunan 1.000.000 300 300.000.000 an-ruko-bogor-pajajaran

2 Ruko 300.000.000 https://rumah.mitula.co.id/ 18-Jun-18


Tanah 85 - detalle/283952/90100405
28812798539/8/1/disewak
Bangunan 1.200.000 250 300.000.000 an-ruko-bogor-pajajaran

3 Ruko 1.175.000.000 https://rumahdijual.com/b 23-Apr-18


Tanah 1000 - ogor/4555669-ruko-luas-
di-jalan-utama-pajajaran-
Bangunan 1.382.353 850 1.175.000.000 bogor.html

Rata-rata 1.267.857

d) Aspek Legalitas
DPHP bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI Tahun Anggaran 2013. DAK merupakan dana
yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
(daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk
mendapatkan alokasi DAK) dengan tujuan untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah tertentu dan sesuai dengan prioritas
nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas
kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat.
Mengacu pada Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Bidang Kelautan dan Perikanan, yang diterbitkan setiap tahun, dinyatakan
bahwa dana alokasi khusus bidang kelautan dan perikanan yang
selanjutnya disebut DAK bidang Kelautan dan perikanan adalah dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan pembangunan fisik bidang kelautan dan perikanan yang
bersifat investasi jangka menengah guna menunjang pelayanan dasar yang
merupakan urusan provinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan prioritas
nasional.
Depo Pemasaran Hasil Perikanan dibangun dengan tujuan untuk
menjaga mutu dan keamanan ikan (hidup atau segar) sebelum

34
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

didistribusikan atau dipasarkan melalui kegiatan pengumpulan atau


penjualan dalam jumlah besar, menampung produksi dalam jumlah kecil-
kecil dan tersebar atau produksi musiman, serta melakukan kegiatan
penyeragaman ukuran dan mutu dalam rangka menjadi penyangga stok.
Adapun penerima manfaat adalah kelompok masyarakat pengolahan dan
pemasaran binaan Dinas Kab/ Kota beskala usaha kecil.
Berdasarkan berbagai peraturan tersebut di atas, dapat diambil poin-
poin penting terkait DPHP layak secara legalitas atau peraturan
perundangan sebagai berikut:
 Mengacu pada fasilitas yang dimiliki, sesuai dengan menu kegiatan
yang telah ditetapkan didalam Juknis Penggunaan DAK Bidang
Kelautan dan Perikanan, maka DPHP ditujukan untuk Depo Pemasaran
Ikan Segar. Jika pemerintah kabupaten/kota melakukan perubahan
rencana penggunaan DAK bidang kelautan dan perikanan
kabupaten/kota, maka perubahan tersebut harus sesuai dengan menu
kegiatan yang telah ditetapkan. Pemasaran produk olahan ikan dalam
bentuk kuliner, melihat potensi lokasi DPHP dengan potensi pasar dan
dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk, perlu dikonsultasikan
terlebih dahulu dengan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan
sebagai pihak yang mengalokasikan DAK Bidang Kelautan dan
Perikanan.
 Pemanfaat DPHP diarahkan kepada pelaku usaha skala kecil. Mengacu
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (Pasal 6), diketahui:
a) Kritera Usaha Mikro:
 Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
 Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
b) Kriteria Usaha Kecil:
 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (Lima
Puluh Juta Rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (Lima

35
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat


usaha.
 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Untuk meningkatkan minat bagi calon investor yang tergolong pelaku
usaha skala kecil, maka pemanfaatan DPHP melalui mekanisme sewa
dapat diusulkan untuk dikurangi besaran retribusinya. Sesuai pasal 42
dalam Perda No.5 Tahun 2012, pemberian pengurangan retribusi
dilakukan oleh Walikota dengan memperhatikan kemampuan Wajib
Retribusi dengan tata cara yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.

4.4. Mekanisme Pinjam Pakai Depo Pemasaran Hasil Perikanan


a)
Sebagai ilustrasi awal, kelayakan usaha pada DPHP berdasarkan potensi
penggunaannya, ditunjukkan pada tabel berikut:

Nampak bahwa, DPHP layak untuk dimanfaatkan melalui mekanisme Pinjam Pakai
karena dapat memberikan laba kotor sebesar Rp 57.638.632/bulannya. Asumsi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
c) Investasi sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dibutuhkan untuk
melakukan renovasi bangunan berikut sarana prasarananya.
d) Pangsa pasar (market share) untuk pasar ikan adalah 2.5% dari total pasar ikan
di wilayah Kota Bogor, yaitu sebesar 51 ton/bulan.
e) Komposisi biaya personel untuk pasar ikan
Gaji Total Biaya Personel
Personal Jumlah (orang)
(Rp/bulan) (Rp/Bulan)
Total Biaya Personel 41.000.000
Manajer Umum 1 10.000.000 10.000.000
Pembelian 1 7.500.000 7.500.000
Penyajian 1 6.000.000 6.000.000
Staf 5 3.500.000 17.500.000

f) Rasio pendapatan dibandingkan biaya untuk usaha rumah makan (R/C ratio)
yang digunakan adalah nilai umum yang digunakan dalam analisa usaha rumah
makan yaitu berkisar 1,28.

