PENDAHULUAN
Metode ekstraksi peptida terlarut pada produk kedelai dan fermentasi kedelai sangat
bervariasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa sifat kelarutan peptida
dengan berat molekul kecil pada sampel tempe yang diambil dari dua jenis kedelai
(GMO dan non-GMO) serta dua jenis perlakuan (perebusan dan tanpa perebusan)
yang berbeda. Pelarut yang digunakan meliputi air dan pelarut organik yang umum
digunakan dalam ekstraksi peptida kedelai dan produk fennentasinya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelarut organik asetonitril: air: asam lrifiuoroasetat
(AlWlTF) memberikan tingkat kelarutan peptida tempe kedelai lebih baik
dibanding pelarut air (p < 0,05). Penambahan asam tritiuoroasetat pada pelarut
campuran asetonitril-air (AIWI ) terbukti meningkatkan peptida terlarut hingga
1,522 mM (3|,7° o). Tempe GMO menunjukkan kelarutan peptida lebih tinggi
dibanding non-GMO sedangkan proses perebusan juga diketahui mempunyai
tingkat kelarutan yang lebih linggi dibanding tempe tanpa perebusan.
ketersedlaan bahan yang melimpah, keunggulan rasa dan juga tekstur yang
membentuk cuta rasa khas tempe. lndonesna mempunyai tmgkat konsumsn
tempe mencapai 7 kg/ kaplta / tahun dan sekitar 60% dari total konsumSI
kedelal nasional dlproses menjadl tempe (Soxm, 2013).
bioaktlf tempe pada produk yang telah melalui proses pemasakan dan studl
pembandmgan beberapa jenis pelarut belum pemah dllakukan sehmgga
penelman ini akan mampu secara speSIflk mengevaluasi proses pengolahan,
tlpe kedelal terhadap kelarulan peptida pada beberapa Jenis pelarul.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe kedelai (Glycme max
L.) yang dlambll dari salah satu rumah produksi lempe dI Bogor, Jawa Barat
yang terdln dan dua jems tempe yakni tempe kedelai GMO dan tempe non-
GMO. Reagen yang dlgunakan dlantaranya adalah 0-pthalaldehyde (OPA),
asam amino glycine (Gly), albumin (bovme serum Cohn V fraction) (BSA),
membran filtrasn (1000; 3500-6000, dan 8.000 MWCO), etanol 99.5% (Wako
Pure Chemicals Industries, Japan), acetomtnl 99,8“ 0, sodium dodecyl sulphate
(SDS), coomassxe blue R-250, triHuoroacetic acid, pre-stained protein marker
(broad range) untuk SDS PAGE (Nacalai tesque, Japan). Semua Jenls reagen
yang dlgunakan dalam studl ml merupakan bahan k|mia analmk. Sedangkan
peralatan utama yang dlgunakan mellputl sentnfuse dmgln (Thennofisher,
Japan), walerbath (Tallec, Japan), speklrotbtomeler (Jasco, Japan), dan
glassware.
Tahapan Penelitian
Penelltian ini dlbagi menjadi dua tahap yaitu penentuan jenis pelarut terbaik
dengan 7 jenls pelarut orgamk yakni ; l) acetomtnl (1): air (I) (AlWl), 2)
acetonitril (l)' air (3) (AIWS), 3) acetonltnl (3): air (I) (A3Wl), 4) acetonitril (l):
air (l): 10% tntluoroacenc acid (TFA) dalam air (0,02) (AIWITF), 5) etanol
(ETA), 6) 0,0|°o TFA dalam air, dan 7) air dlstllat (DW), menggunakan satu
jenls sampel dan tempe kedelai (GMO) sebagal representaSL Pelarut dengan
hasnl kelarutan peptlda terbalk kemudian di gunakan untuk perbandmgan
ekstraksl dengan alr pada semua sampel up.
