Anda di halaman 1dari 7

1.

Golongan Obat

Pengobatan atau terapi ulkus peptikum terdiri dari:

1. Antagonis H2

Contoh obat: Simetidine, Ranitidine, Nizatidine, dan Famotidine.

 Mekanisme kerja: Penghambat kompetitif histamin pada reseptor H2, dengan


menekan pengeluaran gastrin yang dirangsang oleh asam dan secara proporsional
menurunkan volume asam lambung. Pengeluaran pepsin yang dimediasi histamin juga
berkurang (Sylvianingrum, 2011).
 Farmakodinamika: Simetidin memiliki efek antiandrogen minor yang diekspresikan
secara reversibel (dapat kembali lagi) ginekomastia dan sangat jarang disfungsi ereksi
untuk penggunaan jangka panjang (Sylvianingrum, 2011).
 Interaksi obat : ranitidin menurunkan bersihan warfarin, prokainamid, dan N-asetil
prokainamid, meningkatkan absorpsi midazolam, menurunkan absorpsi kobalamin
(Djuwantoro, 1992).
a) Simetidin

Simetidin, memiliki struktur imidazole, dapat terdistribusi luas ke seluruh


tubuh,termasuk air susu dan dapat melewati plasenta.Diekskresi sebagian besar lewat
urin, memiliki t½ pendek, meningkat pada gangguan ginjal.30% dosis diinaktivasi
lambat dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam bentuk tidak berubah.

 Dosis : dewasa 200 mg & 400 mg 3x / hari sebelum tidur atau 400 mg sebelum
sarapan & 400 mg sebelum tidur. Anak-anak 20-40 mg/kg BB/ hari.
 Farmakokinetika:

Absorpsi: oral sebanding i.v = 50-70%, oral diperlambat oleh makanan, terjadi pada
menit 60-90.

Distribusi: ikatan pada plasma 20%.

Metabolisme: menghambat sitokrom P450.

Ekskresi: urin dan tinja (Sylvianingrum, 2011).

 Efek Samping : lelah, pusing, diare, ruam. Jarang : ginekomastia, rasa bingung yang
reversibel, impotensi (pria), reaksi alergi, artralgia, mialgia, gangguan darah, nefritis
interstitial, sakit kepala, hepatotoksik, pankreatitis.
 Interaksi Obat : meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin, teofilin, beberapa
golongan antiaritmia (benzodiazepin, β-bloker, vasodilator) dalam darah (Djuwantoro,
1992).

b) Famotidin
Memiliki struktur thiazole, serupa dengan Ranitidin pada aksi farmakologi.Memiliki
aksi 20-60 kali lebih potensial dari Simetidin dan 3-200 kali lebih potensial dari
Ranitidin.Famotidin dimetabolisme dalam hati.

 Dosis : Ulkus duodenum terapi akut 40 mg 1 x / hari sebelum tidur atau 20 mg 2 x /


hari, pemeliharaan 20 mg 1 x / hari sebelum tidur. Kondisi hipersekresi patologis 20
mg 4 x / hari.
 Efek samping : konstipasi, diare, muntah, erupsi kulit, sakit kepala, trombositopenia,
nyeri sendi, penurunan nafsu makan.
 Interaksi obat : Antasid, ketokonazol, obat yang dimetabolisme melalui sistem
mikrosom hati (warfarin, teofilin, diazepam) (Djuwantoro, 1992).

c) Nizatidin

Memiliki struktur kombinasi cincin thiazole Famotidin dan rantai samping


Ranitidin.Serupa dengan Ranitidin pada aksi farmakologi dan potensinya.Nizatidin
dieliminasi melalui ginjal dan bioavailabilitas mendekati 100%.