36
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V.1. Kesimpulan
a) Dibutuhkan biaya untuk perbaikan bangunan dan biaya perbaikan dan/atau
perlengkapan agar fungsi DPHP dapat berjalan dengan baik
b) Mekanisme pemanfaatan DPHP yang paling dipilih adalah mekanisme
sewa diikuti dengan mekanisme pinjam pakai.
c) Besarnya sewa DPHP berdasarkan Perda No.5 Tahun 2012 untuk skala
usaha menengah (Rp 1.644.280/m2/tahun) dan skala usaha besar (Rp
2.049.350 m2/tahun) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tarif
sewa bangunan komersil yang relatif sama dan berada di lokasi yang sama
(Rp 1.267.857 m2/tahun).

V.2. Rekomendasi
a) Untuk meningkatkan daya saing pemanfaatan DPHP melalui mekanisme
sewa, maka dapat diusulkan untuk dikurangi besaran retribusinya. Sesuai
pasal 42 dalam Perda No.5 Tahun 2012, pemberian pengurangan retribusi
dilakukan oleh Walikota dengan memperhatikan kemampuan Wajib
Retribusi dengan tata cara yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.
b) Dibutuhkan penyusunan rencana bisnis oleh Dinas Pertanian untuk
mekanisme Pinjam Pakai. Setelahnya, dilakukan sosialisasi terhadap
berbagai institusi pemerintah yang sekiranya berpotensi untuk
memanfaatkan DPHP melalui mekanisme Pinjam Pakai.

DAFTAR PUSTAKA

37
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Brunelli M. 2015. Introduction to the Analytic Hierarchy Process. Espoo(FI):


SpringerBriefs in Operations Research.
Ibrahim Y. 2008. Studi Kelayakan Bisnis. Ed Revisi. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Subagyo A. 2005. Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Gramedia.
Suliyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Andi, Yogyakarta. Yogyakarta (ID):
Andi.
Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Marlina S. 2012. Peranan Investasi Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan


Perekonomian Provinsi Jambi: “Pendekatan Input-Output Dan Analitycal
Hierarchy Process (Ahp)”. Tesis. Ipb –Bogor.

Nathaniel Valentino Pasaribu. 2017. Aplikasi Metode Analytic Hierarchy Process


(Ahp) Untuk Mendukung Pengambilan Keputusan Dalam Seleksi Anggota
Paduan Suara. Tesis.

38
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Lampiran 1. Daftar Pakar Pemanfaatan DPHP Penilaian Bobot dan Penentuan


Matriks Perbandingan Berpasangan

No Nama Pendidika Instansi Jabatan


n
1. Hj. Lusi Angelia S2 Dinas Pertanian Sekretaris
2. M. Rifki M S2 BPKAD Kabid Aset BPKAD
3. Cep Hilman, SP S1 BUMD (PD. Kasubag Administrasi
Pasar) dan Umum
4. Tyas Ajeng S2 Sekretariat Kepala Bagian
Daerah Kota Kerjasama
Bogor
5. N. Hasbhy Munawar S2 Sekretariat Kepala Bagian
Daerah Kota Hukum & HAM
Bogor
6. Wisriati Lasima S2 Kementerian Kasie Sertifikasi
kelautan dan Pembenihan
perikanan
7. Sri Padmoko, S2 Dinas Kelautan Kasubag keuangan
A.Pd,MP dan Perikanan perencanaan dan
Kab. Sukabumi evaluasi
8. Edi Laksana S1 Investor Wiraswasta
9. Dr. Tjahjo Tri S2 Akademisi Pengajar/Dosen
Hartono
10. Arfan Damari, M.Si S2 Akademisi Pengajar/Dosen

39
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Lampiran 2. Hasil Penilaian Bobot dan Penentuan Matriks Perbandingan


Berpasangan per Responden

1. Perguruan tinggi 1
Prioritas CR
A Aktor
0,18
1 Pemerintah Pusat 0,04
2 Pemda Lainnya 0,02
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,22
4 Investor 0,35
5 BUMD (PD Pasar) 0,03
6 Sekretariat Daerah 0,11
7 BPKAD 0,15
8 Walikota 0,08
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat (1,21)
Sewa BMD 0,05
Pinjam Pakai 0,03
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,15
Bangun Serah Guna 0,27
KSPI 0,43
b Pemerintah Daerah Lainnya 0,15
Sewa BMD 0,22
Pinjam Pakai 0,48
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,05
Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,14
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 0,10
Sewa BMD 0,24
Pinjam Pakai 0,15
Kerjasama Pemanfaatan 0,44
Bangun Guna 0,05
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,03
d Investor (0,05)
Sewa BMD 0,39
Pinjam Pakai 0,29
Kerjasama Pemanfaatan 0,07
Bangun Guna 0,03
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,16
e BUMD 0,69
Sewa BMD 0,25
Pinjam Pakai 0,45

40
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Kerjasama Pemanfaatan 0,14