Ekstraksi
Kelarutan Peptida
Protein merupakan kumpulan peptida yang tersusun oleh mlmmal 2 asam ammo
melalui sebuah lkatan kovalen. Kumpulan pollmer peptlda rantai panjang akan
menyusun protem. Tlngkat kelarutan peptlda dalam pelarut dllakukan dengan
metode 0-pthalaldehyde (OPA) yang berbasis pada keberadaan asam ammo
bebas (Mahmod dkk., 201]). Reagen OPA dISIapkan dengan mencampur 80
mg of 0-phthalaldehyde, 2 mL metanol, 50 mL darn 0,] M sodium tetraborate
(Na:B4O7), 5 mL dari 20% (w/v) SDS, dan 0,2 mL [S-mercaptoethanol.
Sebanyak 150 pL sampel atau larutan standard dlcampur dengan 3,0 mL reagen
OPA. Campuran kemudlan dldiamkan selama 2 menit pada suhu ruang
kemudlan dlhltung absorbansinya secara tepat pada 340 nm. ngkat kelarutan
peptlda dlhitung berdasarkan kurva standar glycme (0005-1 ,00 mM).
SDS PAGE
Analisis Data
Analisis data menggunakan software SPSS (version If: 0) dengan up Ianjut
Duncan dan Tukey.
Tingkat kelarutan peptida berdasarkan pada karakter fiSIk dan klmia yang bisa
sangat bervariasi. Beberapa stud! melaporkan pengaruh pH pelarut, suhu, dan
tipe pelarut memberi pengaruh besar terhadap kelarutan peptlda yang berasal
dan kedelai (Pace dkk., 2004)‘ Gambar l menunjukkan data kelarulan protein
dari berbagal jenis pelarut menggunakan sampel tempe GMO tanpa perlakuan
pemasakan. Pelarut orgamk sepem acetonltnl dan InHuoroacelic acid
menunjukkan tingkat kelarutan peptlda yang leblh llnggi khususnya pada
produk kedelai dan olahannya (Matsuo, 2006; Shon dkk., 2007; Natarajan dkk.,
2009), dlsampmg itu, air masih menjadi jenis pelarul yang banyak dlgunakan
untuk ekstraksi sehubungan dengan karakter kelarutannya yang umum (Chenov
dkk, 2004; Handoyo dan Morita, 2006; Matsuo, 2006; Wang dkk , 2006; Zhu
dkk, 2008).
Tlngkat kelarutan peptlda berdasar nilai gugus asam amino bebas berbeda
signltikan (p < 0,05) pada pelarut AIWI; A|W3; A3Wl; AIWITF; DW,
sedangkan pelarul etanol dan 0, 01% TFA tidak berbeda sigmtikan lerhadap A
l WI dan A I W3. ngkat kelaruxan protein bewanasi mulai dari l,897-4,708 mM
dengan hasnl kelarutan teninggi dldapat pada AIWITF dnkuti oleh AIWS; ETA;
AlWl; DW; 0, 0l°o TFA dan A3W l. Kelarutan paling tinggl dlperoleh pada
pelarut AIWITF, dlduga disebabkan karakler pelarut yang memillki derajat
hidrot‘obisitas moderat sehingga mampu mengendapkan protein dengan berat
molekul besar dan meningkalkan kelarutan peptida. ngkat hidrofobisitas yang
dimillki pelarul memihki pengaruh dalam meningkatkan interaksi antar molekul
hidrofobIk pada protein dan memicu agregasi.
Kclarutan paling rendah ditemukan pada penggunaan pelarut ASWI, hal ini
dlmungkinkan karena konsemrasi acetonitril dalam aIr yang terlalu tinggi‘ Pada
sistem pclamt campuran acetonitril-air dltemukan bahwa peningkalan
kandungan acetomtnl tidak berbandmg lums dengan
Stud] yang pemah dllakukan, larutan acetonltnl dalam air dapat leblh balk
mengekslrak pepuda dengan berat molekul rendah pada sampel lempe dan nalto
dlbandlngkan dengan hanya menggunakan pelarut alr maupun metanol
(Mahmod dkk., 20H; Gibbs dkk.. 2004). Penambahan lnHuoaceuc aCId (TFA)
pada pelarut campuran acetonltnl-air dlketahui mempunyai kepasntas untuk
mendusosanI peptlda dari protein pembawa dan membuatnya menjadl leblh
larul dalam pelarut (Chertov dkk , 2004; Alpert dan Shukla, 2003).
