Anda di halaman 1dari 12

Pemodelan Kasus Beam

Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

PEMODELAN LENTURAN/LENDUTAN
Dalam perencanaan suatu bagian mesin atau struktur selain perhitungan
tegangan (stress) yang terjadi akibat beban yang bekerja, besarnya lenturan
seringkali harus diperhitungkan. Hal ini disebabkan walaupun tegangan yang
terjadi masih lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan oleh kekuatan bahan,
bisa terjadi besar lenturan akibat beban yang bekerja melebihi batas yang
diijinkan. Keadaan demikian dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada
bagian mesin seperti :
a. Keretakan pada bahan
b. Bantalan pada poros yang berputar cepat rusak.
c. Bidang kontak antara roda-roda gigi menjadi tidak sempurna.
Besarnya lenturan yang terjadi pada suatu bagian mesin terutama tergantung
kepada beberapa faktor sbb.
a. Sifat kekakuan bahan (modulus elastisitas)
b. Posisi batang terhadap beban dan dimensi batang, yang biasanya
ditunjukkan dalam besaran momen inertia batang.
c. Besarnya beban yang diterima
Lenturan pada suatu batang dapat terjadi akibat adanya beban gaya geser
atau momen lentur. Lenturan akibat beban geser umumnya sangat kecil
dibandingkan dengan lenturan akibat beban momen. Lenturan akibat beban
geser biasanya hanya diperhitungkan untuk batang yang sangat pendek,
sehingga proporsi terhadap lenturan yang terjadi karena beban momen menjadi
cukup berarti. Penyelesaian kasus lenturan dapat digunakan dengan metode
analitis, eksperimental maupun dengan metode numerik.

1. Metode Analitis dengan Metode Castigliano


Metode ini merupakan metode yang paling banyak dipakai untuk
pemecahan masalah lenturan yang terjadi pada suatu struktur atau batang.
Metode ini dikembangkan oleh seorang insinyur Italia bernama Alberto
Castigliano pada tahun 1873. Teori dasar metode ini dikembangkan berdasarkan
perhitungan besar energi yang tersimpan didalam suatu batang akibat beban
yang bekerja padanya.
Prinsip kekekalan energi dapat dipakai sebagai dasar pembahasan
metode ini, yaitu energi input harus selalu sama dengan output ditambah energi
yang hilang dan lain-lain. Pada suatu batang yang terbebani energi inputnya
adalah kerja yang dilakukan oleh beban, sedang outputnya adalah energi yang
tersimpan didalam batang karena batang tidak melakukan kerja.
Teori dasar dari metode Castigliano, yang secara umum dapat dijabarkan
sebagai : "Apabila energi strain yang tersimpan didalam batang dapat
dinyatakan dalam fungsi gaya-gaya yang bekerja padanya, turunan partial
fungsi tsb. terhadap salah satu gaya adalah sama dengan lenturan yang terjadi
pada titik bekerjanya gaya tersebut."
Besar lenturan (yi) yang terjadi pada suatu titik dimana bekerja gaya Pi adalah :
U
L
M
yi = = 1 M dx ………………………….. (1)
Pi EI 0 Pi
2. Pemodelan kasus lendutan dengan metode elemen hingga

1
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

2.1 Elemen Beam


Lendutan batang dijelaskan dalam elemen beam sebagai fungsi
perpindahan v(x). Fungsi differensial dari kesetimbangan elemen beam dalam
kondisi tidak mengalami pembebanan yaitu :
4v
=0
x 4
y, v

1 EI 2
M1, 1
x, u
L
M2, 2

Y 1, v 1 Y2, v2

Gambar 1. Model elemen beam 2 node

Solusi pendekatan yang dipilih adalah fungsi polinomial cubic :


v(x) = a1 + a2 x + a3 x2 + a4 x3 ……………………….. (2)
konstanta a1, a2, a3 dan a4 dapat dicari dengan memanfaatkan persamaan kondisi
batas yang ada pada node.
v
v = v1 dan = 1 pada x = 0
x
v
v = v2 dan = 2 pada x = L ……………………….. (3)
x
Sehingga didapatkan persamaan perpindahan titik node dengan konstanta yang
akan dicari dalam bentuk matrik sebagai berikut :
 v 1  1 0 0 0   a1 
    a 
 1  0 1 0 0   2
  = 1 L L2 L3 
 
v 2    a 3 
 2  0 1 2L 3L2  a 4 
Matrik konstanta dapat dicari dengan invers yaitu :
 a1   L3 0 0 0  v1 
a     
 2 1  0 L3 0 0   1
 = 3  3L  2 L2  L2 
 
a
 3 L 3L
v 2 
 
a 4   2 L 2 L   2 

dan dimasukkan kembali pada fungsi polinomial cubic (2) sehingga :

