Anda di halaman 1dari 13

BAB1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komunikasi dalam praktek keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi


perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam mencapai hasil yang optimal
dalam kegiatan keperawatan. Komunikasi adalah bagian dari strategi koordinasi yang
berlaku dalam pengaturan pelayanan di rumah sakit khususnya pada unit keperawatan.
Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi
kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan
pasien (Suhriana, 2012).

Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan kesehatan membutuhkan


pengetahuan, keterampilan dan empati. Ini mencakup mengetahui kapan harus
berbicara, apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya serta memiliki
kepercayaan diri dan kemampuan untuk memeriksa bahwa pasien telah diterima dengan
benar. Pelaksanaan komunikasi yang efektif bagi perawat , dimulai dari elemen terkecil
dalam organisasi yaitu pada tingkat "First Line Manager" (kepala ruang), karena
produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individuindividu dalam kerja tim. Namun
demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap
menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut
dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan
kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi 2 melalui indikator kinerja
klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi
obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat , sejauh mana fungsi dan
tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.

Menurut Vardaman (2012) bahwa sistem komunikasi SBAR dapat berfungsi


sebagai alat untuk standarisasi komunikasi antara perawat dan dokter. Jurnal ini
menunjukkan bahwa SBAR dapat membantu dalam pengembangan skema yang
memungkinkan membuat keputusan yang cepat oleh perawat. Komunikasi SBAR
adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis untuk mengatur informasi
sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara akurat dan efesien. Komunikasi
dengan menggunakan alat terstruktur SBAR ( Situation, Background, Assesement,
Recomendation ) untuk mencapai ketrampilan berfikir kritis dan menghemat waktu
(NHS, 2012).

Komunikasi Situasion Background Assessment Recommendation (SBAR) dalam


dunia kesehatan dikembangkan oleh pakar Pasien Safety dari Kaiser Permanente
Oakland California untuk membantu komunikasi antara dokter dan perawat. Meskipun
komunikasi SBAR di desain untuk kumunikasi dalam situasi beresiko tinggi antara
perawat dan dokter, teknik SBAR juga dapat digunakan untuk berbagai bentuk operan
tugas, misalnya operan antara perawat. Di Kaiser tempat asalnya, teknik SBAR tidak
hanya digunakan untuk operan tugas antara klinis tapi juga untuk berbagai laporan oleh
pimpinan unit kerja, mengirim pesan via email atau voice mail untuk mengatasi masalah
(JCI, 2010)

Pelaksanaan komunikasi SBAR menurut SOP ( Standart Operasional Prosedur )


yang merupakan komunikasi efektif dalam hubungan antar profesi 4 di Rumah Sakit
menggunakan tehnik SBAR ( Situation, Background, assessment, Recommendation),
yang dipergunakan pada saat melakukan timbang terima pasien, melaporkan kondisi
pasien kepada DPJP (Dokter penanggung jawab pasien ), dan TBak (Tulis, Baca,
Konvermasi kembali ) yang dilakukan pada saat menerima instruksi dari dokter, saat
menerima test kritis (critical test), dan saat menerima nilai kritis dari laboratorium/
radiologi. Salah satu upaya untuk menjaga keselamatan pasien, dengan menerapkan
Standard Operational Procedure (SOP) dalam setiap tindakan perawat . Keselamatan
pasien bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan menghindari tuntutan malpraktik.

Standard Operational Prosedure (SOP) adalah standar yang harus di jadikan acuan
dalam memberikan setiap pelayanan. Standar kinerja ini sekaligus dapat digunakan
untuk menilai terhadap kinerja instansi pemerintah secara internal maupun eksternal .
Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SOP kemudian
disosialisasikan kepada seluruh pihak yang berkompeten untuk melaksanakannya.
Meskipun demikian sebagian besar perawat dalam melaksanaan praktek keperawatan
belum sesuai dengan SOP yang ditetapkan oleh rumah sakit. Sebuah SOP adalah suatu
set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. mencakup
proses pelayanan yang memiliki suatu prosedur pasti atau terstandarisasi, tanpa
kehilangan keefektifannya ( Rusna, 2009).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan khususnya pelayanan medic,


diharapkan mampu melakukan proses komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat,
lengkap, jelas dan dipahami sipenerima secara baik dan benar terhadap semua pasien
untuk menjamin keslamatan pasien dirumah sakit.

sistem pendekatan komunikasi diatara para pemberi layanan dilkasanakan secara


konsisten dan seragam meliputi seluruh pelyanan guna memastikan bahwa semua
instruksi dan informasi mengenai pasien dikomuniksikan secara baik, memastikan
bahwa semua instruksi dan informasi diverifikasi dengan baik kepada pemberi
informasi.

