Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS


DI RUANG MELATI RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG

oleh
Umari Hasniah Rahmawati, S.Kep
NIM 192311101136

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:


Nama : Umari Hasniah Rahmawati
NIM : 192311101136
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan HIV/AIDS di Ruang Melati
RSUD dr. Haryoto Lumajang

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Lumajang, Oktober 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,

Ns. Margi Astutik, S.Kep Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB
NIP. 197803202006042027 NIP. 19840102 201504 1 002

Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep

NIP. 198305052008121004 Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep

ii NIP. 198305052008121004
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus ..................................................... 1
1. Anatomi Fisiologi Pankreas ........................................................... 1
2. Definisi ........................................................................................... 2
3. Epidemiologi .................................................................................. 2
4. Etiologi ........................................................................................... 3
5. Patofisiologi ................................................................................... 4
6. Manifestasi Klinis .......................................................................... 4
7. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 6
8. Penatalaksanaan ............................................................................. 7
B. Clinical Pathway .................................................................................. 11
C. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 12
1. Pengkajian/Assesment .................................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 14
3. Intervensi Keperawatan.................................................................. 15
4. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 19
D. Discharge Planning ............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 20

iii
1

A. Konsep Penyakit HIV/AIDS


1. Anatomi Fisiologi Sistem Imunitas

Gambar 1. Anatomi Limfa


Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk hidup
yang melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifikasi dan membunuh
substansi patogen. Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus
sampai parasit dan cacing serta membedakannya dari sel dan jaringan normal.
Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel spesifik, sistem imun
juga merupakan suatu sistem sirkulasi yang terpisah dari pembuluh darah yang
semuanya bekerja sama untuk menghilangkan infeksi dari tubuh. Organ sistem
imun terletak di seluruh tubuh, dan disebut organ limfoid (Sudiono, 2014).
Sel imun dan molekul asing memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh
darah atau pembuluh limfe. Semua sel imun keluar dari sistem limfatik dan
akhirnya kembali ke aliran darah. Begitu berada dalam aliran darah, sel sistem
imun, yaitu limfosit dibawa ke jaringan di seluruh tubuh, bekerja sebagai suatu
pusat penjagaan terhadap antigen asing (Sudiono, 2014).
Banyak masalah yang dapat terjadi dari kerja sistem imun yang tidak
sesuai, contohnya alergi, diabetes melitus, artritis reumatoid, penolakan
2

jaringan transplantasi, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), dan


tumor ganas limfoma. Pada AIDS, kelainan fungsi imun terjadi karena sel yang
bekerja dalam sistem imun kurang baik dalam jumlah maupun fungsinya,
seperti sel makrofag dan sel T, karena kerja virus. Kelainan dalam bentuk
peningkatan jumlah dan fungsi sel-sel sistem imun, selain terjadi pada alergi
dan keadaan hipersensitivitas, dapat pula terjadi pada tumor ganas, misalnya
limfoma (Sudiono, 2014).

2. Definisi HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang
menginfeksi sel darah putih dan dapat menyebabkan turunnya daya tahan tubuh
manusia. AIDS atau Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan
oleh virus HIV (Kemenkes RI, 2017). Orang yang telah terkena HIV positif
dinyatakan AIDS saat adanya sindrom atau gejala penyakit tertentu yang
umumnya infeksius yang ditandai dengan penurunan daya tahan tubuh secara
progresif setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tes darah menunjukkan
hasil CD4 atau sel darah putih kurang dari 200/𝑚𝑚3 (Kemenkes RI, 2015).

