Anda di halaman 1dari 13

BIROKRASI INDONESIA

Posted on November 30, 2010by yuanarief

TINJAUAN MATA KULIAH

Mata kuliah ini menguraikan secara mendalam semua aspek yang berhubungan dengan birokrasi baik

yang menyangkut teori maupun prakteknya, termasuk masalah-masalah birokrasi yang dihadapi

masyarakat Indonesia.

Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang

seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan mengambil

kesimpulan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat

pemerintah (birokratisme) yang merugikan masyarakat.

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah ada dalam

bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian kecenderungan

mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun

terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi

yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini

negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup

besar dengan berjuta-juta penduduk.

Kajian birokrasi sangat penting bagi mereka yang terlibat dalam bidang pemerintahan, karena secara

umum dipahami bahwa salah satu institusi atau lembaga, yang paling penting sebagai personifikasi

negara adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat

birokrasinya (birokrat).

BMP Birokrasi Indonesia ini terdiri atas 9 modul di mana pada Modul 1 dan 2 diuraikan tentang

pengertian, teori, serta konsep birokrasi. Pada Modul 3 dan 4 dibahas mengenai birokrasi pada masa

kerajaan dan pemerintahan Hindia Belanda. Kajian birokrasi dikaitkan dengan kelompok strategis,

diuraikan pada Modul 5. Pada Modul 6 dijelaskan bagaimana peranan birokrasi dalam perubahan

sosial. Sedangkan pada Modul 7 diuraikan birokrasi sebagai sarana pembangunan. Birokrasi dan

pembangunan ekonomi diuraikan secara jelas pada Modul 8, dan modul terakhir yaitu Modul 9

diungkapkan segala permasalahan yang menyangkut birokrasi yang terjadi di Indonesia.

Untuk menggambarkan materi BMP serta alur pembahasan birokrasi, maka di bawah ini dibuat suatu

diagram yang merangkum seluruh materi Modul 1 sampai dengan 9.

Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memperoleh pengetahuan dan
pemahaman tentang pengertian, konsep, teori dan aplikasi, serta permasalahan yang berkaitan

dengan birokrasi di Indonesia.


MODUL 1: PENGERTIAN DAN TEORI-TEORI KLASIK
BIROKRASI
Kegiatan Belajar 1:

Pengertian Birokrasi
Di dalam Modul 1 dijelaskan asal mula pengertian birokrasi serta pengertian birokrasi menurut

Weber. Pada massanya de Gournay, birokrasi terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani

masyarakat, karena pada waktu itu para birokrat seperti pejabat, sekretaris, inspektur, dan juru

tulis lebih dipentingkan untuk melayani raja/penguasa, bukan untuk melayani kepentingan umum.

Weber menekankan perlunya legitimasi sebagai dasar sistem otoritas, serta bagaimana ciri-ciri staf

administrasi yang sesuai dengan konsep birokrasi menurut Weber.

Kegiatan Belajar 2:

Birokrasi Menurut Weber

Menurut Weber demokrasi tidak sama dengan birokrasi di mana dalam birokrasi memerlukan

persyaratan dalam pengangkatan seseorang/pejabat, sedangkan demokrasi mensyaratkan pemilihan

seseorang/pejabat oleh banyak orang, tidak diangkat.

Batas-batas lingkup sistem-sistem otoritas umumnya dan demokrasi khususnya dikelompokkan

menjadi 5, yaitu kolegialitas, pemisahan kekuasaan, administrasi amatir, demokrasi langsung, dan

representasi (perwakilan).

DAFTAR PUSTAKA

Albrow, Martin. (1989). Birokrasi. alih bahasa M Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: Tiara

Wacana.

Castles, L., Nurhadiantomo, & Suyatno. (1986). Birokrasi: Kepemimpinan dan Perubahan Sosial di

Indonesia. Surakarta: Hapsara

MODUL 2: KONSEP-KONSEP MODERN TENTANG BIROKRASI

Kegiatan Belajar 1:
Konsep Modern tentang Birokrasi:

Birokrasi sebagai Organisasi Rasional, sebagai Inefisiensi, dan

Kekuasaan yang Dijalankan Pejabat

Ada 7 kelompok konsep birokrasi modern, di mana pada Modul 2, Kegiatan Belajar 1 ini, dijelaskan

mengenai birokrasi sebagai organisasi nasional, birokrasi sebagai inefisiensi organisasi dan birokrasi

sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat.

