Makalah Desentralisasi
Makalah Desentralisasi
PENDAHULUAN
kewenangan mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi
Pemerintahan Daerah, secara eksplisit memberikan otonomi yang luas kepada pemerintah
daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat
masyarakat di daerah lebih diberdayakansekaligus diberi tanggung jawab yang lebih besar
Namun penekanan utama otonomi daerah di tingkat kabupaten dan kota yang lebih
kompleks, seperti besarnya jumlah penduduk maupun luasnya cakupan (converge) pelayanan.
Masalah yang muncul antara lain, jauhnya jarak (orbitasi) dan sulitnya akses (accesibility)
tujuan penyelenggaraan otonomi menjadi semu ketika tercipta akses masyarakat yang rendah
1
kelurahan. Kedua, pendekatan “sektoral”, seperti sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Sejalan dengan hal tersebut, maka implementasi kebijakan otonomi daerah telah
mendorong terjadinya perubahan, baik secara struktural, fungsional maupun kultural dalam
tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat esensial
yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi kecamatan yang sebelumnya
perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah, camat dalam
yang bermakna untuk urusan pelayanan masyarakat. Selain itu kecamatan juga akan
kesatuan, juga memberi kesempatan daerah-daerah untuk mengatur isi otonomi sesuai
bukan berarti camat mendapatkan kewenangan dari Sekda, karena secara legitimasi camat
2
Camat melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan,khususnya
lainnya yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa/kelurahan serta instansi pemerintah
lainnya di wilayah kecamatan.Oleh karena itu, kedudukan camat berbeda dengan kepala
tersebut harus berada dalam koordinasi Camat. Koordinasi tersebut dimaksudkan untuk
objektif/karakteristik kecamatan. Karena pada dasarnya empat (4) kecamatan yang berada di
Kota Banjar mempunyai perbedaan karakter satu dan lainnya. Dalam pelaksanaan
pelimpahan sebagian kewenangan dari Walikota kepada camat sebagai titik awal menata
organisasi kecamatan di Kota Banjar mengahadapi berbagai masalah krusial, yaitu masih
kewenangan Walikota, yaitu masih terdapatnya ego sektoral pada sebagian perangkat daerah,
kecamatan, sehingga aspek kemauan politis dan good will dari Walikota sangat urgen dalam
menentukan langkah kebijakan kewenangan camat sebagai salah satu tujuan untuk
menciptakan pendekatan pelayanan kepada masyarakat Kota Banjar. Perlu diketahui bersama
3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok kami mencoba menganalisis
pemerintahan dari Walikota kepada Camat ini menjadi menarik untuk dikaji guna
memperoleh deskripsi yang jelas tentang bidang dan jenis kewenangan yang mungkin atau
dapat dilimpahkan Walikota kepada camat. Sebagai refleksi atas penerapan otonomi daerah
kepada Camat ?
Otonomi daerah tidak lepas dari konsep desentralisasi, karena otonomi adalah salah
satu perwujudan dari desentralisasi. Otonomi berasal dari bahasa yunani, auto yang berarti
sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Dalam Encyclopedia of Social
Sciences yang dikutip Sumaryadi (2005 : 43), menjelaskan bahwa otonomi dalam pengertian
4
orisinil adalah “the legal self-sufficiencyndan actual independence”. Namun demikian
pelaksanaan otonomi tetap dalam batas koridor yang tidak melampaui wewenang pemerintah
pusat yang menyerahkan urusan kepada daerah. Hal ini sesuai dengan pandangan Ryass
Rasyid (2002 : 32) yang menyatakan bahwa otonomi daerah bukanlah merupakan hak dari
Jadi pada hakekatnya otonomi daerah itu lebih merupakan kewajiban daripada hak,
yaitu kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana untuk
mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggung
yang menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
daerah otonom adalah daerah yang self suffiency, self authority, dan self regulation to its
laws and affairs dari daerah lainnya baik secara vertikal maupun horizontal karena daerah
Antara desentralisasi dan otonomi daerah memiliki keterkaitan yang tidak dapat
dipisahkan. Hubungan keduanya dikemukakan oleh Ryaas (2002 : 35) yaitu dalam tataran
Istilah otonomi daerah lebih cenderung pada political aspect (aspek politik kekuasaan),
negara). Namun demikian dilihat dari konteks sharing of power (berbagi kekuasaan), dalam
prakteknya di lapangan, kedua istilahtersebut berbicara mengenai otonomi daerah, tentu akan
urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai wewenang rumah tangga daerah.Sesuai
5
dengan pendapat Sumaryadi (2005 : 16) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
Desentralisasilah yang melandasi suatu daerah dapat dikatakan otonom. Otonomi daerah
tidak akan ada jika tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan pemerintahan dan
konteks Indonesia, maka otonomi daerah menjadi pilihan yang tepat. Menurut Ryaas (2002 :
Di sisi lain, otonomi lebih menitik beratkan pada aspirasi daripada kondisi (Sarundajang,
2005 : 34). Dari berbagai pemahaman tentang otonomi daerah tersebut beliau menyimpulkan
sebagai :
Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, sehingga Sarundajang (2002
: 35) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi daerah kepada daerah meliputi 4 aspek :
1) Dari segi politik adalah mengikut sertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi
masyarakat, baik untuk kepentingan untuk daerah sendiri, maupununtuk mendukung
politik kebijakan nasional;
2) Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkat daya gunadan hasil
guna penyelenggaraan pemerintahan;
3) Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi sertamenumbuhkan
kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan(empowerment) masyarakat
untuk mandiri;
4) Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan program pembangunan
guna tercapainya kesejahteraan rakyat.