3. Epidemiologi HIV/AIDS
Berdasarkan data dari Kemenkes RI jumlah kasus HIV yang dilaporkan
sampai dengan bulan Maret 2019 sebanyak 807.488 orang. Sedangkan jumlah
kasus AIDS sebanyak 1.536 orang. Jumlah infeksi tertinggi HIV yaitu DKI
Jakarta sebanyak 60.501 orang, diikuti oleh provinsi Jawa Timur sebanyak
50.060 orang. Persentase tertinggi HIV menurut jenis kelamin yaitu laki-laki
dengan perbandingan 2:1 (Kemenkes RI, 2019).
3

4. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T
(Kemenkes RI, 2019). HIV dapat menular melalui:
a. Berhubungan seks yang memungkinkan darah, air mani, atau cairan vagina
dari orang terinfeksi HIV masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi
(yaitu hubungan seks yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau
dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan lebih kecil).
b. Memakai jarum suntik secara bergantian dengan orang lain yang terinfeksi
HIV.
c. Menerima transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV.
d. Dari ibu terinfeksi HIV ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan
jika menyusui sendiri.
Menurut WHO (2017), populasi kunci penderita HIV/AIDS adalah
sebagai berikut:
a. WPS, yaitu perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang menerima uang
atau barang untuk ditukar dengan seks penetratif dalam jangka waktu 12
bulan terakhir.
b. LSL, yaitu orang yang secara biologis adalah laki-laki berusia 15 tahun ke
atas yang berhubungan seks dengan laki-laki lain dalam jangka waktu 12
bulan terakhir.
c. Penasun, yaitu laki-laki atau perempuan berusia 15 tahun ke atas yang
menyuntikkan zat obatobatan yang masuk dalam golongan narkotika dalam
jangka waktu 12 bulan terakhir.
d. Waria, yaitu orang yang secara biologis laki-laki berusia 15 tahun ke atas
yang mengidentifikasi gendernya sebagai perempuan.
4

5. Patofisiologi
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah,
semen dan sekret vagina. Human Immunodeficiency Virus tergolong retrovirus
yang mempunyai materi genetik RNA yang mampu menginfeksi limfosit CD4
(Cluster Differential Four), dengan melakukan perubahan sesuai dengan DNA
inangnya. Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit
folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks
uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 banyak
dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri (Ersha and Ahmad, 2018).
Limfosit T CD4 (atau disingkat CD4), merupakan petunjuk untuk tingkat
kerusakan sistem kekebalan tubuh karena pecah/rusaknya limfosit T pada
infeksi HIV. Nilai normal CD4 sekitar 8.000-15.000 sel/ml, bila jumlahnya
menurun drastis, berarti kekebalan tubuh sangat rendah, sehingga
memungkinkan berkembangnya infeksi oportunistik (Kemenkes RI, 2014).

6. Manifestasi Klinis
Tanda gejala HIV menurut Kemenkes RI (2015) adalah sebagai berikut:
1. Fase I: masa jendela (window period) yaitu ketika tubuh sudah terinfeksi
HIV, namun pada pemeriksaan darahnya masih belum ditemukan antibodi
anti-HIV. Pada masa jendela yang biasanya berlangsung sekitar dua minggu
sampai tiga bulan sejak infeksi awal ini, penderita sangat mudah menularkan
HIV kepada orang lain. Sekitar 30-50% orang mengalami gejala infeksi akut
berupa demam, nyeri tenggorokan, pembesaran kelenjar getah bening, ruam
kulit, nyeri sendi, sakit kepala, bisa disertai batuk seperti gejala flu pada
umumnya yang akan mereda dan sembuh dengan atau tanpa pengobatan.
5

Fase “flu-like syndrome” ini terjadi akibat serokonversi dalam darah, saat
replikasi virus terjadi sangat hebat pada infeksi primer HIV.
2. Fase II: masa laten yang bisa tanpa gejala/tanda (asimtomatik) hingga gejala
ringan. Tes darah terhadap HIV menunjukkan hasil yang positif, walaupun
gejala penyakit belum timbul. Penderita pada fase ini penderita tetap dapat
menularkan HIV kepada orang lain. Masa tanpa gejala rata-rata berlangsung
selama 2-3 tahun; sedangkan masa dengan gejala ringan dapat berlangsung
selama 5-8 tahun, ditandai oleh berbagai radang kulit seperti ketombe,
folikulitis yang hilangtimbul walaupun diobati.
3. Fase III: masa AIDS merupakan fase terminal infeksi HIV dengan kekebalan
tubuh yang telah menurun drastis sehingga mengakibatkan timbulnya
berbagai infeksi oportunistik, berupa peradangan berbagai mukosa, misalnya
infeksi jamur di mulut, kerongkongan dan paru-paru. Infeksi TB banyak
ditemukan di paru-paru dan organ lain di luar paru-paru. Sering ditemukan
diare kronis dan penurunan berat badan sampai lebih dari 10% dari berat
awal.
6

Menurut WHO, tanda dan gejala pada orang dengan HIV/ AIDS adalah
sebagai berikut (Kemenkes RI, 2015).

