oleh
Umari Hasniah Rahmawati, S.Kep
NIM 192311101136
TIM PEMBIMBING
Ns. Margi Astutik, S.Kep Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB
NIP. 197803202006042027 NIP. 19840102 201504 1 002
ii NIP. 198305052008121004
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus ..................................................... 1
1. Anatomi Fisiologi Pankreas ........................................................... 1
2. Definisi ........................................................................................... 2
3. Epidemiologi .................................................................................. 2
4. Etiologi ........................................................................................... 3
5. Patofisiologi ................................................................................... 4
6. Manifestasi Klinis .......................................................................... 4
7. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 6
8. Penatalaksanaan ............................................................................. 7
B. Clinical Pathway .................................................................................. 11
C. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 12
1. Pengkajian/Assesment .................................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 14
3. Intervensi Keperawatan.................................................................. 15
4. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 19
D. Discharge Planning ............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 20
iii
1
2. Definisi HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang
menginfeksi sel darah putih dan dapat menyebabkan turunnya daya tahan tubuh
manusia. AIDS atau Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan
oleh virus HIV (Kemenkes RI, 2017). Orang yang telah terkena HIV positif
dinyatakan AIDS saat adanya sindrom atau gejala penyakit tertentu yang
umumnya infeksius yang ditandai dengan penurunan daya tahan tubuh secara
progresif setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tes darah menunjukkan
hasil CD4 atau sel darah putih kurang dari 200/𝑚𝑚3 (Kemenkes RI, 2015).
3. Epidemiologi HIV/AIDS
Berdasarkan data dari Kemenkes RI jumlah kasus HIV yang dilaporkan
sampai dengan bulan Maret 2019 sebanyak 807.488 orang. Sedangkan jumlah
kasus AIDS sebanyak 1.536 orang. Jumlah infeksi tertinggi HIV yaitu DKI
Jakarta sebanyak 60.501 orang, diikuti oleh provinsi Jawa Timur sebanyak
50.060 orang. Persentase tertinggi HIV menurut jenis kelamin yaitu laki-laki
dengan perbandingan 2:1 (Kemenkes RI, 2019).
3
4. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T
(Kemenkes RI, 2019). HIV dapat menular melalui:
a. Berhubungan seks yang memungkinkan darah, air mani, atau cairan vagina
dari orang terinfeksi HIV masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi
(yaitu hubungan seks yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau
dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan lebih kecil).
b. Memakai jarum suntik secara bergantian dengan orang lain yang terinfeksi
HIV.
c. Menerima transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV.
d. Dari ibu terinfeksi HIV ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan
jika menyusui sendiri.
Menurut WHO (2017), populasi kunci penderita HIV/AIDS adalah
sebagai berikut:
a. WPS, yaitu perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang menerima uang
atau barang untuk ditukar dengan seks penetratif dalam jangka waktu 12
bulan terakhir.
b. LSL, yaitu orang yang secara biologis adalah laki-laki berusia 15 tahun ke
atas yang berhubungan seks dengan laki-laki lain dalam jangka waktu 12
bulan terakhir.
c. Penasun, yaitu laki-laki atau perempuan berusia 15 tahun ke atas yang
menyuntikkan zat obatobatan yang masuk dalam golongan narkotika dalam
jangka waktu 12 bulan terakhir.
d. Waria, yaitu orang yang secara biologis laki-laki berusia 15 tahun ke atas
yang mengidentifikasi gendernya sebagai perempuan.
4
5. Patofisiologi
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah,
semen dan sekret vagina. Human Immunodeficiency Virus tergolong retrovirus
yang mempunyai materi genetik RNA yang mampu menginfeksi limfosit CD4
(Cluster Differential Four), dengan melakukan perubahan sesuai dengan DNA
inangnya. Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit
folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks
uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 banyak
dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri (Ersha and Ahmad, 2018).
Limfosit T CD4 (atau disingkat CD4), merupakan petunjuk untuk tingkat
kerusakan sistem kekebalan tubuh karena pecah/rusaknya limfosit T pada
infeksi HIV. Nilai normal CD4 sekitar 8.000-15.000 sel/ml, bila jumlahnya
menurun drastis, berarti kekebalan tubuh sangat rendah, sehingga
memungkinkan berkembangnya infeksi oportunistik (Kemenkes RI, 2014).
6. Manifestasi Klinis
Tanda gejala HIV menurut Kemenkes RI (2015) adalah sebagai berikut:
1. Fase I: masa jendela (window period) yaitu ketika tubuh sudah terinfeksi
HIV, namun pada pemeriksaan darahnya masih belum ditemukan antibodi
anti-HIV. Pada masa jendela yang biasanya berlangsung sekitar dua minggu
sampai tiga bulan sejak infeksi awal ini, penderita sangat mudah menularkan
HIV kepada orang lain. Sekitar 30-50% orang mengalami gejala infeksi akut
berupa demam, nyeri tenggorokan, pembesaran kelenjar getah bening, ruam
kulit, nyeri sendi, sakit kepala, bisa disertai batuk seperti gejala flu pada
umumnya yang akan mereda dan sembuh dengan atau tanpa pengobatan.
