Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode ekstraksi peptida terlarut pada produk kedelai dan fermentasi kedelai sangat
bervariasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa sifat kelarutan peptida
dengan berat molekul kecil pada sampel tempe yang diambil dari dua jenis kedelai
(GMO dan non-GMO) serta dua jenis perlakuan (perebusan dan tanpa perebusan)
yang berbeda. Pelarut yang digunakan meliputi air dan pelarut organik yang umum
digunakan dalam ekstraksi peptida kedelai dan produk fennentasinya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelarut organik asetonitril: air: asam lrifiuoroasetat
(AlWlTF) memberikan tingkat kelarutan peptida tempe kedelai lebih baik
dibanding pelarut air (p < 0,05). Penambahan asam tritiuoroasetat pada pelarut
campuran asetonitril-air (AIWI ) terbukti meningkatkan peptida terlarut hingga
1,522 mM (3|,7° o). Tempe GMO menunjukkan kelarutan peptida lebih tinggi
dibanding non-GMO sedangkan proses perebusan juga diketahui mempunyai
tingkat kelarutan yang lebih linggi dibanding tempe tanpa perebusan.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
BAB II
ISI
2.1 Materi

PENDAHULUAN bisa diproduksi menggunakan berbagai jenis kacang seperti


kacang koro benguk (Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis), Tempe mempakan
salah satu pangan produk fermentasi gude (Cajanus cajan), lupin (Lupinus
angustifolius), kacang kedelai (Glycine max L.) berasal dari Indonesia yang saat
ini merah (Phaseolus vulgaris) dan jenis lainnya, namun kedelai sudah dikenal
luas didunia. Pada perkembangannya, tempe merupakanjenis bahan baku yang
paling populer dikarenakan

ketersedlaan bahan yang melimpah, keunggulan rasa dan juga tekstur yang
membentuk cuta rasa khas tempe. lndonesna mempunyai tmgkat konsumsn
tempe mencapai 7 kg/ kaplta / tahun dan sekitar 60% dari total konsumSI
kedelal nasional dlproses menjadl tempe (Soxm, 2013).

Kedelai mengandung sekllar 20 40% (basis berat kenng) protein, Proses


fermentasi kedelai menggunakan Rhtzopus sp. dapat meningkatkan kandungan
asam ammo dan peptlda yang berpotenSI sebagal peplida bioaktlf (Amadou
dkk., 20l0, Fan dkk., 2009; Mahmod dkk., 2011; Wang dkk., 2003; Zhang dkk.,
2006). Peptlda bloaktlf merupakan fragmen peptlda spesiflk (2 42 asam ammo)
yang dapal membenkan beberapa keuntungan terhadap tubuh manusna
dlantaranya sebagal antlokSIdan, antlhlpenensi; dan antlkanker (Smgh dkk,
2014). Keberadaan peptlda bloaknf im bisa sangat bervariaSI terganlung pada
karakterisuk bahan dan npe pengolahan yang dlbenkan (Nakahara dkk., 20l2).
Perbedaan karakter peptida yang dlhasnlkan pada produk fermentasi kedelai
menyebabkan pemlhhan ekstraksn pepuda menjadl sangat speSIflk untuk
masmg-masing bahan.
Ekstraksn pepuda bioakufproduk fermentasx kedelai telah banyak dllakukan
dan dxketahul bahwa karakter fisnkoklmna dan struktural bahan sepem
kelarutan, berat molekul dan hldrofoblsnas menjadl hal yang pemmg dalam
menentukan pelarut ekstraksi terbalk. Penggunaan a1r (C hertov dkk, 2004;
GlbbS dkk , 2004; Handoyo dan Monta, 2006; Matsuo, 2006; Wang dkk., 2006;
Zhu dkk., 2008; Mahmod dkk , 201l)dan pelarut orgamk pada produk fennentasi
kedelai sepeni natto, doenjang dan tempe merupakan dua tipe pelarul yang
umum dlgunakan dalam ekstraksi komponen Iarul alr tennasuk peptlda
(Amadou dkk , 2009). Pelarut orgamk memlllkl keunggulan dlantaranya
kemampuan unluk mengendapkan protein induk dan komponen lemak sehmgga
meningkalkan daya Iarut peptlda dengan berat molekul rendah (Natarajan dkk.,
2009, Du dkk., 20l4).