7. Pemeriksaan Penunjang
Tes HIV merupakan proses pengambilan darah sebanyak 2cc yang
bertujuan untuk mengetahui status klien. Sebelum melakukan tes HIV, klien
diwajibkan untuk mengisi dan menandatangani surat pernyataan dan
persetujuan melakukan tes HIV yang biasa disebut dengan informed consenst
(Retnaningsih, 2016).
Terdapat beberapa metode pemeriksaan HIV, yakni :
a. Diagnosis HIV (Tes Antigen atau Antibodi)
Metode tes yang digunakan yaitu Enzym Immunoassays (EIAs), tes cepat
dan Western Blot (WB).
7

b. Diagnosis awal untuk bayi


Pada bayi menggunakan tes antigen p24 dan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction) guna untuk mendeteksi DNA/RNA.
c. Inisiasi dan pemantauan ART
Tes tambahan dalam memantau perkembangan penyakit yaitu dengan cara
menghitng CD4 dan viral load.

8. Penatalaksanaan HIV/AIDS
Pengobatan HIV dan AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis,
Psikologis dan Aspek Sosial yang meliputi pengobatan supportive (dukungan),
pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan pengobatan antiretroviral
(KPA, 2018).
ARV merupakan singkatan dari Antiretroviral, yaitu obat yang dapat
menghentikan reproduksi HIV didalam tubuh. Bila pengobatan tersebut bekerja
secara efektif, maka kerusakan kekebalan tubuh dapat ditunda bertahun–tahun
dan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga orang yang terinfeksi HIV
dapat mencegah AIDS. Dengan semakin meningkatnya jumlah kasus infeksi
HIV tersebut, ARV memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat
sehat melalui strategi penanggulangan AIDS yang memadukan upaya
pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Hingga saat
ini, ARV masih merupakan cara paling efektif serta mampu menurunkan angka
kematian dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup orang terinfeksi HIV
sekaligus meningkatkan harapan masyarakat untuk hidup lebih sehat. Sehingga
pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat
dikendalikan seperti diabetes, asma atau darah tinggi dan tidak lagi dianggap
sebagai penyakit yang pembunuh yang menakutkan (KPA, 2018).
Adapun penatalaksaaan non farmakologi untuk pasien HIV dan AIDS
yaitu meliputi fisik, psikologis, dan sosial
8

a. Fisik
Aspek fisik pada PHIV (pasien terinfeksi HIV) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek
perawatan fisik meliputi :
1) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua
pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka
mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat,
keluraga, dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk
mencegah terjadinya penularan virus HIV. Prinsip-prinsip universal
precautions meliputi:
a) Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai
cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung
tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan
sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan.
c) Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
d) Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar).
e) Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
f) Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar
dan aman.
2) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan
mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh
9

dalam makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami


defisiensi vitamin sehingga memerlukan makanan tambahan.
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan
penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau
habisnya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin
dan mineral pada ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini.
Walaupun jumlah makanan ODHA sudah cukup dan berimbang seperti
orang sehat, tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
3) Aktivitas dan istirahat
a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan
akut, olah raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang
dilakukan secara teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang
berefek menyehatkan
b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
(1) Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit
menjadi 20 1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini
menyebabkan peningkatan darah ke otot skelet dan jantung.
(2) Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan
pertukaran gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan
oksigen oleh otot.
(3) Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada
olah raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan
trigliserida dan jaringa adiposa menjadi glikogen dan FFA (free
fatty acid). Pada olahraga intensitas tinggi kebutuhan energy
10

meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga metabolisme


berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob.
b. Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar
yang dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada
pengaruh internal dan eksterna
c. Sosial
Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah
sangat parah. Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan
social meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga,
teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.
11

