Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor jinak yang umumnya terjadi pada kolon adalah polip. Polip merupakan suatu
massa seperti tumor yang menonjol ke dalam lumen usus yang berasal dari epitel mukosa
dan submukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di kolon dan rektum.1,2

Sebagian besar polip kolon timbul secara sporadik, dan meningkat frekuensinya
seiring usia. Suatu penelitian kependudukan menunjukkan bahwa sekitar 30% dari individu
dewasa dan lanjut usia memiliki polip kolon. Sebagai perbandingan, kejadian polip kolon di
Amerika Serikat adalah 1 kasus diantara 6580-8300 orang.3,4,5

Tidak terdapat perbandingan yang akurat dari insidensi dan prevalensi polip kolon di
seluruh dunia karena perbedaan dalam metode yang digunakan untuk deteksi polip kolon.
Perkiraan insidensi polip kolon dan rectum pada populasi umum adalah antara 9% sampai
60%. Polip nonneoplastik membentuk sekitar 90% dari semua polip kolon. Walaupun dapat
ditemukan dimana saja dikolon, pada lebih dari separuh kasus polip ditemukan di daerah
rectosigmoid. Sekitar 50% polip terjadi pada daerah rektosigmoid.2,3

Secara histologis polip kolon dan rektum diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama, yaitu polip nonneoplastik dan neoplastik. Polip non-neoplastik tidak mempunyai
potensi untuk menjadi keganasan. Namun polip neoplastik sering merupakan suatu lesi
premaligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan. Banyak suatu adenokarsinoma pada
usus besar merupakan suatu progresivitas dari perkembangan polip neoplastik. Karena hal
ini, deteksi dini mempunyai peranan penting untuk tujuan diagnosis, terapi dan prognosis
pasien.2,3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Polip merupakan suatu massa seperti tumor yang menonjol ke dalam lumen usus. Polip
berasal dari epitel mukosa dan submukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di
kolon dan rektum. Traksi pada massa dapat menciptakan polip bertangkai, atau
pedunculated. Selain itu, polip mungkin bersifat sessile, tanpa tangkai yang jelas.1,2

Gambar 1. Polip Kolon

II.2 EPIDEMIOLOGI

Tumor kolon penting sebab berhubungan dengan tingkat kematian. Tumor jinak yang
umum adalah polip. Kira - kira 14 juta orang Amerika mempunyai polip kolon. Beberapa
diantaranya tidak berpotensial untuk menular dan lainnya premalignant. Banyak suatu
keganasan pada kolon berkembang dari suatu polip yang terdapat pada kolon sejak usia
dini.2,5

Sebagian besar polip usus timbul secara sporadik, terutama di kolon, dan meningkat
frekuensinya seiring usia. Suatu penelitian kependudukan menunjukkan bahwa sekitar 30%
dari individu dewasa dan lanjut usia memiliki polip kolon. Sebagai perbandingan, kejadian
polip kolon di Amerika Serikat adalah 1 kasus diantara 6580-8300 orang.3,4,5

Tidak terdapat perbandingan yang akurat dari insidensi dan prevalensi polip kolon di
seluruh dunia karena perbedaan dalam metode yang digunakan untuk deteksi polip kolon.
Perkiraan insidensi polip kolon dan rectum pada populasi umum adalah antara 9% sampai
60%. Polip nonneoplastik membentuk sekitar 90% dari semua polip kolon. Walaupun dapat
ditemukan dimana saja dikolon, pada lebih dari separuh kasus polip ditemukan di daerah
rectosigmoid. Sekitar 50% polip terjadi pada daerah rektosigmoid.2,3

II.3 ANATOMI

II.3.1 Anatomi Kolon

Usus besar terdiri dari sekum, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens,
kolon sigmoideum dan rektum. Kolon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari
caecum pada fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen
sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup
peritoneum visceral. Kolon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli
dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum
dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra
letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih
tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies
visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Kolon
descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai fossa iliaca
sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya dinding
ventral saja yang diliputi peritoneum. Kolon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum
sehingga letaknya intraperitoneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix
mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Kolon sigmoid
membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat
memanjang dan masuk ke dalam kavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih
pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Kolon
sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal pada aditus pelvis di
sebelah depan os sacrum.Batas antara kolon dan rektum tampak jelas karena pada rektum
ketiga taenia idak tampak lagi. Batas ini terletak di bawah ketinggian promontorium.1
Gambar 2. Anatomi kolon

Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri
mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua
pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang
utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri
mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon
transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga
cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea.
Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria
hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui
vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari
sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada
anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan
tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemorroid.1
Gambar 3. Aliran limfe kolon

Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada
pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna
kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis
sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar
limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran
pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi
limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengaikuti aliran limfe inguinalis superfisialis.

Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang
diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah
kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian
distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui
rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang
mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan
submukosa (Meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai
efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang
diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya.1

II.3.2 Anatomi Mikroskopis Kolon


Gambar 4. Histologi kolon

Tunika Mukosa

Terdiri epitel kolumner simpleks, mempunyai sel goblet (lebih banyak dibanding usus
halus) tapi tidak mempunyai plika sirkularis maupun vili intestinalis. Pada lamina propia
terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn yang lebih banyak dan nodulus limpatikus. Tidak
terdapat sel paneth tapi terdapat sel enteroendokrin. Dibawah lamina terdapat muskularis
mukosa

Tunika Submukosa

Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah, sel lemak dan saraf
pleksus meissner

Tunika Muskularis

Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar). Otot
sirkular berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli).
Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.

Tunika Serosa/Adventisia

Merupakan peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi


pembuluh darah dan sel-sel lemak. Kolon tranversum dan sigmoid melekat ke dinding tubuh
melalui mesenterium, sehingga tunika serosa menjadi lapisan terluar bagian kolon ini.
Sedangkan adventisia membungkus kolon ascendens dan descendens Karena ketaknya
peritoneal.1,2,3
II.4 FISIOLOGI

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus serta
menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus
yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya.

Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan
karbondioksida di dalamnya di serap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil
pencernaan dari peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500
ml sehari. Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas
tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.1

II.5 KLASIFIKASI POLIP

Secara histologis polip kolon dan rektum diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama, yaitu polip nonneoplastik dan neoplastik. Polip non-neoplastik termasuk polip
mukosa, polip hiperplastik, polip juvenile, Peutz-Jeghers polip, dan polip inflamasi. Polip
neoplastik termasuk adenoma, yang dapat diidentifikasi secara histologis sebagai adenoma
tubular, adenoma tubulovillous, atau adenoma villous.1,2,3,4,6,7

II.5.1 Polip non-neoplastik

a. Hamartoma

Hamartoma ditandai oleh pertumbuhan yang cepat dari komponen kolon normal,
seperti epithelium dan jaringan penghubung. Hamartoma tidak mempunyai potensi
mengalami penyebaran dan kurang atipic atau invasif. Juvenil polip dan sindrom
Peutz-Jegher dikarakteristikan sebagai Hamartoma.

b. Juvenile Polyps

Polip juvenile dapat ditemukan di seluruh kolon namun paling sering ditemukan
pada daerah rektosigmoid. Polip ini paling sering terjadi pada berusia kurang dari 5
tahun, tetapi juga ditemukan pada orang dewasa segala usia; dalam kelompok yang
terakhir, kelainan ini dapat disebut sebagai polip retensi. Apapun terminologinya, lesi
biasanya besar pada anak (diameter 1 sampai 3 cm) tetapi lebih kecil pada orang
dewasa; lesi berbentuk bulat, licin atau sedikit berlobus, dan sekitar 90% memiliki
tangkai, dimana panjangnya hingga 2 cm. Secara umum polip ini terbentuk sendiri-
sendiri dan terletak di rectum. Biasanya polip mengalami regresi spontan dan tidak
bersifat ganas.1,2,5