Keempat kelompok yang lain dijelaskan pada Kegiatan Belajar 2.

Kegiatan Belajar 2:

Konsep Modern tentang Birokrasi: Birokrasi sebagai


Administrasi Negara, Birokrasi sebagai Administrasi yang
Dijalankan oleh Pejabat, Birokrasi sebagai Sebuah Organisasi,
dan Birokrasi sebagai Masyarakat Modern
Konsep birokrasi menurut Weber selanjutnya yang dibahas pada Kegiatan Belajar 2 ini adalah

birokrasi sebagai Administrasi Negara, birokrasi dengan administrasi yang dijalankan oleh pejabat,

birokrasi sebagai sebuah organisasi, dan birokrasi sebagai masyarakat modern.

DAFTAR PUSTAKA

Albrow, Martin. (1989). Birokrasi. Alih Bahasa M Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: Tiara

Wacana.

Tjakranegara, Soegianto, SH. (1992). Hukum Tata Usaha dan Birokrasi Negara. Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta.

MODUL 3: BIROKRASI DI INDONESIA MASA KERAJAAN

TRADISIONAL

Kegiatan Belajar 1:

Birokrasi Masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit

Pada masa Kerajaan Sriwijaya, sudah dikenal konsep birokrasi serta pembagian tugas. Namun

demikian raja masih dianggap yang paling berkuasa dan menentukan segala kekuasaan secara mutlak
masih berada di tangan raja.

Struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit terdiri dari pemerintah pusat dan daerah. Masing-

masing kerajaan daerah diberi otonomi penuh dan memiliki perangkat pemerintahan yang lengkap,

namun terdapat kewajiban-kewajiban tertentu kepada pemerintah.

Kegiatan Belajar 2:

Birokrasi pada Masa Kerajaan Kutai dan Mataram

Kerajaan Kutai Kertanegara ing Martapura merupakan gabungan antara kerajaan Kertanegara dan

Kutai Martapura Keman (Mulawarman). Punggawa diserahi tugas untuk menyelenggarakan

pemerintahan daerah, di mana pengawasannya ditugaskan kepada Menteri. Sifat pemerintahan tetap

sentralistis dan terpusat di tangan raja.

Sedangkan pada masa Kerajaan Mataram, raja dibantu oleh seorang Patih dan para penasihat.

Birokrasi pemerintahan diserahkan kepada Wedana, untuk mengawasi masalah keraton, baik yang

menyangkut keuangan, keprajuritan, dan pengadilan. Untuk mempertahankan kekuasaannya, raja

Mataram menggunakan cara kekuasaan, memaksa orang-orang kuat untuk tinggal di keraton, dan cara

perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA

Moertono, Sumarsaid. (1985). Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lalu. Jakarta: Yayasan

Obor.

Suwarno, O.J. (1989). Sejarah Birokrasi Pemerintahan Indonesia Dahulu dan Sekarang. Yogyakarta:

Universitas Atmajaya.

MODUL 4: BIROKRASI MASA PEMERINTAHAN HINDIA


BELANDA
Kegiatan Belajar 1:

Hubungan Pangreh Praja dengan Binnenlandsch Bestuur


(BB)
Tidak semua orang dapat menduduki jabatan sebagai pangreh praja sehingga seseorang perlu magang

(pengabdian yang belum digaji) kepada seorang priyayi atasan/pejabat. Dari magang tersebut terjadi
hubungan patron-klien, di mana para pemagang akan sabar menunggu sampai diangkat sebagai

pangreh praja di mana kalau perlu mereka akan menjilat, cari muka, dan sebagainya. Jika oleh priyayi

atau atasan dinilai para pemagang itu tidak pantas jadi priyayi, ya tidak akan diangkat.

Dalam hubungan bawahan-atasan/priyayi maka tampak ada penghormatan yang berlebihan, misalnya

jika priyayi rendahan berkunjung ke pejabat yang lebih tinggi maka harus pakai pakaian adat,

sendalnya dilepas, dan sebagainya. Atribut kepangkatan sangat ditonjolkan, misalnya berkunjung ke

suatu tempat disertai pengiring lengkap dengan payungnya.

Lambat laun banyak priyayi muda yang mendapatkan pendidikan lebih baik walaupun dengan didikan

ala Eropa, misalnya tinggal bersama keluarga Eropa murni, sekolah di sekolah Belanda. Walaupun ada

ketakutan dari pihak Belanda tentang pejabat pribumi yang terlalu maju sehingga akan berani dengan

pejabat Belanda.