 Dosis : tukak duodenum aktif dewasa 300 mg / hari sebelum tidur atau 150 mg 2 x /
hari selama 8 minggu. Perawatan tukak duodenum yang sudah sembuh dewasa 150
mg 1 x / hari sebelum tidur. Penyakit refluks gastroesofageal 150-300 mg 2 x / hari
selama 12 minggu. Tukak lambung aktif yang jinak 150 mg 2 x / hari atau 300 mg 1 x
/ hari selama 8 minggu.
 Ampul infus iv kontinue : larutkan 300 mg dalam 150 mL larutan iv dan infus
ditingkatkan rata-rata 10 mg/jam.
 Infus intermitten : larutkan 100 mg dalam 150 mL larutan iv dan infus lebih dari 15
minimal 3 x / hari. Maksimal 480 mg / hari (Djuwantoro, 1992).

d) Ranitidin

Contoh obat: Zantac, Rantin

 Absorpsi: tidak dipengaruhi oleh makanan.


 Distribusi: T1/2 dua jam.
 Ekskresi:: di ekskresi melalui urine.
 Efek samping: sakit kepala, diare tanpa kejadian ginekosmatia (Sylvianingrum, 2011).

2. Antasida

Contoh obat: Antasida antara lain senyawa magnesium, aluminium, dan bismut
hidrotalsit, kalsium karbonat, Na-bikarbonat.

 Dosis: Mylanta 1-2 tablet, sebanyak 3-4 kali sehari.


Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga efektifitasnya
berganung pada kapasitas penetralan dari antasida tersebut. Kapasitas penetralan
(dalam miliequivalen) adalah mEq HCl yang dibutuhkan untuk memepertahankan
suspensi antasida pada pH 3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan
gastric dari 1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3
terjadi penetralan sebesar 99% asam lambung. Antasida ideal adalah yang memiliki
kapasitas penetralan yang besar, juga memiliki durasi kerja yang panjang dan tidak
menyebabkan efek lokal maupun sistemik yang merugikan (Soemanto, dkk, 1993).

1. Antasida sistemik, diabsorpsi dalam usus halus sehingga dapat menyebabkan urin
bersifat alkali. Untuk keadaan pasien dengan gangguan ginjal, dapat terjadi alkalosis
metabolik sehingga saat ini penggunaannya sudah jarang. Contoh antasida sistemik
adalah Natrium bikarbonat (NaHCO3) (Soemanto, dkk, 1993).

 Dosis natrium bikarbonat ternseduia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. 1 gram
natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram
(Sylvianingrum, 2011).
 Efek samping: selain menimbulkan alkalosis metabolik obat ini dapat menyebabkan
retensi natrium dan udem, adanya akali berlebihan di dalam darah dan jaringan
menimbulkan gejala mual, muntah, anoreksia, nyeri kepala dan gangguan perilaku
(Sylvianingrum, 2011).

2. Antasida non sistemik, tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan
alkalosis metabolik. Salah satunya adalah Magnesium [Mg(OH)2], Aluminium
[(Al(OH)3], Kalsium (CaCO3), Magnesium trisilikat (Mg2Si3O8.nH2O), Magaldrat
Mg(OH)2 memiliki efek netralisasi yang lebih lama dibandingkan NaHCO3 atauo
CaCO3, sedangakan Magnesium trisilikat, Al(OH)3 dan Aluminium fosfat memiliki
aktivitas antasid yang lemah (Soemanto, dkk, 1993).

 Dosis Al (OH)3: antasida Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang
mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 ml tersedia dalam bentuk
tablet. 1 gram Al2O3 dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan
0,6 gram (Sylvianingrum, 2011).
 Dosis CaCO3: kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 dan 1000 mg. 1
gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.
Pemberian sebanyak 4 gram dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan. Efek samping:
hiperkalsemia, insufisiensi renal, konstipasi, mual mutah, pendarahan saluran cerna
(Sylvianingrum, 2011).
 Dosis (Mg2Si3O8.nH2O): dalam bentuk tablet 500 mg, dosis yang dianjurkan 1-4
gram. 1 gram magnesium silikat dapat menetralkan 13-17 mEq asam (Sylvianingrum,
2011).

3. Proton Pump Inhibitor (PPI)


Contoh obat: Omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol dan esomeprazol.

 Dosis: PO 30 mg/hari.
 Farmakodinamika: memasuki sel parietal melalui peredaran darah dan karena sifat
basa lemahnya akan terakumulasi dalam kanalikuli sel parietal pensekresi asam
(Sylvianingrum, 2011).
 Mekanisme kerja obat-obat golongan proton pump inhibitor mengurangi sekresi asam
lambung dengan jalan menghambat enzim H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal
sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal. Enzim pompa proton
bekerja memecah Karbohidrat ATP yang kemudian akan menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen
lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang
menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan
dengan terhentinya produksi asam lambung (Djuwantoro, 1992).