Gejala klinis utama adalah perdarahan spontan dari rectum yang sering tidak
disertai nyeri, kadang disertai lendir. Karena selalu bertangkai, dapat menonjol keluar
dari anus pada saat defekasi. Pada sebagian kasus polip dapat terpuntir di tangkainya
sehingga mangalami infark.1,2,5

c. Sindrom Peutz-Jeghers

Peutz-Jeghers polip merupakan polip non-neoplastic yang biasanya berukuran


dari 1 mm sampai 3 cm, biasanya multiple dan mempunyai tangkai. Secara
makrokopis, polip ini menyerupai permukaan lobular dari adenomas. Secara
mikroskopik, mukosa muskularis yang terarborsi tertutup oleh mukosa yang berisi
kelenjar, dan lapisan propria. Gejalanya meliputi muntah, pendarahan dan sakit pada
perut bagian bawah.

d. Polyp inflammatory

Polip inflamasi biasanya terjadi selama fase regeneratif dari peradangan mukosa
pada kolon seperti yang terjadi pada ulceratif kolitis, penyakit Crohn, kolitis amoeba,
dan disentri bakteri. Terbentuknya polip inflamasi, bagaimanapun, terjadi sebagai
akibat dari ulserasi tanpa penyebab yang jelas, sehingga terdapatnya polip inflamatory
tidak selalu menunjukkan suatu proses inflamasi kronis di kolon. Polip dapat kecil atau
besar, dan polip yang berukuran besar dapat menyerupai neoplasma. Pada periode post
inflamasi, polip dapat mengandung jaringan granulasi, tetapi jaringan tersebut
kemudian akan terdistorsi kembali oleh mukosa yang normal.

e. Polyp Hyperplastic

Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3 mm yang berasal
dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik. Polip mungkin hanya satu, tetapi
umumnya multiple. Walaupun dapat ditemukan dimana saja dikolon, pada lebih dari
separuh kasus polip ditemukan di daerah rectosigmoid.

Umumnya polip ini tidak bergejala, tetapi harus dibiopsi untuk diagnosis
histologik. Secara histologis, polip mengandung banyak kriptus yang dilapisi oleh sel
epitel absorptif atau sel goblet berdiferensiasi baik, dipisahkan oleh sedikit lamina
propria. Walaupun sebagian besar polip hiperplastik tidak berpotensi menjadi ganas,
sekarang disadari bahwa sebagian dari apa yang disebut sebagai polip hiperplastik di
sisi kanan kolon mungkin merupakan prekursor karsinoma kolorektum. Polip-polip ini
memperlihatkan instabilitas mikrosatelit dan dapat menimbulkan kanker kolon akibat
ketidaksesuaian jalur regeneratif.

II.5.2 Polip Neoplastik

a. Polip Adenomatosa

Adenoma merupakan suatu lesi premaligna. Banyak suatu adenokarsinoma pada


usus besar merupakan suatu progresivitas dari perkembangan mukosa normal yang
menjadi adenoma kemudian berkembang menjadi karsinoma. Polip adenomatosa
adalah polip asli yang bertangkai dan jarang ditemukan pada usia di bawah 21 tahun.
Insidens meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Gambaran klinis umunya tidak
ada, kecuali perdarahan dari rectum dan prolaps anus disertai anemia. Letaknya 70% di
sigmoid dan rectum. Polip ini bersifat pramaligna sehingga harus diangkat setelah
ditemukan. Potensi keganasan dari polip adenomatosa tergantung dari ukurannya,
perkembangannya dan derajat epitel atipikal
Karena polip adenomatosa mungkin berkembang menjadi kelainan premaligna
dan kemudian menjadi karsinoma, sebaiknya setiap adenoma yang ditemukan
dikeluarkan. Berdasarkan kemungkinan ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
berkala seumur hidup pada penderita polip adenomatosa multiple atau mereka yang
pernah menderita polip adenomatosa. Polip adenomatosa ini dapat berupa tubule,
tubulovilous dan vilous
Tubulus adenoma yang khas ialah kecil, sferis dan bertangkai dengan permukaan
yang licin. Villous adenoma biasanya besar dan sessile dengan permukaan yang tidak
licin. Tubulovilous adenoma adalah campuran dari kedua jenis adenoma tersebut.
Villous adenoma terjadi pada mukosa dengan perubahan hyperplasia berpotensi ganas,
terutama pada penderita yang berusia lanjut. Villous adenoma mungkin didapatkan
agak luas di permukaan selaput lendir rektosigmoid sebagai rambut halus. Polip ini
kadang memproduksi banyak sekali lendir sehingga menimbulkan diare berlendir yang
mungkin disertai hipokalemia.

b. Polip Neoplastik Herediter


Poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit herediter yang jarang
ditemukan. Riwayat keluarga ditemukan menyertai sepertiga kasus dimana terjadi
penurunan genetic. Gejala pertama timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya sama
pada pria dan wanita. Polip yang tersebar diseluruh kolon dan rectum ini umunya tidak
bergejala. Kadang timbul mulas atau diare disertai perdarahan rectum. Biasanya sekum
tidak terkena. Resiko keganasan 60% dan sering multiple.

