Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FILARIASIS (PENYAKIT KAKI GAJAH)

Oleh :

Kelompok 6

1. Danang Aji Prasetyo ( 108218004 )

2. Soeyono ( 108218006 )

3. Edi Warjoko ( 108218015 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan makalah
“Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)”. Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai
mata kuliah komunikasi keperawatan.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada Yth :

1. Bpk.Ahmad Subandi, M.Kep., Sp.Kep.An selaku ketua STIKES AL-


IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2. Liliek W, S.Kep., Ners, M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah
3. Orang tua saya yang telah membantu baik moral maupun materi
4. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya
dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami
untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Cilacap , Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................. 3
A. Pengertian Filariasis Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) ................................ 3
B. Fenomena Filariasis di Indonesia ................................................................. 3
C. Penyebab ...................................................................................................... 4
D. Gejala ........................................................................................................... 5
E. Patofisiologi ................................................................................................. 6
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 7
G. Penatalaksanaan .......................................................................................... ` 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 9
A. Kesimpulan .................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis
adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing
filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia,
vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk
dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ
kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit
yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali.
Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis
dan tropis (Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama
kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan
sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Provinsi di
Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu
tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26
Provinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis
as a Public Health problem by The Year 2020) yaitu program pengeliminasian
filariasis secara masal. Program ini dilaksanakan melalui pengobatan masal
dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang
endemis dan perawatan kasus klinis untuk mencegah kecacatan. WHO sendiri
telah menyatakan filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di
dunia. Di Indonesia sendiri, telah melaksanakan eliminasi filariasis secara
bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 Kabupaten percontohan. Perluasan
wilayah akan dilaksanakan setiap tahunnya.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah
semata. Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif.

1
Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan,
pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia Sehat Tahun
2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Filariasis ?
2. Bagaimana fenomena Filariasis di Indonesia ?
3. Apa Penyebab Filariasis ?
4. Bagaimana gejala klinis Filariasis ?
5. Bagaimana pathofisiologi Filariasis ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang Filariasis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Filariasis ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Filariasis
2. Mengetahui fenomena Filariasis di Indonesia
3. Mengetahui penyebab Filariasis
4. Mengetahui bagaimana gejala klinis Filariasis
5. Mengetahui pathofisiologi Filariasis
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang Filariasis
7. Mengetahui penatalaksanaan Filariasis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Filariasis Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)


Adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria
dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing
tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik
akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah
bening. Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin (Chin J, 2006).
Pengertian lain menjelaskan filariasis adalah penyakit menular menahun
yang disebabkan cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah
bening (Depkes RI, 2008). Sedangkan menurut Gandahusada dkk tahun 2003
filariasis limfatik adalah penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari 3 jenis
cacing filaria yaitu : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori
yang penularannya melalui vektor nyamuk.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa filariasis adalah
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup di
saluran dan kelenjar limfe serta ditularkan oleh berbagai spesies nyamuk.
Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis dan akut.
B. Fenomena Di Indonesia
Penyakit filariasis lymfatik merupakan penyebab kecacatan menetap dan
berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental. Di Indonesia,
mereka yang terinfeksi filariasis bisa terbaring di tempat tidur selama lebih dari
lima minggu per tahun, karena gejala klinis akut dari filariasis yang mewakili
11% dari masa usia produktif. Untuk keluarga miskin, total kerugian ekonomi
akibat ketidakmampuan karena filariasis adalah 67% dari total pengeluaran
rumah tangga perbulan.
Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis,
terutama wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak
tahun 2000 hingga 2009 di dilaporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914