Pengaruh karakter bahan terhadap snfat kelarutan menyebabkan pemnllhan


jenis pelarut untuk ekslraksi haruslah dllakukan secara spesntik untuk masing-
masing bahan Penelman Ini akan mengevaluasi beberapa jenls pelarut orgamk
dlbandlngkan dengan pelarut air lerhadap ungkat kelarutan pepllda. Tempe
yang dlgunakan berasal dari jenis kedelai GMO yang merupakan jems paling
umum dalam pembuatan tempe, sena non-GMO yang menjadi brand baru untuk
pasar konsumen lndonesna yang menghmdan' produk GMO. Kedelai GMO
dlduga memlhki kandungan asam amino yang berbeda dengan kedelai non-
(JMO, sehmgga penelman mengenai perbedaan kelarutan peptlda pada tempe
(5M0 dan non-GMO menarlk untuk dllakukan. ht‘ek proses perebusan lerhadap
sufat kelarulan pcpnda tempe Juga Ikut dlamatl dlkarenakan tempe harus
melalul proses pengolahan terleblh dahulu sebelum dlkonsumsi. Slfat kelarutan
pepuda

bioaktlf tempe pada produk yang telah melalui proses pemasakan dan studl
pembandmgan beberapa jenis pelarut belum pemah dllakukan sehmgga
penelman ini akan mampu secara speSIflk mengevaluasi proses pengolahan,
tlpe kedelal terhadap kelarulan peptida pada beberapa Jenis pelarul.

2.2 METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe kedelai (Glycme max
L.) yang dlambll dari salah satu rumah produksi lempe dI Bogor, Jawa Barat
yang terdln dan dua jems tempe yakni tempe kedelai GMO dan tempe non-
GMO. Reagen yang dlgunakan dlantaranya adalah 0-pthalaldehyde (OPA),
asam amino glycine (Gly), albumin (bovme serum Cohn V fraction) (BSA),
membran filtrasn (1000; 3500-6000, dan 8.000 MWCO), etanol 99.5% (Wako
Pure Chemicals Industries, Japan), acetomtnl 99,8“ 0, sodium dodecyl sulphate
(SDS), coomassxe blue R-250, triHuoroacetic acid, pre-stained protein marker
(broad range) untuk SDS PAGE (Nacalai tesque, Japan). Semua Jenls reagen
yang dlgunakan dalam studl ml merupakan bahan k|mia analmk. Sedangkan
peralatan utama yang dlgunakan mellputl sentnfuse dmgln (Thennofisher,
Japan), walerbath (Tallec, Japan), speklrotbtomeler (Jasco, Japan), dan
glassware.

Tahapan Penelitian

Penelltian ini dlbagi menjadi dua tahap yaitu penentuan jenis pelarut terbaik
dengan 7 jenls pelarut orgamk yakni ; l) acetomtnl (1): air (I) (AlWl), 2)
acetonitril (l)' air (3) (AIWS), 3) acetonltnl (3): air (I) (A3Wl), 4) acetonitril (l):
air (l): 10% tntluoroacenc acid (TFA) dalam air (0,02) (AIWITF), 5) etanol
(ETA), 6) 0,0|°o TFA dalam air, dan 7) air dlstllat (DW), menggunakan satu
jenls sampel dan tempe kedelai (GMO) sebagal representaSL Pelarut dengan
hasnl kelarutan peptlda terbalk kemudian di gunakan untuk perbandmgan
ekstraksl dengan alr pada semua sampel up.

Ekstraksi

Tempe segar yang baru dlproduksi dlambll dan dlkelompokkan berdasarkan


Jenis dan perlakuan yakni: l) tempe GMO, tanpa perebusan; 2) tempe GMO,
dengan perebusan; 3) tempe non-GMO, tanpa perebusan; 4) tempe non-(iMO,
dengan perebusan. Tekmk perebusan tempe dllakukan dengan memasukkan
lempe yang telah dlpotong dengan ukuran sama (6XZ cm) kedalam air
mendldlh dan dlblarkan sampai IO menit. Tempe yang lelah dlproses sesual
perlakuan kemudlan dlkenngkan menggunakan freeze drying dan disimpan
pada suhu ~20 °C hingga dlgunakan untuk anahsa. Masing-masmg sampel
dlekslraksi dengan dua jenis pelarul vakni; l) air dIstilat. dan 2) pelarut orgamk‘