Sedapat mungkin segera dilakukan kolektomi disertai anastomosis ileorektal


dengan kantong ileum dan reservoir. Pada penderita ini harus dilakukan pemeriksaan
endoskopi seumur hidup karena masih ada sisa mukosa rectum. Setelah kolektomi
total, dapat dilakukan ileokutaneostomi (biasanya disingkat ileostomi) yang
merupakan anus preternaturalis pada ileum. Karena kanalis anus tidak dilengkapi
poliposis, dapat juga dilakukan anoileostomi dengan dibuat reservoir dari ileum
terminal.

Untuk pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya dilakukan pemeriksaan


genetic untuk mencari perubahan kromosom dan diperiksa secara berkala untuk
mengurangi resiko karsinoma kolon, yaitu dengan endoskopi atau foto enema barium.
Peran endoskopi sangat berperan dalam penanganan poliposis. Biopsy jaringan dan
polipektomi biasanya dikerjakan secara bersamaan.

Sindrom gardner merupakan penyakit herediter yang terdiri dari poliposis kolon
disertai osteoma, tumor epidermoid multiple, kista sebaseus dan tumor dermoid.
Terapi dan pencegahannya sama dengan yang dilakukan pada poliposis kolon.

II.6 DIAGNOSIS POLIP

Gejala dan Tanda Klinis

Kebanyakan polip bersifat asimtomatis, namun semakin luasnya suatu polip


maka akan semakin memberikan gejala. Perdaraham spontan melalui rectum
merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada polip rektum. Darah yang keluar
berupa darah segar ataupun darah yang kehitaman tergantung dari letak polip. Darah
yang keluar bersifat intermiten, perdarahan yang terus menerus jarang dijumpai pada
suatu polip. Polip rectum yang mempunyai tangkai yang panjang, seperti polip
juvenile, sering mengalami prolapsed dan keluar ke anus.

Pemeriksaan fisik hanya memberikan sedikit informasi mengenai polip kolon.


Beberapa dapat teraba melalui pemeriksaan colok dubur.3

Pemeriksaan Penunjang

Foto Kolon

Foto kolon dilakukan dengan kontras barium yang dimasukkan melalui rectum.
Dengan memasukkan udara setelah defekasi bubur barium ini, akan tampak lapisan
tipis bubur barium pada mukosa kolon sehingga kelainan kolon lebih mudah dilihat.
Pemeriksaan ini disebut foto kontras ganda, yaitu kontras negative udara dan kontras
positive bubur barium. Sayangnya, pada foto kolon ini kelainan rectum pada dua
pertiga distal tidak dapat dinilai.1

Barium Enema

Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan lagi sebagai alat bantu diagnostik utama
untuk menentukan suatu polip. Adanya filling defect menunjukkan suatu jejas akibat
adanya massa.3

Rektosigmoidoskopi

Rektosigmoidoskop adalah pipa kaku sepanjang 25-30 cm. Dengan alat ini,
rectum dan sigmoid dapat dilihat setelah usus dibersihkan secara mekanis.
Pemeriksaan dengan alat yang kaku ini kadang menemui kesulitan pada sudut
rektosigmoid. Pada setiap kelainan yang terlihat harus dilakukan biopsy multiple untuk
pemeriksaan patologi.1

Kolonoskopi

Pada kolonoskopi digunakan fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari
dalam lumen sampai ileum terminalis. Dengan alat ini dapat dilihat seluruh kolon,
termasuk yang tidak terlihat pada foto kolon. Polip yang kecil dapat terlewatkan
dengan presentase 5-10%. Fiberskop juga dapat dipakai untuk biopsy setiap jaringan
yang mencurigakan, evaluasi, dan tindakan terapi misalnya polipektomi.1
Gambar 5. Kolonoskopi