1. Omeprazol

 Absorpsi: terjadi dalam waktu 2-5 jam.


 Distribusi: T1/2 kurang lebih 1 jam.
 Metabolisme: terjadi di hati menjadi metabolit inaktif.
 Efek samping: gangguan lambung usus, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, gatal-gatal,
mengantuk, sukar tidur.
 Dosis: 20-40 mg, 1 x sehari.
 Interaksi obat: Omeprazole dapat memperpanjang eliminasi obat-obat yang
dimetabolisme melalui sitokrom P-450 dalam hati yaitu diazepam, warfarin, fenitoin.
Omeprazole mengganggu penyerapan obat-obat yang absorbsinya dipengaruhi pH
lambung seperti ketokonazole, ampicillin dan zat besi (Sylvianingrum, 2011).

4. Analog Prostaglandin

Contoh obat: Misoprostol.

 Dosis: 200 mcg (mikrogram), 2-4 kali sehari.

Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi HCl


dan merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif).Defisiensi
prostagandin diduga terlibat dalam patogenesis ulkus peptikum.Misoprostol yaitu
analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung yang disebabkan
antiinflamasi non steroid (NSAIDs). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan
antagonis H2 untuk pengobatan akut ulkus peptikum.

 Farmakologi dan farmakokinetik.


Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung
yang disebabkan anti inflamasi non steroid (NSAIDs).Obat ini kurang efektif bila
dibandingkan antagonis H2 untuk pengobatan akut ulkus peptikum.

 Efek samping yang sering timbul adalah diare dan mual. Selain itu, menyebabkan
kontraksi uterus dan menjadi kontraindikasi selama kehamilan (Djuwantoro, 1992).

5. Pelindung Mukosa Lambung

Contoh obat: sukralfat, senyawa bismut.

1. Sukralfat

Contoh obat: Inpepsa® Sucralfate 500 mg / 5 mLSUSPENSI.

 Dosis: 2 sendok teh (10 mL), 4 kali sehari, sewaktu lambung kosong ( 1 jam sebelum
makan dan tidur).
 Mekanisme kerja: Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat
yang digunakan dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya diperkirakan
melibatkan ikatan selektif pada jaringan ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja
sebagai sawar terhadap asam, pepsin, dan empedu. Obat ini mempunyai efek
perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu,
sukralfat dapat langsung mengabsorpsi garam-garam empedu, aktivitas ini nampaknya
terletak didalam seluruh kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja
(Soemanto, dkk, 1993).
 Inpepsa® dapat mengurangi absorbsi atau bioavailabilitas obat-obatan: simetidin,
ciprofloxacin, digoxin, ketakonazol, norfoxacin, fenitoin, ranitidin,
tetraxyclindanteofilin, sehingga obat-obatan tersebut harus diberikan dalam waktu dua
jam sebelum pemberian Inpepsa® (Sylvianingrum, 2011).

2. Senyawa Bismut

Contoh obat: Bismuth subsitrat

 Dosis: 125 mg, 3 kali sehari.

Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus, melapisi dan
melindungi ulkus dari asam dan pepsin. Postulat lain mengenai mekanisme kerjanya
termasuk penghambatan aktivitas pepsin, merangsang produksi muklosa, dan
meningkatkan sintesis prostaglandin. Obat ini mungkin juga mempunyai beberapa
aktivitas antimikroba terhadap H pylori.Bila dikombinasi dengan antibiotik seperti
metronidazol dan tetrasiklin, kecepatan penyembuhan ulkus mencapai 98%.Biaya dan
potensi toksisitas dari regimen ini dapat membatasi penggunanya pada ulkus yang
serius atau pada penderita yang sering kambuh.Garam bismut tidak menghambat
ataupun menetralisasi asam.
 Interaksi obat : Trikalium disitratobismutat dapat menurunkan absorpsi tetrasiklin
(Syam, dkk, 2001).