Kegiatan Belajar 2:

Perubahan-perubahan yang Dilakukan oleh Pemerintah


Hindia Belanda terhadap Birokrasi Tradisional
Mulai akhir abad ke-19, sudah muncul adanya kesadaran mengenai pola hubungan antara rakyat biasa

dan priyayi atau antara pangreh praja dengan Binnenlandsch Besturr (BB) yang lebih baik, dengan

lebih memfungsikan pejabat sebagai pemimpin rakyat.

Pemuda pribumi pada akhir abad ke-19 tersebut sudah mulai mendapat pendidikan ala Eropa yang

memadai, seperti Diperbolehkannya kaum pribumi sekolah di ELS, HBS, dan sebagainya. Tujuan

kolonial Belanda dengan memberikan kesempatan kepada kaum pribumi untuk mendapatkan

pendidikan ala Eropa adalah agar mulai lebih dapat membantu kepentingan Belanda dalam penjajahan

di Indonesia di mana pada akhirnya malah memusingkan Hindia Belanda sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Sutherland, Heather. (1983). Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi. Jakarta: Sinar Harapan.

Moertono, Sumarsaid. (1985). Negara Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lalu. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

MODUL 5: BIROKRASI DAN KELOMPOK STRATEGIS

Kegiatan Belajar 1:
Pengertian Kelompok Strategis

Ciri-ciri kelompok strategis dikenali pada kecenderungannya, yaitu menguatkan dan mengembangkan

hasil pengambilalihan di satu pihak, serta memusatkan sasaran pengambilalihan kepada sarana

produksi, sarana kekuasaan dan nilai-nilai, atau dengan kata lain kepentingan ekonomi kekuasaan, di

pihak yang lain. Kelompok strategis ini terbentuk dalam suatu tindakan individu-individu yang diikat

oleh kepentingan-kepentingan bersama, yaitu melaksanakan pengambilalihan hasil-hasil tersebut di

atas, dalam suatu sistem politik tertentu. Ada dua acuan pokok kegiatan kelompok strategis yaitu,

hibridisasi dan koalisi. Selanjutnya tanggung jawab analisis kelompok strategis meliputi, baik

struktur intern suatu kelompok masyarakat, maupun proses terjadi, tumbuh dan hancurnya suatu

kelompok strategis. Kemudian pemeriksaan kegiatan kelompok strategis ini dapat dilakukan dengan

mengumpulkan data pertumbuhan, memisahkan mana yang merupakan kebetulan dan mana yang

merupakan petunjuk keberhasilan atau kegagalan tindakan kelompok, serta perbandingan tipe-tipe

kelompok strategis.

Kegiatan Belajar 2:

Tindakan Strategis dan Dinamika Masyarakat

Masyarakat yang kuat terus-menerus memperbaiki diri. Masyarakat demikian cenderung memelihara

kepekaan dalam mengenali dirinya, pertama sebagai pencapaian, setelah itu sebagai sisa-sisa masa

lalu yang harus diperbaiki dan akhirnya, sebagai hasil evaluasi terhadap pencapaian masa lalu beserta

hasil penolakan terhadapnya, dalam kesadaran yang lebih tinggi tingkatnya. Beberapa faktor

menguatkan kelompok masyarakat termasuk norma-norma dan adat istiadat, beberapa lagi

membongkarnya termasuk harapan untuk melakukan perbaikan. Ada proses perubahan yang terjadi

secara kebetulan, tetapi suatu rencana perubahan dapat dibuat dengan sengaja oleh para pejuang

atau penyelenggara perubahan. Di pihak yang lain adat istiadat dan norma-norma dapat masuk dalam

jajaran penghambat perubahan, sedangkan cita-cita, harapan dan rencana ke depan menjadi

perangsang untuk mempercepatnya. Ancaman serta pengaruh dari luar dapat pula menghambat atau

memperlancar suatu perubahan. Kemudian suatu tindakan selalu didahului oleh putusan strategis yang
telah masak dipertimbangkan sebelumnya. Tindakan strategis agaknya menjadi jalan keluar

evolusioner dalam kemapanan suatu masyarakat

Kegiatan Belajar 3

Birokrasi sebagai Lalu Lintas Tindakan Kelompok Strategis


Sejalan dengan perkembangan kapitalisme, muncul birokrasi dalam lingkungan administrasi

pemerintahan. Birokrasi adalah tipe kekuasaan legal yang paling murni. Dalam birokrasi

ketergantungan pribadi lenyap, digantikan oleh peraturan-peraturan berdasarkan undang-undang.

