Anda di halaman 1dari 48

UJI TETRAZOLIUM UNTUK EVALUASI VIABILITAS PADA

BENIH TOMAT (Solanum lycopersicum L.)

PERMATASARI WIDEVYA PUTRI


A24120116

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Tetrazolium untuk
Evaluasi Viabilitas pada Benih Tomat (Solanum lycopersicum L.) adalah benar
karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Permatasari Widevya Putri


NIM A24120116
ABSTRAK
PERMATASARI WIDEVYA PUTRI. Uji Tetrazolium untuk Evaluasi Viabilitas
pada Benih Tomat (Solanum lycopersicum L.). Dibimbing oleh ENY WIDAJATI.

Uji tetrazolium merupakan uji cepat untuk mengetahui viabilitas benih.


Penelitian ini menggunakan 4 tingkat viabilitas benih berdasarkan kriteria daya
berkecambah yaitu V1= 80,7%, V2= 73,6%, V3= 71,3%, dan V4= 65,3%.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak
dan uji korelasi regresi. Konsentrasi larutan tetrazolium yang digunakan 1%. Benih
direndam dengan menggunakan larutan tetrazolium selama 18 jam. Pola pewarnaan
yang dihasilkan sejumlah 33, yang dikelompokan menjadi 5 pola pewarnaan normal
kuat, 8 pola pewarnaan normal lemah, 13 pola pewarnaan abnormal, dan 7 pola
pewarnaan mati. Pola pewarnaan tetrazolium dengan kriteria normal memiliki
korelasi sebesar 0,6 - 0,7 dan nyata dengan tolok ukur daya berkecambah, kecepatan
tumbuh benih, indeks vigor, dan berat kering kecambah normal. Hal ini
menunjukkan bahwa uji terazolium pada benih tomat dapat digunakan untuk
mendeteksi viabilitas potensial dan vigor benih.

Kata kunci: pola pewarnaan, vigor.

ABSTRACT
PERMATASARI WIDEVYA PUTRI. Tetrazolium test for seed viability
evaluation of tomato (Solanum lycopersicum L.). Supervised by ENY WIDAJATI.

Tetrazolium test is a quick test to determine seed viability. This research used
four levels of seed viability based on the of germination persentage is V1= 80,7%,
V2= 73,6%, V3= 71,3%, and V4= 65,3%. The experimental design used was a
complete randomized group design and regression correlation test. Tetrazolium
solution concentration used 1%. Seeds soaked with tetrazolium solution for 18
hours. The staining produced was 33 patterns, which were grouped into 5 patterns
were high vigor criteria, 8 patterns were low vigor criteria, 13 patterns were
abnormal, and 7 patterns were death. The correlation between staining patterns of
normal criteria and percentage germination, seed growth rate, first count
germination, and normal seedling dry weight at correlation 0,6 - 0,7. This was
indicated that the terazolium test in tomato seeds can be used to detect the potential
viability and vigor.

Keywords: staining pattern, vigor.


UJI TETRAZOLIUM UNTUK EVALUASI VIABILITAS PADA
BENIH TOMAT (Solanum lycopersicum L.)

PERMATASARI WIDEVYA PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
yang berjudul `Uji Tetrazolium untuk Evaluasi Viabilitas pada Benih Tomat
(Solanum lycopersicum L.)`. Penelitian ini membahas tentang uji tetrazolium untuk
mengevaluasi viabilitas benih melalui pola topografi pewarnaan pada benih tomat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama kegiatan
penyusunan skripsi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Faiza
C.Suwarno, M.S. dan Dr. Ir. Diny Dinarti, M.Si. selaku dosen penguji ujian sidang
tugas akhir yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi
ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. Megayani Sri Rahayu, M.S. selaku
dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani
pendidikan di Departemen Agronomi dan Hortikulutura. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua dan teman-teman yang telah
memberikan doa, semangat, dan motivasi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan
menambah dunia ilmu pengetahuan

Bogor, September 2016

Permatasari Widevya Putri


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
TINJAUAN PUSTAKA 1
Struktur Benih Tomat 1
Mutu dan Viabilitas Benih 2
Pengujian Tetrazolium 2
METODE 3
Tempat dan Waktu Penelitian 3
Bahan dan Alat 3
Rancangan Percobaan 3
Metode Pelaksanaan 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Pengujian Tetrazolium 8
Evaluasi Viabilitas Benih melalui Pola Pewarnaan pada Uji Tetrazolium 18
KESIMPULAN DAN SARAN 20
Kesimpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 27
vi

DAFTAR TABEL
1. Hasil sidik ragam pengaruh lot benih terhadap tolok ukur viabilitas 7
2. Hasil uji lanjut DMRT terhadap tolok ukur viabilitas 8
3. Hasil sidik ragam pola pewarnaan pada uji tetrazolium 8
4. Hasil uji lanjut DMRT terhadap pola pewarnaan normal 8
5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat 9
6. Rata-rata pola pewarnaan tetrazolium pada lot benih tomat 18
7. Nilai korelasi dan regresi antara tolok ukur viabilitas dan uji tetrazolium 19
pada pola pewarnaan normal
8. Nilai korelasi dan regresi antara tolok ukur IV dan KCT dengan uji 19
tetrazolium pada pola pewarnaan normal kuat

DAFTAR GAMBAR
1. Bagian benih tomat yang dipotong melintang dengan perbesaran 4x10 5
2. Struktur benih tomat (Solanum lycopersicum L.) dengan perbesaran 4x10 7
3. Perbandingan ukuran benih tomat dengan benih cabai 7

DAFTAR LAMPIRAN
1. Struktur internal benih cabai (Capsicum annum) menurut Savage (2006) 25
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketentuan pengujian tetrazolium benih tomat telah ditetapkan dalam


International Seed Testing Association (ISTA) tahun 2014 yang diklasifikasikan
menjadi benih viabel dan non-viabel. Benih viabel memiliki pola pewarnaan
berwarna merah cerah, sedangkan pada benih non-viabel tidak terjadi perubahan
warna. Penelitian ini dikembangkan untuk menduga viabilitas benih tomat melalui
pengembangan pola pewarnaan pada uji tetrazolium. Pola pewarnaan ini
dikelompokan menjadi pola pewarnaan normal kuat, normal lemah, abnormal, dan
mati.
Uji tetrazolium merupakan uji cepat untuk mengetahui viabilitas benih
dengan menggunakan senyawa 2, 3, 5-trifenil tetrazolium klorida. Uji tetrazolium
digunakan untuk mengindikasi adanya sel-sel hidup. Larutan tetrazolium diimbibisi
oleh benih dan pada sel benih yang hidup akan terjadi proses reduksi. Sel yang
hidup akan berwarna merah karena adanya endapan formazan. Endapan formazan
terbentuk karena proses reduksi 2, 3, 5-trifenil tetrazolium klorida oleh hidrogen
sebagai produk aktivitas enzim dehidrogenase. Sel yang mati tidak terbentuk
formazan, sehingga warnanya tidak berubah (Ilyas dan Widajati, 2015).
Uji tetrazolium pada benih cabai (Capsicum annum) dapat digunakan untuk
memprediksi daya berkecambah dan berat kering kecambah normal, namun belum
dapat digunakan untuk pendugaan vigor benih (Eviliani, 2016). Pola topografi
pewarnaan tetrazolium pada benih koro pedang (Canavalia ensiformis) belum dapat
digunakan untuk mengevaluasi mutu fisiologis benih koro pedang karena pola
pewarnaan yang diperoleh kurang bervariasi (Rahmayani, 2015). Uji tetrazolium
benih kedelai (Glycine max L.Merr) pada pola pewarnaan 1, 2, 3, 4 dan pola 1, 2, 3
dapat digunakan untuk mengindikasi pertumbuhan tanaman, sedangkan pola 1, 2,
3 digunakan untuk mengidentifikasi vigor benih. Pola 1, 2, 3, 4 yaitu seluruh bagian
benih berwarna merah atau bergradasi merah dan merah muda dengan ujung poros
embrio merah atau merah tua. Pola 1, 2, 3 yaitu pewarnaan pada kotiledon merata
dan poros embrio berwarna merah dengan atau tanpa merah tua di ujung radikula
(Dina et al., 2007).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pola-pola pewarnaan pada uji
tetrazolium untuk mengevaluasi viabilitas benih tomat.

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Benih Tomat

Benih tomat (Solanum lycopersicum L.) dan benih cabai (Capsicum annum)
memiliki struktur yang sama, karena kedua benih tersebut termasuk ke dalam
famili Solanaceae. Struktur benih tomat dan cabai terdiri dari testa (kulit benih),
2

endosperma, radikula, hipokotil, dan kotiledon. Menurut Savage dan Metzger


(2006) embrio benih dikelilingi oleh sel endosperma yang besar dan testa (kulit
benih). Embrio benih berbentuk melengkung dan rata. Struktur benih berbentuk
bundar dan pipih. Struktur internal pada benih tomat dapat mengacu pada struktur
internal benih cabai. Gambar struktur internal benih cabai (Capsicum annum) dapat
dilihat pada Lampiran 1.

Mutu dan Viabilitas Benih

Informasi mutu adalah sasaran utama pengujian atau analisis benih. Benih
yang bermutu dapat menghasilkan yang tanaman bermutu atau dapat menghasilkan
tanaman yang berproduksi normal. Mutu benih mencangkup 3 hal yang tidak
terpisahkan, yaitu mutu genetik yang mengemukakan tingkat kemurnian benih,
mutu fisiologi dengan tingkat viabilitas benih dan mutu fisik dengan tingkat
kebersihan benih (Sadjad, 1993).
Tolok ukur viabilitas benih terdiri dari viabilitas potensial dan vigor benih.
Viabilitas potensial merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal dan
berproduksi normal pada kondisi optimum. Vigor merupakan kemampuan benih
untuk tumbuh normal dan berproduksi normal pada kondisi suboptimum. Tinggi
atau rendahnya viabilitas potensial dapat diukur dengan tolok ukur yaitu daya
berkecambah benih atau daya tumbuh benih dan berat kering kecambah normal.
Tolok ukur vigor kekuatan tumbuh yaitu kecepatan tumbuh benih dan
keserempakan tumbuh benih (Widajati et al., 2013).

Pengujian Tetrazolium

Uji tetrazolium merupakan uji cepat yang memiliki beberapa kegunaan,


diantaranya untuk mengetahui viabilitas benih yang akan ditanam, untuk
mengetahui viabilitas benih dorman, dan untuk mengetahui hidup atau matinya
benih segar tidak tumbuh dalam pengujian tetrazolium. Pola warna merah pada
bagian-bagian penting pada embrio benih mengindikasi benih mampu
menumbuhkan embrio menjadi kecambah normal. Luas dari bagian yang merah
(jaringan hidup) dan bagian yang tidak berwarna (jaringan mati atau nekrotik)
memberikan informasi yang sangat menentukan untuk mengkatagorikan termasuk
benih mati atau hidup (Widajati et al., 2013).
Hasil uji tetrazolium pada benih kedelai menghasilkan 10 pola pewarnaan
dari pola pewarnaan merah cerah sampai tidak terwarnai. Pola pewarnaan 1, 2, 3,
dan 4 yaitu seluruh bagian benih berwarna merah atau bergradasi merah muda,
merah dengan ujung poros embrio merah atau merah tua menunjukkan benih viable.
Pola pewarnaan 5 terdapat bercak lunak merah tua di kotiledon dan pada pola
pewarnaan 6 terdapat bercak yang menyebabkan jaringan mati sehingga tidak
terwarnai. Pola pewarnaan 7 terdapat warna merah tua terbentuk pada tempat
penempelan radikula di kotiledon. Pola pewarnaan 7 memiliki pola pewarnaan yang
hampir sama seperti pola pewarnaan 9, tetapi pada pola pewarnaan 9 bagian
kotiledon yang berdekatan dengan radikula tidak terwarnai. Kotiledon berwarna
merah tua terdapat pada pola pewarnaan 8. Struktur benih yang seluruhnya tidak
terwarnai terdapat pada pola 10 (Dina et al., 2007).
3

Pengujian tetrazolium pada benih koro pedang menghasilkan 9 pola


pewarnaan yang dikelompokan menjadi benih hidup, benih mati, kecambah normal
kuat, kecambah normal, dan kecambah abnormal. Pola pewarnaan normal kuat
memiliki pola yang berwarna merah merata terang secara merata dan berwarna
merah terang sedikit warna merah tua pada kotiledon. Pola pewarnaan normal
memiliki pola yang berwarna merah agak tua dan masih ada bagian yang berwarna
merah terang, dan warna merah terang dengan sebagian kotiledon berwarna putih
tetapi tidak pada bagian yang mnghubungkan poros embrio. Pola pewarnaan
abnormal memiliki pola pewarnaan yang berwarna merah terang dengan ujung
radikula berwarna putih, berwarna merah terang dengan plumula berwarna putih
dan berwarna merah terang dengan sebagian radikula dan sebagian kotiledon
berwarna putih (Rahmayani, 2015).
Gagliardi dan Filho (2011) menyatakan bahwa pola pewarnaan benih paprika
yang viabel dan vigor memiliki pola pewarnaan pada embrio dan endosperma
berwarna merah tanpa adanya cacat. Pola pewarnaan benih yang viabel dan non-
vigor memiliki 50% daerah yang tidak terwarnai pada bagian penting pada embrio.
Pola pewarnaan benih non-viabel memiliki ≥ 50% daerah yang tidak terwarnai pada
bagian penting pada embrio.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan


Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan Februari 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat (Solanum
lycopersicum L.) varietas F1 Renata, garam tetrazolium 1%, KH2PO4, Na2HPO4,
dan aquades. Tingkat viabilitas benih yang digunakan berdasarkan uji daya
kecambah, yaitu V1= 80,7%, V2= 73,6%, V3= 71,3%, dan V4= 65,3%. Alat yang
digunakan adalah kertas buram, alat pengecambah benih IPB 73-2A, mikroskop
stereo, timbangan analitik, oven pengering, dan perlengkapan penunjang lainnya.

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)


dengan satu faktor yaitu tingkat viabilitas benih (V1, V2, V3, dan V4). Model
rancangan yang digunakan adalah
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij : Nilai pengaruh tingkat viabilitas benih pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3, 4),
4

kelompok benih pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3)


μ : Nilai rata-rata umum
αi : Pengaruh tingkat viabilitas benih ke-i (i =1, 2, 3, 4)
βj : Pengaruh kelompok benih ke-j (j = 1, 2,3)
εij : Pengaruh galat tingkat viabilitas benih pada taraf ke-i dan kelompok
benih pada taraf ke-j.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam dan apabila
menunjukkan pengaruh nyata setiap tingkat viabilitas maka dilanjutkan dengan uji
lanjut DMRT pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Analisis regresi linier
sederhana untuk mengetahui hubungan antara pengukuran viabilitas yang diamati
dengan hasil uji tetrazolium. Rancangan analisis regresi linier yang digunakan
adalah
Y=a+bX
Keterangan:
Y : Nilai viabilitas yang diduga
a : Titik potong garis dengan sumbu Y
b : Kemiringan garis
X : Nilai viabilitas yang diukur dengan tetrazolium

Data hasil percobaan dianalisis menggunakan metode analisis korelasi regresi


antara nilai viabilitas yang diduga dengan nilai viabilitas yang diukur dengan
menggunakan uji tetrazolium. Analisis korelasi regresi digunakan untuk menguji
adanya keeratan. Sumbu X adalah nilai viabilitas yang diukur dengan tetrazolium
sedangkan sumbu Y adalah nilai viabilitas yang diduga. Nilai koefisien korelasi (r)
digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara nilai viabilitas yang diduga
dengan nilai viabilitas yang diukur dengan tetrazolium (Walpole, 1993).

Metode Pelaksanaan

Pembuatan lot benih


Pembuatan lot benih dilakukan dengan cara menyimpan benih dalam 4
kondisi suhu penyimpanan, yaitu 2 - 3 0C (V1), 4 – 10 0C (V2), 16 – 20 0C (V3),
dan 28 – 31 0C (V4). Benih dikemas ke dalam plastik PE dan dimasukkan ke dalam
toples yang ditutup rapat. Penyimpanan dilakukan selama 3 bulan untuk
memperoleh 4 viabilitas yang berbeda.

Pengujian viabilitas benih


Menurut ISTA (2014) pengujian viabilitas benih dilakukan dengan
menggunakan metode top paper atau Uji di Atas Kertas (UDK). Benih tomat
sebanyak 50 butir dikecambahkan di atas 3 lapisan kertas buram yang telah
dilembabkan dengan menggunakan aquades. Benih tomat dikecambahkan dengan
menggunakan alat pengecambah benih IPB 73-2A.

Pembuatan larutan
Pembuatan larutan dilakukan dengan membuat konsentrasi larutan
tetrazolium 1% dalam larutan buffer. Larutan buffer diperoleh dengan cara
melarutkan 9,078 g KH2PO4 ke dalam 1.000 ml aquades (larutan I) dan 9,472 g
Na2HPO4 ke dalam 1.000 ml aquades (larutan II). Larutan I dan II dicampur dengan
5

perbandingan 2:3. Derajat keasaman (pH) ditera untuk menghasilkan kisaran pH


6,5 - 7,5. Larutan tetrazolium disimpan dalam kondisi tidak boleh terkena cahaya
(ISTA, 2014).

Pengujian tetrazolium
Pengujian tetrazolium dilakukan pada kelompok benih setiap tingkat
viabilitas. Benih dilembabkan dengan merendam dalam air selama 18 jam pada
suhu 20 ± 2 0 C, kemudian dikering anginkan di atas kertas. Proses selanjutnya
1
dilakukan pelukaan benih dengan memotong melintang ± 3 bagian benih, yaitu testa
benih antara radikula dan kotiledon sampai endosperma. Benih selanjutnya
direndam larutan tetrazolium pada suhu 30 ± 20 C selama 18 jam, kemudian benih
dipotong menjadi 2 bagian secara melintang. Bagian benih yang dipotong
1
melintang ± 3 bagian dapat dilihat pada Gambar 1.

Benih tomat

Silet 1
Dipotong melintang ±3
bagian benih
Gambar 1. Bagian benih tomat yang dipotong melintang dengan perbesaran 4x10.

Pengamatan Penelitian
Tolok ukur viabilitas meliputi: daya berkecambah, berat kering kecambah
normal, kecepatan tumbuh benih, potensi tumbuh maksimum, dan indeks vigor.
Tolok ukur tersebut digunakan sebagai peubah pengukuran mutu fisiologis benih
dalam kegiatan pengamatan dan sebagai pembanding dengan hasil pengujian benih
tomat menggunakan tetrazolium.

a. Daya Berkecambah (DB)


Uji daya berkecambah dilakukan dengan metode top paper atau UDK (Uji di
Atas Kertas). Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal
pada hitungan pertama yaitu hari ke-5 dan hitungan kedua yaitu hari ke-14 setelah
penanaman (ISTA, 2014), dihitung dengan rumus sebagai berikut:
∑(𝐊𝐍𝐈+𝐊𝐍𝐈𝐈)
DB (%) = x 100%
∑ 𝐁𝐞𝐧𝐢𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐚𝐧𝐚𝐦
Keterangan :
KN I : Kecambah Normal pada hitungan I
KN II : Kecambah Normal pada hitungan II

b. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)


Kecambah normal yang berumur 10 HST dibersihkan dari bagian biji atau
kotiledon yang masih menempel dengan kulit benih (testa), kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 600 C selama 3 x 24 jam, selanjutnya dimasukkan dalam
desikator selama ± 30 menit dan ditimbang.
6

c.Kecepatan Tumbuh (KCT)


Pengujian kecepatan tumbuh benih (KCT) dilakukan dengan menghitung
kecambah normal setiap etmal (24 jam) mulai dari awal hari penanaman hingga
hari ke-14. Kecepatan tumbuh benih dihitung dengan rumus sebagai berikut:

KCT =

Keterangan :
KCT : Kecepatan tumbuh benih (%KN/etmal)
d : Presentase jumlah kecambah normal setiap waktu pengamatan
tn : Akhir pengamatan= hari ke-14 (Sadjad et al., 1990)

d. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)


Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase benih kecambah
normal maupun kecambah abnormal. Potensi tumbuh maksimum dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
∑(𝐁𝐞𝐧𝐢𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐮𝐦𝐛𝐮𝐡 (𝐤𝐞𝐜𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡 𝐧𝐨𝐫𝐦𝐚𝐥 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐛𝐧𝐨𝐫𝐦𝐚𝐥)
PTM= x 100%
∑ 𝐁𝐞𝐧𝐢𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐚𝐧𝐚𝐦

e. Indeks Vigor (IV)


Nilai Indeks Vigor merupakan data yang diperoleh pada pengamatan pertama
kecambah normal dalam pelaksanaan uji daya berkecambah benih tomat yaitu pada
hari ke-5 (ISTA, 2014). Indeks vigor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
∑ 𝐊ecambah 𝐍ormal 𝐡𝐢𝐭𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈
IV%= x 100%
∑ 𝐁𝐞𝐧𝐢𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐚𝐧𝐚𝐦

f. Evaluasi Hasil Uji Tetrazolium Topografis


Pengamatan struktur benih dengan menggunakan mikroskop stereo dengan
perbesaran 4x10 dan difoto menggunakan kamera. Struktur benih yang diamati
yaitu pada bagian endosperma, radikula, hipokotil, dan kotiledon. Bagian yang
diamati adalah pola pewarnaan yang terbentuk pada benih tomat. Pengamatan ini
dilakukan dengan menyusun kriteria pola pewarnaan. Pola pewarnaan digunakan
untuk membedakan karakteristik antara benih yang berpotensi tumbuh menjadi
kecambah normal kuat, kecambah normal lemah, abnormal, dan mati.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Benih tomat memiliki bentuk yang pipih bulat, berkulit keras, berukuran kecil
dengan diameter ± 2 mm, dan bobot 1.000 butir ± 3 g. Struktur benih tomat terdiri
dari testa, radikula, hipokotil, kotiledon, dan endosperma (Gambar 2). Struktur
tersebut sama dengan struktur benih cabai (Lampiran 1), tetapi ukuran benih cabai
lebih besar dibandingkan dengan benih tomat (Gambar 3).
7

Testa

Hipokotil
Endosperma

Kotiledon
Radikula

Gambar 2. Struktur benih tomat (Solanum lycopersicum L.) dengan perbesaran


4x10.

Diameter Diameter
benih tomat benih cabai
± 2 mm ± 3 mm

Gambar 3. Perbandingan ukuran benih tomat dengan benih cabai.

Tabel 1 menunjukkan tingkat viabilitas benih berpengaruh nyata terhadap


tolok ukur viabilitas. Uji lanjut pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tolok ukur DB,
IV, KCT, PTM, dan BKKN dapat membedakan tingkat viabilitas. Tingkat viabilitas
V1 nyata lebih tinggi dibandingkan V4 berdasarkan tolok ukur DB, IV, KCT, PTM,
dan BKKN. Tingkat viabilitas V2 dan V3 sama berdasarkan tolok ukur DB,IV, KCT,
PTM, dan BKKN. Tingkat viabilitas V2, V3, dan V4 sama berdasarkan tolok ukur
KCT dan BKKN. Tolok ukur DB, IV, dan PTM menunjukkan sensivitas untuk
mengevaluasi viabilitas benih, karena dapat membedakan 3 kriteria tingkat
viabilitas pada hasil uji lanjut DMRT (Tabel 2).

Tabel 1. Hasil sidik ragam pengaruh lot benih terhadap tolok ukur viabilitas
Tolok Ukur Viabilitas P-value
DB 0,0105*
IV 0,0103*
KCT 0,0220*
PTM 0,0102*
BKKN 0,0315*
Keterangan: *= berpengaruh nyata, tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%, DB= daya
berkecambah, IV= indeks vigor, KCT= kecepatan tumbuh benih, PTM= potensi
tumbuh maksimum, BKKN= berat kering kecambah normal.
8

Tabel 2. Hasil uji lanjut DMRT terhadap tolok ukur viabilitas


Lot Tolok Ukur Viabilitas
Benih DB (%) PTM (%) BKKN (g) IV (%) KCT (%KN/etmal)
V1 80,7a 90,9a 0,063a 40,2a 17,3a
V2 73,6b 84,7b 0,059ab 36,2ab 16,2ab
V3 71,3bc 82,7bc 0,058ab 33,8bc 15,2b
V4 65,3c 77,6c 0,053b 28,9c 14,8b
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%, DB= daya berkecambah, IV= indeks
vigor, KCT= kecepatan tumbuh benih, PTM= potensi tumbuh maksimum,
BKKN= berat kering kecambah normal.

Pengujian Tetrazolium

Pengelompokan kriteria pola pewarnaan normal (N) pada uji tetrazolium


dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat viabilitas benih (Tabel 3). Pola
pewarnaan dengan kriteria normal dapat digunakan untuk membedakan tingkat
viabilitas benih (Tabel 4). Tingkat viabilitas V1, V2, dan V3 memiliki viabilitas
yang sama berdasarkan pola pewarnaan normal, sedangkan V4 nyata lebih rendah
dibandingkan dengan tingkat viabilitas yang lainnya. Hasil pola pewarnaan normal
pada tingkat viabilitas V1 berbeda dengan V4. Hasil pola pewarnaan normal pada
tingkat viabilitas V2 tidak berbeda dengan V3.

Tabel 3. Hasil sidik ragam pola pewarnaan pada uji tetrazolium


Pola Pewarnaan P-value
N 0,0481*
NK 0,2029tn
NL 0,3903tn
AB 0,3730tn
M 0,1510tn
Keterangan: N= jumlah kecambah normal (NK+NL), NK= normal kuat, NL= normal
lemah, AB= abnormal, M= mati.

Tabel 4. Hasil uji lanjut DMRT terhadap pola pewarnaan normal


Viabilitas Pola Pewarnaan Normal
V1 80,0a
V2 75,7a
V3 73,3ab
V4 65,7b
Keterangan: ∑N= jumlah kecambah normal (NK+NL).

Pola pewarnaan pada hasil uji tetrazolium dikelompokkan menjadi 4


kelompok yaitu: pola normal kuat (NK), normal lemah (NL), abnormal (AB), dan
mati (M). Pola pewarnaan tetrazolium dapat digunakan untuk memprediksi 5 pola
pewarnaan untuk kriteria normal kuat, 8 pola pewarnaan untuk kriteria normal
lemah, 13 pola pewarnaan untuk kriteria abnormal, dan 7 pola pewarnaan untuk
9

kriteria mati (Tabel 5). Berdasarkan rata-rata persentase pola pewarnaan pada lot
benih tomat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Benih Tomat (Solanum
Radikula, Hipokotil lycopersicum L.)
dan Kotiledon
1. endosperma, radikula, normal kuat
hipokotil, dan
kotiledon berwarna
merah.

2. endosperma bergradasi normal kuat


warna merah dan
merah muda; radikula
berwarna merah;
hipokotil berwarna
merah muda;
kotiledon bergradasi
warna merah dan
merah muda.
3. endosperma, radikula, normal kuat
hipokotil dan
kotiledon bergradasi
warna merah dan
merah muda.

4. endosperma, hipokotil normal kuat


dan kotiledon
bergradasi warna
merah dan merah
muda; radikula
berwarna merah.
10

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Benih Tomat (Solanum
Radikula, Hipokotil lycopersicum L.)
dan Kotiledon
5. endosperma bergradasi normal kuat
warna merah muda
dan sedikit merah;
radikula dan hipokotil
berwarna merah muda;
kotiledon bergradasi
warna merah dan
merah muda.

6. endosperma, radikula, normal lemah


hipokotil dan kotiledon
berwarna merah muda.

7. endosperma bergradasi normal lemah


warna merah muda
dan sedikit berwarna
merah; ujung radikula
sedikit berwarna
merah; daerah
penempelan antara
kotiledon dan hipokotil
sedikit berwarna
merah.
8. endosperma bergradasi normal lemah
warna merah muda,
sedikit merah dan
sedikit merah
kehitaman; radikula
dan hipokotil berwarna
merah muda; kotiledon
bergradasi warna
merah muda dan
sedikit warna merah.
11

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Benih Tomat (Solanum
Radikula, Hipokotil lycopersicum L.)
dan Kotiledon
9. endosperma normal lemah
bergradasi warna
merah muda dan
sedikit tidak
terwarnai; radikula,
hipokotil dan
kotiledon berwarna
merah muda.

10. endosperma dan normal lemah


radikula bergradasi
warna merah muda
dan sedikit warna
merah; hipokotil dan
kotiledon berwarna
merah muda.

11. endosperma dan normal lemah


radikula berwarna
merah; daerah
penempelan
hipokotil dan
kotiledon sedikit
berwarna merah
kehitaman.

12. endosperma normal lemah


bergradasi warna
merah, merah muda
dan sedikit tidak
terwarnai; ujung
radikula sedikit
berwarna merah
kehitaman; hipokotil
dan kotiledon
berwarna merah.
12

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Radikula, Benih Tomat (Solanum
Hipokotil dan Kotiledon lycopersicum L.)

13. endosperma bergradasi normal lemah


warna merah, merah
muda, sedikit merah
kehitaman dan sedikit
tidak terwarnai; radikula,
hipokotil dan kotiledon
berwarna merah.

14. endosperma bergradasi abnormal


warna merah, merah muda
dan sedikit merah
kehitaman; radikula
bergradasi warna merah
dan merah kehitaman;
hipokotil bergradasi warna
merah dan sedikit merah
kehitaman; kotiledon
berwarna merah.
15. endosperma bergradasi abnormal
warna merah kehitaman
dan merah muda; radikula
bergradasi warna merah
dan sedikit warna merah
kehitaman; hipokotil dan
kotiledon berwarna merah.

16. endosperma bergradasi abnormal


warna merah, sedikit
warna merah kehitaman
dan sedikit tidak
terwarnai; radikula
berwarna merah dan
sedikit tidak terwarnai;
daerah penempelan antara
hipokotil dan kotiledon
sedikit berwarna merah
kehitaman.
13

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Benih Tomat (Solanum
Radikula, Hipokotil lycopersicum L.)
dan Kotiledon
17. endosperma berwarna abnormal
merah; daerah
penempelan antara
hipokotil dan radikula
bergradasi warna
merah dan sedikit
warna merah
kehitaman; daerah
penempelan antara
hipokotil dan
kotiledon sedikit
berwarna merah
kehitaman.
18. endosperma abnormal
bergradasi warna
merah muda, merah
dan sedikit tidak
terwarnai; radikula
berwarna merah
muda; hipokotil
bergradasi warna
merah muda dan
sedikit tidak
terwarnai; kotiledon
berwarna merah muda.
19. endosperma abnormal
bergradasi warna
merah, merah
kehitaman, merah
muda dan sedikit tidak
terwarnai; radikula
bergradasi warna
merah dan merah
muda; hipokotil
berwarna merah
muda; kotiledon
bergradasi warna
merah, merah muda
dan tidak terwarnai.
14

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Radikula, Benih Tomat (Solanum
Hipokotil dan Kotiledon lycopersicum L.)

20. endosperma bergradasi abnormal


warna merah muda,
sedikit merah kehitaman
dan sedikit tidak
terwarnai; radikula
bergradasi warna merah
dan sedikit warna merah
kehitaman; kotiledon
tidak terwarnai; daerah
penempelan antara
kotiledon dan hipokotil
bergradasi warna merah
muda dan sedikit tidak
terwarnai.
21. endosperma bergradasi abnormal
warna merah, merah
muda dan sedikit tidak
terwarnai; daerah
penempelan antara
radikula dan hipokotil
terdapat sedikit warna
merah kehitaman; ujung
kotiledon sedikit tidak
terwarnai.
22. endosperma bergradasi abnormal
warna merah muda,
sedikit merah kehitaman
dan sedikit tidak
terwarnai; ujung radikula
sedikit berwarna merah
kehitaman; hipokotil dan
kotiledon bergradasi
warna merah muda dan
sedikit tidak terwarnai.
15

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Radikula, Benih Tomat (Solanum
Hipokotil dan Kotiledon lycopersicum L.)

23. endosperma bergradasi abnormal


warna merah, merah
muda dan sedikit tidak
terwarnai; radikula
bergradasi warna merah
dan merah kehitaman;
hipokotil berwarna
merah; kotiledon
bergradasi warna merah
dan merah kehitaman.
24. endosperma bergradasi abnormal
warna merah muda,
sedikit merah kehitaman
dan tidak terwarnai;
radikula bergradasi warna
merah dan sedikit warna
merah kehitaman;
hipokotil dan kotiledon
bergradasi warna merah
dan merah muda.
25. endosperma bergradasi abnormal
warna merah muda,
sedikit merah dan sedikit
merah kehitaman;
radikula bergradasi warna
merah kehitaman, merah
dan sedikit merah muda;
daerah penempelan
hipokotil dan kotiledon
bergradasi warna merah
muda dan sedikit tidak
terwarnai; ujung
kotiledon bergradasi
berwarna merah dan
merah muda.
16

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Radikula, Benih Tomat (Solanum
Hipokotil dan Kotiledon lycopersicum L.)

26. endosperma bergradasi abnormal


warna merah, merah
muda, sedikit merah
kehitaman dan sedikit
tidak terwarnai; radikula
bergradasi warna merah
dan warna merah
kehitaman; daerah
penempelan antara
radikula dan hipokotil
bergradasi warna merah
muda dan sedikit warna
merah kehitaman;
kotiledon berwarna
merah muda.
27. lebih dari ½ embrio tidak mati
terwarnai; endosperma
bergradasi sedikit warna
merah, sedikit warna
merah muda dan tidak
terwarnai; ujung radikula
sedikit berwarna merah
muda; hipokotil tidak
terwarnai; kotiledon
sedikit warna merah dan
tidak terwarnai.
28. lebih dari ½ embrio tidak mati
terwarnai; endosperma
bergradasi sedikit warna
merah dan tidak
terwarnai; ujung radikula
sedikit berwarna merah
kehitaman; kotiledon
berwarna merah;
hipokotil tidak terwarnai.
17

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Radikula, Benih Tomat (Solanum
Hipokotil dan Kotiledon lycopersicum L.)

29. lebih dari ½ embrio tidak mati


terwarnai; endosperma
begradasi sedikit
berwarna merah muda
dan tidak terwarnai;
ujung radikula sedikit
berwarna merah muda;
hipokotil dan kotiledon
tidak terwarnai.
30. lebih dari ½ embrio tidak mati
terwarnai; endosperma,
ujung radikula dan
kotiledon terdapat sedikit
bercak berwarna merah
muda; hipokotil tidak
terwarnai.

31. lebih dari ½ embrio tidak mati


terwarnai; endosperma
tidak terwarnai; daerah
penempelan radikula dan
hipokotil berwarna merah
muda dan tidak
terwarnai; kotiledon
bergradasi sedikit warna
merah muda dan tidak
terwarnai.
32. endosperma, radikula, mati
hipokotil dan kotiledon
tidak terwarnai.
18

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium pada benih tomat (lanjutan)


Pola Pola Pewarnaan pada Kelompok Gambar Pola Pewarnaan
Endosperma, Radikula, Benih Tomat (Solanum
Hipokotil dan Kotiledon lycopersicum L.)

33. lebih dari ½ embrio tidak mati


terwarnai; endosperma
bergradasi sedikit warna
merah, sedikit warna
merah muda dan tidak
terwarnai; kotiledon,
hipokotil dan radikula
terdapat sedikit bercak
warna merah muda.

Tabel 6. Rata-rata pola pewarnaan tetrazolium pada lot benih tomat


Pola Pewarnaan (%)
Viabilitas
NK NL AB M ∑N (NK+NL)
V1 42,3 37,7 16,3 3,7 80,0
V2 35,3 40,3 16,7 7,7 75,6
V3 40,0 33,3 16,0 10,7 73,3
V4 33,7 32,0 20,3 14,0 65,7
Keterangan: NK= normal kuat, NL=normal lemah, AB= abnormal, M= mati, ∑N= jumlah
kecambah normal (NK+NL).

Hasil pola pewarnaan normal lemah dan abnormal terdapat pola atau bercak
merah kehitaman pada bagian benih yang diduga bahwa benih tersebut terkena
cendawan karena pada saat penyimpanan tidak ada bahan pelapis kimia yang
melindungi benih dari serangan cendawan. Menurut Subantoro dan Prabowo (2013)
bagian benih jagung dan kedelai yang dominan berwarna merah kehitam-hitaman
atau berwarna coklat kehitaman dapat diindikasi bahwa pertumbuhan benih
menjadi lambat dan abnormal.

Evaluasi Viabilitas Benih melalui Pola Pewarnaan pada Uji Tetrazolium

Hasil uji korelasi antara tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM) pada
viabilitas benih tomat dan pola pewarnaan potensi tumbuh maksimum tetrazolium
(PTMttz) memiliki nilai r sebesar 0,334 dan nilai P-value sebesar 0,288 dengan
persamaan regresi PTM = 63,1 + 0,229 PTMttz. Nilai tersebut menunjukan bahwa
hasil uji korelasi antara PTM dengan PTMttz memiliki arah hubungan yang positif,
tetapi kedua tolok ukur tersebut kurang berhubungan erat. Hasil uji korelasi pada
Tabel 7 antara tolok ukur viabilitas dengan pola pewarnaan normal uji tetrazolium
mempunyai hubungan yang erat dan nyata pada tolok ukur daya berkecambah
(DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh benih (KCT) dan berat kering kecambah
normal (BKKN). Tolok ukur DB, IV, KCT dan BKKN merupakan indikasi
munculnya kecambah normal pada pengujian pengecambahan benih. Hasil ini
19

menunjukkan bahwa uji tetrazolium dapat digunakan sebagai indikasi munculnya


kecambah normal. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada tolok ukur daya
berkecambah (DB). Struktur benih tomat dan benih cabai memiliki struktur yang
sama. Menurut Eviliani (2016) uji tetrazolium pada benih cabai dapat digunakan
sebagai indikasi munculnya kecambah normal pada tolok ukur DB dan BKKN.
Nilai korelasi regresi tertinggi terdapat pada tolok ukur BKKN sebesar 0,7.

Tabel 7. Nilai korelasi dan regresi antara tolok ukur viabilitas dan uji tetrazolium
pada pola pewarnaan normal
Tolok Ukur
Persamaan Regresi r P-value
Viabilitas
DB DB = 27,1 + 0,619 N 0,7 0,018*
IV IV = 0,7 + 0,462 N 0,7 0,021*
KCT KCT = 7,41 + 0,115 N 0,6 0,035*
BKKN BKKN = 0,03 + 0,000383 N 0,6 0,044*
PTM PTM = 49,7 + 0,465 N 0,6 0,052tn
Keterangan: *= berpengaruh nyata, tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%, r= koefisien
korelasi, DB= daya berkecambah, IV= indeks vigor, KCT= kecepatan tumbuh
benih, PTM= potensi tumbuh maksimum, BKKN= berat kering kecambah
normal; N= pola pewarnaan normal (NK+NL).

Penambahan kriteria pada uji tetrazolium dan uji viabilitas dapat digunakan
untuk mendeteksi vigor. Tolok ukur vigor pada uji perkecambahan (uji viabilitas),
yaitu indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih. Uji tetrazolium pada pola
pewarnaan normal kuat dapat digunakan untuk indikasi vigor, karena pola
pewarnaan total berwarna merah atau dominan berwarna merah dapat digunakan
untuk indikasi munculnya kecambah normal kuat. Hasil uji korelasi pada Tabel 8
antara tolok ukur IV dan KCT dengan pola pewarnaan normal kuat uji tetrazolium
tidak mempunyai hubungan yang erat pada semua tolok ukur viabilitas. Uji
tetrazolium pada pola pewarnaan normal kuat belum dapat digunakan sebagai
indikasi menentukan vigor benih tomat karena memiliki nilai korelasi yang rendah
dan tidak nyata.

Tabel 8. Nilai korelasi dan regresi antara tolok ukur IV dan KCT dengan uji
tetrazolium pada pola pewarnaan normal kuat
Tolok Ukur
Persamaan Regresi r P-value
Viabilitas
IV IV = 17,1 + 0,467 NK 0,5 0,077tn
KCT KCT = 14,0 + 0,0495 NK 0,2 0,512tn
Keterangan: *= berpengaruh nyata, tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%, r= koefisien
korelasi, IV= indeks vigor, KCT= kecepatan tumbuh benih, NK= pola pewarnaan
normal kuat.
20

Perbedaan hasil tingkat viabilitas tolok ukur DB dengan pola pewarnaan


normal uji tetrazolium dan hasil korelasi yang rendah antara pengujian
perkecambahan pada tolok ukur IV dan KCT dengan uji tetrazolium normal kuat,
diduga karena benih tomat memiliki ukuran yang kecil dan belum adanya
keseragaman lot benih. Pengujian tetrazolium pada benih yang berukuran kecil sulit
untuk dilakukan pelukaan secara optimal dan pengamatan pola pewarnaan yang
dihasilkan memiliki gradasi warna yang sangat bervariasi. Keseragaman belum
terbentuk diduga karena adanya serangan cedawan. Indikasi benih yang terserang
cendawan dapat terlihat dari warna kehitaman pada kulit benih. Kondisi ini
didukung dengan adanya serangan cendawan pada uji perkecambahan. Menurut
Eviliani (2016) jumlah benih viabel dan non viabel pada pengujian tetrazolium dan
pengujian langsung akan sama dalam batas toleransi. Hal tersebut terjadi jika benih
tidak dorman, benih yang mempunyai testa keras telah diberi perlakuan pematahan
dormansi (skarifikasi), benih telah terinfeksi patogen atau tidak terinfeksi, benih
terkena serangan cendawan atau tidak terkena serangan cendawan, dan benih
dikecambahkan pada kondisi optimum.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Uji tetrazolium dengan menggunakan konsentrasi 1% pada benih tomat


menghasilkan 33 pola pewarnaan, yang dikelompokan menjadi 5 pola pewarnaan
normal kuat, 8 pola pewarnaan normal lemah, 13 pola pewarnaan abnormal, dan 7
pola pewarnaan mati. Pola pewarnaan tetrazolium dengan kriteria normal memiliki
korelasi sebesar 0,6 - 0,7 dan nyata dengan tolok ukur daya berkecambah, kecepatan
tumbuh benih, indeks vigor, dan berat kering kecambah normal. Hal ini
menunjukkan bahwa uji terazolium pada benih tomat dapat digunakan untuk
mendeteksi viabilitas potensial dan vigor benih.

Saran

Penelitian lanjutan disarankan untuk melakukan pelukaan benih dengan tepat,


agar proses imbibisi larutan tetrazolium pada benih dapat lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Dina, Widajati E., Wirawan B. dan Ilyas S. 2007. Pola topografi pewarnaan
tetrazolium sebagai tolok ukur viabilitas dan vigor benih kedelai (Glycine
max L.Merr.) untuk pendugaan pertumbuhan tanaman di lapang. Bul.Agron.
35(2):88-95.
Eviliani U. 2016. Uji tetrazolium untuk kriteria vigor benih cabai (Capsicum
annum). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
21

Gagliardi B. and Filho J.M. 2011. Assessment of the physiological potential of bell
pepper seeds and relationships with seedling emergence. Rev.bras.sementes.
33(1):162-170.
Gomez K.A. dan Gomez A.A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Sjamsuddin E., Baharsjah J.S., penerjemah. UI Press, Jakarta. Terjemahan
dari: Statistical Prosedurs for Agriculture Research.
Ilyas S. dan Widajati E. 2015. Teknik dan Prosedur Pengujian Mutu Benih
Tanaman Pangan. IPB Press, Bogor.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2014. Seed Science and
Technology. International Rules for Seed Testing. International Seed Testing
Association, Zurich.
Savage W.E.F. and Metzger G.L. 2006. Seed dormancy and the control of
germination. Tansley Review - New Phytologist. 171: 501-523.
Rahmayani S.F. 2015. Pengujian tetrazolium dan respirasi benih koro pedang
(Canavalia ensiformis). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1990. Parameter pengujian vigor benih. Grasindo,
Jakarta.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Subantoro R. dan Prabowo R. 2013. Pengkajian viabilitas benih dengan tetrazolium
test pada jagung dan kedelai. Mediagro. 9(2):1-8.
Walpole R.E. 1993. Pengantar Statistik Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Widajati E., Murniati E., Palupi E.R., Kartika T., Suharto M.R. dan Qodir A. 2013.
Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press, Bogor.
22
LAMPIRAN
25

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur internal benih cabai (Capsicum annum) menurut


Savage (2006)

Testa

Endosperma Kotiledon
Radikula
27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 12 Maret 1994 dari ayah


Drs.Christian Nurseto Mpd. dan ibu Wahjoe Triwidajani Spd. Penulis adalah anak
kedua dari dua bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus SMA Negeri 1 Ponorogo dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi panitia dalam rangka
kegiatan masa orientasi siswa MPD (Masa Perkenalan Departemen) sebagai medis
dan pernah mengikuti program pendampingan upaya khusus padi, jagung dan
kedelai (UPSUS-PAJALE) dari Kementan, pada bulan Juli-Agustus 2015.

Anda mungkin juga menyukai