6
Sebagai bentuk antitesis dari pola sentralisasi, mekanisme desentralisasi adalah
luas kepada pemerintah daerahuntuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan dan
pembangunan yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat serta pemerintah daerah dan
masyarakat di daerah lebih diberdayakan sekaligus diberi tanggung jawab yang lebih besar
untuk mempercepat laju pembangunan daerah. Konsep desentralisasi sangat tepat menjadi
opsi dalam pelaksanaan pemerintahan yang diperhadapkan pada kondisi wilayah negara dan
jumlah populasi penduduk yang besar. Pendapat ini senada dengan Bowman dan Hapton
yang dikutip oleh Koirudin (2005 : 18), menjelaskan bahwa tidak ada satupun pemerintah
dari suatu negara dengan wilayah yang sangat luasdapat menentukan kebijakan secara efektif
atau mampu melaksanakan kebijakan dan program secara efisien melalui mekanisme
sentralisasi.
Secara etimologi, desentralisasi terdiri dari kata “de” artinya lepas dan “sentrum”
artinya pusat. Jadi secara harafiah, artinya lepas dari pusat (Suradinata,1996 : 27). Dalam
desentralisasi sebagai peyerahan wewenang dari pemerintah yang lebih tinggi kepada
pemerintah yang lebih rendah. Pengertian desentralisasi yang lebih detail diungkapkan
7
“decentralization is the transfer of planning, decision-making or administrative
authority from the central government to its field organization, local administrative
unit, semi-autonomous and parastatal organization, local government or non
government org anizations”.
Pengertian desentralisasi yang dimaksud dalam kajian ini sejalan dengan konsepyang
tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, yaitu
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi
Aparat daerah hanya punya wewenang kecil dalam kegiatan pemerintahan. Desentralisasi
menurut Riggs ditinjau dari maknanya mengandung dua makna (Sarundajang, 2002 : 47),
yaitu sebagai pelimpahan wewenang (delegation) dan pengalihan kekusaan (devolution). Hal
ini sesuai dengan pendapat Tresna (Sarundajang, 2002 : 48) yang juga menggolongkannya
8
2.2. Konsep Kewenangan dan Pelimpahan Kekuasaan
pemerintah selama ini dipergunakan sangat sentralisitik dan eksesif. Dalam hierarki weber,
ditemukan korelasi yang positif antara tingkatan hierarki jabatan dalam birokrasi dengan
kekuasaan (power). Semakin tinggi lapis hierarki jabatan seseorang dalam birokrasi maka
semakin besar kuasanya dan semakin rendah lapisan hierarkinya semakin tidak berdaya
(powerless). Karena korelasi ini menunjukan bahwa penggunaankekuasaan pada hierarki atas
sangat tidak imbang dengan penggunaan kekuasaan tingkat bawah. Dengan ungkapan lain,
sentralisasi kekuasaan yang berada ditingkat hierarki atas semakin memperlemah posisi
pejabat hierarki bawah dan tidak memberdayakan masyarakat yang berada di luar
Berangkat dari konsep hierarki dan kekuasaan tersebut, maka perluadanya transfer
level atas. Wewenang atau kewenangan adalah padanan kata authority, yaitu “the power or
right delegated or given: the power to judge, act or command”. Kewenangan dapat
dirumuskan sebagai suatu tipe khusus dari kekuasaan yang secara asli melekat pada jabatan
yang diduduki oleh pemimpin. Otoritas adalah kekuasaan yang disahkan oleh peranan formal
seorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung
dari beberapa aspek, yakni aspek tugas, tanggung jawab dan wewenang. Pada prinsipnya,
pendelegasian atau pelimpahan sama dengan penyerahan, jadi pendelegasian atau pelimpahan
kewenangan berarti penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan
9
agar tugas dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan baik dari pejabat satu kepada
bukan penyerahan hak dari atasan kepada bawahan, melainkan penyerahan hak dari pejabat
kepada pejabat. Format pendelegasian wewenang dapat dilakukan oleh pejabat yang
(subordinate) atau pejabat atasan kepada pejabat bawahan, di samping itu pelimpahan
wewenang dapat pula dilakukan diantara pejabat yang berkedudukan pada jenjang yang
sama atau antara pejabat yang sederajat. Pelimpahan wewenang menegak atau vertikal,
atau horizontal.