Bangun Guna 0,05
Bangun Serah Guna 0,08
KSPI 0,03
f Sekretariat Daerah (0,03)
Sewa BMD 0,42
Pinjam Pakai 0,25
Kerjasama Pemanfaatan 0,17
Bangun Guna 0,03
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,09
g BPKAD 0,36
Sewa BMD 0,38
Pinjam Pakai 0,17
Kerjasama Pemanfaatan 0,28
Bangun Guna 0,07
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,03
h Walikota 0,17
Sewa BMD 0,42
Pinjam Pakai 0,03
Kerjasama Pemanfaatan 0,16
Bangun Guna 0,05
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,26

CR
Average 0,04

Menurut responden perguruan tinggi 1, aktor yang paling berpengaruh


adalah aktor investor dengan nilai 0,35 sedangkan selanjutnya Aktor Dinas
Pertanian dengan nilai 0,22. Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah
bagi Pemerintah pusat dengan prioritas tertinggi yaitu KSPI dengan nilai 0,43.
Bagi pemerintah daerah lainnya adalah Pinjam pakai dengan nilai 0,48. Untuk
dinas pertanian adalah kerjasama pemanfaatan dengan nilai 0,44. Sedangkan
bagi investor adalah sewa dengan nilai 0,39. Bagi BUMD PD pasar adalah
pinjam pakai dengan nilai 0,45. Bagi Sekda adalah sewa dengan nilai 0,42.
Bagi BPKAD adalah sewa dengan nilai 0,38. Dan bagi Walikota adalah sewa
dengan nilai 0,42.
Consistensi Average menunjukan angka 0,04.

41
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

2. Perguruan tinggi 2
Prioritas CR
A Aktor
1,08
1 Pemerintah Pusat 0,01
2 Pemda Lainnya 0,02
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,22
4 Investor 0,05
5 BUMD (PD Pasar) 0,07
6 Sekretariat Daerah 0,16
7 BPKAD 0,21
8 Walikota 0,27
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 3,37
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02
b Pemerintah Daerah Lainnya 3,06
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 5,08
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02
d Investor 5,08
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02
e BUMD 5,08
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23

42
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,09


Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02
f Sekretariat Daerah 5,08
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02
g BPKAD 5,08
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02
h Walikota 3,06
Sewa BMD 0,15
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,02

CR
Average 3,99
Menurut responden perguruan tinggi 2, aktor yang paling berpengaruh
adalah walikota dengan nilai 0,27 sedangkan selanjutnya Aktor Dinas Pertanian
dengan nilai 0,22.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dengan prioritas tertinggi yaitu Pinjam Pakai dengan nilai 0,45. Bagi
pemerintah daerah lainnya adalah Pinjam pakai dengan nilai 0,45. Untuk dinas
pertanian adalah pinjam pakai dengan nilai 0,45. Sedangkan bagi investor
adalah pinjam pakai dengan nilai 0,45. Bagi BUMD PD pasar adalah pinjam
pakai dengan nilai 0,45. Bagi Sekda adalah pinjam pakai dengan nilai 0,45.
Bagi BPKAD adalah pinjam pakai dengan nilai 0,45. Dan bagi Walikota adalah
pinjam pakai dengan nilai 0,45.
Consistensi Average menunjukan angka 3,99.

43
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

3. Dinas Pertanian
Prioritas CR
A Aktor
0,62
1 Pemerintah Pusat 0,01
2 Pemda Lainnya 0,15
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,32
4 Investor 0,14
5 BUMD (PD Pasar) 0,08
6 Sekretariat Daerah 0,10
7 BPKAD 0,10
8 Walikota 0,10
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 0,50
Sewa BMD 0,27
Pinjam Pakai 0,09
Kerjasama Pemanfaatan 0,21
Bangun Guna 0,16
Bangun Serah Guna 0,11
KSPI 0,16
b Pemerintah Daerah Lainnya 1,77
Sewa BMD 0,14
Pinjam Pakai 0,22
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,22
Bangun Serah Guna 0,23
KSPI 0,12
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 1,77
Sewa BMD 0,14
Pinjam Pakai 0,22
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,22
Bangun Serah Guna 0,23
KSPI 0,12
d Investor 1,77
Sewa BMD 0,14
Pinjam Pakai 0,22
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,22
Bangun Serah Guna 0,23
KSPI 0,12
e BUMD 1,77
Sewa BMD 0,14
Pinjam Pakai 0,22
Kerjasama Pemanfaatan 0,08

44
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,22


Bangun Serah Guna 0,23
KSPI 0,12
f Sekretariat Daerah 1,77
Sewa BMD 0,14
Pinjam Pakai 0,22
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,22
Bangun Serah Guna 0,23
KSPI 0,12
g BPKAD 1,77
Sewa BMD 0,14
Pinjam Pakai 0,22
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,22
Bangun Serah Guna 0,23
KSPI 0,12
h Walikota 1,77
Sewa BMD 0,14
Pinjam Pakai 0,22
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,22
Bangun Serah Guna 0,23
KSPI 0,12

CR Average 1,50
Menurut responden Dinas Pertanian, aktor yang paling berpengaruh
adalah Dinas Pertanian dengan nilai 0,32 sedangkan selanjutnya Aktor Sekda
Lainnya dengan nilai 0,15.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dengan prioritas tertinggi yaitu sewa dengan nilai 0,27. Bagi pemerintah daerah
lainnya adalah bangun serah guna dengan nilai 0,23. Untuk dinas pertanian
adalah bangun serah guna dengan nilai 0,23. Sedangkan bagi investor, BUMD
PD pasar, Sekda, BPKAD dan walikota adalah Bangun serah guna dengan nilai
0,23.
Consistensi Average menunjukan angka 1,50.