Norma-norma merupakan sumber kekuasaan birokrasi. Di pihak lain kekuasaan politik dalam birokrasi

tidak langsung merupakan kekuasaan ekonomi, sekalipun dapat saling pengaruh mempengaruhi.

Keterpisahan fungsi-fungsi umum negara dari kekuasaan-kekuasaan pribadi penguasa feodal

merupakan kenyataan yang sangat penting dalam kerangka kerja kelompok-kelompok strategis.

Dengan ini kegiatan kelompok strategis tidak perlu berurusan dengan kepentingan-kepentingan

pribadi lagi, melainkan dengan birokrasi yang lebih netral, dapat diperhitungkan dan diandalkan

tindakannya. Dalam administrasi pemerintahan kolonial birokrasi dicemari dengan diletakkannya

kegiatan pemerintahan di bawah kepentingan ekonomi kapitalis.

DAFTAR PUSTAKA

Benveniste, Guy. (1992). Birokrasi. Jakarta: Penerbit Rajawali Press.

Schoorl, J.W. (1980). Modernisasi. Jakarta: Gramedia.

MODUL 6: BIROKRASI DAN PERUBAHAN SOSIAL

Kegiatan Belajar 1:

Perubahan Sosial

Keadaan suatu masyarakat tidak pernah tetap akan tetapi akan selalu ada perubahan baik lambat

maupun cepat dan sebaliknya, gejala yang tetap dari suatu masyarakat adalah perubahan.

Perubahan sosial dalam suatu masyarakat modern dapat terjadi secara spontan, namun dalam

penerapan suatu kebijakan sosial yang baru peranan birokrasi sangat dominan. Faktor penyebab

perubahan sosial dapat berasal dari dalam masyarakat itu sendiri (intern) serta dari luar (ekstern).
Kegiatan Belajar 2:

Birokrasi dan Perubahan Sosial

Pada periode kemerdekaan, terjadi perubahan yang mendasar di mana pola perilaku birokrasi

pemerintah dikritik karena dianggap tidak demokrasi atau feodalistik. Keinginan untuk menduduki

jabatan dalam birokrasi pemerintah sebagai sesuatu yang sangat dihormati sudah mulai berkurang.

Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan nasionalisasi perusahaan asing mengalami salah urus dan

disalahgunakan untuk kepentingan pribadi para birokrat. Birokrasi menekan lembaga atau organisasi

non-pemerintah yang berusaha mengkritiknya.

Peran yang kuat dari birokrasi dalam pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan seperti misalnya di bidang teknologi baru, perubahan kelembagaan atau sikap

pemerintah menyangkut prioritas pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Pada periode kemerdekaan, terjadi perubahan yang mendasar di mana pola perilaku birokrasi

pemerintah dikritik karena dianggap tidak demokrasi atau feodalistik. Keinginan untuk menduduki

jabatan dalam birokrasi pemerintah sebagai sesuatu yang sangat dihormati sudah mulai berkurang.

Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan nasionalisasi perusahaan asing mengalami salah urus dan

disalahgunakan untuk kepentingan pribadi para birokrat. Birokrasi menekan lembaga atau organisasi

non-pemerintah yang berusaha mengkritiknya.

Peran yang kuat dari birokrasi dalam pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan seperti misalnya di bidang teknologi baru, perubahan kelembagaan atau sikap

pemerintah menyangkut prioritas pembangunan.

MODUL 7: BIROKRASI SEBAGAI SARANA

PEMBANGUNAN

Kegiatan Belajar 1:

Peranan Birokrasi dalam Pembangunan

Peran birokrasi dalam pembangunan merupakan bentuk kajian yang penting. Ada beberapa segi yang

penting dalam praktek birokrasi yang berfungsi untuk menunjang pembangunan, yaitu adanya
birokrasi sebagai alat integrasi nasional, birokrasi sebagai pelopor pembangunan dan birokrasi

sebagai agen sosialisasi politik. Sebagai alat integrasi nasional, praktek birokrasi mempunyai peran

yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang. Selain itu terdapat beberapa faktor

penentu yang dapat mempengaruhi integrasi nasional. Ketiga peran di atas hanyalah sebagian kecil

dari peran birokrasi yang beraneka ragam.

Pelaksanaan birokrasi berhubungan erat dengan perangkat pelaksananya, yaitu para administrator.