Dilihat dari sumbernya, kewenangan dapat dibedakan menjadi dua jenis (Wasistiono,
2009:26), yaitu :
1. Kewenangan atributif adalah kewenangan yang melekat dan diberikan kepada suatu
institusi atau pejabat yang berdasarkan peraturan perundang-undangan;
2. Kewenangan delegatif adalah kewenangan yang berasal dari pendelegasian
kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya. Masing-masing
pejabat diberikan tugas melekat sebagai bentuk tanggung jawab agar tugas yang
diberikan itu dapat dilaksanakan dengan baik.Tanggung jawab merupakan keharusan
pada seseorang pejabat untuk melaksanakan secara layak segala sesuatu yang telah
dibebankan kepadanya.Tanggung jawab hanya dapat dipenuhi bila pejabat yang
bersangkutan disertaidengan wewenang tertentu dalam bidang dan tugasnya. Dengan
tiadanya otoritas itu, tanggung jawab tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Jadi ada korelasi antara tugas, tanggung jawab dan wewenang.
alasan rasional yang melatar belakanginya menurut ungkapan Cheema dan Rondinelli yang
10
4) Mengakibatkan terjadinya penetrasi yang lebih baik dari pemerintah pusat bagidaerah
terpencil, di mana seringkali rencana pemerintah tidak dipahamimasyarakat setempat
atau dihambat oleh elit lokal
5) Memungkinkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik,
etniskeagamaan, dalam perencanaan pembangunan;
6) Dapat meningkatkan kemampuan maupun kapasitas pemerintahan serta
lembaga privat daerah;
7) Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di pusat dengan tidak lagimenjalankan
tugas rutin;
8) Dapat menyediakan struktur di mana berbagai departemen di pusat dapatdikoordinasi
secara efektif bersama dengan pejabat daerah dan sejumlah NGO (Non Govenrmental
Orgnazations);
9) Digunakan untuk melambangkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan
danimplemetasi program;
10) Dapat meningkatkan pengaruh atau pengawasan berbagai aktifitas yangdilakukan elit
lokal yang kerap tak simpatik dengan program pembangunan;
11) Dapat mengantarkan pada administrasi pemerintahan yang mudah
disesuaikan,inovatif dan kreatif;
12) Desentralisasi perencanaan dan fungsi manajemen memungkinkan pemimpindaerah
menetapkan pelayanan secara efektif di tengah masyarakat terisolasi;
13) Dapat memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan
memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di daerah;
14) Dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan biaya yang
lebih rendah.