4. BUMD

45
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Prioritas CR
A Aktor
0,15
1 Pemerintah Pusat 0,04
2 Pemda Lainnya 0,08
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,11
4 Investor 0,02
5 BUMD (PD Pasar) 0,50
6 Sekretariat Daerah 0,09
7 BPKAD 0,08
8 Walikota 0,08
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 0,147
Sewa BMD 0,05
Pinjam Pakai 0,48
Kerjasama Pemanfaatan 0,13
Bangun Guna 0,07
Bangun Serah Guna 0,08
KSPI 0,20
b Pemerintah Daerah Lainnya 0,135
Sewa BMD 0,06
Pinjam Pakai 0,41
Kerjasama Pemanfaatan 0,17
Bangun Guna 0,05
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,25
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 0,171
Sewa BMD 0,06
Pinjam Pakai 0,40
Kerjasama Pemanfaatan 0,25
Bangun Guna 0,06
Bangun Serah Guna 0,08
KSPI 0,16
d Investor 0,269
Sewa BMD 0,45
Pinjam Pakai 0,05
Kerjasama Pemanfaatan 0,07
Bangun Guna 0,12
Bangun Serah Guna 0,12
KSPI 0,20
e BUMD 0,276
Sewa BMD 0,44
Pinjam Pakai 0,02
Kerjasama Pemanfaatan 0,07
Bangun Guna 0,18
Bangun Serah Guna 0,18

46
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

KSPI 0,11
f Sekretariat Daerah 0,244
Sewa BMD 0,40
Pinjam Pakai 0,04
Kerjasama Pemanfaatan 0,07
Bangun Guna 0,19
Bangun Serah Guna 0,19
KSPI 0,11
g BPKAD 0,24
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,42
Kerjasama Pemanfaatan 0,25
Bangun Guna 0,08
Bangun Serah Guna 0,08
KSPI 0,13
h Walikota 0,24
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,42
Kerjasama Pemanfaatan 0,25
Bangun Guna 0,08
Bangun Serah Guna 0,08
KSPI 0,13

CR Average 0,21
Menurut responden BUMD (PD. Pasar), aktor yang paling berpengaruh
adalah BUMD dengan nilai 0,50 sedangkan selanjutnya Aktor Dinas Pertanian
dengan nilai 0,11.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dengan prioritas tertinggi yaitu Pinjam Pakai dengan nilai 0,48. Bagi
pemerintah daerah lainnya adalah Pinjam pakai dengan nilai 0,41. Untuk dinas
pertanian adalah pinjam pakai dengan nilai 0,40. Sedangkan bagi investor
adalah sewa dengan nilai 0,45. Bagi BUMD PD pasar adalah sewa dengan nilai
0,44. Bagi Sekda adalah sewa dengan nilai 0,40. Bagi BPKAD adalah pinjam
pakai dengan nilai 0,42. Dan bagi Walikota adalah pinjam pakai dengan nilai
0,42.
Consistensi Average menunjukan angka 0,21.

47
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

5. BPKAD
Prioritas CR
A Aktor
6,096
1 Pemerintah Pusat 0,02
2 Pemda Lainnya 0,02
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,35
4 Investor 0,16
5 BUMD (PD Pasar) 0,02
6 Sekretariat Daerah 0,14
7 BPKAD 0,14
8 Walikota 0,15
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 0,154
Sewa BMD 0,52
Pinjam Pakai 0,12
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,05
Bangun Serah Guna 0,05
KSPI 0,05
b Pemerintah Daerah Lainnya (0,043)
Sewa BMD 0,43
Pinjam Pakai 0,06
Kerjasama Pemanfaatan 0,33
Bangun Guna 0,06
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,06
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 0,125
Sewa BMD 0,43
Pinjam Pakai 0,07
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,10
Bangun Serah Guna 0,10
KSPI 0,10
d Investor 0,001
Sewa BMD 0,38
Pinjam Pakai 0,07
Kerjasama Pemanfaatan 0,37
Bangun Guna 0,06
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,06
e BUMD 0,00
Sewa BMD 0,38
Pinjam Pakai 0,07
Kerjasama Pemanfaatan 0,37

48
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,06


Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,06
f Sekretariat Daerah 0,001
Sewa BMD 0,38
Pinjam Pakai 0,07
Kerjasama Pemanfaatan 0,37
Bangun Guna 0,06
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,06
g BPKAD 0,001
Sewa BMD 0,38
Pinjam Pakai 0,07
Kerjasama Pemanfaatan 0,37
Bangun Guna 0,06
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,06
h Walikota 0,001
Sewa BMD 0,38
Pinjam Pakai 0,07
Kerjasama Pemanfaatan 0,37
Bangun Guna 0,06
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,06