2
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

3x 2 2x 2 3x 2 x2 2x 3 x3 2x 3
v(x) = v1 + x 1 - v1 -  1 + v 2 - 2 + v1 +  1 - v2 +
L2 L L2 L L3 L2 L3
x3
2
L2
dibentuk menjadi rumusan akhir berikut :
v(x) = N1(x) v1 + N2(x) 1 + N3(x) v2 + N4(x) 2
2 3
x x
dengan : N1(x) = 1 – 3   + 2  
L L
 x2   x 
3

N2(x) = x – 2   +  2 
 L  L 
2 3
x x
N3(x) = 3   - 2  
L L
 x2   x 
3

N4(x) = –   +  2  ……………………….. (4)


 L  L 
N1(x), N2(x), N3(x) dan N4(x) adalah Shape Function.
Persamaan stiffness dari elemen beam didapat dengan menggunakan teorema
Castigliano yaitu :
U
Fi = ………………….. (5)
q i
Dengan : Fi = nodal force / moment
U = strain energy
q = perpindahan / rotasi nodal dof
i = jumlah dof
Strain energy elemen beam dengan uniform cross section adalah :
2
 2v 
L
EI
U=
2 0  x 2  dx ………………….. (6)

Sehingga dibutuhkan differensial terhadap shape function untuk memenuhi


persamaan di atas.
2v
= N1’’(x) v1 + N2’’(x) 1 + N3’’(x) v2 + N4’’(x) 2 ……….. (7)
x 2
6 x
dengan : N1’’ (x) = - 2 + 12 3
L L
4 x
N2’’ (x) = - +6 2
L L
6 x
N3’’ (x) = 2 - 12 3
L L
2 x
N4’’ (x) = - +6 2 ……………………….. (8)
L L
Dengan memasukkan persamaan (7) ke dalam teorema castigliano, maka
diperoleh :
 2v    2v 
L
U EI
Yi =
v i
= 2 2  
2 0  x  v i
 2  dx
 x 

3
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

=EI 
0
( N1’’(x) v1 + N2’’(x) 1 + N3’’(x) v2 + N4’’(x) 2 ) N1’’(x) dx

= k11 v1 + k12 1 + k13 v2 + k14 2


L L

dengan : k11 = E I 
0
N1 (x) N1 (x)
’’ ’’
k12 = E I 
0
N1’’(x) N2’’(x)
L L

k13 = E I 
0
N1 (x) N3 (x)
’’ ’’
k14 = E I 
0
N1’’(x) N4’’(x)

diambil contoh untuk menghitung k11 yaitu :


L 2 L
 6 x EI  72 x 2 48 x 3 
k11 = E I   - 2  12 3  dx =  36x -  
0  L L  L4  L L2 0
EI
= 12
L3
Dengan prosedur yang sama maka dapat dirumuskan persamaan stiffness yaitu :
 12 6 12 6 
 L 
2
L L2 L 
 Y1   6 6   v1 
M   4  2   
 1 E I  L
 =
L   1 
 Y2  L  12 6 12 6 v
 2     2
 M 2   L L L2
L   2 
 6 6 
 2  4 
 L L 
atau dalam simbol : {F} = [K] {q}

Contoh kasus : Hitung displacement di titik 2 pada kasus beam di bawah ini.

PL P
2EI
EI
  
L 2L

Model Elemen hingga dapat digambarkan sebagai berikut:

1 EI 2 2E I 3

M1, 1 M2, 2 M3, 3

Y1, v1 Y 2, v 2 Y3, v3
L 2L

Persamaan {F} = [K] {q} didefinisikan sesuai informasi kasus, sehingga:

4
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

 Y1   
M   K][ global as embly 
1   
Y2   k1][ &[k2]   v1 

   
 
 1
 v2 
 

M2
 2
 v3 
 

 
 3

Y3   
M   
 3  
Masukkan harga pembebanan (Y2 = -P, M2 = PL dan M3=0) dan harga
displacement kondisi batasnya (v1 = 1 = v3 = 0), sehingga:

5
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

 
 Y1   
M   
1   
 P   [ K ] g lo b al  a s em b ly  0
0

   
 
 v2 
 

PL  [k1]&[k2]   2
0


 
 3

Y 3   
0  
  
 
Dihitung [k] lokal masing-masing elemen [k]1 dan [k]2

v1 1 v2 2 v2 2 v3 3

6
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

12 6  12 6  v1
 L2 L L2 L 
 6 
2  1
 k 1  EI  4
L   k  2  EI
L L
 12  6  v2
 simetri
L2 L 

 4   2

3 3 3 3  v2
 L2 L L2 L
 3 
 4 2  2
 L 
 3  3  v3
simetri
 L2 L
 4   3

Assembly [k]1 dan [k]2 menjadi elemen kekakuan global [K]G


 1 1  2  2  3  3
 12 6  12 6 v1
 L2 0 0 
L L2 L
 6 1
 4 2 0 0 
 L v2
 12 3 6 3 3 3 
 