5
Fase “flu-like syndrome” ini terjadi akibat serokonversi dalam darah, saat
replikasi virus terjadi sangat hebat pada infeksi primer HIV.
2. Fase II: masa laten yang bisa tanpa gejala/tanda (asimtomatik) hingga gejala
ringan. Tes darah terhadap HIV menunjukkan hasil yang positif, walaupun
gejala penyakit belum timbul. Penderita pada fase ini penderita tetap dapat
menularkan HIV kepada orang lain. Masa tanpa gejala rata-rata berlangsung
selama 2-3 tahun; sedangkan masa dengan gejala ringan dapat berlangsung
selama 5-8 tahun, ditandai oleh berbagai radang kulit seperti ketombe,
folikulitis yang hilangtimbul walaupun diobati.
3. Fase III: masa AIDS merupakan fase terminal infeksi HIV dengan kekebalan
tubuh yang telah menurun drastis sehingga mengakibatkan timbulnya
berbagai infeksi oportunistik, berupa peradangan berbagai mukosa, misalnya
infeksi jamur di mulut, kerongkongan dan paru-paru. Infeksi TB banyak
ditemukan di paru-paru dan organ lain di luar paru-paru. Sering ditemukan
diare kronis dan penurunan berat badan sampai lebih dari 10% dari berat
awal.
6
Menurut WHO, tanda dan gejala pada orang dengan HIV/ AIDS adalah
sebagai berikut (Kemenkes RI, 2015).
7. Pemeriksaan Penunjang
Tes HIV merupakan proses pengambilan darah sebanyak 2cc yang
bertujuan untuk mengetahui status klien. Sebelum melakukan tes HIV, klien
diwajibkan untuk mengisi dan menandatangani surat pernyataan dan
persetujuan melakukan tes HIV yang biasa disebut dengan informed consenst
(Retnaningsih, 2016).
Terdapat beberapa metode pemeriksaan HIV, yakni :
a. Diagnosis HIV (Tes Antigen atau Antibodi)
Metode tes yang digunakan yaitu Enzym Immunoassays (EIAs), tes cepat
dan Western Blot (WB).
7
8. Penatalaksanaan HIV/AIDS
Pengobatan HIV dan AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis,
Psikologis dan Aspek Sosial yang meliputi pengobatan supportive (dukungan),
pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan pengobatan antiretroviral
(KPA, 2018).
ARV merupakan singkatan dari Antiretroviral, yaitu obat yang dapat
menghentikan reproduksi HIV didalam tubuh. Bila pengobatan tersebut bekerja
secara efektif, maka kerusakan kekebalan tubuh dapat ditunda bertahun–tahun
dan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga orang yang terinfeksi HIV
dapat mencegah AIDS. Dengan semakin meningkatnya jumlah kasus infeksi
HIV tersebut, ARV memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat
sehat melalui strategi penanggulangan AIDS yang memadukan upaya
pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Hingga saat
ini, ARV masih merupakan cara paling efektif serta mampu menurunkan angka
kematian dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup orang terinfeksi HIV
sekaligus meningkatkan harapan masyarakat untuk hidup lebih sehat. Sehingga
pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat
dikendalikan seperti diabetes, asma atau darah tinggi dan tidak lagi dianggap
sebagai penyakit yang pembunuh yang menakutkan (KPA, 2018).
Adapun penatalaksaaan non farmakologi untuk pasien HIV dan AIDS
yaitu meliputi fisik, psikologis, dan sosial
8
a. Fisik
Aspek fisik pada PHIV (pasien terinfeksi HIV) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek
perawatan fisik meliputi :
1) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua
pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka
mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat,
keluraga, dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk
mencegah terjadinya penularan virus HIV. Prinsip-prinsip universal
precautions meliputi:
a) Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai
cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung
tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan
sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan.
c) Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
d) Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar).
e) Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
f) Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar
dan aman.
2) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan
mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh
9
B. Clinical Pathway
Seks bebas, transfusi Invasi ke saluran Merusak mukosa
Mual Nafsu makan menurun
Sel imun menurun darah, jarum suntik gastrointestinal gastrointestinal
dengan hasil
pemeriksaan CD4 Nutrisi tidak adekuat
<200 HIV masuk dan Diare Peristaltik usus
menginfeksi tubuh meningkat
Sel kulit rusak, ada Gatal dan bersisikdigaruk Kekurangan energi kebutuhan sehari-hari
Inflamasi Muncul komplikasi lesi, herpes Lk = 66,5 + (13,75 x kg BB) + (5 x cm TB) – (6,8 x usia)
Pr = 55,1+ (9,56 x kg BB) + (1,9 x cm TB) – 4,7 x usia)
Gangguan rasa
Perubahan status Khawatir terhadap Turgor kulit jelek
Peningkatan sekret nyaman
kesehatan penyakit
di saluran nafas
Keterbatasan Keletihan
gerak
Kerusakan Integritas Kulit
Hospitalisasi
Ketidakefetifan Ansietas
bersihan jalan
nafas Intoleransi Aktivitas
Pengobatan yang lama dan Stres jangka panjang,
tidak kunjung sembuh kehilangan kepercayaan
Keputusasaan
2. Diagnosa Keperawatan
Berikut diagnosa keperawatan yang sering muncul (Herdman, 2018)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Nyeri akut
c. Kekurangan volume cairan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
e. Gangguan rasa nyaman
f. Risiko infeksi
15
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Ketidakefek Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
tifan keperawatan selama ... x 24 jam (3140)
bersihan pasien menunjukkan hasil: 1. Posisikan pasien
jalan nafas semi fowler untuk
Kepatenan jalan napas memaksimal
N Indikator Skala ventilasi
o 2. Ajarkan pasien
Awal Akhir untuk batuk efektif
1 Frekuensi 3. Lakukan fisioterapi
Pernapasa dada
n 4. Kolaborasi
pemberian
2 Kemampu bronkodilator
an
mengelur
akan
sekret
3 Suara
nafas
tambahan
4 Batuk
2 Nyeri akut Kontrol nyeri (1605) Manajemen Nyeri
Skala 1. Lakukan pengkajian
Indikator Awa Akhir nyeri secara
l komprehensif
Menggunaka termasuk lokasi,
n tindakan 1 5 karakteristik, durasi,
pencegahan frekuensi, kualitas
Menggunaka dan faktor presipitasi
n tindakan 2. Observasi reaksi
pengurangan 1 5 nonverbal dari
nyeri tanpa ketidaknyamanan
analgesik 3. Gunakan teknik
Menggunaka komunikasi
n analgesik terapeutik untuk
yang 1 5 mengetahui
direkomendas pengalaman nyeri
ikan pasien
Melaporkan 1 5 4. Evaluasi pengalaman
16
pasien
5. Monitor kalori dan
asupan makanan
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
rasa keperawatan selama ... x 24 jam (1400)
nyaman pasien menunjukkan hasil: 1. Observasi
ketidaknyamanan
Status kenyamanan: fisik pasien secara
N Indikator Skala nonverbal,
o khususnya
Awal Akhir komunikasi yang
1 Nyeri tidak efektif
2. Eksplorasi pasien
faktor-faktor yang
dapat memperberat
2 Gatal-
dan meringankan
gatal
nyeri
3 Relaksasi 3. Ajarkan prinsip-
otot prinsip manajemen
4 Tingkat nyeri
energi 4. Sediakan informasi
tentang nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan berakhir
dan tindakan yang
dapat dilakukan
untuk mengatasi
ketidaknyamanan
5. Ajarkan
manajemen nyeri
non-farmakologi
5 Risiko Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi (6540)
infeksi keperawatan selama ... x 24 jam 1. Bersihkan
pasien menunjukkan hasil: lingkungan dengan
baik setelah
Kontrol Infeksi digunkan untuk
N Indikator Skala setiap pasien
o 2. Ganti peralatan
Awal Akhir perawatan per
pasien sesuai
protocol institusi
19
1 Tekanan 3. Anjurkan
darah pengunjung untuk
sistolik mencuci tangan
2 Tekanan pada saat
drah memasuki dan
diastolic meninggalkan px
4. Batasi jumlah
3 Suhu
pengunjung
tubuh
5. Pastikan teknik
4 Kesadara
perawatan luka
n yang tepat
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
5. Discharge Planning
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk discharge planning bagi klien dengan
cidera kepala antara lain:
1. Rutin untuk konseling
2. Rutin untuk konsumsi obat ARV
3. Segera menghubungi layanan kesehatan jika terdapat efek atau kondisi yang
tidak diinginkan
20
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Howard, K.B., Dochterman, J.M., & Cheryl, M.W. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC). 6th edn. Elsevier
Bulechek, G. M., Howard, K.B., Dochterman, J.M., & Cheryl, M.W. (2013). Nursing
Outcome Classification (NOC). 6th edn. Elsevier
Kemenkes RI. (2017). Laporan Perkembangan HIV- AIDS dan Penyakit Infeksi
Menular Seksual (PMS) Triwulan I Tahun 2017.
Kemenkes RI. (2015). Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV Dan Sifilis
Dari Ibu Ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan.
Kemenkes RI. (2019). Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) Triwulan 1 Tahun 2019.
Kemenkes RI. (2014). ‘Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis
dari Ibu ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan’.