CR Average 0,001
Menurut responden BPKAD, aktor yang paling berpengaruh adalah
Dinas Pertanian dengan nilai 0,35 sedangkan selanjutnya Aktor Investor dengan
nilai 0,11.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dengan prioritas tertinggi yaitu sewa dengan nilai 0,52. Bagi pemerintah daerah
lainnya adalah sewa dengan nilai 0,43. Untuk dinas pertanian adalah sewa
dengan nilai 0,43. Sedangkan bagi investor adalah sewa dengan nilai 0,38. Bagi
BUMD PD pasar adalah sewa dengan nilai 0,38. Bagi Sekda adalah sewa
dengan nilai 0,38. Bagi BPKAD adalah sewa dengan nilai 0,38. Dan bagi
Walikota adalah sewa dengan nilai 0,38.
Consistensi Average menunjukan angka 0,001.

49
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

6. Investor
Prioritas CR
A Aktor
3,30
1 Pemerintah Pusat 0,03
2 Pemda Lainnya 0,05
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,13
4 Investor 0,14
5 BUMD (PD Pasar) 0,12
6 Sekretariat Daerah 0,15
7 BPKAD 0,12
8 Walikota 0,26
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 0,11
Sewa BMD 0,41
Pinjam Pakai 0,09
Kerjasama Pemanfaatan 0,21
Bangun Guna 0,08
Bangun Serah Guna 0,11
KSPI 0,10
b Pemerintah Daerah Lainnya 0,17
Sewa BMD 0,41
Pinjam Pakai 0,10
Kerjasama Pemanfaatan 0,10
Bangun Guna 0,10
Bangun Serah Guna 0,10
KSPI 0,10
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 0,17
Sewa BMD 0,41
Pinjam Pakai 0,10
Kerjasama Pemanfaatan 0,10
Bangun Guna 0,10
Bangun Serah Guna 0,10
KSPI 0,10
d Investor 0,17
Sewa BMD 0,41
Pinjam Pakai 0,10
Kerjasama Pemanfaatan 0,10
Bangun Guna 0,10
Bangun Serah Guna 0,10
KSPI 0,10
e BUMD 0,17
Sewa BMD 0,41
Pinjam Pakai 0,10
Kerjasama Pemanfaatan 0,10

50
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,10


Bangun Serah Guna 0,10
KSPI 0,10
f Sekretariat Daerah (0,002)
Sewa BMD 0,38
Pinjam Pakai 0,12
Kerjasama Pemanfaatan 0,12
Bangun Guna 0,12
Bangun Serah Guna 0,12
KSPI 0,12
g BPKAD (0,002)
Sewa BMD 0,17
Pinjam Pakai 0,17
Kerjasama Pemanfaatan 0,17
Bangun Guna 0,17
Bangun Serah Guna 0,17
KSPI 0,17
h Walikota (0,002)
Sewa BMD 0,17
Pinjam Pakai 0,17
Kerjasama Pemanfaatan 0,17
Bangun Guna 0,17
Bangun Serah Guna 0,17
KSPI 0,17

CR Average 0,45
Menurut responden Investor, aktor yang paling berpengaruh adalah
Walikota dengan nilai 0,26 sedangkan selanjutnya Aktor Setda dengan nilai
0,15.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dengan prioritas tertinggi yaitu sewa dengan nilai 0,41. Bagi pemerintah daerah
lainnya, dinas pertanian, investor, dan BUMD PD pasar adalah sewa dengan
nilai 0,41.
Consistensi Average menunjukan angka 0,45.

51
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

7. KKP 1
Prioritas CR
A Aktor
5,65
1 Pemerintah Pusat 0,03
2 Pemda Lainnya 0,02
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,35
4 Investor 0,12
5 BUMD (PD Pasar) 0,23
6 Sekretariat Daerah 0,07
7 BPKAD 0,14
8 Walikota 0,05
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 0,04
Sewa BMD 0,12
Pinjam Pakai 0,06
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,24
Bangun Serah Guna 0,24
KSPI 0,24
b Pemerintah Daerah Lainnya 0,11
Sewa BMD 0,12
Pinjam Pakai 0,08
Kerjasama Pemanfaatan 0,08
Bangun Guna 0,24
Bangun Serah Guna 0,24
KSPI 0,24
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 0,56
Sewa BMD 0,03
Pinjam Pakai 0,09
Kerjasama Pemanfaatan 0,09
Bangun Guna 0,26
Bangun Serah Guna 0,26
KSPI 0,26
d Investor 0,03
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,09
e BUMD 0,03
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23

52
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,09


Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,09
f Sekretariat Daerah 0,03
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,07
Kerjasama Pemanfaatan 0,40
Bangun Guna 0,16
Bangun Serah Guna 0,16
KSPI 0,16
g BPKAD 0,03
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,09
h Walikota 0,03
Sewa BMD 0,03
Pinjam Pakai 0,06
Kerjasama Pemanfaatan 0,11
Bangun Guna 0,27
Bangun Serah Guna 0,27
KSPI 0,27