Tempe kedelal non-GMO saat ini mulai banyak dlkembangkan dan mempunyai
target pasar khusus yang pedull terhadap isu pangan dengan label modllikasn
genenk. Produk GMO diduga memlllki perbedaan kandungan nutrisi
dlantaranya protem, sehmgga penehtlan mengenal perbedaan kelarutan peptlda
pada produk GMO dan non-GMO dapat menjadi langkah awal umuk mengenal
dan menganallsis karakter protein dan pepuda masing-masmg.
Perbedaan peptida terlarul pada tempe GMO dan non-GMO cukup besar.
Perbedaan ini bisa dlsebabkan oleh perbedaan karakter kelarutan pepuda
masmg-masmg sampel yang mempengaruhi kelarutan pada pelarut air dan A l
WlTF. Perbedaan varietas dan masa panen dlketahui mempengaruhl kandungan
protein kedelal yang dlolah pada menjadl tempe. Vanetas detail kedelal yang
dlgunakan pada penelman Inl tidak dapal dllacak sehingga data im hanya akan
sesuai pada jems tempe kedelal yang dlproduksi oleh salah satu rumah produkSI
tempe dI Bogor yang menjadl sumber bahan baku.
kDa baik pada ekstrak air maupun AlWlTF untuk semua jenis sampel.
Ekstrak air dari tempe non-GMO menunjukkan lebih banyak jenis protein yang
berhasxl dlidentlflkaSI pada gel SDS-PAGE, dlmana band pallng banyak
dltemukan pada tempe yang lelah dlproses dengan perebusan. Hal inI dlduga
dlsebabkan karena pemanasan menyebabkan pemecahan protein induk kedelai
sehmgga menghasnlkan lebih banyak fraksi protein dengan berat molekul yang
lebih rendah (< 56,2 kDa). Perbedaan banyaknya jumlah band protein yang
berhaSII dltangkap gel SDS-PAGE pada ekslrak tempe GMO dan non-GMO
menunjukkan jumlah yang tidak jauh berbeda, hasnl mi senada dengan
penelman sebelumnya yang dllakukan lchsani (2013) dimana kedelai non-GMO
memlhki kandungan protein yang lidak berbeda signllikan dengan kedclai
GMO‘ Perbedaan kandungan protein GMO dan nonGMO leblh dldasarkan pada
perbedaan vanetas‘ dan faktorfaktor lam selama masa tanam.
Protein dengan berat molekul yang lebih unggi (29-562 kDa) dltemukan pada
ekstrak air sedangkan pada ekslrak A l W ITF hanya menunjukkan satu band
protein pada 56,2 kDa dan <29 kDa pada konsentraSI yang lebih rendah. Pelarut
air dapat mengekstrak balk glycmm (llS) tlpe acldw (3l-45 kDa) dan
baslcpollpeptlda (l 8-20 kDa)dIband1ngkan dengan AlWlTF‘ Hal InI dlduga,
AlWlTF mengandung lebih banyak pepllda dengan beral molekul keCII (< 6.9
kDa) (band ndak tampak pada gel SDS-PAGE) dlbandmgkan dengan alr.
Protem dengan berat molekul paling besar yang berhasd dlkonfinnaSI oleh gel
adalah u’-B-conglycimn (56,2 kDa) HaSIl Im menunjukkan bahwa AIWIIF
mempunyai kemampuan lebih balk untuk mengekstrak pepnda dengan berat
molekul rendah.
BAB III
KESIMPULAN
Amadou, 1., Yong-Hui, 8., Sun, 1. dan Guo-Wei, L. (2009). Fermented soybean
products: Some methods, antioxidants compound extraction and their scavenging
activity. Asian Journal ofBiochemr'suj' 4(3): 68-76.
kmadou, 1., Olasunkanmi, S., Gbadamosi, YongHui Shi., Kamara, M.T., Sun Jin
dan Ledan Guo-Wei (2010). Identification of antioxidative peptides from
Lacmbacrllus ylmrmmm Lp6 fermented soybean