Mereka memiliki kewenangan untuk menentukan garis-garis kebijakan birokrasi yang didasarkan atas

pertimbangan rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Hal ini bukan berarti mereka bebas

menentukan kebijakan dengan sebesar-besarnya, tetapi mereka hendaknya berpegang pada segi

etika yang merupakan pedoman bagi administrator untuk menjalankan roda pembangunan seoptimal

mungkin berlandaskan pada nilai-nilai moral yang terkandung dalam etika pembangunan.

Kegiatan Belajar 2:

Birokrasi dan Perkembangan Demokrasi

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang dicita-citakan oleh banyak negara di dunia. Ia

menjanjikan keadaan dunia yang lebih baik dan adanya tanggung jawab masyarakat dalam

pemerintahan. Birokrasi memiliki berbagai macam dasar moral di dalamnya, yaitu keyakinan akan nilai

dan martabat manusia, kebebasan manusia, adanya aturan hukum yang pasti, asas persetujuan

(musyawarah), dan prinsip perbaikan (betterment).

Birokrasi adalah media yang dapat berperan dalam pengembangan demokrasi, ia mampu

menjembatani kebijakan administratif dari penguasa dengan aspirasi rakyat. Dalam praktek birokrasi

dapat menimbulkan keadaan yang demokratis maupun anti demokrasi, tergantung kepada sifat

keterbukaan atau ketertutupan birokrasi itu sendiri. Semakin terbuka birokrasi maka kadar

demokrasi semakin meningkat, demikian sebaliknya.

Sumber dari adanya birokrasi salah satunya adalah adanya prinsip demokrasi. Oleh karena itu,

sebenarnya tidak terdapat kontradiksi yang mutlak antara birokrasi dengan demokrasi. Birokrasi

dianggap mempunyai peran yang penting dalam dunia modern. Ia dapat berperan sebagai alat untuk

memperluas praktek demokrasi.

Kegiatan Belajar 3:
Pembinaan Karier dan Etika Birokrasi

Pemerintahan

Pembinaan karier dalam birokrasi pemerintahan ditujukan guna menjamin terselenggaranya tugas-

tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka

mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, diperlukan

pembinaan aparat birokrasi sebagai unsur aparatur negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan

kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bersih, berwibawa, bermutu tinggi dan sadar akan

tanggung jawabnya. Dalam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, telah meletakkan

landasan yang kokoh untuk mewujudkan pegawai negeri seperti dimaksud di atas dengan cara

mengatur kedudukan, kewajiban, hak pembinaan pegawai negeri sebagai salah satu kebijaksanaan dan

langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang pemerintahan.

Untuk mendorong prestasi pegawai negeri, mereka diberi penghargaan dalam bentuk kenaikan

pangkat, penempatan pada jabatan tertentu dan kesempatan belajar untuk meningkatkan pengalaman

maupun kemampuan seorang pegawai negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Braam, P.A. Geert. (2001). Sosiologi Pemerintahan. Terjemahan JRG. Djopari. Jakarta: Institut Ilmu

Pemerintahan.

Chandra, Robert. (2001). Indonesia Civil Service Reforms, Thesis. National University Singapore.

Joko Widodo. (2001). Good Governance. Surabaya: Insan Cendekia.

Kumorotomo, Wahyudi. (1992). Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali.

Locke, John. (2002). Kuasa Itu Milik Rakyat. Terjemahan Widyamartaya. Kanisius.

Nurhadiantomo. (1986). Birokrasi Kepemimpinan dan Perubahan Sosial di Indonesia. Surakarta:

Penerbit Hapsara.
Peraturan Pemerintah RI No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan No. 5 Tahun 1999

tentang PNS yang Menjadi Anggota Partai Politik.

Santoso, Priyo Budi. (1995). Birokrasi Pemerintah Orde Baru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Subagio Untung. “Reformasi Daerah: Sebuah Terobosan melalui Pembentukan Satu Tingkat Daerah

Otonom”, dalam Widya Praja (Jurnal Ilmu Pemerintahan, No. 3 Tahun 2006, Institut Pemerintahan

Dalam Negeri, Jakarta.

Undang-undang No. 43 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

MODUL 8: BIROKRASI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI


Kegiatan Belajar 1:

Pembangunan Birokrasi dalam Konteks Pembangunan


Ekonomi di Indonesia
Indonesia harus membangun birokrasinya terlebih dahulu sebelum pembangunan ekonomi dan politik,

karena birokrasi merupakan kekuatan utama untuk melaksanakan pembangunan-pembangunan lainnya.