CT Kolonografi

CT kolonografi merupakan tehnik pemeriksaan yang potensial untuk diagnosis


dan skrining suatu polip. Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah evaluasi yang lebih
lengkap terhadap permukaan mukosa dan ekstraluminal. Namun pemeriksaan ini
memerlukan persiapan dan perlu dilakukan beberapa kali pemeriksaan untuk
mengidentifikasi kelainan pada kolon. Penggunaan Computer-aided detection (CAD)
pada CT kolonografi menunjukkan hasil yang memuaskan untuk digunakan sebagai
alat skrining pada populasi yang luas.3,8,9

I. PENATALAKSANAAN POLIP

Penatalaksaan polip pada kolon dan rectum dilakukan berdasarkan tiga hal yaitu
karena polip tersebut memberikan suatu gejala yang menggangu, karena polip tersebut
mungkin bersifat ganas ketika pertama kali ditemukan, atau karena polip tersebut dapat
menjadi suatu keganasan nantinya.3

Polypectomy
Dalam kasus polip yang bertangkai dan berkonsistensi keras, pengangkatan polip
seiring dengan dilakukannya kolonoskopi merupakan tindakan kuratif yang sering
dilakukan. Polip diangkat selama kolonoskopi dengan menggunakan pisau bedah atau
lingkaran kawat yang dialiri arus listrik. Kekambuhan polip kolon setelah 1 tahun
dilakukan polypectomy jarang dijumpai namun pemeriksaan kolonoskopi ulang pada
3-12 bulan setelah dilakukannya polipektomi terkadang dianjurkan apabila terdapat
keraguan apakah polip kolon telah sepenuhnya hilang dan/atau mempunyai resiko
keganasan.3,4

Gambar 6. Polipektomi

Endoscopic Mucosal Resection (EMR)

Endoscopic Mucosal Resection kini telah menjadi tehnik standar untuk melakukan
reseksi pada polip kolorektal luas yang tidak bertangkai. Penggunaan EMR ini
terutama dipertimbangkan pada polip kolorektal yang tidak bertangkai dengan ukuran
lebih dari 1 cm. Komplikasi yang kadang terjadi dari penggunaan tehnik EMR ini
adalah terjadinya perdarahan dan mikroperforasi. Mikroperforasi yang diketahui
terlambat merupakan indikasi untuk dilakukanya laparotomi.10

Laparoscopic Colectomy

Prosedur Laparoscopic Colectomy terutama dilakukan pada kasus polip kolorektal


yang tidak dapat direseksi dengan endoskopi misalkan pada polip yang mengenai lebih
dari sepertiga kolon atau pada polip tidak bertangkai yang luas. Prosedur ini dikatakan
merupakan prosedur yang aman dilakukan karena sedikitnya komplikasi yang terjadi.11

Reseksi kolon

Dalam kasus polip kolon yang dikaitkan dengan poliposis familia, reseksi sering
menjadi satu-satunya pilihan penatalaksanaan. Reseksi kolon juga dianjurkan untuk
pasien dengan kolitis ulseratif kronis yang ditemukan terdapatnya sel-sel yang
mengalami displasia. Reseksi bedah mungkin dianjurkan pada polip yang berukuran
besar, polip tidak bertangkai yang sulit untuk diangkat atau polip kolon yang terus
mengalami kekambuhan meskipun telah dilakukan polipektomi dengan endoskopi.
Beberapa pilihan operasi harus yang dapat dilakukan adalah kolektomi total,
kolektomi subtotal, atau reseksi segmental. Pemeriksaan histologis terhadap spesimen
yang telah didapatkan sangat dianjurkan untuk dilakukan. Hal ini untuk mengetahui
kemungkinan keganasan suatu polip dan berperan untuk rencana penatalaksanaan
selanjutnya.3,4