3
kasus yang tersebar di 401 Kabupaten/kota. Hasil laporan kasus klinis kronis
filariasis dari kabupaten/kota yang ditindaklanjuti dengan survey endemisitas
filariasis, sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 Kabupaten/kota endemis dan
135 Kabupaten/kota non endemis.
C. Penyebab
1. Hospes
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi
bagi orang lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemis
lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada
penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi,
karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga
gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih
berat.
2. Hospes Reservoar
Tipe B.malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi
untuk manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah
kucing dan kera terutama jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin
juga terkena infeksi.
3. Vektor
Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis,
tergantung pada jenis cacing filarianya. W.bancrofti yang terdapat di daerah
perkotaan di tularkan oleh Cx.quinquefasciatur yang tempat perindukannya
air kotor dan tercemar. W.bancrofti di daerah pedesaan dapat ditularkan oleh
bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya W.bancrofti ditularkan terutama
oleh An.farauti yang dapat menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk
tempat perindukannya. Selain itu ditemukan juga sebagai vektor :
An.Koliensis, An.punctulatus, Cx.annulirostris dan Ae.Kochi,
W.bancroftididaerah lain dapat ditularkan oleh spesies lain, seperti
An.subpictus di daerah pantai NTT. Selain nyamuk Culex, Aides pernah
juga ditemukan sebagai vektor. 14 B.malayi yang hidup pada manusia dan
hewan biasanya ditularkan oleh berbagai spesies mansonia seperti

4
Ma.uniformis, Ma.bonneae, Ma.dives dan lain-lain, yang berkembang biak
di daerah rawa di Sumatra, Kalimantan, Maluku dan lain-lain. B.malayi
yang periodik ditularkan oleh An.Barbirostris yang memakai sawah sebagai
tempat perindukannya, seperti di daerah Sulawesi. B.timori, spesies yang
ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya ditemukan di
daerah NTT dan Timor-Timor, ditularkan oleh An.barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di darah
pedalaman.
4. Agent
Filariasis disebabkan oleh cacing filarial pada manusia, yaitu (1)
W.bancrofti; (2) B.malayi; (3) B.timori', (4) Loa loa; (5)
Onchocercavolvulus', (6) Acanthocheilonema perstants; (7) Mansonella
azzardi. Yang terpenting ada tiga spesies, yaitu W.bancrofti, B.malayi, dan
B timori."
Cacing ini habitatnya dalam sistem peredaran darah, limpha, otot,
jaringan ikat atau rongga serosa. Cacing dewasa merupakan cacing yang
langsing seperti benang berwarna putih kekuningan, panjangnya 2 - 70 cm,
cacing betina panjangnya lebih kurang dua kali cacing jantan. Biasanya
tidak mempunyai bibir yang jelas, mulutnya sederhana, rongga mulut tidak
nyata. Esofagus berbentuk seperti tabung, tanpa bulbus esofagus, biasanya
bagian anterior berotot sedangkan bagian posterior berkelenjar." Filaria
membutuhkan insekta sebagai vektor. Nyamuk culex adalah vektor dari
penyakit filariasisWbancrofti dan B.malayi. Jumlah spesies Anopheles,
Aedes, Culex, dan Mansonia cukup banyak, tetapi kebanyakan dari spesies
tersebut tidak penting sebagai vektor alami.
D. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang terdapat pada penderita filariasis meliputi gejala awal
(akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam
berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selam 3-4 hari apabila bekerja berat,
timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipatan paha atau ketiak tanpa
adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang berwarna

5
merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan karah ujung
kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki,
tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga
menimbulkan cacat yang menetap. (Depkes RI, 2005)
Menurut simtomatologi filariasis terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Stadium akut
Peradangan : limfangitis, funikulitis, epididimistis, setelah bekerja berat
berlangsung 2-3 minggu disertai demam, sakit kepala, muntah, lesu, dan
anoreksia.
2. Stadium menahun
Terjadi hidrokel, limfaedema, dan elephathiasis.
E. Patofisiologi
Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu
terhadap parasit, seringnya mendapat gigitan nyamuk, banyaknya larva infektif
yang masuk ke dalam tubuh adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.
Secara umum perkembangan klinis filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan
fase lanjut. Pada fase dini timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing
dewasa bersama-sama dengan infeksi oleh bakteri dan jamur. Pada fase lanjut
terjadi kerusakan saluran dan kerusakan kelenjar, kerusakan katup saluran
limfe, termasuk kerusakan saluran limfe kecik yang terdapat di kulit.
Pada dasarnya perkembangan klinis filariasis tersebut disebabkan karena
cacing filaria dewasa yang tinggal dalam saluran limfe bukan penyumbatan
(obstruksi), sehingga terjadi gangguan fungsi sistem limfatik :
1. Penimbunan cairan limfe.
2. Terganggunya pengangkutan bakteri dari kulit atau jaringan melalui saluran
limfe ke kelenjar limfe.
3. Kelenjer limfe tidak dapat menyerang bakteri yang masuk dalam kulit.
4. Infeksi bakteri berulang akan menyebabkan serangan akut berulang
(recurrent acute attack).
5. Kerusakan sistem limfatik, termasuk kerusakan saluran limfe kecil yang ada
di kulit, menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengalirkan cairan

6
limfe dari kulit dan jaringan ke kelenjar limfe sehingga dapat terjadi
limfedema.
6. Pada penderita limfedema, serangan akut berulang oleh bakteri atau jamur
akan menyebabkan penebalan dan pengerasan kulit, hiperpigmentasi,
hiperkeratosis dan peningkatan pembentukkan jaringan ikat
(fibrosetissueformation) sehingga terjadi peningkatan stadium limfedema,
Dimanapembengkakkan yang semula terjadi hilang timbul akan menjadi
pembengkakkan menetap.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo (2006), pemeriksaan diagnostik filariasis adalah :
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan USG Dopler skrotum pada pria dan payudara pada wanita
memperlihatkan adanya cacing dewasa yang bergerak aktif di dalam
pembuluh getah bening yang mengalami dilatasi
3. Pemeriksaan PCR untuk mendeteksi DNA W.Bancrofi sudah mulai
dikembangkan
4. Tes ELISA dan ICT untuk memeriksa antigen W.Bancrofit yang terinfeksi
5. Pemeriksaan serologi antibodi (antibody subkelas IgG4), digunakan untuk
mendeteksi W.Bancrofit
G. Penatalaksanaan Filariasis
1. Pengobatan
Obat utama yang digunakan adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC). DEC
bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan
jangka panjang. Hingga saat ini, DEC merupakan satu-satunya obat yang
efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis bancrofti, dosis yang
dianjurkan adalah 6 mg/kg berat badan per hari selama 12 hari. Sedangkan
untuk filariabrugia, dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan per
hari selam 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, mengigil,
artralgia, sakit kepala, mual, hingga muntah. Pada pengobatan filariasis
brugia, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga untuk

7
pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah
antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas
luas terhadap nematode dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh
mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC.
2. Perawatan
Perawatan terhadap penderita filariasis dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah yang dingin akan
mengurangi derajat serangan akut.
b. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses
c. Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia,
Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar
getah bening dengan manifestasi klinik akut bempa demam berulang,
peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pemberantasan filariasis
perlu dilaksanakan dengan tujuan menghentikan transmisi penularan,
diperlukan program yang berkesinambungan dan mernakan waktu lama karena
mengingat masa hidup dari cacing dewasa yang cukup lama. Dengan demikian
perlu ditingkatkan surveilans epidemiologi di tingkat Puskesmas untuk
penemuan dini kasus filariasis dan pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasan filariasis.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, Nicholas, Stephen Hill dan Bryan S. Turner, (diterjemahkan Desi


Noviyani, Eka Adinugraha dan Rh.Widada), 2010, Kamus Sosiologi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Chin J. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Editor : I Nyoman


Kandun. Jakarta: CV. Infomedika, Edisi 17 Cetakan II.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Program Eliminasi


Filariasis di Indonesia. Jakarta.

DepKes RI, 2005. Program Prioritas Nasional Pemberantasan. Penyakit Menular


Jangka Menengah 2005-2009. Jakarta.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=284171&val=7056&title=PE
NYAKIT%20FILARIASIS
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/view/1317/1084
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.co.id/2013/03/filariasis-kaki
gajah.html
http://lenkabelajar.blogspot.co.id/2012/09/artikel-ini-dibuat-pada-april2008.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Filariasis
https://jurnal.ugm.ac.id/jisph/article/view/6759/8007

10

Anda mungkin juga menyukai