Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN

BANK SYARIAH DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Dr. Sri Hermuningsih, S.E., M.M.

Disusun oleh:
1. Nizami (2018008242)
2. Novi Wulandari (2018008205)
3. Afdi Tria Putra (2018008217)
4. Agung Triono (2018008240)
5. Putri Lestari (2016008312)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perbankan di Indonesia diramaikan dengan adanya bank syariah yang
menawarkan produk keuangan dan investasi yang berbeda dibandingkan
dengan yang ditawarkan bank konvensional. Meskipun masih baru, namun
perkembangan perbankan syariah cukup pesat. Hal ini wajar karena Indonesia
memiliki penduduk muslim terbesar di dunia dan jelas perbankan yang
berdasarkan prinsip hukum dan asas Islam akan sangat diminati.
Banyak bank-bank konvensional mendirikan unit usaha syariah sendiri,
sebut saja bank yang sangat populer seperti Bank Mandiri yang mendirikan
Bank Syariah Mandiri, Bank BRI yang mendirikan BRI Syariah, dan Bank BNI
yang mendirikan Bank BNI Syariah. Hal tersebut mereka lakukan untuk
menarik nasabah yang menginginkan produk keuangan berdasarkan prinsip
syariah.
Dengan hadirnya bank-bank syariah, menjawab kebutuhan masyarakat
akan produk keuangan dan investasi yang memenuhi prinsip-prinsip syariah,
yang mereka butuhkan tanpa khawatir terkena riba.
Oleh sebab yang dijelaskan diatas terkait dengan cepatnya pertumbuhan
bank syariah, maka kami ingin membahas perkembangan Bank Syariah di
Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan di bahas pada makalah ini sebagai berikut.
1. Sejarah lahirnya bank syariah?
2. Apa yang dimaksud Bank Syariah?
3. Kelebihan bank syariah?
4. Bagaimana perkembangan Bank Syariah di Indonesia?
C. TUJUAN
Dengan membaca makalah ini, pembaca diharapkan mampu:
1. Untuk mengetahui Sejarah Perbankan Syariah.
2. Mengenal perbankan syariah.
3. Mengetahui kelebihan dari Bank Syariah
4. Mengetahui sejarah perkembangkan bank syariah khususnya di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perbankan Syari’ah


Pada awalnya pembentukan bank islam banyak diragukan karena beberapa
alasan. Pertama, banyak orang yang beranggapan bahwa sistem perbankan
bebas bunga (interest free) adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak
lazim. Kedua, keraguan tentang bagaimana bank islam akan membiayai
operasionalnya.
Berikut adalah tahapan sejarah dan perkembangan bank syari’ah:
1. Tahapan di Zaman Nabi SAW dan Sahabat
Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
memberikan jasa pengiriman uang.
Didalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang
dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi
umat Islam sejak jaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima
titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk
keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan
sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan
modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer
telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam,
bahkan sejak zaman Rasulullah.
Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan
fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut
tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang
melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang
melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan
fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.
Biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
2. Tahapan di Zaman Bani Umayyah dan Bani Abasiah
Jelas saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam,
karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa
Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah.
Di jaman Rasulullah saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh
perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan
dilakukan oleh satu individu.
Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis
mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk
membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini
diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia
yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang
mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini
merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang
sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa
pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang
ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada
pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir
mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu
Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa
menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnuWahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana,
bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua
Yahudi dan satu Kristen. Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu
ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media
pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni
menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang
terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa
perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah
mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek
sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya.
Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al-Dawlah al-Hamdani
yang tercatat sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan
kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang).
3. Tahapan di Masa Eropa
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal
sebagai institusi bank.
Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan,
persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan
instrumen bunga yang dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh
karenanya haram. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika
Raja Henry VIII pada tahun 1545, membolehkan bunga (interest) meskipun
tetap mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh
berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh
Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang, ini tidak
berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang
kembali membolehkan bunga uang.
Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya
dan mengalami renaissance. Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan
ke seluruh penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia mulai
didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban
muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu
jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya,
institusi-institusi perekonomian umat muslim runtuh dan digantikan oleh
institusi ekonomi bangsa Eropa. Keadaan ini berlangsung terus sampai
zaman modern kini. Karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang di
mayoritas negara-negara muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa,
yang notabennya berbasis bunga.
4. Tahapan di Zaman Modern (Pasca Eropa)
a. Tahapan Pengembangan kerangka konseptual (1950-1975)
Pada periode ini banyak dilakukan seminar, diskusi dan kajian-
kajian oleh para ekonom, bankir dan ahli hukum tentang permasalahan
riba, moralitas ekonomi dan alternatif akad & praktek perbankan yang
sesuai dengan prinsip syariah.
b. Tahapan eksperimen (1975 – 1990)
Pada periode ini, muncul inisiatif terutama dari kalangan swasta
untuk mempraktekkan konsep perbankan syariah, misalnya melalui
pendirian : Dubai Islamic Bank dan Dar Al-Maal Al Islami di Emirat
Arab (1975)
Juga di Pakistan dan Iran dilaksanakan legalisasi sistem perbankan
syariah secara nasional.
c. Tahapan penetrasi pasar & perluasan wilayah operasi (1990 – sekarang).
1) Keberhasilan dan stabilitas perkembangan bank-bank syariah telah
menarik perhatian banyak pihak.
2) Sejumlah lembaga keuangan di negara-negara non muslim (misal:
Inggris, Luxemburg & Swiss) juga mulai akomodatif terhadap
kebutuhan masyarakat dan investor yang menginginkan untuk
melaksanakan transaksi- transaksi keuangan secara syariah
sepanjang memenuhi ketentuan dari otoritas keuangan setempat.
3) Penetrasi pasar melalui perluasan jangkauan perkembangan
lembaga keuangan syariah secara internasional antara lain
ditunjukkan dengan meluasnya lokasi usaha lembaga keuangan
syariah yang mencapai 34 negara, serta meluasnya lembaga
keuangan internasional besar yang berbasis dan dimiliki non musim
ke dalam bisnis jasa keuangan syariah seperti:
1. Citybank
2. HSBC Bank
3. Standard Chartered Bank
4. Chase Manhatta
B. PENGERTIAN BANK SYARIAH
Pengertian Bank Syariah dalam dasar hukumnya dalam UU No. 10 Tahun
1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Secara umum, perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang
pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Sistem perbankan ini
didasari oleh larangan dalam Islam untuk memungut maupun meminjam
dengan bunga atau yang disebut riba, serta larangan investasi pada usaha-usaha
yang diharamkan.
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha sesuai dengan syariah. Prinsip yang dianut sistem perbankan syariah
antara lain:
1) Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai
pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2) Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3) Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki
nilai intrinsik.
4) Unsur gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
5) Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan
pada Islam.

C. KELEBIHAN BANK SYARIAH


Kelebihan bank syariah dibandingkan bank konvesional adalah:
1. Adanya negosiasi antara pihak nasabah dengan bank akan tercapai suatu hal
yang saling menguntungkan
2. Adanya prinsip bagi hasil, jika perusahaan ingin menaikkan usahanya
namun kekurangan modal, dapat mengajukan kredit dengan baik. Sehingga
dapat menerima modal dan juga resiko yang ada lebih rendah daripada
pinjaman kredit dari bank konvensional.
3. Pengusaha kecil akan terdorong untuk mengembangkan usahanya dengan
bantuan dari pihak bank.
4. Resiko kerugian lebih kecil karena mengalami kerugian, maka dibagi
menurut perjanjian yang dibuat.
5. Pihak bank akan mendapatkan banyak nasabah dengan menggunakan
prinsip ini, karena adanya kemudahan yang diberikan oleh bank dan juga
menaikkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan perjanjian yang
dilakukan.

D. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA


Pengembangan perbankan syariah tidak terlepas dari peranan dan
kebijakan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Bank Indonesia dapat
melaksanakan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. Selanjutnya
Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 16/12/PBI/2014
tanggal 24 Juli 2014 tentang Operasi Moneter Syariah.
Operasi Moneter Syariah (OMS) adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan
Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan penyediaan Standing Facilities berdasarkan
prinsip syariah.
Selama perjalanannya, Bank Indonesia menunjukkan komitmen untuk
mengembangkan perbankan syariah dengan membentuk Biro Perbankan
Syariah pada tahun 2001 yang kemudian menjadi Direktorat Perbankan Syariah
pada tahun 2004. Kemudian, lembaga ini berubah lagi menjadi Departemen
Perbankan Syariah setelah beralih kepada OJK di tahun 2013. Pengembangan
sistem perbankan di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system
atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia
(API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakn lengkap
kepada masyarakat Indonesia.
Perkembangan bank syariah dapat diuraikan sebagai berikut:
1980:Muncul ide dan gagasan konsep lembaga keuangan syariah, uji coba
BMT Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti.
1990:Lokakarya MUI di mana para peserta sepakat mendirikan bank syariah di
Indonesia.
1992:Pada tanggal 1 Mei 1992 bank syariah pertama bernama Bank Muamalah
Indonesia mulai beroperasi.
1992:Kemunculan BMI ini kemudian diikuti dengan lahirnya UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan yang Mengakomodasi Perbankan dengan Prinsip
Bagi Hasil Baik Bank Umum Maupun BPRS.
1998:Keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992
yang mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta
memperkenankan bank konvesional membuka kantor cabang syariah.
1999:Keluar UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang
mengakomodasi kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah, di mana
BI bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan bank
komersial termasuk bank syariah. BI dapat menetapkan kebijakan
moneter dengan menggunakan prinsip syariah. Pada tahun ini dibuka
kantor cabang bank syariah untuk pertama kali.
2000: BI mengeluarkan regulasi operasional dan kelembagaan bank syariah, di
mana BI menetapkan peraturan kelembagaan perbankan syariah.
Pengembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai instrumen Pasar Uang Syariah.
2001: Pendirian unit kerja Biro Perbankan Syariah di Bank Indonesia untuk
menangani perbankan syariah.
2002:Peraturan BI No. 4/1/2002 mengenai pengenalan pembuktian bersih
cabang syariah yang merupakan penyempurnaan jaringan kantor cabang
syariah.
2004: Keluar UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia yang makin mempertegas penetapan kebijakan
moneter dengan yang dilakukan oleh BI dapat dilakukan dengan prinsip
syariah. Belakangan UU No. 23 tahun 1999 diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. Di
samping itu BI juga menyiapkan peraturan standarisasi akad, tingkat kese-
hatan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Di tahun ini juga terjadi
perubahan Biro Perbankan Syariah menjadi Direktorat Perbankan Syariah
di Bank Indonesia.
2005: Di era UU No. 10/1998 secara teknis mengenai produk mengacu pada PBI
No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana
Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah, yang kemudian sudah diganti dengan PBI No. 9/19/PBI/2007
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
2006: Pemberian layanan syariah juga semakin dipermudah dengan
dikenalkannya konsep office chaneling,yakni semacam layanan syariah
yang tedapat di kantor cabang/kantor cabang pembantu bank
konvensional yang sudah memiliki UUS. Hal demikian ditemukan dalam
PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum
Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank
Umum Konvensional. Produk bank syariah terdiri dari produk
penghimpunan dana (funding), produk penyaluran dana (lending), jasa
(services), dan produk di bidang sosial.
2008:Pada tanggal 16 Juli 2008 UU No. 21 Tahun 2008 tentang per- bankan
syariah disahkan yang memberikan landasan hukum industri perbankan
syariah nasional dan diharapkan mendorong perkembangan bank syariah
yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh lebih dari 65% per tahun,
namun pasarnya (market share) secara nasional masih di bawah 5%.
Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah,
baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga
hukum baru dikenalkan dalam UU No. 21/2008, antara lain menyangkut
pemisahan (spin off) UUS baik secara sukarela maupun wajib dan Komite
Perbankan Syariah. Terdapat beberapa Peraturan Bank Indonesia (PBI)
yang diamanatkan oleh UU No. 21/2008.
2011: Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang secara bertahap beralih
menjadi pengatur dan pengawas Lembaga Keuangan di Indonesia. Untuk
industri pasar modal dan industri keuangan nonbank pengalihan
dilakukan pada tanggal 31 Desember 2012, sedangkan untuk industri
perbankan pada tanggal 31 Desember 2013, untuk Lembaga Keuangan
Mikro pada tahun 2015.
2015: Menurut Statistik Perbankan Syariah OJK per Juni 2015, ada 12 bank
umum syariah dan 22 UUS di Indonesia dengan total iaringan kantor
sebanyak 2.460 unit, terdiri dari 593 kantorcabang, 1.622 kantor cabang
pembantu dan 245 kantorkas. Sementara, UUS didukung oleh 1.900
layanan syariah.Totai aset mencapai Rp272,3 triliun.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai
dengan hukum-hukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan
manfaat dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim. Bank Syariah
sebenarnya sama dengan Bank Konvensional pada umumnya, yang
membedakannya kalu Bank Syariah memakai sistem bagi hasil sedangkan Bank
Konvensional memakai sistem bunga.
Adapun tahapan sejarah bank syari’ah, yaitu : Tahapan di Zaman Nabi
SAW dan Sahabat, Tahapan di Zaman Bani Umayyah dan Bani Abasiah,
Tahapan di Zaman Eropa dan Tahapan di Zaman Modern.

B. Saran
Dilihat dari perkembangan bank syariah di Indonesia seharusnya
pemerintah lebih mmengembangkan lagi bank syariah dan melahirkan
sumberddaya manusia yang profesional di bidang bank syariah. Pemerintah
juga harus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang kelebihan
menggunakan bank syariah dibandingkan bank konvensional
Sehingga bank syariah dapat berkembang baik di Indonesia untuk tahun
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Soemitra, Andri. 2016. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Edisi Kedua).
Jakarta: Kencana.
Muchtar, Bustari. Rose R., dan Menik K. S. 2016. Bank dan Lembaga
Keuangan Lain (Edisi Pertama). Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai