Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor 41, 1999). Pasal 6 angka 1 dan 2
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menerangkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi
yaitu : fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Pemerintah menetapkan hutan
berdasarkan fungsi pokok yaitu : hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

Penataan Areal Kerja (PAK) adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatur blok kerja
tahunan dan petak kerja guna perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan
kegiatan. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
(PHPL) memiliki salah satu fungsi yaitu perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) serta pelaksanaan bimbingan
teknis dan supervis atas penyelenggaraan pembinaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP). Sebagaimana dimaklumi bahwa pembangunan KPH mencakup tiga aspek yaitu
aspek wilayah, aspek lembaga dan aspek rencana, dari aspek rencana sesuai dengan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor : P. 6/Menhut-II/2010 yang menyangkut tentang tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan. Peraturan ini menjadi landasan pokok dalam
penyelenggaraan KPH yang penting dan strategis.

Dalam pelaksanaan pengelolaan KPHP yang sudah terbentuk dan sudah tersusun rencana
pengelolaan jangka panjang dan rencana pengelolaan jangka pendek maka perlu disusun
petunjuk-petunjuk teknis serta laporan hasil kegiatan dari setiap kegiatan dalam rencana
pengelolaan agar kegiatan yang dimaksud dapat berjalan dengan tertib. Salah satu
pelaksanaan kegiatan tersebut adalah Penataan Areal Kerja (PAK) terhadap blok dan petak
yang sudah ditentukan tiap tahunnya untuk dilaksanakan kegiatan.

Kegiatan PAK bertujuan untuk mengatur blok kerja tahunan dan petak kerja sehingga
kegiatan perencanaan, produksi, pemantauan dan pengawasan kegiatan pemanfaatan hutan
dapat berjalan dengan tertib dan efisien. Dalam pelaksanaannya, areal kerja dibagi kedalam
blok-blok tebangan dan petak-petak kerja, kawasan lindung, dan areal yang tidak efektif
untuk produksi.

1.2 Tujuan Praktikum


a. Mahasiswa mampu melakukan kegiatan navigasi dari titik ikat menuju ke titik
awal blok/petak kerja yang telah direncanakan.
b. Mahasiswa mampu membuat rintis batas petak kerja sesusai dengan arah azimuth
dan jarak datar yang telah ditentukan sehingga membentuk poligon tertutup.
c. Mahasiswa mampu menggunakan perangkatbpenerima petak kerja dalam peta.
d. Mahasiswa mampu menggunakan perangkat penerima Global Navigation Satellite
System (GNSS) yang terpasang pada smartphone sebagai acuan dalam membuat
petak dalam laporan.
e. Mahasiswa mampu mengenali kesalahan-kesalahan di lapangan yang bisa terjadi
dari pproses pengukuran manual dengan menggunakan GNSS sebagai acuan yang
dianggap benar.
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Hutan Hujan Tropika


Hutan Hujan Tropika Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang
dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan
keadaan di luar hutan (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Sedangkan menurut
Departemen Kehutanan (1992), hutan ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-
pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta
alam lingkungannya atau ekosistem. Hutan hujan tropika merupakan suatu
komunitas tumbuhan yang bersifat selalu hijau, selalu basah dengan tinggi tajuk
sekurang-kurangnya 30 m serta mengadung spesies-spesies efifit berkayu dan
herba yang bersifat efifit (Schimper, 1903 dalam Mabberley, 1992). Richards
(1966) juga menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari hutan hujan tropika
adalah adanya tumbuhan berkayu, tumbuhan pemanjat dan efifit berkayu dalam
berbagai ukuran.
Hutan hujan tropika ialah suatu komunitas yang kompleks dengan kerangka
yang utama adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Adanya kanopi hutan
menyebabkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan diluar, cahaya yang
kurang, kelembaban yang tinggi, dan suhu yang rendah (Whitmore, 1986).
2.2 Hutan Produksi
Izin Pemanfaatan di Hutan Produksi dapat diberikan berupa :(1) Izin usaha
pemanfaatan kawasan yang dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi; (2)
Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dapat diberikan kepada perorangan,
koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah; (3) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, badanusaha milik swasta Indonesia,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; (4) Izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu dapat diberikan kepada perorangan, koperasi,
badanusaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah; (5) Izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dapat
diberikan kepada perorangan dan koperasi.
2.3 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)

Untuk mengelola kawasan hutan alami fungsi produksi dengan berbagai


karakteristiknya maka sistem silvikultur tebang pilih dianggap paling efisien, karena
hanya menebang pohon besar yang kayunya dapat langsung dimanfaatkan saja tanpa
mengubah ekosistem hutan terlalu keras. Sistem silvikultur tebang pilih merupakan
sistem silvikultur yang paling luas di Indonesia. Sistem silvikultur ini dikeluarkan
oleh Departemen Kehutanan dengan nama Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia
(Sutisna, 2001).

Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana dari pengelolaan hutan


yang meliputi penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan guna
menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Sedangkan TPTI adalah
sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dengan batas diameter dan
permudaan hutan (Departemen Kehutanan, 1992).

Sistem silvikultur TPTI merupakan sistem yang paling sedikit mengubah


ekosistem hutan di hutan produksi yang merupakan hutan alami campuran tidak
seumur, dibandingkan dengan sistem silvikultur lainnya.

Sistem TPTI diharapkan menjadi modifikasi dari peristiwa alami di dalam


hutan, yaitu menyingkirkan pohon-pohon tua agar ruang yang dipakainya
dimanfaatkan oleh pohon-pohon muda yang masih produktif (Sutisna, 2001).

2.4 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Intensif Indonesia (TPTII)

Dalam mendorong tercapainya kondisi hutan yang mampu berfungsi secara


optimal, produktif, serta dikelola dengan efektif dan efisien Departemen Kehutanan
akan mengembangkan pembangunan Sistem Silvikultur Intensif atau Tebang Pilih
Tanam Intensif Indonesia dalam pemanfaatan sumberdaya hutan. Silvikultur adalah
cara-cara penyelenggaraan dan pemeliharaan hutan, serta penerapan praktik-praktik
pengaturan komposisi dan pertumbuhan hutan. Dengan demikian sistem silvikultur
merupakan cara utama untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan komposisi yang
dikehendaki, yang disesuaikan dengan lingkungan setempat. Sistem silvikultur
intensif ini merupakan penyempurnaan dari sistem-sistem sebelumnya, yaitu Sistem
Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Sistem Silvikultur Tebang Pilih
Tanam Jalur (TPTJ).

Sistem TPTII adalah regime silvikultur hutan alam yang mengharuskan


adanya tanaman pengkayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, tanpa
memperhatikan cukup atau tidaknya anakan yang tersedia dalam tegakan tinggal.
Keunggulan dari Tebang Pilih dan Tanam Indonesia Intensif (TPTII) adalah
(Departemen Kehutanan, 2004) :

a.Kontrol pengelolaan baik oleh perusahaan sendiri, maupun pihak luar lebih efisien,
mudah dan murah

b.Pada awal pembangunannya telah menggunakan bibit dengan jenis yang terpilih dan
pada rotasi berikutnya telah menggunakan bibit dari hasil pemuliaan, sehingga
produktivitasnya bisa meningkat 5 kali, kualitas produk lebih baik.

c.Target produksi lebih bisa fleksibel bergantung pada investasi tanaman (kayu,
produk metabolisme sekunder).

d.Keanekaragaman hayati, kondisi lingkungan lebih baik.

e.Kemampuan perusahaan meningkat.

2.5 Pemanenan Hutan

Pemanenan kayu merupakan salah satu kegiatan pengelolaan hutan, pada


dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk
mengubah pohon dari hutan dan memindahkannya ke tempat penggunaan/pengelolaan
dengan melalui tahapan perencanaan pembukaan wilayah hutan (PWH), penebangan,
penyaradan, pengangkutan dan pengujian sehingga bermanfaat bagi kehidupan
ekonomi dan kebudayaan masyarakat berdasarkan prinsip kelestarian (Conway,
1976).

Pemanenan merupakan suatu kegiatan memanen kayu secara ekonomis untuk


memasok industri dengan menjaga kelestarian hasil, kualitas lingkungan, dan
keselamatan pekerja dan peralatan (Suparto, 1994). Sedangkan menurut Elias (1997),
pemanenan adalah satu bagian yang dominan dalam manajemen hutan secara
keseluruhan oleh karena itu feed back nya terhadap kesuksesan maupun kegagalan
pengelolaan hutan yang lestari dalam jangka panjang sangatlah penting
BAB III

METEDOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


DAFTAR PUSTKA

DAN PEMANFAATAN HUTAN DESA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Suwarti, M Saleh Soeaidy, Suryadi

PEMANENAN

https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/55471/7/BAB%20II.%20T
INJAUAN%20PUSTAKA.pdf

Anda mungkin juga menyukai