Dalam upaya membangun birokrasi Indonesia yang modern, acuan yang digunakan adalah model

birokrasi legal-rasional. Namun dalam pembangunan selanjutnya, tipe birokrasi legal-rasional yang

dihasilkan berbeda dengan apa yang dikonsepsikan Weber, karena masuknya unsur-unsur birokrasi

tradisional-patrimonial. Pengaruh sejarah dan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia ternyata

menghasilkan corak birokrasi yang khas Indonesia, di mana unsur-unsur tradisional, modern dan

kepentingan-kepentingan politik praktis membaur di dalamnya.

Birokrasi pada masa Orde Baru memainkan peranan yang sangat sentral dalam proses pembangunan

ekonomi sehingga terkesan “meninggalkan” unsur-unsur lain yang seharusnya terlibat dalam setiap

tahap pembangunan. Karena dominannya peran birokrasi maka partisipasi masyarakat terasa kurang

berakar atau menjadi “pelengkap” saja dari kiprah birokrasi dalam pembangunan, dan segala

sesuatunya terkesan birokratis (lamban, kaku, tertutup). Sehubungan dengan itu maka desakan untuk

semakin mengupayakan debirokratisasi, deregulasi politik dan demokrasi ekonomi semakin kuat.

Kegiatan Belajar 2:

Model Pembangunan Teknokratik Birokratik


Oleh karena birokrasi ditempatkan pada posisi yang dominan maka berarti lembaga lain di luar

birokrasi menjadi lemah. Dalam posisi yang demikian, birokrasi menjadi tidak fungsional untuk

melayani masyarakat. Agar fungsi birokrasi sebagai “alat pemerintah” yang bekerja untuk

kepentingan rakyat, birokrasi seharusnya berada dalam posisi netral. Kalaupun posisi ini tidak dapat

sepenuhnya dicapai, namun birokrasi semestinya mempunyai kemandirian sebagai lembaga yang tetap

tegak membela kepentingan umum. Ia lebih meningkatkan diri sebagai “abdi masyarakat” daripada

sebagai “abdi negara” atau setidaknya ada keseimbangan di antara keduanya.

Untuk mencegah terbentuknya neo-tradisionalisme birokrasi, perlu dikembangkan model birokrasi

adaptif yang intinya adalah menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat, terbuka terhadap

gagasan-gagasan inovatif, peka terhadap perubahan dan tuntutan masyarakat serta meningkatkan

produktivitas pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Budi Priyo. (1995). Birokrasi Pemerintah Orde Baru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Murhadiantomo. (1986). Birokrasi Kepemimpinan dan Perubahan Sosial di Indonesia. Surakarta:

Penerbit Hapsara.

MODUL 9: MASALAH-MASALAH BIROKRASI

DI INDONESIA

Kegiatan Belajar 1:

Inefisiensi, Nepotisme, dan Korupsi

Banyak orang beranggapan birokrasi sama dengan inefisiensi organisasi. Gejala-gejala atau petunjuk

adanya birokrasi antara lain seperti terlalu percaya kepada preseden, kurang inisiatif, penundaan,

banyak formulir, serta duplikasi usaha dan departementalisme.

Korupsi dan nepotisme biasanya terdapat pada setiap aktivitas birokrasi dan kebanyakan terjadi di

negara sedang berkembang karena memang sedang giat-giatnya membangun.. Korupsi tidak begitu

saja terjadi tapi pasti ada penyebabnya seperti berlakunya kewajiban-kewajiban tradisional kepada

keluarga, faktor ekonomi, sifat demonstration effect, dan sebagainya sehingga dampak korupsi jelas

merugikan masyarakat dan pemerintah.


Kegiatan Belajar 2:

Besarnya Aparat Birokrasi dan Luasnya Tugas


Pemerintahan
Gejala umum yang terjadi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah besarnya

aparatur birokrasi tetapi kurang memiliki keahlian yang memadai, bekerja kurang produktif dan tidak

efisien.

Sebenarnya luasnya tugas birokrasi pada pemerintah sebagai hal yang wajar, hanya perlu diimbangi

dengan kemampuan yang memadai dari aparatur birokrasi. Sektor swasta juga belum banyak

berperan dalam kegiatan pembangunan sehingga peran pemerintah lebih dominan.

DAFTAR PUSTAKA

Benveniste, Guy. (1992). Birokrasi. Jakarta: Penerbit Rajawali Press.

Schoorl, J.W. (1980). Modernisasi. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai