Anda di halaman 1dari 53

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama berabad-abad, manusia telah mengamati tentang proses terjadinya


listrik. Merka telah beberpa kali melakukan percobaan guna mendapatkan
pemecahan taka-teki tentang kelistrikan. Banyak tkoh-tokoh yang berhasil
mengungkap dan membuat suatu penemuan yang erat kaitannya fengan dunia listrik
diantaranya Michaek Faraday dengan salah satu hasil kegiatannya adalah tentang
rotasi electromagnetic. Hasil penemuannya ini merupakan dasar terpentin dari
perkembangan dunia listrik berikutnya. Penemuan tersebut terus dikembangkan
dalam berbagai alat listrik seperti transformator dan generator. Generato yang
pertamakali menggunakan system rotasi ditemukan oleh H.M. Pexii ari Paris pada
tahun 1832. Generator pertama ini menggunakan sebuah magnet permanen
berbentuk tapal kuda diputar menegelilingi sebuah inti besi yan berlilitan yang
dihubungkan dengan sebuah komutator dan bila diptar mengasilkn bunga api.

Sejarah tenteng listrik komersial pertamakali beroperasi pada tahun 1882


bulan januari di London inggris, kemudian di New York pada bulan September
tahun yang sama. Listrik komersial ini menggunakan arus searah dengan tegangan
rendah. Di Indonesia, sejarah penyediaan listrik pertama kali diawali oleh sebuah
embangkit tenaga listrik di Gambir, Jakarta pada bulan Mei 1897, Surakart pada
tahun 1908, Bandung pada tahun 1906, Surabaya pda tahun 1912 dan Banjarmasin
pada tahun 1992. Pada awalnya pusat-pusat tenaga listrik ini menggunakan tenaga
termis.

Kelangsungan hidup manusia di muka bumi tidak bisa lepas dari kebutuhan
akan enegi listrik. Saat sekarag ini kebutuhan akan listik semakin hari semakin
meningkat seiring kemajuan teknologi yang ssemakin maju. Denga kemajuan
teknolgi yang semakin maju akan sangat membutuhan kebutuhan akan energy
listrik yang semakin banyak pula. Dapat dikatakan kemajuan teknologi akan
berbanding lurus dengan konsumsi energi listrik.
Oleh sebab itu dibutuhkan pembangkit listrik yang lebih banyak lagi untuk
mmenuhi kebutuhan listrik tersebut. Dengan menggunakan segala sumber daya
alam yang ada sebgai pembengkitnya. Salah satu pembangkit yang palingbanyak
beropersai untuk memenuhi kebutuhan listrik dunia dan termasuk di Indonesia
adalah Pembangkit listrik tenaga gas, sumber daya yang paling banyak digunakan
sebagai pembangkit pada Pembangit listrik tesebut adalah energy yang tidak dapat
diperbaharui seperti batubara, gas alam, maupun bahan bakar minya lainnya.
Pembangit tersebut merupakan pembangkit terbesar yang paling banyak
menghasilkan energy listrik di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan maslah yang dibahas dalam makalah adalah

1. Bagaimana bahan bakar gas dapat menghasilkan listrik


2. Komponen apa saja yang terdapat dalam PLTG, serta
3. Kelemahan dan kelebihan PLTG

1.3 Tujuan

1. Mengenal dan mengetahui cara kerja PLTG


2. Pentingnya PLTG sebagai pemasok listrik
BAB 2
ISI
2.1 Pengertian
Perkembangan industri ketenagalistrikan di Indonesia semakin meningkat
seiring munculnya pembangkit – pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia,
baik itu PLTA, PLTD, PLTU, PLTG, ataupun kombinasi dari tenaga gas dan uap
yang disebut sebagai PLTGU. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap merupakan
pembangkit listrik dengan mengkombinasikan dua bahan utama selama pembuatan
listriknya

Gambar 2.1 PLTG

Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) merupakan sebuah pembangkit


energi listrik yang menggunakan peralatan/mesin turbin gas sebagai penggerak
generatornya. Turbin gas dirancang dan dibuat dengan prinsip kerja yang sederhana
dimana energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar diubah
menjadi energi mekanis dan selanjutnya diubah menjadi energi listrik atau energi
lainnya sesuai dengan kebutuhannya.

PLTG, secara prinsip hampir sama dengan PLTU. Hanya saja uapnya
diganti dengan gas. Karena karakteristik uap dan gas secara umum berbeda, maka
akan ada beberapa prinsip dasar yang berbeda antara turbin uap dan turbin gas.
Selain itu, gas yang dipakai dalam PLTG bisa dibilang lebih mudah untuk disiapkan
daripada uap, sehingga sebuah PLTG bisa mulai berproduksi dari keadaan “dingin”
dalam hitungan menit, sebut saja sekitar 10 menit sampai 30 menit, jauh lebih cepat
dari apa yang bisa dilakukan oleh sebuah PLTU.

Satu hal yang menarik pada PLTG adalah gas yang keluar dari turbin
biasanya masih cukup panas. Cukup panas sehingga bila di sebelah PLTG ada
sebuah PLTU, maka gas hasil proses di PLTG masih dapat digunakan untuk
memanaskan boiler kepunyaan PLTU. Inilah kemudian yang dikenal dengan
sebutan combine cycle, sebuah pembangkit yang terdiri dari komponen utama
PLTG terdiri atas beberapa peralatan yang satu dengan yang lainnya terintegrasi
sehingga menjadi satu unit lengkap yang dapat dioperasikan sebagaimana mestinya
PLTG dan PLTU.

2.1.1 Keunggulan dan kelemahan PLTG

Dari segi operasi, unit PLTG tergolong unit yang masa startnya singkat yaitu
sekitar 15 ~ 30 menit dan umumnya dapat distart tanpa pasokan daya listrik dari luar,
karena menggunakan mesin diesel sebagai penggerak awalnya. (Diesel engine motor
start). Dari segi pemeliharaan, unit PLTG mempunyai selang waktu pemeliharaan
(time between overhaul) yang pendek yaitu sekitar 4000 ~ 5000 jam operasi. Selain
ukuran jam operasi juga dapat dipakai jumlah start-stop sebagai acuan dalam
penentuan waktu overhaul. Jadi walaupun belum mencapai 5000 jam operasi tetapi
telah mencapai 300 kali start-stop maka unit PLTG tersebut sudah harus di-inspeksi
untuk pemeliharaan. Dalam proses inspeksi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
bagian-bagian yang terkena aliran gas hasil pembakaran yang suhunya bisa mencapai
1.300 oC seperti ruang bakar, saluran gas panas (hot-gas-path) dan juga sudu-sudu
turbin. Bagian-bagian ini umumnya mengalami kerusakan (retak) sehingga perlu
dilas atau diganti bila perlu.
Proses start-stop akan mempercepat proses kerusakan (keretakan) karena
proses start-stop menyebabkan proses pemuaian dan pengerutan yang tidak kecil
pada bagian- bagian yang disebutkan di atas. Hal ini disebabkan sewaktu unit PLTG
dingin suhunya sama dengan suhu ruangan yaitu sekitar 30 oC namun pada saat
beroperasi suhunya dapat mencapai hingga 1.300 oC, demikian pula sebaliknya. Pada
saat unit PLTG shut- down, porosnya harus tetap diputar secara perlahan untuk
menghindari terjadinya pembengkokan pada poros hingga suhunya dianggap cukup
aman untuk itu.
Dengan memperhatikan buku petunjuk dari pabrik, ada unit PLTG boleh
dibebani lebih tinggi 10% dari ratingnya untuk waktu 2 jam yang diistilahkan sebagai
Peak Operation. Pengoperasian dalam kondisi seperti ini perlu diperhitungkan
sebagai proses pemendekan selang waktu inspeksi dan pemeliharaan karena peak
operation ini menambah keausan yang terjadi pada turbin sebagai akibat kenaikan
suhu operasi.
Dari segi aspek lingkungan, yang perlu mendapat perhatian adalah masalah
kebisingan, jangan sampai melebihi ambang batas yang diizinkan. Masalah lainnya
adalah masalah kebocoran instalasi bahan bakar yang perlu mendapat perhatian
khususnya dari bahaya kebakaran.
Unit PLTG umumnya merupakan unit pembangkit dengan efisiensi yang
paling rendah, yaitu sekitar 15 ~ 25 % saja. Sementara ini sedang dikembangkan
penggunaan Aero Derivative Gas Turbine yaitu turbin gas pesawat terbang yang
dimodifikasi menjadi turbin penggerak generator. Hal ini dilakukan karena untuk
daya output yang sama diperoleh dimensi yang lebih kecil.

2.2 Peraturan PLTG


Adapun peraturan-peraturan yang mengatur ijin dari Pembangkit Listrik
Tenaga Gas yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
IndonesiaNomor 03 Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga
Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA Oleh PT
PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) melalui Pemilihan
Langsung dan Penunjukan Langsung

Energy udara dan Energy Gas Energy Mekanik Energy Listrik


bahan bakar

Gambar 2. Flow Diagram PLTG

2.3 Sistem PLTG


Sistem PLTG menggunakan prinsip siklus Brayton yang dibagi atas siklus
terbuka dan siklus tertutup. Pada siklus terbuka, fluida kerja adalah udara atmosfer
dan pengeluaran panas di atmosfer karena gas buang dari turbin dibuang ke
atmosfer. Adapun kekurangan dari turbin gas adalah sifat korosif pada material
yang digunakan untuk komponen-komponen turbinnya karena harus bekerja pada
temperature tinggi dan adanya unsur kimia bahan bakar minyak yang korosif
(sulfur, vanadium dll), tetapi dalam perkembangannya pengetahuan material yang
terus berkembang hal tersebut mulai dapat dikurangi meskipun tidak dapat secara
keseluruhan dihilangkan. Dengan tingkat efisiensi yang rendah hal ini merupakan
salah satu dari kekurangan sebuah turbin gas juga dan pada perkembangannya
untuk menaikkan efisiensi dapat diatur/diperbaiki temperature kerja siklus dengan
menggunakan material turbin yang mampu bekerja pada temperature tinggi dan
dapat juga untuk menaikkan efisiensinya dengan menggabungkan antara
pembangkit turbin gas dengan pembangkit turbin uap dan hal ini biasa disebut
dengan combined cycle.
a. Siklus Terbuka b. Siklus Tertutup
b.
c.Gambar 2.2 Skema Sistem dan Siklus Kerja Brayton

Cara kerja PLTG tersebut bisa dijelaskan dalam satu siklus terbuka sebagai berikut:
Siklus PLTG berawal melalui udara yang masuk ke kompressor. Kompressor yang
berfungsi menaikkan tekanan udara kemudian memasukkan udara ke dalam ruang bakar
(Combustion room) bercampur dengan bahan bahan bakar (gas / bbm). Pembakaran di
ruang pembakaran menghasilkan gas bersuhu tinggi dan bertekanan sehingga dapat
memutar turbin gas. Turbin yang berputar mendrive generator berputar. Luaran sistem
tersebut menghasilkan produksi listrik dan setelah itu, gas akan dibuang ke atmosfir melalui
stack (cerobong asap).

2.3.1 SISTEM PROTEKSI PLTG GE


Filosofi dasar dari sistem proteksi adalah bagaimana melindungi sistem
tenaga listrik dari ekses gangguan yang terjadi pada sistem dengan cara memisahkan
gangguan tersebut dari sistem lainnya dengan cepat dan tepat. Kualitas sistem
proteksi yang diinginkan adalah yang cepat,sensitif,selektif dan andal. Cepat berarti,
reaksi sistem proteksi tersebut harus secepat mungkin memisahkan daerah yang
terganggu dari sistem lainnya, tanpa menimbulkan hal-hal lain yang menimbulkan
bentuk gangguan baru pada sistem. Sensitif berarti, sistem proteksi tersebut
bereaksi terhadap gangguan yang bagaimanapun kecilnya selama gangguan tersebut
termasuk dalam tugasnya. Selektif berarti, sistem proteksi tersebut harus bereaksi
dengan tepat, sehingga yang dipisahkan dari sistem hanya bagian yang terganggu,
tanpa menyebabkan bagian lain yang tidak seharusnya terpisah dari sistem turut
dipisahkan dari sistem.
Andal berarti, sistem proteksi tersebut akan bekerja sesuai apa yang
diharapkan, dimana keandalan dapat mengacu pada
konsep”security”atau”dependability”.
Keandalan dengan konsep security berarti, suatu kepastian bahwa sistem
proteksi tidak akan salah operasi, yang berarti sistem proteksi tidak akan bereaksi
terhadap gangguan yang bukan diperuntukkan kepadanya bagaimanapun besarnya
gangguan tersebut, sedangkan keandalan dengan konsep dependability berarti suatu
kepastian bahwa sistem proteksi pasti bereaksi untuk kondisi yang dirasakan
sebagai kondisi gangguan.
Dalam banyak sistem kedua hal di atas tidak mungkin kedua duanya
dipenuhi 100%, sehingga banyak sistem yang merupakan sistem kompromi antar
keduannya.
Kesederhanaan, dimana digunakan peralatan dan rangkaian yang sederhana
akan tetapi tujuan tercapai. Ekonomis, dimana dengan biaya yang minimum dapat
dicapai fungsi proteksi yang maksimum

2.3.1.1 Alat Sensor


Alat sensor berfungsi untuk mendeteksi perubahan parameter pada sistem
dari peralatan yang diproteksi. Alat sensor ini berupa VT (voltage transformer) dan
CT (current transformer).

2.3.1.2 Relay Proteksi


Pada PLTG GE relay proteksi yang digunakan adalah relay numeric yang
mana dikendalikan oleh sebuah microprocessor. Relay numeric atau relay digital
yang digunakan adalah DGP System. DGP system adalah sebuah mikroprosesor
yang dikombinasikan dengan relay digital di mana menggunakan sampling bentuk
gelombang dari arus dan tegangan input untuk keperluan proteksi, control, dan
memonitor generator. Sampling tadi digunakan untuk menghitung arus dan phasa
tegangan yang mana digunakan untuk fungsi alogaritma proteksi. DGP System
menggunakan interface MMI (Man Machine Interface) dan DGP LINK software
komunikasi yang sesuai dengan GE digital relay system.
Di bawah ini beberapa fungsi proteksi yang ada pada DGP System :
1. Stator Differential (87G)
2. Current Unbalance (46)
3. Loss of Exicitation (40)
4. Antimotoring (32-1)
5. Time overcurrent with voltage restraint (51V)
6. Stator Ground (64G1)
7. Ground Overcurrent ( 51 GN)
8. Over exicitation (24)
9. Overvoltage (59)
10. Undervoltager (27)
11. Over and Undefrequency (81)
12. Voltage Transformer Fuse Failure (VTFF)

1. Stator Differential
Fungsi ini menyediakan Proteksi dengan kecepatan tinggi selama terjadi
gangguan phasa-phasa, dan tiga phasa didalam stator generator. Stator differential
menggunakan sebuah produk restraint alogaritma dengan dual slope karakteristik.
Stator differential tidak akan bekerja untuk gangguan berulang pada belitan mesin.
Ini juga tidak akan bekerja untuk ganguan satu fasa ketanah, jika sistem tersebut
tidak ditanahkan atau ditanahkan dengan impedansi yang tinggi. Proteksi terhadap
hubung tanah akan berfungsi jika netral dari mesin ( atau salah satu mesin yang
dioperasikan parallel) ditanahkan. Sebuah bagian kecil dari belitan sampai titik netral
tidak dapat diproteksi, jumlah gangguan sangat ditentukan dari tegangan yang dapat
menyebabkan arus pick-up minimum yang mengalir sampai titik netral dan
impedansi pentanahan. Peralatan pembatas arus pada rangkaian netral tanah akan
meningkatkan impedansi netral dan akan menurunkan fungsi proteksi gangguan
tanah.

2. Current Unbalance
Di sini ada beberapa kondisi tidak normal pada generator, kondisi tidak
normal ini dapat berupa ketidakseimbangan beban, gangguan pada sistem dan
rangkaian terbuka. Komponen urutan negative (I2) dari arus stator berhubungan
langsung dengan kondisi tidak normal ini dan pengaturan jumlah putaran fluks
medan pada mesin. Kekurangan ini akan menyebabkan pemanasan pada inti rotor.
Kemampuan dari mesin untuk bertahan dari pemanasan yang disebabkan oleh arus
yang tidak terbatas (unbalance current). Proteksi current unbalance dari DGP sistem
menyediakan karakteristik waktu operasi yang cepat sesuai I2² T = K. Sebuah
karakteristik linear yang dibuat kira-kira untuk pendinginan mesin sementara pada
kondisi arus yang tidak terbatas ( unbalance current). Didalamya ditambahkan 46T,
DGP sistem juga memasukkan sebuah alarm unbalance current (46A) yang mana
dioperasikan oleh komponen urutan negative (I2) disesuaikan dengan pick-up dan
time delay.

3. Loss of Excitation
Fungsi ini digunakan untuk mendeteksi kekurangan eksitasi pada mesin
sinkron. DGP sistem memasukkan dua karakteristik mho, untuk mendeteksi mesin,
tiap bagian disesuaikan jangkauan, waktu mati dan pewaktuan. Logika disediakan
dalam DGP system untuk memblok fungsi ini dari adanya tegangan urutan negative
( dideteksi oleh sebuah Voltage transformer fuse failure condition) dan sebuah
eksternal VTFF Digital input DI6. Eksitasi dapat hilang karena tripnya field breaker,
rangkaian terbuka atau hubung singkat pada belitan medan, kerusakan pada
regulator, atau hilangnya sumber untuk meyupplai belitan medan. Ketika sebuah
generator sinkron kehilangan eksitasi, ini cenderung membuatnya menjadi sebuah
generator induksi. Jika ini berlangsung pada kecepatan normal, beroperasi dengan
daya yang berkurang, dan penerimaan daya reaktif (VARS) dari sistem. Impedansi
ini dilihat oleh relay, relay melihat generator bukan sebagai gangguan tetapi
merupakan karakteristik mesin. Aliran daya sebelumnya berkurang akibat eksitasi.
Studi mengindikasi bahwa fungsi dari zona mho dapat diset untuk mendeteksi kasus
kegagalan eksitasi dalam waktu yang singkat. Dan zona kedua dapat mendeteksi
semua kasus kegagalan eksitasi. Setting waktu yang lama dibutuhkan oleh second
zone (40-2) untuk keamanan selama kondisi ayunan daya untuk sistem stabil.
4. Anti Motoring
Fungsi ini untuk mengatasi terjadinya aliran daya aktif dari sistem ke
generator. Kondisi ini terjadi saat semua atau sebagian prime mover hilang daya
putarnya, dan saat itu juga daya yang dibangkitkan kurang dari daya beban. Daya
aktif / nyata akan mulai mengalir ke dalam generator dari sistem. Motoring power
secara khusus membedakan jenis penggerak mula seperti yang ditunjukkan oleh
Tabel di bawah. Untuk spesifikasi penggunaan, minimum penggerak daya dari
generator dapat diperoleh dari supply setiap unit.

Tabel 2. Nilai Daya Penggerak Berdasarkan Penggerak mulanya


Penggerak daya dalam percent
Jenis penggerak mula
dari unit rating
Gas turbine 10 – 100
Diesel 15 – 25
Hydraulic turbine 2 – 100
Steam turbine 0,5 – 4

DGP system menyediakan sebuah fungsi untuk reverse power (32-1) dan
disesuaikan dengan time delay
5. Time overcurrent with voltage restraint (51V)
Sebuah sistem harus dapat dilindungi dari gangguan, untuk itu time
overcurrent with voltage restraint yang terdapat pada DGP sistem berfungsi untuk
sebagai back up protection.

6. Stator Ground (64G1)


Fungsi ini untuk mendeteksi adanya gangguan stator ground fault dengan
sebuah impedansi ground yang tinggi pada generator. Pada keadaan normal netral
dari belitan stator mempunyai potensial tertutup terhadap ground.

7. Ground Overcurrent ( 51 GN)


Fungsi ini untuk mengatasi adanya arus lebih yang terjadi akibat adanya
hubung singkat pada generator. Prinsip kerja dari Ground over current sama dengan
prinsip kerja overcurrent relay.

8. Over exicitation (24)


Fungsi ini untuk mengatasi arus eksitasi yang berlebih pada rotor, eksitasi
yang lebih pada generator dapat menaikkan temperatur pada belitan stator akibat
arus yang besar sehingga dapat merusak belitan rotor.

9. Over Voltage
Fungsi ini untuk mengatasi adanya tegangan lebih pada generator. Tegangan
yang berlebih yang melampaui dari batas maksimum yang diijinkan dapat
menyebabkan kerusakan isolasi dari belitan stator dan berakibat pada hubung singkat
antara belitan. Selain itu overvoltage dapat mengakibatkan terjadinya overspeed dan
merusak pengatur tegangan otomatis (AVR).

10. Under Voltage


Fungsi ini untuk mendeteksi mengatasi tegangan yang rendah pada output
generator. Apabila generator bekerja pada tegangan yang rendah maka akibat pada
beban. Tegangan yang rendah pada generator akan mengakibatkan daya yang
dipasok ke beban berkurang sehingga merugikan. Apabila generator berada dalam
interkoneksi maka akan mengakibatkan terjadinya aliran daya ke generator.

11. Over and Under Frequency


Fungsi ini untuk mendeteksi frekuensi generator, under frequensi dapat
meyebabkan membukanya CB sehingga perlu dideteksi, untuk mengatasinya dengan
dilakukan dengan menyeimbangkan beban dengan daya yang dibangkitkan. Over
frequency dapat meyebabkan over speed, overvoltage sehingga dapat
membahayakan generator.

12. Voltage Transformer Fuse Failure (VTFF)


Fungsi ini dapat operate untuk semua Partial loss dari tegangan AC yang
disebabkan satu atau lebih blown fuses, jika tegangan AC hilang negative squence
voltage detektor akan pickup dan positive squence detector akan akan drop out.

2.3.1.3 Circuit Breaker (CB)


Circuit breaker berfungsi sebagai switch atau saklar yang memutuskan dan
menghubungkan peralatan yang diproteksi dari sistem. Circuit breaker bekerja
berdasarkan perintah dari relay.

2.3.1.4 Sumber DC
Sumber DC yang digunakan pada sistem proteksi Generator PLTG GE
berasal dari sebuah batterai dengan tegangan 125 volt.

2.3.1.4 Gangguan pada Generator


Gangguan pada generator dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Gangguan Listrik (electric fault)
2. Gangguan Mekanis/Panas (mechanical thermal fault)
3. Gangguan Sistem (system fault)
1. Gangguan Listrik (electrical fault)
Jenis gangguan ini adalah gangguan yang timbul dan terjadi akibat gangguan
pada bagian listrik dari generator. Gangguan ini meliputi :
a. Hubung singkat tiga fasa
b. Hubung singkat dua fasa
c. Hubung singkat belitan stator ke tanah ( Stator ground fault )
Kerusakan pada gangguan dua fasa dapat diperbaiki dengan
menyambung (laping) atau mengganti sebagian dari konduktor, tetapi
kerusakan akibat gangguan satu fasa ketanah yang bunga api dan
merusak isolasi serta inti besi. Kerusakan ini sangat fatal dan
memerlukan perbaikan total.
d. Hubung singkat belitan rotor hubung tanah (rotor ground fault)
Jika terjadi hubungsingkat satu titik ketanah belum memberikan
pengaruh terhadap roror, namun jika hubung singkat ketanah terjadi
pada dua titik maka akan seolah-olah hubung sinkat antara dua belitan.
Pengaruh dari hubung singkat dua titik adalah :
 Gaya tarik rotor menjadi tidak seimbang sehingga putarannya menjadi
berayun
 Mempercepat kerusakan bantalan.
 Bisa menyebabkan gesekan antara rotor dan stator, yang menyebabkan
pemanasan pada bagian yang bergesek, sehingga dapat meyebabkan
sifat isolasi dari belitan stator berubah. Dan selanjutnya mentebabkan
hubungsingkat antara belitan atau hung tanah pada stator.
e. Kehilangan arus eksitasi (loss excitation)
Hilangnya arus eksitasi dapat menyebabkan putaran mesin menjadi
naik dan mengubah fungsi generator sinkron menjadi generator
induksi. Kondisi ini akan menyebabkan pemanasan lebih pada rotor
akibat arus induksi yang bersirkulasi pada rotor.
f. Tegangan lebih (overvoltage)
Tegangan yang berlebih yang melampaui dari batas maksimum
yang diijinkan dapat menyebabkan kerusakan isolasi sari belitan
stator dan berakibat pada hubung singkat antara belitan. Selain itu
overvoltage dapat mengakibatkan terjadinya overspeed dan
merusak pengatur tegangan otomatis (AVR).
2. Gangguan mekanis/panas (mechanical or thermal fault)
Jenis-jenis gangguan mekanis atau panas adalah :
a. Generator berfungsi sebagai motor
Motoring adalah peristiwa berubahnya fungsi generator menjadi
motor akibat adanya daya balik (reverse power)
Daya balik (reverse power) terjadi akibat turunnya daya masukan dari
penggerak utama (prime mover). Sehingga torka listrik lebih besar dari
torka mekanik, hal ini mengakibatkan terjadi perubahan bentuk dari
sudu-sudu turbin (kavitasi sudu- sudu turbin).
b. Pemanasan lebih pada stator
Pemanasan lebih pada stator meyebabkan :
 Kerusakan laminasi
 Kendornya bagian-bagian tertentu pada generator seperti pasak-
pasak stator (stator wedges), terminal /ujung belitan dan
sebagainya.
c. Kesalahan paralel
Kesalahan dalam memparalelkan generator karena syarat-syarat
paralel tidak terpenuhi mengakibatkan kerusakan pada bagian poros
dan kopling generator dan penggerak utama karena terjadinya momen
puntir.
d. Gangguan pada pendingin stator
Gangguan pada pendingin stator (pendingin dengan media udara,
hydrogen atau air) menyebabkan kenaikan suhu belitan stator dan
berakibat pada isolasi belitan.

3. Gangguan sistem (system fault)


Gangguan pada system yang berakibat pada generator yaitu :
a. Terjadinya pelepasan beban secara mendadak ;
Terjadinya gangguan hubung singkat baik itu tiga fasa, dua fasa, dua
fasa ketanah, satu fasa ketanah dan open circuit menyebabkan
bekerjanya relay proteksi dan berakibat pada pelepasan beban.
Pelepasan beban mengakibatkan daya yang dibangkitkan lebih besar
dari daya yang beban, akibatnya torka mekanik lebih besar dari torka
listrik sehingga frekuensi dan tegangan generator menjadi naik.

b. Lepas sinkron (loss of syncronization)


Apabila kondisi pada point a. berlanjut terus maka akan mengakibatkan
ketidak stabilan sistem. Hal ini mengakibat stress pada belitan
generator dan gaya punter yang berfluktuasi dan beresonansi, sehingga
akan merusak turbine dari generator. Pada kondisi ini Generator harus
dilepas dari sistem.
2.4 Cara kerja
Secara garis besar urutan kerja dari proses operasi PLTG adalah sebagai
berikut:
1. Proses starting
Pada proses start awal untuk memutar turbin menggunakan mesin diesel
sampai putaran poros turbine/compressor mencapai putaran 3.400 rpm maka secara
otomatis diesel dilepas dan akan berhenti.

2. Proses kompressi
Udara dari luar kemudian dihisap melalui air inlet oleh kompresor dan
masuk ke ruang bakar dengan cara dikabutkan bersama bahan bakar lewat nozzle
secara terus menerus dengan kecepatan tinggi.

3. Transformasi energi thermis ke mekanik


Kemudian udara dan bahan bakar dikabutkan ke dalam ruang bakar diberi
pengapian (ignition) oleh busi (spark plug) pada saat permulaan pembakaran.
Pembakaran seterusnya terjadi terus menerus dan hasil pembakarannya berupa gas
bertemperatur dan bertekanan tinggi dialirkan ke dalam cakram melalui sudu-sudu
yang kemudian diubah menjadi tenaga mekanis pada perputaran porosnya.

4. Transformasi energi mekanik ke energi listrik.


Poros turbin berputar hingga 5.100 rpm, yang sekaligus memutar poros
generator sehingga menghasilkan tenaga listrik. Putaran turbin 5.100 rpm
diturunkan oleh load gear menjadi 3.000 rpm, dan kecepatan putaran turbin ini
digunakan untuk memutar generator.

5. Udara luar yang dihisap masuk compressor, kemudian dimanfaatkan hingga


pada sisi keluarannya menghasilkan tekanan yang cukup tinggi. Bersama
dengan udara yang yang bertekanan tinggi, bahan bakar dikabutkan secara
terus menerus dan hasil dari pembakaran tersebut dengan suatu kecepatan
yang tinggi mengalir dengan perantaraan transition piece menuju nozzle dan
sudu - sudu turbin dan pada akhirnya keluar melalui exhaust dan dibuang ke
udara bebas.
Gambar 2.3 Skema PLTG

Keterangan :

1. Fuel Station
2. Pumping House
3. Fuel Pump
4. Electrik Power Diesel
5. Air Filter
6. Compressor
7. Combustor
8. Gas Turbin
9. Stack
10. Generator Main Transformer
11. Switch Yard
12. Sutet
13. Gas Line

Udara dengan tekanan atmosfir ditarik masuk ke dalam compressor melalui


katup, udara ditekan masuk ke dalam compressor. Udara ditekan masuk ke dalam
combustor dengan tekanan 250 Psi dicampur dengan bahan bakar dan di bakar
dalam ruang bakar dengan temperatur 2000 – 30000F. Gas hasil pembakaran yang
merupakan energi termal dengan temperature dan tekanan yang tinggi yang
suhunya kira-kira 9000C . Dari energi panas yang dihasilkan inilah kemudian akan
dimanfaatkan untuk memutar turbin dimana didalam sudu-sudu gerak dan sudu-
sudu diam turbin, gas panas tersebut temperature dan tekanan mengalami
penurunan dan proses ini biasa disebut dengan proses ekspansi. Selanjutnya energi
mekanis yang dihasilkan oleh turbin digunakan untuk memutar generator hingga
menghasilkan energi listrik. Siklus kerja dari PLTG biasa dsebut dengan siklus
Brayton. Siklus tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4 Diagram Siklus Brayton

Siklus seperti gambar, terdapat empat langkah:

 Langkah 1-2 : Udara luar dihisap dan ditekan di dalam kompresor,


menghasilkan udara bertekanan (langkah kompresi)
 Langkah 2-3 : Udara bertekanan dari kompresor dicampur dengan bahan
bakar, terjadi reaksi pembakaran yang menghasilkan gas panas (langkah
pemberian panas)
 Langkah 3-4 : Gas panas hasil pembakaran dialirkan untuk memutar turbin
(langkah ekspansi)
 Langkah 4-1 : Gas panas dari turbin dibuang ke udara luar (langkah
pembuangan)

Siklus Brayton terbagi menjadi dua, yaitu:


1. Siklus Brayton Terbuka (Open Cycle Gas Turbine)
Udara segar pada kondisi ambien (atmosfir) disedot masuk ke dalam
kompresor, dimana terjadi peningkatan suhu dan tekanan . Udara bertekanan tinggi
diproses di dalam ruang pembakaran, dimana bahan bakar dibakar pada tekanan
konstan. Gas temperatur tinggi yang dihasilkan kemudian masuk turbin, di mana
gas temperatur tinggi dan bahan bakar dibakar pada tekanan atmosfer sehingga
menghasilkan tenaga. Gas buang yang dihasilkan turbin dibuang keluar (tidak
disirkulasikan kembali), menyebabkan siklus harus diklasifikasikan sebagai siklus
terbuka.

Gambar 2.5 Siklus Brayton Terbuka

2. Siklus Brayton Tertutup (Close Cycle Gas Turbine)


Cara kerja turbin gas siklus tertutup, secara keseluruhan hampir sama
dengan siklus terbuka, yaitu di sini proses kompresi dan ekspansi tetap sama, akan
tetapi proses pembakaran digantikan oleh masukan kalor tekanan konstan dari
sumber eksternal, dan proses pembuangan digantikan oleh pembuangan kalor
tekanan konstan pada suhu ambien.
Gambar 2.6 Siklus Brayton Tertutup

2.5 Bahan Bakar


Bahan bakar yang digunakan dalam proses pada PLTG yaitu :
1. Bahan Bakar Minyak
Bahan bakar minyak pada PLTG yang bergabung menjadi siklus kombinasi
pada PLTGU biasanya menggunakan minyak jenis HSD ( High Speed Diesel),
walaupun minyak IDO ( Industrial Diesel Oil) dan residu juga dapat digunakan
apabila unit PLTG dilengkapi dengan sarana pengolah bahan bakar, misalnya
dengan memasang pemanas minyak dan centrifuge. Penerimaan bahan bakar
minyak dari pemasok dapat dilaksanakan melalui tongkang mobil tangki maupun
langsung menggunakan pipa.
Di sistem PLTG, bahan bakar minyak tersebut ditampung di dalam bungker
atau tangki bulanan (monthly tank). Untuk pemakaian sehari hari, bahan bakar
tersebut terlebih dahulu ditransfer ke dalam tangki harian (daily tank) lalu
dipompakan ke unit yang memerlukannya. Untuk PLTG yang tidak dilengkapi
dengan tangki harian, pengambilan minyak langsung dari tangki bulanan.
Selanjutnya bahan bakar diisap oleh Fuel Forwarding Pump atau Booster
Pump(3) yang berfungsi untuk menjamin agar sisi hisap Main Inlet Pump tidak
mendapat tekanan negatif. Tidak semua PLTG memiliki Fuel Forwarding Pump
Filter yang lebih halus (4) berukuran sekitar 200 mesh dapat mencegah kotoran
terbawa masuk ke dalam Main Inlet Pump (5).

Gambar 2.7 Diagram Alir Bahan Bakar Minyak Menuju Ruang Bakar
( PT. PLN Persero,2011)

Main Fuel Pump umumnya berupa pompa ulir atau pompa sentrifugal
bertingkat banyak agar tekanan bahan bakar yang dihasilkan cukup tinggi.
Beberapa model PLTG menggunakan pompa bahan bakar HSD yang diputar oleh
poros turbin. Pada model lainnya ada juga yang diputar oleh motor listrik. Pompa
ini mensuplai bahan bakar ke nozzle.
Untuk mendapatkan tekanan bahan bakar yang konstan disisi discharge ,
main fuel pump dipasang dua katup pressure regulator (6 & 7). Kelebihan tekanan
akan dikembalikan ke tangki.
Oversped trip valve adalah katup bahan bakar yang akan menutup apabila
turbin mengalami overspeed atau gangguan lain seperti overheat dan sebagainya.
Dalam keadaan normal atau tidak ada gangguan, katup ini akan terbuka terus.
Untuk mengetahui jumlah bahan bakar yang digunakan dipasang
Flowmeter (9) sesudah Overspeed trip valve Governing Valve atau Throttle Valve
berfungsi untuk menaikkan/menurunkan putaran turbin gas pada saat start up dan
shut down, serta mengatur beban setelah turbin dibebani. Ada turbin gas yang
memiliki katup pengatur bahan bakar khusus untuk periode start up (dinamakan
Starting Valve).
Nozzle bahan bakar yang memiliki lubang sangat halus perlu dijaga agar
tidak dimasuki kotoran yang akan mengakibatkan penyumpatan. Oleh karena itu
bahan bakar minyak terlebih dahulu dilewatkan melalui filter yang sangat halus
(11). Isolation Valve (12) berfungsi untuk memblokir bahan bakar selama turbin
tidak dioperasikan.
Agar pembagian bahan bakar minyak ke setiap fuel nozzle merata, maka
sebelum fuel nozzle dipasang manifold (13), pembagian bahan bakar harus merata
untuk mencegah terjadinya perbedaan temeperatur antar ruang bakar . Pada turbin
gas tertentu fungsi manifold digantikan Flow Divider.
Pipa dan saluran sesudah Isolation Valve tidak boleh terisi bahan bakar
minyak pada saat turbin gas tidak beroperasi . Oleh karena itu semua bahan bakar
minyak yang ada di dalam manifold, dibuang melalui Manifold Drain Valve saat
turbin stop.
Agar tidak terjadi ledakan saat mulai penyalaan, maka sisa bahan bakar
yang ada di dalam Ruang Bakar dibuang melalui Combustion Shell Drain Valve
(16) . Katup ini terbuka terus selama turbin gas tidak beroperasi.
Bahan bakar minyak yang di Drain dari Combustion Shell ditampung dalam
drain tank (17) untuk selanjutnya dikembalikan ke tangki bahan bakar minyak oleh
transfer pump (18).

Flow Divider adalah suatu peralatan mekanis yang berguna untuk mengatur
serta membagi rata aliran bahan bakar minyak yang akan dibakar oleh setiap fuel
nozzle. Pada dasarnya, flow divider adalah pompa pompa yang dipasang pada satu
poros. Setiap pompa melayani satu fuel nozzle. Pompa pompa ini ada yang diputar
oleh motor listrik. Tapi juga ada yang diputar oleh bahan bakar minyak.

2.5.1 Bahan Bakar Gas


Bahan bakar yang umum digunakan PLTG adalah natural gas (gas alam),
namun demikian beberapa macam gas lainnya juga dipakai , diantaranya blast
furnace gas dan coke oven gas. Penggunaan bahan bakar gas untuk turbin gas
(PLTG) akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan bahan bakar minyak,
karena :
1. Lebih bersih, sehingga periode pemeliharaan akan lebih panjang.
2. Titik nyala rendah, sehingga mengurangi faktor kegagalan start.
3. Tidak memerlukan tangki penampungan dan pompa sehingga akan lebih
hemat dalam biaya investasi maupun biaya operasi.
Disamping ada keuntungannya, penggunaan bahan bakar gas juga
mempunyai kelemahan, yaitu :
1. Kebocoran gas dan instalasi tidak dapat terlihat langsung dan beresiko
bahaya kebakaran yang mungkin terjadi.
2. Hanya dapat diperoleh di tempat – tempat tertentu saja, atau harus disuplai
dengan memasang instalasi pipa yang panjangnya sampai ratusan
kilometer.
2.6 Perawatan PLTG
Untuk mencegah mencegah agar kondensat dan kotoran lain tidak terbawa
masuk ke dalam instalasi gas PLTG, maka terlebih dahulu bahan bakar gas tersebut
dialirkan melalui fuel gas separator dan Filter (Gas Treatment). Disini kondensat
dan kotoran akan dipisahkan dan ditampung di dalam condensate tank atau
langsung dibuang melalui Cold Stack atau burning pit. Selanjutnya bahan bakar gas
yang sudah bersih dialirkan ke instalasi gas PLTG untuk digunakan didalam proses
pembakaran.
Main Valve adalah valve utama yang berupa manual valve untuk
memblokir bahan bakar gas ke sistem PLTG apabila saat tidak digunakan . Agar
tekanan gas yang diterima oleh sistem bahan bakar gas selalu konstan, maka
terlebih dahulu gas dialirkan melalui Pressure Regulator, sehingga tekanan bahan
bakar gas mencapai range tertentu (misalnya 200 sampai dengan 400 psi).
Sedangkan tekanan gas supply dapat mencapai 800 psi.

Selanjutnya gas akan melalui flowmeter guna mengukur jumlah gas yang
terpakai. Sama seperti pada sistem bahan bakar minyak, pada sistem bahan bakar
gas juga dilengkapi Overspeed Trip Valve yang terbuka terus selama turbin
beroperasi dan menutup segera jika ada gangguan tertentu.
Starting Valve berfungsi untuk mengatur aliran bahan bakar ke nozzle saat
start up, sedangkan apabila kondisi operasi sudah melampaui periode start up,
pengaturan bahan bakar dilakukan oleh governing valve atau throttle valve

Isolation Valve akan terbuka saat turbin start up dan menutup apabila turbin
shut down . Header sebagai penampung akhir sebelum bahan bakar gas diterima
oleh nozzle, berfungsi untuk menstabilkan tekanan, sedangkan nozzle untuk
pengabutan bahan bakar di dalam Combustion Basket

Gambar 2.8 Diagram Alir Bahan Bakar Gas ( PT. PLN Persero,2011)

2.7 Komponen-komponen

Gambar 2.9 Komponen Utama PLTG


Gambar 2.10 Komponen-Komponen Utama Turbin Gas

1. Air Inlet Housing

Gambar 2.11 Air Inlet Housing

Berfungsi untuk menghasilkan kondisi udara yang baik, bebas dari debu dan
kotoran yang terbawa dalam udara sebelum masuk ke kompresor.

2. Compressor

Gambar 2.12 Kompresor Aksial


Compressor berfungsi untuk mengkompresikan udara yang berasal dari air
inletn untuk proses pembakaran bahan bakar di dalam ruang bakar (combustion
chamber). Compressor pada PLTG GE MS9001 memiliki tekanan output 12 bar
dengan 17 tingkat blade rotor dan stator yang dilengkapi dengan adjustable inlet
guide vanes (IGV) dan bleed valves.

Penggunaan udara compressor dibagi menjadi tiga bagian :

a. Udara Primer (± 30%) yang masuk ke dalam ruang bakar sebagai udara
pembakaran.
b. Udara Sekunder (± 70%) yang masuk ke dalam ruang bakar dan bercampur
dengan gas hasil pembakaran dengan tujuan melindungi bagian dalam ruang
bakar dan gas hasil pembakaran guna mencegah panas lebih dari bagian
dalam ruang bakar.
c. Sebagian kecil udara sekunder digunakan sebagai pendingin suhu turbin.
3. Compressor Rotor Assembly

Merupakan bagian dari kompresor aksial yang berputar pada porosnya.


Rotor kompresor ini memiliki beberapa tingkat sudu yang mengkompresikan aliran
udara secara aksial sehingga diperoleh udara yang bertekanan tinggi. Bagian ini
tersusun dari wheels, stubshaft, tie bolt dan sudu-sudu yang disusun kosentris di
sekeliling sumbu rotor.

Gambar 2.13 Compressor Rotor Assembly


4. Compresor Stator

Berfungsi untuk mengatur ketepatan sudut masuknya udara ke rotor tingkat


berikutnya dan mengubah kecepatan udara menjadi tekanan. Stator Merupakan
bagian dari casing gas turbin yang terdiri dari:

a. Forward Compressor Casing, yaitu bagian casing yang di dalamnya


terdapat empat tingkat sudu kompresor (4 stage compressor blade).
b. Aft Casing, yaitu bagian casing yang di dalamnya terdapat compressor
blade tingkat 5 sampai 10.
c. Discharge Casing, merupakan bagian casing yang berfungsi sebagai
tempat keluarnya udara yang telah dikompresi. Pada bagian ini terdapat
compressor blade tingkat 11 sampai 17.

Gambar 2.14 Compressor Casing

Gambar 2.15 Compressor Casing (Lower Half)


5. Inlet Guide Vane (IGV)

Posisi IGV berada sebelum rotor blade compressor stage 1, yang berfungsi
sebagai pengatur jumlah udara yang masuk agar sesuai dengan yang diperlukan
pada saat start dan pembebanan (load) Unit. Pada compressor berkapasitas kecil
dipasang fixed IGV, sedangkan pada kompresor berkapasitas besar dipasang
variable IGV. Pengaturan posisi IGV dilakukan oleh IGV control ring yang
digerakkan oleh hydraulic actuator.

6. Bleed Valves

Gambar 2.16 Compressor Inlet Guide Vanes

Berfungsi untuk mem-bypass sebagian aliran udara saat starting dan


shutdown Unit agar tidak terjadi surging.

7. Combustion Chamber

Gambar 2.17 Combustion Chamber


Pada bagian ini terjadi proses pembakaran antara bahan bakar dengan fluida
kerja yang berupa udara bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi. Hasil pembakaran
ini berupa energi panas yang diubah menjadi energi kinetik dengan mengarahkan
udara panas tersebut ke transition pieces yang juga berfungsi sebagai nozzle. Fungsi
dari keseluruhan sistem adalah untuk mensuplai energi panas ke siklus turbin.

Sistem pembakaran ini terdiri dari komponen-komponen berikut yang


jumlahnya bervariasi tergantung besar frame dan penggunaan turbin gas.
Komponen-komponen itu adalah :

a. Combustion Liners, terdapat di dalam combustion chamber yang berfungsi


sebagai tempat berlangsungnya pembakaran yaitu bercampurnya udara
bertekanan dari kompressor dan bahan bakar yang dikabutkan oleh fuel
nozzle.

Gambar 2.18 Combustion Liners

b. Fuel Nozzle, berfungsi untuk mengabutkan dan menyemprotkan bahan


bakar ke dalam combustion liner. Masing-masing combustion liner
dilengkapi dengan nozzle untuk menyalurkan jumlah bahan bakar yang
diperlukan, bahan bakar yang dikabutkan akan terbakar lebih sempurna dan
lebih cepat. Ada dua tipe fuel nozzle yang digunakan untuk turbin gas yaitu
single fuel nozzle dan dual fuel nozzle. Single fuel nozzle diperuntukan bagi
satu jenis bahan bakar saja (misalnya minyak saja atau gas saja), sedangkan
dual fuel nozzle digunakan untuk dua jenis bahan bakar (minyak dan gas).

Gambar 2.19 Fuel Nozzle

c. Ignitors (Spark Plug), berfungsi untuk memercikkan bunga api ke dalam


combustion chamber sehingga campuran bahan bakar dan udara dapat
terbakar. Percikan bunga api terjadi karena adanya proses discharge elektrik
tegangan tinggi di antara elektroda yang terdapat pada spark plugs yang
dipasang pada ruang bakar nomor 13 dan 14 (gas turbine GE type MS9001),
penyalaan untuk ruang bakar lainnya terjadi melalui crossfire tube.

Gambar 2.20 Ignitors


d. Cross Fire Tubes, berfungsi untuk meratakan nyala api pada semua
combustion chamber.
e. Transition Pieces, berfungsi untuk mengarahkan aliran gas panas dari liner
ke sudu tetap tingkat pertama (1st stage nozzle). Transition pieces dipasang
sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir kebocoran udara discharge
compressor ke nozzle.

Gambar 2.21 Transition Pieces

f. Flame Detector, merupakan alat yang dipasang untuk mendeteksi proses


pembakaran terjadi pada saat start-up. Apabila dalam waktu tertentu tidak
terdeteksi adanya nyala api, maka start-up akan gagal atau turbin trip.

Gambar 2.22 Flame Detector


8. Turbin
Turbin merupakan tempat terjadinya konversi energi kinetik menjadi energi
mekanik yang digunakan sebagai penggerak kompresor aksial dan perlengkapan
lainnya. Dari daya total yang dihasilkan kira-kira 60 % digunakan untuk memutar
kompresornya sendiri dan sisanya digunakan untuk memutar poros generator.
Banyak energi terbuang terbawa oleh gas sisa pembakaran dari turbin yang keluar
melalui exhaust, karena gas panas yang keluar suhunya masih tinggi.

Gambar 2.23 Diagram Heat Loss Gas Turbin

Komponen-komponen pada turbin gas (GE type MS9001) adalah sebagai


berikut :

a. Turbin Rotor terdiri dari 3 wheel (1st, 2nd, dan 3rd), yang masing-masing
dilengkapi dengan bucket (sudu gerak). Untuk mencegah overheating pada
bucket, maka bucket didinginkan dengan udara yang diperoleh dari axial
compressor yang secara radial mengalir diantar wheel, bucket, dan stator.

Gambar 2.24 Diagram Heat Loss Gas Turbin

b. Nozzle (fix blade / stator blade), yang berfungsi untuk mengarahkan gas
panas hasil pembakaran untuk memutar bucket rotor turbine.
Gambar 2.25 First Stage Nozzle

c. Bucket (moving blade / rotor blade), berfungsi untuk mengkonversikan


energy kinetik dari aliran gas panas yang berkecepatan tinggi menjadi energi
mekanik berupa putaran rotor. Bucket yang terpasang pada disk rotor
dihubungkan dengan kaki bucket yang berbentuk bergigi.

Gambar 2.26 1st stage Bucket

d. Shroud, terletak di ujung bucket berfungsi untuk menjaga clearance antara


bucket dengan stator seoptimal mungkin, sehingga gas panas mengalir
maksimal melalui bucket.
Gambar 2.27 Shroud

9. Exhaust

Exhaust section adalah bagian akhir turbin gas yang berfungsi sebagai
saluran pembuangan gas panas sisa yang keluar dari turbin gas. Exhaust section
terdiri dari beberapa bagian yaitu :

a. Exhaust Frame Assembly.


b. Exhaust Diffuser Assembly.

Gambar 2.28 Exhaust Frame


Exhaust gas keluar dari turbin gas melalui exhaust diffuser pada exhaust
frame assembly, lalu mengalir ke exhaust plenum dan kemudian didifusikan dan
dibuang ke atmosfir melalui exhaust stack, sebelum dibuang ke atmosfir gas panas
sisa tersebut diukur dengan exhaust thermocouple dimana hasil pengukuran ini
digunakan juga untuk data pengontrolan temperatur dan proteksi temperatur trip.
Pada exhaust area terdapat 18 buah thermocouple yaitu, 12 buah untuk temperature
kontrol dan 6 buah untuk temperatur trip.

Gambar 2.29 Exhaust Diffuser

10. Operasi PLTG


Untuk di System Kelistrikan Jawa dan Bali umumnya PLTU, PLTA yang
besar dijadikan beban dasar sedangkan PLTG hanya dioperasikan pada saat beban
puncak saja. Sebagai contoh pada tahun 1975 untuk system Jawa Barat dan Jawa
Tengah dibangun PLTG Sunyaragi untuk memperbaiki tegangan pada system Jawa
Barat – Jawa Tengah yang hanya dioperasikan pada saat beban puncak saja. Selain
di jawa Barat di Jawa Tengah dioperasikan juga PLTG Tambak Lorok untuk
keperluan emergency power PLTU Unit #3 dan dapat juga untuk Unit PLTU #1
dan #2 Tambak Lorok, sedangkan pada saat itu masih ada PLTG Pandean Lamper
yang dioperasikan pada beban puncak.

Tidak selamanya PLTG dioperasikan pada saat beban puncak. Untuk di


Lokasi yang mudah mendapatkan bahan bakar gas, PLTG bisa dioperasikan sebagai
beban dasar. Di PLTGU Sengkang, Kab. Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan yang
PLTGnya combine sycle, Gas Turbine dioperasikan terus menerus karena bahan
bakar (Natural Gas) diproduksi sendiri oleh Perusahaan yang mempunyai PLTG
dan exhaust gasnya dimanfaatkan untuk Steam Turbine Generator.

Di Batamindo, Gas Turbine hanya digunakan untuk Emergency Power saja.


Daya listrik majoritas disalurkan untuk kepentingan di Kawasan Industri
Batamindo saja hanya sedikit (selebihnya saja) disalurkan ke PLN. Untuk beban
dasar dioperasikan beberapa Diesel Engine dengan berbahan bakar gas karena SFC
gas Turbine > SFC Diesel/ Gas Engine.

Persoalan-persoalan Operasi Pada Sistem Tenaga Listrik.

Dalam mengoperasikan system tenaga listrik akan ditemui berbagai


persoalan. Hal ini bisa disebabkan karena pemakaian tenaga listrik yang berubah-
ubah dari waktu ke waktu, biaya bahan bakar yang relative tinggi serta alam dan
lingkungan yang sering menggangu jalannya operasi.
Berbagai persoalan yang pokok yang dihadapi dalam pengoperasian system
tenaga listrik antara lain :

a. Pengaturan Frequency.

System tenaga listrik harus dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik
dari pada konsumen atau bagian/ department pengguna jika dilingkungan fabric.
Daya yang dibangkitkan harus sama dengan beban yang masuk pada jaringan
tenaga listrik tersebut. Frequency di Jaringan Tenaga Listrik PLN harus = 50 HZ,
di Cevron Pakanbaru F = 60 HZ terpisah atau tidak menggunakan Tenaga Listrik
dari PLN. Dengan kata lain PRODUCT POWER = DEMAND. Jika PRODUCT =
DEMAN maka frequency akan = 50 HZ atau 60 HZ tergantung frequency system
tenaga listrik yang digunakan. Jika PRODUCT > DEMAN, frequency akan NAIK.
Sebaliknya jika PRODUCT < DEMAND maka Frequency akan TURUN. Dengan
adanya penaikan dan penurunan frequency tentunya pada suatu system perlu diatur
mana yang standby, mana yang harus memikul beban dasar atau beban puncak yang
disesuaikan dengan karakteristik dan biaya operasi dari pembangkit itu sendiri.
Suatu contoh untuk di Gili Trawangan Lombok (NTB) system tenaga listrik
terpisah atau Island Mode hanya System di Gili Trawangan saja. Disana terdapat
PLTD yang terdiri dari beberapa Diesel Engine dan 1 PLTS yang on grid. Pada saat
siang hari ketika intensitas radiasi cahaya matahari tertinggi, PLTS beroperasi
dengan kapasitas penuh, ditambah beberapa atau haya 1 diesel saja (tergantung
beban yang ada) yang stand by untuk mengimbangi PLTS pada saat terjadi cuaca
redup. Pada sore atau malam hari berturut-turut sesuai frequency secara automatic
ada diesel yang jalan yang diurutkan sesuai dengan program yang direncanakan
sehingga beban diambil alih oleh Diesel engine semuanya.

Pada tahun 1976 beban di Kawasan Industri Pulo Gadung berfluktuasi


sangat besar bisa sekitar 5 MW turun naik bebanya karena ada peleburan baja
(furnace) atau dapur tinggi. PLTG Pulo Gadung yang rata2 mempunyai kapasitas
21 MW pada saat itu mampu menahan fluktuasi beban disekitarnya karena PLTG
mempunyai respond yang cepat terhadap perubahan beban dengan speed drop
sekitar 4%.

b. Pemeliharaan Peralatan.

Pemeliharaan peralatan pada suatu sistem tenaga listrik baik pembangkit,


transmisi, dan distribusi tentunya akan dilakukan secara periodic. Sebelum
pemeliharaan atau pada saat Pemeliharaan Peralatan tanggal dan waktunya harus
dilaporkan kepada Dispatcher di Pusat Pengatur Beban atau kalau di Pabrik atau
Perusahaan tertentu dilaporkan ke Bagian Operasi untuk dijadikan bahan
pertimbangan pengoperasian pembangkit selanjutnya.

c. Biaya Operasi.

Biaya operasi sangatlah significant untuk menentukan urutan prioritas


pengoperasian pembangkit. Cost Estimasi perlu dipertimbangkan dalam hal ini.
Jika kita urutkan dari yang temurah untuk saat ini PLTA, PLTMH, PLTS, PLTP,
PLTBG, PLTMG, PLTD, dan PLTG. Untuk PLTG dari tahun 1970 s/d sekarang
masih yang termahal oleh karenanya dioperasikan menjadi prioritas yang terakhir
namun telah dibicarakan sebelumnya bahwa suatu saat terpaksa harus
mengoperasikan PLTG, misal pada saat black out, emergency power, beban
puncak, atau perusahaan merupakan produsen bahan bakar gas alam. Biaya operasi
tidak hanya biaya bahan bakar saja akan tetapi ada biaya2 lain seperti : Gaji Pegawai
(Operator), biaya minyak pelumas, biaya tebang pohon, dlsb.

d. Perkembangan System.

Beban pada system jaringan di PLN selalu berubah sepanjang waktu kecuali
di Pabrik2 mungkin hanya pada saat2 penambahan mesin2 produksi dan hari2
lebaran, natal, dan tahun baru beban akan naik sesuai dengan kenaikan target
produksi. Perkembangan kegiatan di Masyarakat tidak dapat dihitung secara exact
sehingga perlu diamati terus menerus agar diketahui langkah pengembangan system
agar system selalu dapat mengikuti perkembangan beban sehingga tidak terjadi
pemadaman atau penurunan kualitas listrik.

e. Gangguan Dalam System.

Gangguan di dalam system tenaga listrik tidak dapat sepenuhnya kita


hindari. Penyebab gangguan yang paling besar pada system ketenaga listrikan di
PLN adalan gangguan petir hal ini sesuai dengan isokeraunic level yang tinggi di
Tanah Air kita. Gangguan2 lainya missal di PLTMH, PLTA, PLTP, ada Pepohonan,
Longsor, Gempa, dlsb.

f. Tegangan Didalam System.

Tegangan merupakan salah satu unsure kualitas penyediaan tenaga listrik


didalam system tenaga listrik oleh karenanya perlu dipertahankan dalam
pengoperasian system tenaga listrik. Di suatu pabrik tekstil tidak hanya tegangan
saja yang dipertahankan bahkan Cos Q disetting untuk dipertahankan pada Cos Q
= 0.80 karena beban di pabrik tekstil lebih banyak beban motor2 yang nota bene
harus dipertahankan kecepatan gerak peralatannya missal pada spinning, weaving,
terutama pada deying (finishing) dimana pada saat pencelupan atau pewarnaan
harus benar2 stabil pergerakannya (warna bisa enggak karuan jika berubah-ubah
kecepatannya).

Di PLTA Bungin, Ds Baruka, Kec. Bungin, Kab. Enrekang, Provinsi


Sulawesi Selatan yang masuk ke Jaringan 20 KV PLN, tegangan di ujung jaringan
20 KV PLN sangat rendah sekali. Pembangunan PLTA disana selain memanfaatkan
energy air yang murah juga dimaksudkan untuk memperbaiki tegangan system
jaringan 20 KV PLN di bagian ujung Baruka. Namun demikian sangat rendahnya,
sulit juga PLTMH Bungin untuk masuk jaringan PLN karena OLTC (On Load Tap
Changer) pada Power Transformernya sudah pada posisi yang rendah. Untuk itu
terpaksa diadakan pengaturan tap changer di Transformer jaringan PLN agar
tegangan bisa sama untuk synchroon. Agar tidak susah untuk synchroon PLTA
Bungin diusahakan parallel dipagi hari pada saat bukan beban puncak atau
diusahakan beropersi terus menerus.

2.8 Troubleshooting Ruang Bakar

Ruang Bakar merupakan salah satu komponen utama di dalam sistem


PLTGU. Di dalam ruang bakar terjadi proses pembakaran, antara udara yang
dikompresikan dan memiliki tekanan dan temperatur yang tinggi dan dengan
waktu yang sama ruang bakar juga menginjeksikan bahan bakar supaya terjadi
ledakan energi. Ruang bakar merupakan bagian yang paling rawan kerusakannya,
karena setiap saat pada saat beroperasi, ruang bakar selalu berkontak dengan
tekanan dan temperatur yang tinggi.
Beberapa masalah yang sering terjadi pada ruang bakar yang
mengakibatkan berhentinya kerja ruang bakar di PLTGU diantaranya adalah :
1. Gejala Flame Anchoring and Flashback
Gejala Flame Anchoring and Flashback adalah gejala overheating pada
bagian burner , tepatnya ruangan sebelum pencampuran , yaitu premixer pada
ruang bakar yang disebabkan karena udara yang dikompresikan dan bahan bakar
yang diinjeksikan tidak bercampur secara sempurna. Efek yang terjadi adalah
kehancuran / kerusakan akibat panas terlebih tersebut pada bagian sisi burner
seperti pada gambar dibawah.

Gambar 2.30 Damaged Flashback pada Burner (Angello and Castaldini,2004)

2. Gejala Autoignitions
Gejala ini merupakan peristiwa penginjeksian bahan bakar oleh
injector yang dilakukan secara otomatis, meskipun ruang bakar
sedang tidak dioperasikan. Gejala ini dapat dihindari dengan cara
mendesain bagian premixer fuel injection berdasarkan karakteristik
waktu autoignitions. Sebagai tambahan, autoignitions time untuk
metana lebih lama daripada residence time di premixer sehingga
dengan metana, autoignition bisa dihindari. Bahan bakar minyak
yang mengandung metana antara lain HFO dan MFO.

3. Gejala Dynamic Flame Stability


Gejala ini terjadi akibat adanya ketidakstabilan aliran gas yang
menyebabkan perubuhan reaksi kimia secara stoikiometri. Sedikit
saja terdapat ketidakstabilan (turbulensi) pada aliran gas, maka akan
berdampak dengan adanya kehilangan panas daam jumlah yang besar
sehingga mengurangi kerja dari ruang bakar.
Gambar 2.31 Kerusakan pada Transition Piece akibat Ketidakstabilan Airflow

(Angello and Castaldini,2004)

Gambar 2.32 Kerusakan pada connecting Tube karena Denyutan Airflow (Angello and
Castaldini, 2004)

Secara keseluruhan, untuk menghindari gangguan yang mungkin terjadi


pada ruang bakar (Wilkes and Dean,1997), dapat dilakukan dengan cara :
1. Jalur pipa untuk aliran gas sebaiknya dibuat dari stainless steel.
2. Jalur pipa untuk gas dan jalur pipa untuk media penghilang panas (heat
tracing) diisolasi.
3. Memasang alat filter gas sedekat mungkin dengan turbin gas.
4. Ketika dilaksanakan komisioning, bersihkan komponen – komponen
ruang bakar sedetail mungkin.
5. Perhatikan pula pada bagian mixer, gas dan bahan bakar minyak harus
tercampur dengan sempurna sehingga ratio diantara gas dan bahan bakar
minyak selalu tetap dan menghindari tingginya FARs (fuel air ratios).
6. Memperkecil waktu sisa pembakaran (residence time) dengan selalu
menggunakan bahan bakar minyak yang mengandung metana seperti
High Speed Diesel (HSD

2.9 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah kajian


mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan suatu usaha dan/atau kegiatan.

Gambar 2.33 Setiap Pembangunan Harus Memiliki Amdal

Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha dan
kegiatan pembangunan atau proyek agar dapat berjalan secara sinambung tanpa
merusak lingkungan hidup. Kegiatan AMDAL ini dibuat saat mulai perencanaan
proyek, yakni sebelum pembangunan fisik (bangunan gedung, bendungan, saluran
irigasi dan sebagainya) dilaksanakan. Kegiatan yang akan dilaksanakan ini
diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Pengaruh terhadap lingkungan hidup yang dimaksudkan di sini adalah
pengaruh dari aspek fisik, kimia, ekologi, sosial ekonomi, social budaya dan
kesehatan masyarakat. Kegiatan AMDAL ini mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup. Secara umum, kegunaan AMDAL sebagai berikut :
1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan/ atau kegiatan.
3. Memberi masukan untuk penyusun desain rinci teknis dari
rencana usaha dan/atau kegiatan.
4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
5. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Kegiatan AMDAL merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam


mengembangkan usaha yang berdampak luas pada masyarakat. Dengan demikian
AMDAL bagi pemerintah daerah dimanfaatkan untuk bahan perencanaan
pembangunan wilayah. Lewat kegiatan AMDAL maka pemerintah daerah memiliki
bahan yang cukup dalam membantu masyarakat dalam rangka memutuskan rencana
usaha dan menjamin keberlanjutan usaha yang akan dikembangkan.
Kegiatan AMDAL melibatkan 4 dokumen, yakni :

a. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak


Lingkungan Hidup ( KA-ANDAL)
b. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup
(ANDAL)
c. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RKL)
d. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (
RPL)

Keempat dokumen inilah yang nantinya akan dinilai layak atau tidaknya suatu
proyek dilaksanakan. Tujuan akhir dari kegiatan AMDAL ini adalah memberikan
alternatif solusi dalam mengurangi dampak negatif dari lingkungan. Dengan
demikian lewat kegiatan AMDAL pemerintah daerah dan pusat memiliki cukup
sumber informasi dalam mengambil keputusan boleh tidaknya dikembangkan usaha
atau proyek di tempat itu.
Dokumen analisis mengenai dampak lingkungan di atas dibuat sebelum
kegiatan proyek dimulai, sehingga tekanannya pada aspek perencanaan. Butir-butir
perencanaan memuat aspek yang sifatnya preventif, yakni analisis mengenai dampak
lingkungan dari segi konsep. Sebagai gambaran misalnya apabila dalam suatu lokasi
akan didirikan suatu industri yang menggunakan mesin-mesin besar sehingga
dimungkinkan menghasilkan polusi kebisingan bunyi. Dari segi perencanaan perlu
dilakukan analisis, meliputi pemakaian teknologi yang dapat mengurangi gejala
polusi kebisingan yang mengganggu dan membahayakan masyarakat di sekitar lokasi
tersebut.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
 Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia
menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan
daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar
kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
 Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib
menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002. Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah
upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan
AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun
2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi


dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
a. Identitas pemrakarsa
b. Rencana Usaha dan/atau kegiatan
c. Dampak Lingkungan yang akan terjadi
d. Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
e. Tanda tangan dan cap

 Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai


dengan Permen LH NO. 08/2006.

 Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008.

2.10 SOP (Standart Oprational Procedure)


Agar pelaksanaan proses awal start up dan shut down ruang bakar yang
akan digunakan dalam sistem PLTGU, hendaknya operator perlu memahami
langkah langkah yang harus dilaksanakan untuk menghindari kejadian yang tidak
diinginkan. Langkah – langkah tersebut dikenal sebagai Standart Operational
Procedure (SOP). Ada tiga (3) macam Standart Operational Procedure untuk
pengoperasian ruang bakar, yaitu :

1. Start Up Sistem Ruang Bakar


2. Pengoperasian Ruang Bakar secara Normal
3. Shut Down Sistem Ruang Bakar.

Berikut akan diuraikan langkah – langkah dari masing – masing jenis SOP
diatas.

2.10.1 SOP Start Up Sistem Ruang Bakar


Jenis SOP untuk Start Up Sistem Ruang Bakar ini dilaksanakan ketika
sistem berada dalam keadaan shut down / mati. Langkah – langkahnya sebagai
berikut :
1. Periksa pada layar pada bagian Ready to Start / Trips yang berada pada
Ruang Kontrol (Control Room).
2. Pilih tombol “Initiate to Trips Reset” pada layar monitor.
3. Ketika menu Ready to Start pada monitor memunculkan dialog “Ready To
Start”, tayangkan pilihan menu pada bagian Start Up Overview.
4. Pilih bagian pada tombol “Pre Start Selection”
5. Pilih tombol Start untuk memulai Siklus Permulaan (Start Cycle).
6. Jika muncul pilihan menu untuk pensikronan (Synchronizer) secara manual,
tutup Generator Breaker pada electrical Package.

2.10.2 SOP Pengoperasian Ruang Bakar secara Normal


SOP Pengoperasian Ruang Bakar secara Normal dilakukan bila sistem
sudah distart up.Langkah – langkah yang harus dilakukan untuk Pengoperasian
Ruang Bakar secara manual dilakukan dengan cara :
1. Sesaat setelah penutupan pada generator breker, baca dan catat tekanan dan
temperaturnya.
2. Untuk meningkatkan beban minimum yang perlu dicapai, dilakukan dengan
:
a. Piliha Based Load Control
b. Jika pilihan menu Load Control sudah muncul, masukkan beban
target yang diinginkan beserta rating bebannya.
c. Pilih menu Temperature Control dan lakukan pemonitoran pada
pilihan menu MW Reference amati sampai terjadi kenaikan sesuai
yang diinginkan tadi
d. Untuk menghentikan laju kenaikan beban yang diinginkan secara
tiba tiba, pilih tombol Load Hold.

3. Untuk menurunkan beban sesuai permintaan, maka :


1. Pilih tombol Minimum Load dan amati pada menu MW Reference
sampai terjadi penurunan beban yang diinginkan.
2. Untuk menghentikan proses penurunan beban secara tiba – tiba,
pilih Load Hold.
4. Pada proses menuju beban yang ditentukan, amati pada kolom Reactive
Load, dan atur dengan Voltage Regulator. Jika Voltage regulator
menunjukkan posisi manual, pindahkan ke Auto pada Electrical Package.
2.10.3 SOP Shut Down Sistem Ruang Bakar
Prosedur untuk menghentikan proses bekerjanya ruang bakar PLTGU
dapat dilaksanakan dengan cara :
1. Turunkan Beban
2. Tutup Generator Breaker
3. Pilih menu normal stop
4. Tekan tombol pertama cycle cooling spin (pendinginan) lima menit
sebelum pengoperasian turning gear
5. Satu jam setelah proses pendinginan pada cycle cooling spin pertama
selesai, mulai proses untuk cycle coo;ong spin yang kedua
6. Pilih menu pengoperasian turbin, kemudian klik tombol spin hold
7. Atur prmutaran spin sampai kecepatan spin yang stabil terlihat. Jangan
sampai lebih dari lima menit pengoperasian strating motor untuk
menghindari overcooling
8. Kembalikan pada unit turning gear, kemudian pilih tombol normal stop
9. Proses cycle cooling spin tambahan bisa dilakukan satu jam setelah proses
shut down unit apabila memang perlu penambahan proses pendinginan
2.11 Bahan Bakar PLTG
Tabel 2.1 Data Penggunaan Bahan Bakar

Active Power Fuel Gas Flow Fuel Gas Flow Energy SFC
(MW) (kg/s) (MMSCF/h) (MMBTU/h) (MMBTU/KWh
)
70.01999664 5.71999979 0.896122104 1012.617978 0.01446184
75.54000092 5.849999905 0.916488534 1035.632044 0.013709717
80.98000336 6.03000021 0.94468823 1067.497699 0.013182238
87.05999756 6.46999979 1.013620636 1145.391319 0.013156344
90.01999664 6.369999886 0.99795418 1127.688223 0.012527086
95.75 6.639999866 1.040253648 1175.486623 0.012276623
99.91000366 6.78000021 1.062186762 1200.271041 0.012013522
104.9400024 7.039999962 1.102919547 1246.299088 0.011876301
105.0599976 7.059999943 1.106052838 1249.839707 0.011896438
110 7.440000057 1.165585446 1317.111554 0.011973741
114.9100037 7.550000191 1.182818585 1336.585001 0.011631581
119.8199997 7.670000076 1.201618332 1357.828715 0.011332238
124.6800003 8.010000229 1.254884357 1418.019323 0.01137327
129.9400024 8.399999619 1.315983498 1487.061353 0.011444215
134.9900055 8.680000305 1.359849724 1536.630188 0.011383289
140 8.729999542 1.36768284 1545.481609 0.011039154
142.1600037 8.930000305 1.399015901 1580.887969 0.011120483

Data ini merupakan biaya bahan bakar gas dalam satuan energi
MMBTU/KWh). Biaya tiap MMBTUnya sekitar USD 4.18. Biaya ini yang nanti
akan dibandingkan antara penggunaan sebelum dan sesudah optimasi beban pada
turbin gas.

2.11.1 Model Matematika

Model matematika ini akan menggambarkan siklus combine cycle dimana


unit HRSG dalam keadaan beroperasi semua sehingga panas hasil pembakaran
dari turbin gas dapat disalurkan semuanya untuk menggerakan turbin uap. Pada
kondisi ini, semua turbin yang ada dapat menggerakan generator untuk dapat
membangkitkan listrik.
Model matematika ini disusun dengan menentukan dua fungsi utama, yaitu
objective function dan constraints function.
1. Objective function
Objective function dari masalah ini adalah untuk mencari nilai minimal
dari penggunaan bahan bakar gas dalam satuan energi MMBTU/KWh. Penggunaan
bahan bakar ini dipengaruhi oleh beban yang diperintahkan kepada turbin gas untuk
memenuhi peritah produksi yang diberikan. Data primer beban pada masing-
masing turbin gas dengan tingkat penggunaan bahan bakar gas pada bulan Maret
2010 dapat dillihat pada tabel 4.1 sampai 4.3 dibawah ini.
Tabel 2.1 Data Penggunaan Bahan Bakar

Active Power Fuel Gas Flow Fuel Gas Flow Energy SFC
(MW) (kg/s) (MMSCF/h) (MMBTU/h) (MMBTU/KWh
)
70.01999664 5.71999979 0.896122104 1012.617978 0.01446184
75.54000092 5.849999905 0.916488534 1035.632044 0.013709717
80.98000336 6.03000021 0.94468823 1067.497699 0.013182238
87.05999756 6.46999979 1.013620636 1145.391319 0.013156344
90.01999664 6.369999886 0.99795418 1127.688223 0.012527086
95.75 6.639999866 1.040253648 1175.486623 0.012276623
99.91000366 6.78000021 1.062186762 1200.271041 0.012013522
104.9400024 7.039999962 1.102919547 1246.299088 0.011876301
105.0599976 7.059999943 1.106052838 1249.839707 0.011896438
110 7.440000057 1.165585446 1317.111554 0.011973741
114.9100037 7.550000191 1.182818585 1336.585001 0.011631581
119.8199997 7.670000076 1.201618332 1357.828715 0.011332238
124.6800003 8.010000229 1.254884357 1418.019323 0.01137327
129.9400024 8.399999619 1.315983498 1487.061353 0.011444215
134.9900055 8.680000305 1.359849724 1536.630188 0.011383289
140 8.729999542 1.36768284 1545.481609 0.011039154
142.1600037 8.930000305 1.399015901 1580.887969 0.011120483

Data di atas menunjukkan hubungan antara beban yang terjadi dengan


konsumsi bahan bakar gas. Satuan energi dalam MMBTU/KWh didapatkan
dengan terlebih dulu mengkonversikan satuan awal yang ada, yaitu kg/s. Satuan
aliran gas dalam kg/s harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam satuan aliran
internasional MMSCF/h (Million Standard Cubic Feet per hour). Untuk mengubah
kg/s menjadi MMSCF/h harus dincari nilai massa jenis gas dalam satuan kg/ft 3.
Massa jenis udara dalam keadaan standar adalah 1,204 kg/m3 dengan massa jenis
relatif gas 0,674 sehingga didapatkan nilai massa jenis gas dengan mengalikan
massa jenis udara dengan massa jenis relatif gas, massa jenis gas = 1,204 kg/m3 x
0,674 = 0,811496 kg/m3. Nilai ini harus diubah ke dalam satuan kg/ft 3 dengan
mengalikannya dengan faktor konversi 1/35,31467 m3/ft3 = 0,028317 m3/ft3
sehingga nilainya menjadi 0,811496 kg/m3 x 0,028317 m3/ft3 = 0,022979011 kg/ft3.
Satuan kg/s dikalikan dengan 3600 dan dibagi dengan nilai (0,022979011 kg/ft 3
x 106) sehingga satuannya berubah menjadi MMSCF/h.

Satuan aliran dalam MMSCF/h harus diubah dalam satuan energi


MMBTU (Million British Thermal Unit per hour). Faktor konversi untuk
mengubah satuan MMSCF ke MMBTU adalah 1130 MMBTU/MMSCF. Dari
MMBTU/h kita mengubahnya menjadi MMBTU/KWh dengan mengalikan
(MMBTU/h x 1000)/MW sehingga satuannya menjadi MMBTU/KWh.

Hubungan antara beban pada tiap turbin gas (MW) dengan energi yang
digunakan (MMBTU/KWh) dapat kita lihat hubungannya secara matematis
dengan meregresikan kedua nilai tersebut.
 Regresi dua variabel
Regresi nilai beban pada turbin gas (MW) dan tingkat penggunaan bahan
bakarnya (MMBTU/KWh) dapat dicari dengan menggunakan perangkat lunak
Minitab versi 14.0. Salah satu fasilitas dari Minitab 14.0 adalah command untuk
dapat mencari regresi dari dua variabel dengan model linear, quadratic, maupun
cubic. Parameter yang digunakan untuk menentukan model regresi mana yang lebih
tepat adalah dengan menggunakan koefisien R2 (R Square) dari masing- masing
model. Semakin besar nilai R2, semakin tepat model regresinya.
Hasil Regerasi Turbin

Gambar 2.34 Hasil Regerasi Turbin


BAB 3
KESIMPULAN

Kesimpulan

Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) merupakan suatu pembangkit yang ramah
lingkungan karena tidak memerlukan gas buang yang menyebabkan polusi udara,
tetapi karena bahan bakar yang digunakan pada PLTG harganya sangat mahal dan
juga efisiensinya rendah, pembangkit ini tidak dijadikan pembangkit utama.
Melainkan menjadi pembangkit dimana ketika sedang terjadi beban puncak (peak
load) saja. Selain itu juga pembangkit kapasitasnya relatif kecil.

Anda mungkin juga menyukai