1. Panduan komunikasi efektif diterapkan pada


a. Antar professional Pemberi Asuhan (PPA) saat memberikan perintah
lisan atau melaui telepn
b. Petugas laboratorium saat membacakan hasil laboratotorium secara lisan
atau melalui telepon.
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan yang bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan yaitu dokter spesialis, dokter umum tau dokter
gigi, perawat, bidan, staf laboratorium, staf radiologi, staf farmasi, aatu staf
penunjang lainnya yang bekerja di rumah sakit.

2.1 Prinsip Komunikasi Efektif


1. Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip terima,
catat, verifikasi dan klarifikasi.
a. penenrima pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut.
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan
d. Penerima pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi pesan
e. Penerima pesan mengklarifikasi ualng bila ada perbedaan pesan dengan
hasil verifikasi
2. Baca ulang adan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat di IGD
3. Penggunaan kode alphabet international digunakan saat melakukan
klarifikasi hal-hal penting missal nama obat LASA (Lock Alike Sound
Alike). nama pasien, dosis obat, hasil laboratorium dengan mengeja huruf-
huruf tersebut saat membacakan ulang (Read Back) dan verifikasi
4. Tujuan utama panduan komunikasi efektif Ini adalah memperkecil
terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara lisan
5. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan dan tertulis
6. Instruksi/Informasi dan hasil tes penting (misalnya hasil tes CITO,
Laborium klinik) di rumah sakit dapat diberikan melalui metode lisan
maupun telepon, penerima instrksi/informasi bertanggung jawab untuk
mencatat dengan benar instruksi/informasi yang diperoleh, membacakan
kembali hasil catatan dan informasi yang diterima dan menginformasikan
apakan yang telah ditulis dan dibaca ulang itu sudah tepat pada leadaan
darurat atau dalam sebuah oprasi dimana tidak memungkinkan penerima
instruksi melakukan pencatan, maka instruksi yang diberikan tetap
dibacakan ulang dan kompirmasi tetap dilakukan oleh pemberi instruksi
pencatatan dapat dilakukan setelah keadaan gawat darurat atau oprasi telah
selesai.
7. Pemberi instruksi harus menandatangani instruksi yang diberikan pada
stempel Read Back
8. Instruksi/Informasi di rumah sakit dapat dilakukan melalui metode verbal
maupun telepon untuk memastikan agar pelayan kesehatan tetap berjalan
meskipun dokter atau pihak pemberi informasi tidak berada ditempat.

2.2 Teknik Komunikasi Efektif


1. Teknik TBaK (Tulis Baca Kompirmasi) Ketika petugas kesehatan menerima
instruksi verbal, instruksi penelepon dan pelaporan hasil kritis.
2. Teknik SBAR (Situation- Background- Assssment- Recommendation)
Ketika tenaga kesehatan melakukan pelaporan atau serah terima pasien.

2.3 Langkah – langkah untuk membangun komunikasi efektif


Adapun langkah- langkah untuk membangun komunikasi efektif adalah sebagai
berikut :
1) Memahami maksud dan tujuan berkomunikasi
2) Mengenali komunikan
3) Menyampaikan pesan dengan jelas
4) Menggunakan alat bantu yang baik
5) Memusatkan perhatian
6) Menghindari gangguan komunikasi
7) Membuat suasana yang menyenangkan
8) Menggunakan bahasa tubuh ( body language ) yang benar.

2.4 Faktor yang dapat mendukung komunikasi efektif


1) Dalam proses keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena
merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan
2) Komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang
ada
3) Kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan
klien.

2.5 Faktor yang tidak mendukung komunikasi efektif

1) Tanpa komunikasi yang jelas, dapat memberikan pelayanan keperawatan


yang tidak efektif
2) Tidak dapat membuat keputusan dengan klien/ keluarga
3) Tidak dapat melindungi klien dari ancaman kesejahteraan
4) Tidak dapat mengkoordinasikan dan mengatur perawatan klien serta
memberikan pendidikan kesehatan.

2.6 Aspek yang harus dibangun dalam komunikasi efektif


1) Kejelasan Dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas,
sehingga mudah diterima dan dipahami oleh komunikan.
2) Ketepatan Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa
yang benar dan kebenaran informasi yang disampaikan.
3) Konteks Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan
harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu
terjadi.
4) Alur Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan
alur atau sistimstika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi
cepat tanggap.
5) Budaya Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi
juga berkaitan dengan tata krama dan etika. Artinya dalam komunikasi
harus menyesuaikan dengan budaya orang yang diajak komunikasi, baik
dalam penguasaan bahasa verbal maupun nonverbal, agar tidak
menimbulkan kesalahan persepsi.

2.7 Tatalaksana Komunikasi Efektif


Komunikasi verbal atau komunikasi lisan yang kurang adekuat
merupakan sumber kesalahan serius pada pusat pemberi layanan kesehatan
terdapat beberapa hambatan dalam komunikasi antar petugas pemberi layanan
Karen afaktor hirarki, gender, suku, perbedaan gaya komunikasi antar disiplin
ilmu dan gaya komunikasi individual teknik SBAR dan TBaK dipergunakan
sebagai landasan menyusun komunikasi verbal, tertulis, menyusun surat dari
berbagai keadaan perawatan pasien antara lain:
a. Pasien rawat jalan dan rawat inap
b. Komunikasi pada kasus Urgent dan non urgent
c. Keadaan khusus antar dokter umum dengan dokter spesialis,
dokter dengan perawat, dokter dengan bidan ataupun dokter dengan
petugas medis lain, seperti radiographer, maupun analis.
d. Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikasi harus
menjabarkan hurufnya satu persatu dengan menggunakan alphabet

2.8 Teknik SBAR


Dalam memberikan pelayanan di rumah sakit, antar pemberi layanan
melakukan komunikasi dengan teknik SBAR yang dipergunakan dalam
melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter, bidan dengan dokter,
dokter umum dengan dokter spesialis dengan komunikasi SBAR ini, maka
pemberi laporan mengenai kondisi pasien lebih informative dan terstruktur.

Teknik SBAR terdiri dari unsur Situation Background Assemment


Recommendation
1. Situation (Situasi)
Mengawali suatu komunikasi diperlukan pengenalan antara penyampai
berita dan penerima berita dalam halini identitas petugas dan unit pelayanan
kesehatan diinformasikan setelah itu sampaikan permasalahan yang ada
pada pasien diawali dengan menyebutkan nama pasien, umur, dan lokasi,
seteah itu sampaikan masalah yang ingin disampaikan tanda-tanda vital
pasien, dan kekhawatiran petugas terhdap kondisi pasien.

2. Background (Basis Masalah)


Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya keluhan klinis misalkan: Riwayat alergi obat-obatan, hasil
pemeriksaan laboratorium yang sudah diberikan, hasil penunjang dll.

3. Assessment ( Assesment)
Penilaian terhadap masalah yang ditemukan terkait dengan apa yang
menjadi masalah pada pasien. berikanlah kesan pasien secara klinis serta hal
yang terkait dengan hal tersebut.jelaskan pula tindakan yang sudah
diberikan kepada pasien untuk mengatasi permasalahan sambil menunggu
rekomendasi yang diterima petugas.

4. Recommendation (Rekomendasi)
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini dengan menanyakan
a. Apakah ada saran ?
b. Apakah dioerlukan pemeriksaan tambahan?
c. Jika ada perubahan tatalaksana ditanyakan?

2.9 Teknik TBAK


Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus
melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan tulis,
baca kembali dan konfirmasi ulang (TBaK), Yaitu:
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan
secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon.pemeberi
pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan
suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
2. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut.(TULIS) untuk menghindari
adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat pesan
yang diberikan secara jelas.
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan.(BACA
KEMBALI) setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan
kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan
dan pesan dapat diterima dengan baik
4. Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi
pesan.(KONFRMASI) pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang
dibacakan oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan
tersebut masih ada yang kurang.
Proses komunikasi efektif ini harus dicatat dengan akurat pada rekam
medis atau catatan terintegrasi pasien. catatan tersebut harus dapat dibaca,
ditandatangan, diberi tanggal dan waktu. verifikasi pemberi instruksi
mendandatangi catatan pesan yang ditulis penerima pesan dalam kotak stempel
READ BACK sebagai tanda persetujuan dalam waktu 1x24 jam

2.10 Contoh Pelaporan Teknik Sbar dan Tbak

S Saya nama :…………………(nama petugas yang memberikan


laporan)
Saya menelepon tentang pasien………………..(nama pasien, umur,
dan lokasi)
Yang dituju………………………..(DPJP)
Masalah pasien tentang…………………(masalah yang akan
dilaporkan,tanda-tanda vital pasien, kekhawatiran petugas terhadap
kondisi pasien.)

B Saya telah melakukan pemeriksaan pasien dan terjadi perbahan status


pasien(sebutkan perubahan yang terjadi pada pasien, misalnya
kesadaran pasien menurun, perubahan suhu, perubahan pernafasan atau
tekanan darah, dll.)
Sebutkan pula obat-obat yang telah diberikan.

A Masalah yang ditemukan pada pasien dikaitkan dengan apa yang


menjadi masalah pada pasien :
Problem kemungkinan karena………………………
Sudah dilakukan tindakan apa………………………

R Saya menganjurkan (…………apa rekomendasi yang diberikan oleh


DPJP)
Petugas yang melaporkan mencatat, dan membaca ulang rekomndasi
DPJP)
TBAK Petugas yang menerima instruksi mencatat, membaca ulang, serta
melakukan konfirmasi pada pemberi instruksi.Laporan dicatat baik
tanggal dan jam, ditandatangan.Verifikasi pemberi intruksi
menandatangani catatan pesan
Yang ditulis per\erima pesan dalam kotak stempel READ BACK
sebagai tanda persetujuan dalam waktu 1x24 jam
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan kesehatan membutuhkan


pengetahuan, keterampilan dan empati. Ini mencakup mengetahui kapan harus
berbicara, apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya serta memiliki
kepercayaan diri dan kemampuan untuk memeriksa bahwa pasien telah diterima dengan
benar. Pelaksanaan komunikasi yang efektif bagi perawat , dimulai dari elemen terkecil
dalam organisasi yaitu pada tingkat "First Line Manager" (kepala ruang), karena
produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individuindividu dalam kerja tim. Namun
demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap
menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut
dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan
kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi 2 melalui indikator kinerja
klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi
obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat , sejauh mana fungsi dan
tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.

Komunikasi dalam praktek keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi


perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam mencapai hasil yang optimal
dalam kegiatan keperawatan. Komunikasi adalah bagian dari strategi koordinasi yang
berlaku dalam pengaturan pelayanan di rumah sakit khususnya pada unit keperawatan.
Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi
kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Anggarawati, T., & Sari, N.., 2016. Kepentingan bersama perawat-dokter dengan
kualitas pelayanan keperawatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 12(1), pp.44–
54. Available at: http://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/a
rticle/view/139.
Endang Lestari, 2011, Menumbuhkan Ketrampilan Kepemimpinan dan Team-Building
serta Penghargaan terhadap Profesi Lain Melalui Interprofessional Education, Analisis
Kemungkinan Penerapannya Pada Fakultas Kedokteran di Indonesia, Multiprofesional
Learning, Vol. 3, No. 1, Januari – Juni: 89-101.
Hall, P., 2005. Interprofessional teamwork: Professional cultures as barriers. Journal of
Interprofessional care, pp.188–196. Available at:
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1356182050 0081745 [Accessed February
25, 2017].
Instalasi, D.I. et al., 2014. Evaluation of Integrated Medical Record Implementation
Case Study in. , 17(1), pp.3–8.
Noor Ariyani Rokhmah, Anggorowati, 2017, Komunikasi Efektif Dalam Praktek
Kolaborasi Interprofesi Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan, Journal of
Health Studies, Vol. 1, No.1, Maret 2017: 65-71
Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, 30 Jakarta: Rineka Cipta.
Nurachmah. 2001. Nutrisi dalam Keperawatan. Jakarta: CV.Infomedia Oneha M F,
Yoshimoto CM, Bell S, Enos RN, 2001, Educating Health Profisionals in a Community
Setting: What students Value, Education for Health, 14, (2), 256-266.

Anda mungkin juga menyukai