CR Average 0,72
Menurut responden KKP 1, aktor yang paling berpengaruh adalah Dinas
Pertanian dengan nilai 0,35 sedangkan selanjutnya Aktor BUMD dengan nilai
0,23.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dan pemerintah daerah lainnya dengan prioritas tertinggi yaitu bangun guna,
bangun serah guna, KSPI dengan nilai 0,24. Untuk dinas pertanian adalah
bangun guna, bangun serah guna dan KSPI dengan nilai 0,26. Sedangkan bagi
investor adalah pinjam pakai dengan nilai 0,41. Bagi BUMD PD pasar adalah
pinjam pakai dengan nilai 0,41. Bagi Sekda adalah kerjasama pemanfaatan
dengan nilai 0,40. Bagi BPKAD adalah pinjam pakai dengan nilai 0,45. Dan
bagi Walikota adalah bangun guna, bangun serah guna dan KSPI dengan nilai
0,27.
Consistensi Average menunjukan angka 0,72.

53
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

8. KKP 2
Prioritas CR
A Aktor
4,25
1 Pemerintah Pusat 0,03
2 Pemda Lainnya 0,03
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,36
4 Investor 0,09
5 BUMD (PD Pasar) 0,21
6 Sekretariat Daerah 0,08
7 BPKAD 0,15
8 Walikota 0,04
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 0,08
Sewa BMD 0,13
Pinjam Pakai 0,50
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,06
Bangun Serah Guna 0,06
KSPI 0,06
b Pemerintah Daerah Lainnya 1,88
Sewa BMD 0,30
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,22
Bangun Guna 0,11
Bangun Serah Guna 0,11
KSPI 0,11
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 4,18
Sewa BMD 0,27
Pinjam Pakai 0,19
Kerjasama Pemanfaatan 0,14
Bangun Guna 0,13
Bangun Serah Guna 0,13
KSPI 0,13
d Investor 0,03
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,09
e BUMD 0,03
Sewa BMD 0,40
Pinjam Pakai 0,04
Kerjasama Pemanfaatan 0,07

54
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,16


Bangun Serah Guna 0,16
KSPI 0,16
f Sekretariat Daerah 0,05
Sewa BMD 0,08
Pinjam Pakai 0,05
Kerjasama Pemanfaatan 0,40
Bangun Guna 0,16
Bangun Serah Guna 0,16
KSPI 0,16
g BPKAD 0,20
Sewa BMD 0,04
Pinjam Pakai 0,45
Kerjasama Pemanfaatan 0,23
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,09
h Walikota 3,62
Sewa BMD 0,25
Pinjam Pakai 0,18
Kerjasama Pemanfaatan 0,15
Bangun Guna 0,14
Bangun Serah Guna 0,14
KSPI 0,14

CR
Average 1,59
Menurut responden KKP 2, aktor yang paling berpengaruh adalah Dinas
Pertanian dengan nilai 0,36 sedangkan selanjutnya Aktor BUMD dengan nilai
0,21.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dengan prioritas tertinggi yaitu pinjam pakai dengan nilai 0,50. Bagi
pemerintah daerah lainnya yaitu sewa dengan nilai 0,30, Untuk dinas pertanian
adalah sewa dengan nilai 0,27. Sedangkan bagi investor adalah pinjam pakai
dengan nilai 0,45. Bagi BUMD PD pasar adalah sewa dengan nilai 0,40. Bagi
Sekda adalah kerjasama pemanfaatan dengan nilai 0,40. Bagi BPKAD adalah
pinjam pakai dengan nilai 0,45. Dan bagi Walikota adalah sewa dengan nilai
0,25.
Consistensi Average menunjukan angka 1,59.

55
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

9. SETDA Hukum
Prioritas CR
A Aktor
5,92
1 Pemerintah Pusat 0,02
2 Pemda Lainnya 0,02
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,18
4 Investor 0,18
5 BUMD (PD Pasar) 0,04
6 Sekretariat Daerah 0,18
7 BPKAD 0,18
8 Walikota 0,18
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08
b Pemerintah Daerah Lainnya 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08
d Investor 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08
e BUMD 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20

56
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,09


Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08
f Sekretariat Daerah 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08
g BPKAD 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08
h Walikota 2,01
Sewa BMD 0,37
Pinjam Pakai 0,16
Kerjasama Pemanfaatan 0,20
Bangun Guna 0,09
Bangun Serah Guna 0,09
KSPI 0,08

CR
Average 2,45
Menurut responden Setda bagian hukum, aktor yang paling berpengaruh
adalah Dinas Pertanian, investor, BPKAD, Setda, dan Walikota dengan nilai
0,18.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah untuk seluruh actor
adalah sewa dengan nilai 0,37, diikuti dengan kerjasama pemanfaatan 0,20.
Consistensi Average menunjukan angka 2,45.

57
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

10. SETDA Kerjasama


Prioritas CR
A Aktor
2,70
1 Pemerintah Pusat 0,04
2 Pemda Lainnya 0,06
3 Dinas Teknis (Pertanian) 0,21
4 Investor 0,04
5 BUMD (PD Pasar) 0,04
6 Sekretariat Daerah 0,12
7 BPKAD 0,15
8 Walikota 0,34
B Alternatif Pemanfaatan BMD
a Pemerintah Pusat 0,02
Sewa BMD 0,32
Pinjam Pakai 0,27
Kerjasama Pemanfaatan 0,29
Bangun Guna 0,04
Bangun Serah Guna 0,04
KSPI 0,04
b Pemerintah Daerah Lainnya 0,12
Sewa BMD 0,31
Pinjam Pakai 0,31
Kerjasama Pemanfaatan 0,25
Bangun Guna 0,07
Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,03
c Dinas Teknis (Dinas Pertanian) 0,13
Sewa BMD 0,30
Pinjam Pakai 0,30
Kerjasama Pemanfaatan 0,30
Bangun Guna 0,03
Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,03
d Investor 0,13
Sewa BMD 0,30
Pinjam Pakai 0,30
Kerjasama Pemanfaatan 0,30
Bangun Guna 0,03
Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,03
e BUMD 0,13
Sewa BMD 0,30
Pinjam Pakai 0,30
Kerjasama Pemanfaatan 0,30

58
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Bangun Guna 0,03


Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,03
f Sekretariat Daerah 0,13
Sewa BMD 0,30
Pinjam Pakai 0,30
Kerjasama Pemanfaatan 0,30
Bangun Guna 0,03
Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,03
g BPKAD 0,13
Sewa BMD 0,30
Pinjam Pakai 0,30
Kerjasama Pemanfaatan 0,30
Bangun Guna 0,03
Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,03
h Walikota 0,13
Sewa BMD 0,30
Pinjam Pakai 0,30
Kerjasama Pemanfaatan 0,30
Bangun Guna 0,03
Bangun Serah Guna 0,03
KSPI 0,03

CR
Average 0,40
Menurut responden Setda Bagian Kerjasama, aktor yang paling
berpengaruh adalah walikota dengan nilai 0,34 sedangkan selanjutnya Aktor
Dinas Pertanian dengan nilai 0,21.
Untuk alternatif pemanfaatan Barang milik derah bagi Pemerintah pusat
dengan prioritas tertinggi yaitu sewa dengan nilai 0,32. Bagi pemerintah daerah
lainnya adalah sewa dan Pinjam pakai dengan nilai 0,31. Untuk dinas pertanian
adalah sewa, pinjam pakai dan kerjasama pemanfaatan dengan nilai 0,30.
Sedangkan bagi investor, BUMD PD pasar, Sekda, BPKAD dan Walikota
adalah sewa, pinjam pakai dan kerjasama pemanfaatan dengan nilai 0,30.
Consistensi Average menunjukan angka 0,40.

Lampiran 3. Peralatan di Depo Pemasaran Hasil Perikanan

Unit* Uraian Merk/ Type/ Spesifikasi Jumlah ** Keterangan

59
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

I. Peralatan & perlengkapan kantor


1 Komputer Lenovo All in One B3 0 1 unit Berada di
Series kantor Distan
2 Printer barcode Zebra GK 420k 2 Unit Sesuai
1 Telepon Panasonic KX-TT2373 1 Unit Sesuai
MXW
1 Faximile Panasonic KX-FT987CX 1 Unit Sesuai
3 Radio HF/FM Berlin-FM-V6R 0 Tidak Sesuai
(Handy Talkie)
1 Mesin cash register Sharp XE-A147W 9 digit, 0 Tidak Sesuai
7 Segmen
3 Alat Pemadam Quick Fire QFP-45 3 Unit Sesuai
Kebakaran
3 Screening incect Heles HL-6220E 42 Watt 3 Unit Sesuai
220V
Pembersih Kaca** 10 unit Baru teriventarisir
Sapu** 8 Unit Baru teriventarisir
Pel** 9 unit Baru teriventarisir
Serokan sampah*** 10 unit Baru teriventarisir
II. Peralatan Sistem Rantai Dingin Sederhana
2 Freezer cabinet GEA ASIA-45 1 door 2 Unit Sesuai
PxLxT:
1850x850x780 mm,
volume 550 liter
2 Showcase Freezer GEA ASIA-45 1 door 2 Unit Sesuai
PxLxT:
670x666x1957 mm model
1 pintu
2 Showcase Chiller GEA EXPO-405P PxLxT: 2 Unit Sesuai
660x700x2050 mm
8 Coolbox kap. 24 lt Kapasitas 24 liter 4 Unit Tidak Sesuai
6 Coolbox kap. 55 lt Kapasitas 55 liter 6 Unit Sesuai
9 Keranjang Plastik PxLxT: 60x40x30 cm 9 Unit Sesuai
3 Ice Crusher/Ice Cube GEA CR-75 PxLxT: 3 unit Sesuai
660x690x820 mm
4 Showcase Cabinet Lavender RCA-200 PxLxT 4 unit Sesuai
2000x1140x1230 mm
Kaki meja 2 unit Baru teriventarisir
stainless**
Kranjang plastic** Uk. 60x40x50 38 unit Baru teriventarisir
Cooler bawah** 1 unit Baru teriventarisir
III. Peralatan Depo Pemasaran
6 Instalansi Aquarium 0 Tidak Sesuai
2 Kereta Dorong PONG Roda 4 kapasitas 5 Unit Tidak sesuai
angkut 150 kg
2 Meja Stainless Uk. 150x40x(78-80) cm, 2 Unit Sesuai
tebal plat 1,00 mm
2 Etalase Stainless Uk. 150x100x40 cm 2 Unit Sesuai
4 Rak Gondola single Uk. 90x40x150 cm 4 Unit Sesuai
4 Rak Gondola Double Uk. 90x80x150 cm 4 Unit Sesuai
4 Rak Gondola Snack Master uk. 60x37x150 cm 4 Unit Sesuai