II. PROGNOSIS POLIP

Tingkat kekambuhan adenoma vilosum pada daerah eksisi sekitar 15% dari
kasus setelah penanganan lokal dilakukan. Adenoma tubuler jarang kambuh, akan
tetapi kasus baru dapat muncul kembali, serta pada pasien yang memiliki adenoma
jenis apapun memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya adenocarsinoma daripada
populasi umum. Resiko untuk terjadinya tumor metachronous setelah dilakukan eksisi
dari adenoma kolorektal akan lebih besar apabila terdapat indeks lesi multipel atau bila
adenoma sessile, villous, atau diameternya lebih dari 2 cm. resiko lebih besar pada
laki-laki daripada perempuan. Pada satu studi, resiko kumulatif dari perkembangan
lebih jauh dari adenoma adalah linear sepanjang waktu, mencapai sekitar 50% setelah
tindakan menghilangkan satu atau lebih adenoma kolorectal, insidens kumulatif dari
kanker pada populasi yang sama meningkat menjadi 7% dalam 15 tahun. Apabila
kolon dibersihkan dengan kolonoskopi total saat dilakukan eksisi polip, kolonoskopi
lanjutan pada 3 tahun kemudian sama efektif dengan kolonoskopi pada 1 dan 3 tahun
kemudian untuk mencegah perkembangan neoplasma yang membahayakan.3
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Polip merupakan suatu massa seperti tumor yang menonjol ke dalam lumen usus yang
berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di kolon dan
rectum.

2. Secara histologis polip kolon dan rektum diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama, yaitu polip nonneoplastik dan neoplastik.

3. Kebanyakan polip bersifat asimtomatis, namun semakin luasnya suatu polip maka
akan semakin memberikan gejala. Perdarahan spontan melalui rectum merupakan
keluhan yang paling sering dijumpai.

4. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah foto
kolon, barium enema, rektosigmodeskopi, kolonoskopi dan CT kolonografi.

5. Penatalaksanaan polip dapat dilakukan dengan polipektomi dan reseksi kolon.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hafid A, Syukur A, Achmad IA, Ridad AM, Ahmadsyah I, Airiza AS, et al. Usus Halus,
Apendiks, Kolon dan Anorektum. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W (ed). Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi Kedua. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005: p. 654-657.

2. Crawford JM, Kumar V. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. Dalam: Hartanto
H, Darmaniah N, Wulandari N (ed). Buku Ajar Patologi Robbins Ed. 7 Vol. 2. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007: p. 649-650.

3. Chang GJ, Shelton A, Schrock TR, Welton ML. Large Intestine. In: Way LW and
Doherty GM (ed). Current Surgical Diagnosis & Treatment International Edition
Eleventh Edition. India, Lange Medical Publications, 2003: p. 725-728.

4. Enders GH. Colonic Polyps. Medscape Reference Update November 10th 2012.
Available from : http://www.emedicine.medscape.com/article/172674 disitasi January
7th 2012.

5. Yamaji Y, Mitsushima T, Yoshida H et al. The Malignant Potential of Freshly


Developed Colorectal Polyps According to Age. American Association for Cancer
Research Journals 2006. Volume 15: 2418-2421.

6. Durno CA. Colonic Polyps in Children and Adolescents. The Canadian Journal of
Gastroenterology 2007; Volume 21 No. 4 April 2001: 233-239.

7. Poddar U, Thapa BR, Vaipei K et al. Juvenile Polyposis in a Tropical Country. Archives
of Disease in Childhood, British Medical Journal 1998. Volume 78: 264-266.

8. Lawrence EM, Pickhardt PJ, Kim DH and Robbins JB. Colorectal Polyps: Stand-alone
Performance of Computer-aided Detection in a Large Asymptomatic Screening
Population. Radiology Society of North America 2010. Volume 256 No. 3 September
2010: 791-798.

9. Pickhardt PJ and Kim DH. Colorectal Cancer Screening with CT Colonography: Key
Concepts Regarding Polyp Prevalence, Size, Histology, Morphology and Natural
History. American Journals of Radiology 2009. Volume 193 September 2009: 40-46.
10. Saunders B, Ginsberg GG and Bjorkman DJ. “How I Do It” Removing Large or Sessile
Colonic Polyps. World Organisation of Digestive Endoscopy. 2007; 1-19.

11. Itah R, Greenberg R, Nir S et al. Laparoscopic Surgery for Colorectal Polyps. Journals
of the Society of Laparoendoscopic 2009. Volume 13: 555-559.

Anda mungkin juga menyukai