PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas
38°C. Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan.
Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh yang
bermanfaat karena timbul dan menetap sebagai respon terhadap suatu penyakit,
namun suhu tubuh yang terlalu tinggi juga akan berbahaya (Tjahjadi, 2007).
B. TUJUAN
a. Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan terapi diit TKTP pada pasien dengan
diagnosa Febris H-IV dengan Trombositopenia, ISK.
b. Khusus
1. Mahasiswa mampu melaksanakan assesment gizi pada pasien
dengan diagnosa Febris H-IV dengan Trombositopenia, ISK
2. Mahasiswa mampu memberikan diagnosis gizi pada pasien dengan
diagnosa Febris H-IV dengan Trombositopenia, ISK
3. Mahasiswa mampu melaksanakan intervensi dan implementasi gizi
pada pasien dengan diagnosa Febris H-IV dengan Trombositopenia,
ISK
4. Mahasiswa mampu melakukan monitoring dan evaluasi pada pasien
dengan diagnosa Febris H-IV dengan Trombositopenia, ISK
5. Mahasiswa mampu merencanakan dan menyusun menu sesuai
dengan kebutuhan gizi pasien dengan diagnosa Febris H-IV dengan
Trombositopenia, ISK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FEBRIS
1. Definisi Febris
Febris atau demam adalah suatu keadaan di mana pengeluaran produksi
panas yang tidak mampu untuk dipertahankan karena terjadinya peningktan
suhu tubuh abnormal (Valita, 2007). Produksi panas dapat meningkat atau
menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab, misalnya penyakit atau sters,
suhu tubuh yang terlalu ekstrim baik panas ataupun dingin dapat memicu
kematian (Hidayat, 2008).Sedangkan menurut (Widjaja, 2001) Febris atau
demam merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dalam usaha manusia
untuk melakukan perlawanan terdapat beragam penyakit yang masuk atau yang
berada di dalam tubuh manusia. Normalnya suhu tubuh manusia berkisar antara
36-37C, di mana pada suhu tersebut diartikan sebagai keseimbangan antara
produksi panas tubuh yang diproduksi dan panas yang hilang dari tubuh.
Penyakit febris atau demam Tidak hanya diderita pada anak-anak,tetapi pada
manusia dewasa maupun lansia juga, tergantung dari sistem imun setiap
individu itu sendiri (Hidayat, 2008).
Kerugian yang bisa terjadi karena disebabkan oleh febris atau demam
yaitu penderita febris dapat mengalami dehidrasi karena pada saat demam
terjadi peningkatan pengeluran cairan tubuh yang berlebih (Purwanti, 2008). Oleh
karena itu sebaiknya penderita di usahkan agar banyak minum air dan banyak
istirahat. Pada penurunan suhu badan dengan antipiretik, hendaknya
antipiretik diberikan pada saat dibutuhkan sekali yaitu bila suhu >39 C. (Waspadji,
1996).
2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya demam yaitu Infeksi virus, bakteri, fungus
dan parasit lainnya. Hal ini merupakan penyebab demam yang utama (Munandar,
1979). Demam dihasilkan oleh pirogen endogen yang bekerja pada mekanisme
pengatur suhu tubuh di sistem saraf pusat. Pirogen terpenting yang
bertanggung jawab atas demam adalah interleukin 1. Produksi hasil bakteri,
virus, serta jamur merangsang pelepasan interleukin 1 dari makrofag, serta juga
produksi sitokin-sitokinlain, sehingga menghasilkan demam dan manifestasi
lain respon radang (Rudolph, 2006).
3. Gejala Febris
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung
pada fase demam meliputi:
Fase 1 awal ( dingin/ menggigil)
Tanda dan gejala
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala
a. Proses mengigil lenyap
b. Kulit terasa hangat / panas
c. Merasa tidak panas / dingin
d. Peningkatan nadi
e. Peningkatan rasa haus
f. Dehidrasi
g. Kelemahan
h. Kehilangan nafsu makan (jika demam meningkat)
i. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
Fase 3 (pemulihan)
a. Tanda dan gejala
b. Kulit tampak merah dan hangat
c. Berkeringat
d. Mengigil ringan
e. Kemungkinan mengalami dehidrasi (Ilmu kesehatan, 2013).