6. Antibiotik

Contoh obat: metronidazole, tetracycline, amoxicillin.

 Dosis: Metronidazole 250 mg, 4 kali sehari

Pengobatan ini ditujukan untuk memberantas infeksi bakteri (dikenal sebagai ‘terapi
eradikasi’) dan mengurangi produksi asam di perut.Ulkus kemudian dapat
disembuhkan dan mencegah kekambuhan karena bakteri tidak lagi di usus.Pada terapi
erakdisi ini ada beberapa protokol pengobatan berbeda yang sering digunakan, tapi
NICE (National Institute for Health and Clinical Excellence) merekomendasikan
‘terapi tiga regimen’ sebagai baris pertama (Nathan, 2012).

1. Metronidazol

Metronidazol memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E. histolytica


dengan kadar metronidazol 1 – 2 μg/mL, semua parasit musnah dalam 24 jam. Sampai
saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazol.Metronidazol
juga memperlihatkan daya trikomonoiasid langsung. Pada biakan Trichomonas
vaginalis, kadar metronidazol 2,5 μg/mL dapat mengancurkan 99% parasit dalam
waktu 24 jam. Trofozit Giardia lambia juga dipengaruhi langsung pada kadar antara

1 – 50 μg/mL.Namun, saat ini telah dilaporkan bahwa Trichomonas vaginalis dan


Giardia lambia secara klinis resisten terhadap metronidazol (Syarif dan Elysabeth,
2011).

 Metronidazol diserap dengan baik setelah pemberiaan oral dan dianjurkan sebagai
obat penyeling atau pengganti pada penyakit intestinal yang ringan dan berat, serta
yang tanpa gejala. Satu jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral
diperoleh kadar plasma kira-kira 10 μg/mL. umumnya untuk kebanyakan protozoa
dan bakteri yang sensitif, rata rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 μg/mL (Syarif
dan Elysabeth, 2013; Foye, 1996).
 Waktu paruhnya berkisar antara 8-10 jam. Pada beberapa kasus terjadi kegagalan
karena rendahnya kadar sistemik. Ini mungkin disebabkan oleh absorpsi yang buruk
atau metabolisme terlalu cepat. Obat ini diekskresi melalui urin dalam bentuk asal dan
bentuk metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi. Metronidazol juga diekskresi
melalui air liur, air susu, cairan vagina, dan cairan seminal dalam kadar yang rendah
(Syarif dan Elysabeth, 2013).
 Efek samping nampaknya banyak dan terutama menyangkut saluran lambung-usus,
persendian, dan saraf rasa. Adapaun efek samping tersebut adalah mual, muntah,
gangguan pengecapan, lidah kasar, gangguan saluran cerna, ruam, urtikaria dan
angioudem; kadang kadang timbul rasa lesu, mengantuk pusing, ataksia, urin bewarna
gelap dan anafilaksis. Neuritis perifer pada penggunaan jangka panjang, serangan
epilepsy transein, leukopenia (Foye, 1996; Sukandar, dkk., 2008).
 Interaksi obat: Metronidazole menghambat metabolisme warfarin dan dosis
antikoagulan kumarin lainnya harus dikurangi. Pemberian alkohol selama terapi
dengan metronidazole dapat menimbulkan gejala seperti pada disulfiram yaitu mual,
muntah, sakit perut dan sakit kepala. Dengan obat-obat yang menekan aktivitas enzim
mikrosomal hati seperti simetidina, akan memperpanjang waktu paruh metronidazole
(Sylvianingrum, 2011).

7. Anti muskarinik

Contoh obat: Hiosciamin, mepenzolat, pirenzepin.

 Mekanisme kerja: ACh dapat mempengaruhi pelepasan histamin di sel parietal


sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Pirenzepin adalah suatu obat
antimuskarinik yang selektif yang telah digunakan untuk mengobati tukak lambung
dan tukak duodenum. Pirenzepin akan menghambat aktivitas asetilkolin yakni
menghambat meningkatkan sekresi asam lambung (Foye, 1996; Sukandar, dkk.,
2008).
 Dosis: 50 mg di pagi dan sore hari untuk 30 menit sebelum makan (Anonim, 2010).

Anda mungkin juga menyukai