Sebanyak l g sampel dicampur dengan 30 mL pelarut, kemudlan dllakukan


sonlkasi selama 5 menit dan d1 maserasi pada shaker waterbath suhu 30 °C
selama 60 menit. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring
Nacalai Tech. No 1 dan dllanjutkan dengan sentnfugasi pada 10,000 xg, 45
menit. Filtrat yang dldapat kemudlan di pekatkan menggunakan evaporator
vakum (80 °C, 3 jam). Flltrat kemudlan dlsimpan dalam suhu -20 °C sampai
dllakukan anallsa.

Kelarutan Peptida
Protein merupakan kumpulan peptida yang tersusun oleh mlmmal 2 asam ammo
melalui sebuah lkatan kovalen. Kumpulan pollmer peptlda rantai panjang akan
menyusun protem. Tlngkat kelarutan peptlda dalam pelarut dllakukan dengan
metode 0-pthalaldehyde (OPA) yang berbasis pada keberadaan asam ammo
bebas (Mahmod dkk., 201]). Reagen OPA dISIapkan dengan mencampur 80
mg of 0-phthalaldehyde, 2 mL metanol, 50 mL darn 0,] M sodium tetraborate
(Na:B4O7), 5 mL dari 20% (w/v) SDS, dan 0,2 mL [S-mercaptoethanol.
Sebanyak 150 pL sampel atau larutan standard dlcampur dengan 3,0 mL reagen
OPA. Campuran kemudlan dldiamkan selama 2 menit pada suhu ruang
kemudlan dlhltung absorbansinya secara tepat pada 340 nm. ngkat kelarutan
peptlda dlhitung berdasarkan kurva standar glycme (0005-1 ,00 mM).

SDS PAGE

SDS-PAGE dllakukan mengikuti metode Fling dan Gregerson (I986) dengan


modulikasi menggunakan konsenlraSI 4°o gel penahan dan 12.5% gel pemisah.
Ekstrak protein (|2,5 pL) dlcampur dengan SDS sample buti‘er (50 pL)
(mengandung 0,055 M Tris-HCI, pH 6,8, 2% SDS (wt/ vol), 7° 0 glycerol
(wt/vol), 4.3% B-mercaploethanol, 0,0025% (wt/vol) commassie blue),
dlpanaskan pada |00 °C selama 2 meml dan dldlamkan hmgga mencapal suhu
ruang. Sebanyak 15 pL larulan dan 5 pL marker SDS-PAGE dnnJekSIkan ke
dalam gel dan dualankan pada 17 mA selama kurang leblh 2 jam alau hmgga
sampel lelah mencapal batas akhlr gel Gel dl rendam dalam Iarulan Coomassie
Blue R-25 (mengandung 3,9°o(v/v)tnt1uoroacctic acid, 6% (v/v) acetic acid,
dan l7°o metanol) selama 30 menll dan dlcuci dengan larutan l0°o acetic acnd
dan 18% etanol dalam alr selama 6 Jam.

Analisis Data
Analisis data menggunakan software SPSS (version If: 0) dengan up Ianjut
Duncan dan Tukey.

2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek Pelarut terhadap Tingkat Kelarutan Peptida

Tingkat kelarutan peptida berdasarkan pada karakter fiSIk dan klmia yang bisa
sangat bervariasi. Beberapa stud! melaporkan pengaruh pH pelarut, suhu, dan
tipe pelarut memberi pengaruh besar terhadap kelarutan peptlda yang berasal
dan kedelai (Pace dkk., 2004)‘ Gambar l menunjukkan data kelarulan protein
dari berbagal jenis pelarut menggunakan sampel tempe GMO tanpa perlakuan
pemasakan. Pelarut orgamk sepem acetonltnl dan InHuoroacelic acid
menunjukkan tingkat kelarutan peptlda yang leblh llnggi khususnya pada
produk kedelai dan olahannya (Matsuo, 2006; Shon dkk., 2007; Natarajan dkk.,
2009), dlsampmg itu, air masih menjadi jenis pelarul yang banyak dlgunakan
untuk ekstraksi sehubungan dengan karakter kelarutannya yang umum (Chenov
dkk, 2004; Handoyo dan Morita, 2006; Matsuo, 2006; Wang dkk , 2006; Zhu
dkk, 2008).

Tlngkat kelarutan peptlda berdasar nilai gugus asam amino bebas berbeda
signltikan (p < 0,05) pada pelarut AIWI; A|W3; A3Wl; AIWITF; DW,
sedangkan pelarul etanol dan 0, 01% TFA tidak berbeda sigmtikan lerhadap A
l WI dan A I W3. ngkat kelaruxan protein bewanasi mulai dari l,897-4,708 mM
dengan hasnl kelarutan teninggi dldapat pada AIWITF dnkuti oleh AIWS; ETA;
AlWl; DW; 0, 0l°o TFA dan A3W l. Kelarutan paling tinggl dlperoleh pada
pelarut AIWITF, dlduga disebabkan karakler pelarut yang memillki derajat
hidrot‘obisitas moderat sehingga mampu mengendapkan protein dengan berat
molekul besar dan meningkalkan kelarutan peptida. ngkat hidrofobisitas yang
dimillki pelarul memihki pengaruh dalam meningkatkan interaksi antar molekul
hidrofobIk pada protein dan memicu agregasi.

Kclarutan paling rendah ditemukan pada penggunaan pelarut ASWI, hal ini
dlmungkinkan karena konsemrasi acetonitril dalam aIr yang terlalu tinggi‘ Pada
sistem pclamt campuran acetonitril-air dltemukan bahwa peningkalan
kandungan acetomtnl tidak berbandmg lums dengan

peningkatan kelarutan peptlda, seballknya penambahan volume air pada pelarut


AIW3 menunjukkan perfonna yang leblh balk dlbandlngkan dengan A3WI.
Penggunaan acetonitnle dalam air pada proporsi yang sesual dapat membantu
memngkatkan kelarutan peptlda, namun pada konsentrasi yang terlalu tmggi,
acetomtnlejustru menurunkan tlngkat kelarulan peptlda meskipun maSIh
menunjukkan perfonna yang balk dalam mengendapkan protein dengan berat
molekul tmggi (Chen dkk, 2007; Kay dkk, 2008; Kawashlma dkk., 20l0).
Acetomtnl dlduga mempunyai kemampuan untuk melemahkan Ikalan
hldrofoblk sehlngga meningkalkan Ikatan hidrogen internal protein dan
membuat protem mengalaml denaturaSI (Gekko dkk., 1998).

Stud] yang pemah dllakukan, larutan acetonltnl dalam air dapat leblh balk
mengekslrak pepuda dengan berat molekul rendah pada sampel lempe dan nalto
dlbandlngkan dengan hanya menggunakan pelarut alr maupun metanol
(Mahmod dkk., 20H; Gibbs dkk.. 2004). Penambahan lnHuoaceuc aCId (TFA)
pada pelarut campuran acetonltnl-air dlketahui mempunyai kepasntas untuk
mendusosanI peptlda dari protein pembawa dan membuatnya menjadl leblh
larul dalam pelarut (Chertov dkk , 2004; Alpert dan Shukla, 2003).

Kelarutan Peptida Berbagai Jenis Tempe


Tempe yang dlgunakan merupakan jenls tempe yang paling banyak dlproduksi
dI Indonesia yakm tempe dengan kedelal GMO serta tempe kedelai yang
memlhki pasar khusus yakni lempe dengan kedelal non-GMO (Suyantohadi,
20l6). HaSII kandungan peptlda terlarut pada semua jenis sampel tempe
dlsajlkan pada Gambar 2. Peptlda pada tempe kedelai GMO menunjukkan
tlngkat kelarutan yang leblh tinggl dlbandmgkan dengan jenis tempe kedelai
nonGMO pada pelarut air maupun AIW ITF. Perbedaan tingkat kelarutan
dnemukan pada sampel tempe yang dlproses dengan pengolahan dan tanpa
pengolahan. Kelarutan peptida dari tempe kedelai GMO yang telah dllakukan
perebusan

selama l0 menit menggunakan pelarut air, menunjukkan kandungan peptida


yang lebih tmggi dlbandlngkan dengan sampel tempe GMO tanpa proses
perebusan. Hasnl berbeda dltemukan pada ekstrak pelarut AlWlTF, dlmana
kelarutan peptida tempe yang telah dlrebus lebih rendah dlbandlng tempe yang
tidak melalui proses perebusan. Sampel tempe non-GMO menunjukkan
kelarutan peptlda yang leblh besar pada lempe yang sudah melalui proses
perebusan balk pada pelarut alr maupun A l W ITF.