 K  G  2 EI  L2 L2 L L L2 L 
2
2L  
3
 44 2 v3
 L 
 3  3 3
 L2 L 
 4 
Dimasukkan ke persamaan {F} = [K] {q} sehingga:

7
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

 12 6  12 6 
 L2 0 0 
L L2 L
 6 
 Y1   4 2 0 0  0
M   L  0
 1 12 3 6 3 3 3   
 P  2 EI     v2 
 PL   2 L  L2 L2 L L L2 L   
   3   2
 Y3   44 2 0
 0   L   
  3  3  3

 L2 L 
 4 

 18 30 
15 3 3 28 L  L 
 v2   v2   39 
 P   2 L
 PL   2 EI  L L     L3 51
8 2   
  2L    2    2  = 276 EI L2 L2 
 0   4  3   3  
   111 
 L2 
 P 
 PL 
 
 0 
 
 v2   10
  PL3  33 
=
  276 EI
2  
 3   L 
 9 
 L 

2.2. Pemodelan Beban Merata (Distributed Load)


Beban merata pada beam perlu ditransformasi menjadi beban ekuivalen yang
bekerja pada node. Secara umum bentuk persamaannya adalah:

Fi = 
0
p ( x) . N i ( x) dx

8
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

L 
 p( x) . N1 ( x) dx 
0 
 Y1  L 
M   p ( x) . N 2 ( x) dx 
 1 0 
  = L 
 Y2   p( x) . N 3 ( x) dx 
M 2   0 
L 
 p ( x) . N 4 ( x) dx 
0 
Contoh soal
1. Hitung lendutan di tengah batang kasus berikut.
p(x) = -p

EI
L/2 L/2

Model Elemen hingga dengan menggunakan 2 elemen dapat digambarkan berikut:

1 EI 2 2E I 3

M1, 1 M2, 2 M3, 3

Y1, v1 Y2, v2 Y3, v3


L/2 L/2

Kasus ini merupakan kasus simetri sehingga bisa dimodelkan dengan ½ bagian.
Model Elemen hingga dapat disederhanakan dengan minimal 1 elemen saja.

1 EI 2

M1, 1 M2, 2

Y1, v1 L/2 Y 2, v 2

Persamaan {F} = [K] {q} didefinisikan sesuai informasi kasus, sehingga:

9
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

 Y1    v1  
M   [k1 ]   
 1    1 
 
 Y2   v2  
    2 
M 2   
Masukkan harga displacement kondisi batasnya (v1 = 2 = 0), sehingga
penyelesaian matrik bisa dikurangi ukurannya menjadi:

 48 12  48 12 
 Y1 
 L2
L L2 L  0
M    12  
 1  EI  4 2  1 
 Y2  L / 2  L  v2 
   48  12 
simetri 
0
M 2   L2 L 

 4 

dan di kasus ini beban merata perlu ditranformasikan dulu menjadi beban
ekuivalen node, dimana:
L
2
  x2  x3  p L2
M1 =
 
L

 p .  x  4   4 3  dx
L
= 
48
0 
L
2   x 2 x 
3
pL
Y2 = 
0
 p . 12   16   dx = 
  L   L   4

  12 
4  1 
M 1  L3  L  1  1  PL3
Sehingga :    48     =   51
 Y2  48 EI  12   v2  v2  24 EI 16 
 L L2 

2. Hitung lendutan di ujung batang kasus berikut.

x
p(x) = -p 
L
P0

EI
L

Model Elemen hingga dapat menggunakan minimal 1 elemen.

1 EI 2

M1, 1 M2, 2

10
Y1, v1 L Y2, v2
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

Persamaan {F} = [K] {q} didefinisikan sesuai informasi kasus, sehingga:


 Y1     v1 
M   [k1 ]   
 1     1
 
 Y2    v2 
     2 
M 2   

Masukkan harga displacement kondisi batasnya (v2 = 2 = 0), sehingga


penyelesaian matrik bisa dikurangi ukurannya menjadi:

12 6  12 6 
 L2
L L2 L  v1 
 Y1 
M   6  
 1   EI  4 2  1 
 Y2  L  L  0
   12  6  
simetri 
0
M 2   L2 L 

 
4 

dan di kasus ini beban merata perlu ditranformasikan dulu menjadi beban
ekuivalen node, dimana:
p0 x   x 
L 2 3
 x 3 p0 L
Y1 =   . 1  3   2   dx = 
0
L  L  L   20
L
p0 x   x2  x3  p L2
M1 = 
0

L 
.  x  2
 L
  3  dx =  0
 L  30
12 6
 Y1  EI  L2 L v1 
Sehingga :     
M 1  L 6 
1 
 4
L 
  6  3 p0 L   L
v1  L  4 3
L 
 20  p L3  30 
  =  12   p L2  = 0  1 
1  12 EI   6   0  EI  
 L L2   30   24 

11
Pemodelan Kasus Beam
Oleh : Dr. Eng., Moch. Agus Choiron, ST., MT.

12

Anda mungkin juga menyukai