Sesuai dengan alasan tersebut pemerintah pusat mendelegasikan urusan wajib dan
pilihan kepada daerah otonom (Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa) untuk menjadi urusan
1) Urusan wajib, yaitu suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan
2) Urusan Pilihan, yaitu urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
11
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan yang akan dicapai melalui desentralisasi
III. Pembahasan
Sesuai dengan data dokumen yang kami kaji, di samping camat menangani urusan
umum
umum;
Camat sebagai perangkat daerah juga mempunyai kekhususan jika dibandingkan dengan
perangkat daerah lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung
12
Dalam hal ini, fungsi utama camat selain memberikan pelayanan kepada
yang dipimpin oleh camat perlu diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem adminitrasi,
di kecamatan sebagai ciri pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis dalam
kewenangan pemerintahan dari dua sumber yaitu bidang kewenangan dalam lingkup tugas
Dalam konteks ini, diperlukan adanya pemikiran untuk mempertajam otonomi dan
Kabupaten/Kota. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pelimpahan sebagian kewenangan
pemerintah kabupaten/kota kepada kecamatan (camat) sesuai amanat UU 32/2004, pasal 126
Bupati/Walikota. Kewenangan ini sendiri ditilik dari sumbernya, dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu kewenangan atributif dan delegatif, berbeda dengan aturan sebelumnya (UU
22/1999 pasal 66 ayat 4) dimana kewenangan camat hanya bersifat delegatif. Tujuan
pelimpahan kewenangan tersebut untuk memberikan batasan yang jelas tentang kewenangan
yang bermuara pada penguatan institusi kecamatan. Hal ini sejalan dengan upaya penataan
kelembagaan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, yang
13
mengatur tentang upaya penyederhanaan organisasi (rightsizing) dalam rangka untuk
mengembangkan organisasi yang lebih proposional, datar (flat) transparan, hierarki yang
Pemerintah kabupaten/kota kepada kecamatan perlu ditelaah dan dikaji secara detail, karena
tidak secara keseluruhan kewenangan bisa diberikan kepada kecamatan, tetapi didasarkan
atas berbagai aspek pertimbangan. Menurut kelompok kami, ada empat prasyarat pelimpahan
buapti/walikota.
didelegasikan.
Perangkat Daerah dan PP 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, maka kedudukan Kecamatan
adalah sebagai perangkat daerah pelaksana tugas kewilayahan, 2 (dua) makna utama dari
posisi ini adalah sebagai pembina kewilayahan dan penyelenggara pelayanan masyarakat.
kecamatan ini sebagai konsekuensi kebijakan dari kewenangan kecamatan perlu diperluas,
substansi pemerintahan, antara lain berupa kewenangan penetapan kebijakan, pembinaan dan
14
pembangunan yang dilaksanakan baik oleh unit kerja/instansi vertikal pemerintah di wilayah
kendala dalam penyelenggaraankewenangan yang diberikan oleh pemerintah Kota. Hal ini
disebabkan kewenanganyang diatur masih bersifat umum (kewenangan atributif) dan sangat
sedikit sesuaidengan UU 32/2004, pasal 126 ayat 3, serta belum terinci dengan jelas bidang
dan jenis kewenangan apa yang diberikan kepada kecamatan. Kewenangan Camat
yangdilimpahkan oleh Walikota lebih terfokus pada aspek tugas dan tanggung
Ditengah semangat membangun otonomi, adalah hal ironis bahwa kewenangan dan
sumber daya besar yang dimiliki Kabupaten/Kota kurang berdampak pada pemberdayaan
Kecamatan dan Kelurahan. Padahal Kecamatan dan Kelurahan inilah yang semestinya
diposisikan sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat. Otonomi boleh saja menjadi
domein Pemkab/Pemkot, namun front line dari sebagian fungsi pelayanan mestinya
diserahkan kepada Kecamatan dan Kelurahan, disamping kepada Dinas Daerah. Dengan
koordinasi, pembinaan, fasilitasi, dan pengendalian, dari pada fungsi rowing atau
Sebab, sejak berlakunya UU No. 22/1999, ada beberapa perubahan signifikan yang
menyangkut status, fungsi dan peran Kecamatan. Saat ini, Kecamatan bukan lagi sebagai
15
pembantuan, namun menjadi perangkat daerah otonom. Itulah sebabnya, dalam pasal 66
bahwa Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan, sehingga wajarlah jika Lurah sebagai
kepada Camat, dan dari Camat kepada Kelurahan ini bukan hanya sebuah kebutuhan, namun
1) Pemkab/Pemkot akan cenderung memiliki beban kerja yang terlalu berat (overload)
sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang efektif. Disisi lain,
sebagai akibat kewenangan yang terlalu besar, maka organisasi Kabupaten/Kota juga
Kecamatan akan muncul sebagai organisasi dengan fungsi minimal. Apa yang
yang selama ini dijalankan, tanpa ada upaya untuk lebih memberdayakan kedua
lembaga ini. Hal ini sekaligus mengindikasikan adanya pemborosan organisasi yang
luar biasa.
Walikota kepada Camat pun masih akan menghadapi beberapa kendala, yakni:
16
1) Kecamatan selama ini terbiasa menjalankan kewenangan yang bersifat atributif, yakni
kecamatan terlihat kaku, mekanis dan cenderung kurang dinamis. Oleh karena itu, jika
delegatif, maka perlu dikaji secara mendalam kewenangan apa saja yang layak dan
prospektif untuk diemban oleh kecamatan. Sebab, pelimpahan kewenangan yang asal-
pelimpahan kewenangan. Jumlah dan kualitas SDM yang minim, sarana kerja yang
konvensional, sumber dana yang terbatas, adalah beberapa fakta riil yang perlu
Camat.
3) Satu hal yang perlu dicatat adalah, meskipun banyak kendala yang harus diatasi,
Mengingat hal diatas, maka pendelegasian atau pelimpahan sebagian wewenang dari
atas (dari Bupati/Walikota ke Camat dan dari Camat ke Lurah) perlu diupayakan seoptimal
mungkin. Tujuannya jelas, yaitu untuk mempercepat proses sekaligus meningkatkan mutu
pelayanan kepada masyarakat. Pada saat yang bersamaan, kebijakan ini akan meringankan
17
semakin efektif dan efisien. Dan sungguh patut disyukuri bahwa banyak Bupati/Walikota di
perlu terus dimantapkan, namun harus dicermati pula bahwa kebijakan ini membawa
Dalam hal ini, paling tidak ada 3 dimensi strategis pada level Kecamatan yang perlu
1) Menyangkut aspek koordinasi antar lembaga dan standarisasi tata kerja. Artinya,
operasional. Dalam kaitan dengan koordinasi ini, perlu dipertegas antara tugas dan
pihak lain. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
pelaksanaan kewenangan tertentu. Dalam hal pemberian IMB misalnya, perlu ada
kejelasan tentang apa yg harus disediakan dan/atau dilakukan Dinas dan Cabang
Dinas Bangunan, apa yang harus disediakan dan/atau dilakukan Kecamatan, serta tata
laksana antara kedua pihak lengkap dengan standar waktu dan sumber
pembiayaannya. Tanpa adanya kejelasan tentang pembagian tugas, tata kerja, standar
2) Berkenaan dengan kebutuhan perimbangan sumber daya keuangan, SDM dan sarana.
Adalah hal yang logis jika pelimpahan kewenangan harus diikuti pula oleh
dan Daerah, pelimpahan kewenangan di tingkat loka lpun harus diikuti oleh
18
perimbangan sumber-sumber daya. Tanpa adanya penguatan sumber daya,
dilimpahkan tidak akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Jika ini terjadi,
struktur organisasi Kecamatan perlu dikembangkan atau diperkuat. Pada saat yang
kewenangan yang harus dijaga adalah tidak adanya kewenangan yang dimiliki dan /
atau dilaksanakan secara bersama-sama oleh lebih dari satu lembaga. Oleh karena
itu, untuk menghindari kewenangan rangkap tadi, suatu kewenangan mestinya hanya
melaksanakannya.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas dpat diambil kesimpulan bahwa:
19
2) Camat melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan,khususnya
Walikota.
didelegasikan.
Kecamatan akan muncul sebagai organisasi dengan fungsi minimal. Apa yang
yang selama ini dijalankan, tanpa ada upaya untuk lebih memberdayakan kedua
20
5) Kendala yang timbul dari pelaksanaan kebijakan pelimpahan kewenangan dari
tentang pelimpahan kewenangan. Jumlah dan kualitas SDM yang minim, sarana
kerja yang konvensional, sumber dana yang terbatas, adalah beberapa fakta riil
6) Tiga dimensi solusi strategis pada level Kecamatan yang perlu diperhatikan untuk
sarana. Adalah hal yang logis jika pelimpahan kewenangan harus diikuti pula oleh
kewenangan tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA.
Karim, A. Gaffar (Ed), 2006, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah diIndonesia, Pustaka
Pelajar : Yogyakarta
Ndraha, Taliziduhu, 2003, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), PT. Rineka Cipta Jakarta.
Rasyid, Ryass, 2002, Makna Pemerintahan (Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan),
PT. Mutiara Sumber Widya : Jakarta.
Sarundajang, 2002,Arus Balik Kekuasaan dari Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan :
Jakarta.
Wasistiono Sadu, Dkk, 2009, Perkembangan Organisasi Kecamatan dari Masake Masa,Fokus
Media-Bandung.
Aturan Perundang-Undangan
22
Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan
Surat Edaran Menpan Nomor 26 Tahun 2004 Tentang Pedoman Umum Tatalaksana
Administrasi Pemerintahan
23