Tempe kedelal non-GMO saat ini mulai banyak dlkembangkan dan mempunyai
target pasar khusus yang pedull terhadap isu pangan dengan label modllikasn
genenk. Produk GMO diduga memlllki perbedaan kandungan nutrisi
dlantaranya protem, sehmgga penehtlan mengenal perbedaan kelarutan peptlda
pada produk GMO dan non-GMO dapat menjadi langkah awal umuk mengenal
dan menganallsis karakter protein dan pepuda masing-masmg.

Perbedaan peptida terlarul pada tempe GMO dan non-GMO cukup besar.
Perbedaan ini bisa dlsebabkan oleh perbedaan karakter kelarutan pepuda
masmg-masmg sampel yang mempengaruhi kelarutan pada pelarut air dan A l
WlTF. Perbedaan varietas dan masa panen dlketahui mempengaruhl kandungan
protein kedelal yang dlolah pada menjadl tempe. Vanetas detail kedelal yang
dlgunakan pada penelman Inl tidak dapal dllacak sehingga data im hanya akan
sesuai pada jems tempe kedelal yang dlproduksi oleh salah satu rumah produkSI
tempe dI Bogor yang menjadl sumber bahan baku.

Proses fermentasi dan pengolahan tempe menyebabkan perubahan fisnk dan


nutnsn. Perebusan, perendaman, dan fennenlas: hingga proses perebusan tempe
sebelum dlkonsumsi menyebabkan perubahan asam ammo, peptlda dan protein
(Chutlpanyapom dkk , 20l4) GlbbS dkk. (2004) menemukan bahwa selelah
proses fermentasn tempe, kandungan sebaglan besar asam amino hidrofoblk
menlngkat (Gly, Leu, lle, Pro, Phe, Tryp) sebaglan asam ammo cenderung tetap
(Ala, Val) sedangkan asam ammo polar (Ser, Asp, Glu, Tyr) cenderung
menurun. Perubahan komposisi asam ammo dan peptlda berpengaruh panting
terhadap Slfal kelarutan, pada penelman im, terjadlnya perbedaan tmgkat
kelarutan tempe pada pada pelarut alr dan A l W ITF dlduga dlsebabkan oleh
perbedaan Slfat klmia asam ammo dan pepuda tempe.

Berat Molekul Protein Tempe

Acetomtnl dan tnfiuoroaceuc acid dlketahui dapat melarutkan peptlda dengan


berat molekul rendah leblh balk dlbandmgkan dengan pelarut air (Nalarajan
dkk., 2009. Tirumalal, 2003; Mahmod dkk, 20H). Ekstrak sampel dlfraksmasi
menggunakan gel SDS-PAGE untuk mellhat beral molekul pepllda yang
terekstrak. Gambar 3 menunjukkan bahwa udak dllemukan protein dengan berat
molekul > I20

kDa baik pada ekstrak air maupun AlWlTF untuk semua jenis sampel.
Ekstrak air dari tempe non-GMO menunjukkan lebih banyak jenis protein yang
berhasxl dlidentlflkaSI pada gel SDS-PAGE, dlmana band pallng banyak
dltemukan pada tempe yang lelah dlproses dengan perebusan. Hal inI dlduga
dlsebabkan karena pemanasan menyebabkan pemecahan protein induk kedelai
sehmgga menghasnlkan lebih banyak fraksi protein dengan berat molekul yang
lebih rendah (< 56,2 kDa). Perbedaan banyaknya jumlah band protein yang
berhaSII dltangkap gel SDS-PAGE pada ekslrak tempe GMO dan non-GMO
menunjukkan jumlah yang tidak jauh berbeda, hasnl mi senada dengan
penelman sebelumnya yang dllakukan lchsani (2013) dimana kedelai non-GMO
memlhki kandungan protein yang lidak berbeda signllikan dengan kedclai
GMO‘ Perbedaan kandungan protein GMO dan nonGMO leblh dldasarkan pada
perbedaan vanetas‘ dan faktorfaktor lam selama masa tanam.

Protein dengan berat molekul yang lebih unggi (29-562 kDa) dltemukan pada
ekstrak air sedangkan pada ekslrak A l W ITF hanya menunjukkan satu band
protein pada 56,2 kDa dan <29 kDa pada konsentraSI yang lebih rendah. Pelarut
air dapat mengekstrak balk glycmm (llS) tlpe acldw (3l-45 kDa) dan
baslcpollpeptlda (l 8-20 kDa)dIband1ngkan dengan AlWlTF‘ Hal InI dlduga,
AlWlTF mengandung lebih banyak pepllda dengan beral molekul keCII (< 6.9
kDa) (band ndak tampak pada gel SDS-PAGE) dlbandmgkan dengan alr.
Protem dengan berat molekul paling besar yang berhasd dlkonfinnaSI oleh gel
adalah u’-B-conglycimn (56,2 kDa) HaSIl Im menunjukkan bahwa AIWIIF
mempunyai kemampuan lebih balk untuk mengekstrak pepnda dengan berat
molekul rendah.
BAB III

KESIMPULAN

Penggunaan pelarut acetonltril: air: triHuoroacetic acid (AIWITF) mampu


meningkatkan kelarutan peptlda pada sampel tempe kedelai dxbandmgkan
dengan penggunaan pelarut tunggal air, Pelarut campuran acetomtnl-air
menunjukkan penambahan konsentrasi acetomtnle pada air justru
menurunkan tingkat kelarutan peptlda. sedangkan sebahknya, pada
konsentrasx acetomtnle yang leblh rendah (Al W3) dapat meningkatkan
kelarutan peptlda dlbandmgkan pada A l WI dan A3W L TnEuorocelic aCld
dalam konsemrasi rendah pada pelarut campuran AIWI (AIWITF) dapat
memngkalkan kelarutan peptida secara sigmiikan. SDSPAGE
mengkonfirmasi bemt molekul protein dan peptida pada ekstrak air dan
AIWITF pada semua jenis sampel, menunjukkan bahwa AIWITF
mengekstrak peptida dengan berat molekul rendah (< 6,9 kDa) leblh balk
dlbandmgkan dengan ekstrak air.
Jenis kedelai pada GMO dan non-GMO menunjukkan perbedaan tingkat
kelarutan pada semua jenis pelarut dimana GMO memlllki kelarulan yang
leblh tinggi. Sedangkan pengaruh pengolahan (perebusan) meningkatkan
tingkat kelarutan protein dan juga menunjukkan leblh banyak fragmen
peptida yang terdeteksi pada gel SDS-PAGE.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dldukung oleh beasiswa Lembaga Pengelola Dana


Pendndlkan Rl (LPDP-Rl) dan beasiswajoint degree oleh JASSO (Japan
Students Service Organization), Jepang. Terima kasih kepada Prof. Dr.
Masahiro Ogawa sebagai supervisor selama melakukan riset di laboratonum
ilmu pangan, Kagawa Universny, Jepang.
DA FTAR PUSTAKA

Alpert, AJ. dan Shukla, A.K. (2003). Precipitation of large, high-abundancc


proteins from serum wnth organic solvents The Association of Biomolecular
Resourre

F aciluies (ABRF): Translating biology usingproteomics and #nclional genomics.


Poster no. Pl I l-W.

Amadou, 1., Yong-Hui, 8., Sun, 1. dan Guo-Wei, L. (2009). Fermented soybean
products: Some methods, antioxidants compound extraction and their scavenging
activity. Asian Journal ofBiochemr'suj' 4(3): 68-76.

kmadou, 1., Olasunkanmi, S., Gbadamosi, YongHui Shi., Kamara, M.T., Sun Jin
dan Ledan Guo-Wei (2010). Identification of antioxidative peptides from
Lacmbacrllus ylmrmmm Lp6 fermented soybean

Anda mungkin juga menyukai