60
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

4 Susun
4 Rak Serbaguna Uk. Bag atas 120x60x15 4 Unit Sesuai
cm, bag bawah 100x50x44
cm
2 Wrapping Mesin Zeppelin HW-450 2 Unit Sesuai
3 Aquarium Tebal 10 Uk.150x80x80 cm 3 Unit Sesuai
mm
3 Rak Aquarium Uk. 90x80x150 cm 3 unit Sesuai
Stainless
2 Pompa Resun type penguin 0 Tidak sesuai
1 Jetpump Shimizu 0 Tidak Sesuai
12 Aquarium tebal 12 Uk. 160x70x70 cm, tebal 12 unit Sesuai
mm kaca 12 mm
6 Aquarium filter Uk. 100x50x50 cm tebal 6 unit Sesuai
kaca 6 mm
6 Rak aquarium besar Uk. 160x70x100 cm, 6 unit Sesuai
bahan stainless holo 4x6
cm
6 Rak aquarium kecil Uk. 160x70x25 cm, bahan 6 unit Sesuai
stainless holo 4x6 cm
12 Mesin kolam LP 4500 daya 110 watt 12 unit Sesuai
3 Filter net Uk. 200x100x4 cm 3 Sesuai
6000 Bloball Bahan plastic uk. 3,5 cm 6000 Sesuai
6 Karang jahe Batu karang laut 4 Tidak sesuai
4 Timbangan digital Sonic ACS-P 30 kg 3 unit Jumlah 4 unit, 1
unit Dikantor
Distan
5 Tabung oksigen Kapasitas 6 m3 4 unit Tidak sesuai
2 Meja kasir Uk 1 biro 1 / 2 biro 2 unit Sesuai
2 Kursi kasir Indachi D-360 PUH 2 unit Sesuai
Hidrolik beroda
1 Neon box Uk. 2 m2 1 unit Sesuai
8 Pisau stainless Guidini panjang 20 cm 8 unit Sesuai
8 Tray Mirani uk. 67x27x22 cm 8 unit Sesuai
8 Gerobak angkut Terra roda 1 8 unit Sesuai
1 CCTV 1 set 1 set Sesuai
10 Tempat sampah - 10 unit Sesuai
2 Mesin poles lantai - 2 unit Sesuai
1 Papan nama depo Rangka besi dan lampu 1 unit Sesuai
LED
2 Seafood Counter GEA Mangrove 180 uk. 2 unit Sesuai
180x116x111 cm, volume
115 liter
3 Freezer GEA SD-256 uk. 3 unit Sesuai
107x60x80 cm, volume
256 liter
10 Coolbox Ocean bahan HDPE kap. 10 unit Sesuai
100 liter
2 Kereta dorong PONG besi aluminium 0 Tidak sesuai
(Trolly) kap. Angkut 100 kg dpt
dilipat

61
Laporan Penyusunan Review Kajian Depo Pemasaran Hasil Perikanan
Dinas Pertanian Kota Bogor

Mesin Pembersih 1 unit Baru teriventarisir


sisik**
Freezer** Uk. 1370x710x845 mm 1 unit Baru teriventarisir
Deep friyers** 1 unit Baru teriventarisir
Oven** 1 unit Baru teriventarisir
IV. Peralatan Pendingin Ruangan
3 Air conditioner split LG SN/SU 09 LFG 1 PK 3 unit Sesuai
1 PK 880 watt
2 Air conditioner split LG SN/SU 18 LFG Daya 2 unit Sesuai
2 PK 1780 watt
4 Air conditioner split LG LP-C508TAO uk. 4 set Sesuai
5 PK Indoor 1800x600x320 mm
outdoor 655x870x620 mm
V. Peralatan Berat Penunjang
1 Genset ISUZU 4JB1-T1 0 Tidak Sesuai
alternator: STAMFORD
BCL 184G
1 Cold storage dan - 0 Tidak dilakukan
instalansi survey lgsg ke
tempat
penyimpanan
1 Cold storage dan - 0 Tidak dilakukan
instalansi survey lgsg ke
tempat
penyimpanan
Sumber: Laporan Data Olahan
*sumber dari Lap.Penilaian Aset KJPP BEST No. 5001/BEST-JOS/LPA/XII/15
**kesesuaian hasil survey dilapangan

62

Anda mungkin juga menyukai