4. Diagnosis
5. Penatalaksanaan Febris
Pada saat demam ini, terdapat beberapa cara-cara untuk
penatalaksanaannya. Cara penatalaksanaan ini di bagi menjadi 2 yaitu
dengan obat atau metode farmakologi dan non-obat atau metode terapi. Dalam
memberikan penanganan secara obat, penderita dapat diberikan parasetamol
karena parasetamol ini adalah suatu obat antipiretik yang sifatnya dapat
mengurangi suhu atau menurunkan panas. Namun harap diperhatikan bahwa
obat ini hanya mengurangi gejala penyakit dan bukan untuk mengobati
penyakit. Selain itu ada juga asetosal selain fungsinya sebagai analgesik atau
pengurang rasa nyeri juga sebagai penurun demam yang merupakan salah
satu gejala suatu peradangan atau infeksi (Aziz, 2008).
Penatalaksanaan febris atau demam menurut (Shvoong,2010), untuk
menurunkan suhu tubuh dalam batas normal tanpa mengunakan obat yaitu
dengan cara di kompres :
a. Menyiapakan air hangat
b. Mencelupkan waslap atau handuk kecil ke dalam baskom dan
mengusapnya ke seluruh tubuh
c. Melakukan tindakkan diatas beberapa kali (setelah kulit kering)
d. Mengeringkan tubuh dengan handuk
e. Menghentikan prosedur bila suhu tubuh sudah mendekati
f. Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari
g. permukaan kulit. Oleh karena itu, anak jangan “dibungkus” dengan lap
atau handuk basah atau didiamkan dalam air karena penguapan akan
terhambat. Tambah kehangatan airnya bila demamnya semakin tinggi.
Sebenarmya mengompres kurang efektif dibandingkan obat penurun
demam. Karena itu sebaiknya digabungkan dengan pemberian obat
penurun demam, kecuali anak alergi terhadap obat tersebut (Nita, 2004).
B. TROMBOSIT
1. Definisi Trombosit
Kepingan darah (trombosit) adalah sel tak berinti, berbentuk cakram dengan
diameter 2-4 µm. Keping darah berasal suatu megakariosit yang terdapat dalam
sumsum tulang (Junqueira dan Carneiro, 1995). Trombosit dibentuk di sumsum
tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik
dalam sumsum tulang belakang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam
sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah, khususnya ketika mencoba
untuk memasuki kapiler paru. Konsentrasi normal trombosit dalam darah adalah
antara 150.000-350.000/µL (Guyton dan Hall, 2007). Prekursor megakariosit-
megakarioblas, timbul dengan proses diferensiasi dari sel asal hemopoitik.
Megakariosit matang dengan proses replikasi endomitotik inti secara sinkron, yang
memperbesar volume sitoplasma saat jumlah inti bertambah dua kali lipat. Pada
tingkat bervariasi pada perkembangan, terbanyak pada stadium 8 inti, replikasi inti
lebih lanjut dan pertumbuhan sel berhenti, sitoplasma menjadi granular dan
selanjutnya trombosit dibebaskan. Setiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000
trombosit. Interval waktu dari deferensiasi sel asal (stem cell) sampai dihasilkan
trombosit sekitar 10 hari pada manusia (Hoffbrand, dkk., 2007).
2. Sirkulasi trombosit
3. Struktur trombosit
4. Fungsi trombosit
5. Trombositopenia
Kelainan ini terjadi pada 10% pasien penerima heparin. Kelainan ini sering
ditemukan pada pasien hitung trombosit rutin dan jarang menyebabkan
perdarahan yang bermakna. Trombositopenia yang berkaitan dengan heparin
biasanya terjadi dalam minggu pertama terapi, pada pasien yang sebelumnya
memekai heparin. Trombositopenia ini dapat terjadi setelah pemberian heparin
intravena atau subkutan. Hitung trombosit kembali normal dalam beberapa hari
setelah heparin dihentikan (Stein, 1998).
Prevalensi infeksi meningkat mencapai 10% pada usia lanjut. Produksi hormon
estrogen menurun pada perempuan usia postmenopouse mengakibatkan pH pada
cairan vagina naik sehingga perkembangan mikroorganisme pada vagina
meningkat (Adib,M. 2011). Infeksi saluran kemih pada laki – laki biasanya
dikarenakan adanya kelainan anatomi, batu saluran kemih atau penyumbatan
pada saluran kemih (Sudoyo dkk, 2006).
3. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua kategori umum berdasarkan
lokasi anatomi, yaitu :
a. Infeksi saluran kemih atas
Infeksi saluran kemih atas meliputi pielonefritis, abses intrarenal dan perinefrik
yang dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pielonefritis akut, yaitu proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan
oleh infeksi bakteri
2. Pielonefritis kronik, yaitu akibat proses infeksi bakteri berkelanjutan atau
infeksi yang didapat sejak dini. Obstruksi saluran kemih dan refluks
vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai dengan
pielonefritis kronik yag spesifik (Sukandar,E. 2006).
Escherichia coli merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih dan memiliki
patogenesitas terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dan
lipopolisakarida (LPS). Hanya IG serotipe dari 170 serotipe O / E.coli yang
berhasil diisolasi rutin dari pasien infeksi saluran kemih, strain E.coli ini diduga
mempunyai patogenisitas khusus. Fimbrae pada bakteri digunakan untuk
melekat pada permukaan mukosa saluran kemih (Sukandar,E. 2004).
Sifat patogenisitas lain dari E. coli yaitu berhubungan dengan toksin.
Beberapa toksin E. coli diantaranya seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing
factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin danenterobactin) (Sudoyo
dkk, 2006).
Infeksi saluran kemih dapat ditimbulkan melalui dua jalur infeksi, yaitu
infeksi hematogen dan infeksi asending. Infeksi hematogen biasanya terjadi pada
pasien dengan daya tubuh yang rendah, karena menderita penyakit kronik atau
pada pasien yang mendapatkan imunosupresif. Penyebaran hematogen juga
bisa timbul akibat adanya fokus infeksi di salah satu tempat. Misalnya infeksi
Staphylococcus aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen
dari infeksi tulang, kulit, endotel, atau di tempat lain. Salmonella, Pseudomonas,
dan Proteus merupakan bakteri yang menginfeksi secara hematogen (Adib,M.
2011).
Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh infeksi asending
berupa kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina yang disebabkan oleh
Escherichia coli (Adib,M. 2011). Mikroorganisme juga dapat menginvasi ke
kandung kemih. Bakteri yang menyerang saluran kemih disebut dengan bakteri
uropatogen dan dapat berkolonisasi dan atau pada uroepitel untuk melakukan
pengerusakan terhadap epitel saluran kemih (Semaradana,W.G.P. 2014).
Bakteri yang menginvasi ke kandung kemih dapat naik ke ginjal karena
adanya refluks vesikoureter dan menyebarkan infeksi dari pelvis ke korteks
karena refluks intrarenal. Refluks vesikoureter adalah keadaan patologis karena
tidak berfungsinya valvula vesikoureter yang didapat baik secara kongenital
ataupun akibat adanya infeksi (Tessy dkk, 2011).
Mekanisme saluran kemih dalam mencegah timbulnya infeksi dapat
dilakukan secara mekanik melalui pembersihan organisme serta adanya tekanan
urin saat miksi berperan dalam mencegah masuknya bakteri ke dalam mukosa.
Mekanisme lainnya berupa adanya aktivitas antibakteri intrinsik pada saluran
kemih (Semaradana,W.G.P. 2014).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi, dari tanpa gejala
(asimptomatis) ataupun disertai gejala (simptom) (Ikram,A.F.Z. 2015) dari yang
ringan (panas, uretritis, sistitis) hingga cukup berat (pielonefritis akut, batu saluran
kemih dan bakteremia) (Semaradana,W.G.P. 2014).
Gejala yang timbul antara lain rasa nyeri pada saluran kemih, rasa sakit saat
buang air kecil atau setelahnya, anyang-anyangan, warna air seni sangat pekat
seperti air teh, nyeri pada bagian pinggang, hematuria (kencing berdarah),
perasaan tertekan pada perut bagian bawah, rasa tidak nyaman pada bagian
panggul serta tidak jarang pula penderita mengalami panas tubuh (Dharma, P.S.
2015). Kasus asimptomatik berhubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya
infeksi simptomatik berulang yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
(Anggraini,P. 2014).
Manifestasi klinis infeksi saluran kemih juga bergantung pada lokalisasi
infeksi dan umur penderita. Infeksi saluran kemih atas pielonefritis yang paling
sering dijumpai, ditandai dengan adanya demam, nyeri perut atau pinggang,
mual, muntah, kadang-kadang disertai diare. Pielonefritis pada neonatus
umumnya tidak spesifik berupa mudah terangsang, tidak nafsu makan dan berat
badan yang menurun, pada anak usia <2 tahun dapat disertai demam
(Andriani,R. 2010).