B. Clinical Pathway
Seks bebas, transfusi Invasi ke saluran Merusak mukosa
Mual Nafsu makan menurun
Sel imun menurun darah, jarum suntik gastrointestinal gastrointestinal
dengan hasil
pemeriksaan CD4 Nutrisi tidak adekuat
<200 HIV masuk dan Diare Peristaltik usus
menginfeksi tubuh meningkat

Pengeluaran cairan Defisiensi Ketidakseimbangan nutrisi:


Terinfeksi Merusak sel yang rentan berlebih volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
Tuberculosis AIDS (sel kulit)

Sel kulit rusak, ada Gatal dan bersisikdigaruk Kekurangan energi kebutuhan sehari-hari
Inflamasi Muncul komplikasi lesi, herpes Lk = 66,5 + (13,75 x kg BB) + (5 x cm TB) – (6,8 x usia)
Pr = 55,1+ (9,56 x kg BB) + (1,9 x cm TB) – 4,7 x usia)
Gangguan rasa
Perubahan status Khawatir terhadap Turgor kulit jelek
Peningkatan sekret nyaman
kesehatan penyakit
di saluran nafas
Keterbatasan Keletihan
gerak
Kerusakan Integritas Kulit
Hospitalisasi
Ketidakefetifan Ansietas
bersihan jalan
nafas Intoleransi Aktivitas
Pengobatan yang lama dan Stres jangka panjang,
tidak kunjung sembuh kehilangan kepercayaan
Keputusasaan

Menyerang sistem Hemolisis, defisiensi besi Anemia, leukopeni, Ketidakefektifan Perfusi


hematologi trombositopeni Jaringan Perifer
12

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian/Assesment
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan pasangan
yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual multiple, aktivitas
seksual yang tidak terlindung, seks anal, homoseksual, penggunaan kondom
yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan
kerentanan terhadap virus pada wanita yang terpajan karena peningkatan
kekeringan/friabilitasvagina), pemakai obat-obatan IV dengan jarum suntik
yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap
penyakit defesiensi imun.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna,
rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul, rasa terbakar
saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang disertai/tanpa kram
abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/tidak nyaman pada
bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan, pusing, sakit kepala, tidak mampu
mengingat sesuatu, konsentrasi menurun, tidak merasakan perubahan
posisi/getaran, kekuatan otot menurun, ketajaman penglihatan menurun,
kesemutan pada ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri
dada pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang,
berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak
lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan terlalu sakit
untuk melakukan hubunganseksual.
13

3) Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga pengguna obat- obatan terlarang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan istirahat: massa otot menurun, terjadi respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut
jantung, dan pernafasan.
2) Sirkulasi: takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume
nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
3) Integritasego: perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut,
perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang,
gagal menepati janji atau banyak janji.
4) Eliminasi: diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan
abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai mukus
atau darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan karakteristikurine.
5) Makanan/cairan: adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan:
parawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit
buruk; lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna;
kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal; edema.
6) Hygiene: penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
7) Neurosensori: perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis,
retardasi psikomotor/respon melambat.Ide paranoid, ansietas berkembang
bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul refleks tidak normal,
menurunnya kekuatan otot, gaya berjalanataksia.Tremor pada motorik
kasar/halus, menurunnya motorik fokalis, hemiparase, kejang Hemoragi
retina dan eksudat (renitis CMV).
8) Nyeri/kenyamanan: pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang
14

gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.


9) Pernapasan: takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi
nafas adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah)
produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang menghasilkan
sputum).
10) Keamanan: perubahan integritas kulit: terpotong, ruam, mis. Ekzema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah terjadi
memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
11) Rektum luka, luka-luka perianal atau abses: timbulnya nodul-nodul,
pelebaran kelenjar limfe pada dua/lebih area tubuh (leher, ketiak, paha)
Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
12) Seksualitas: herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
13) Interaksisosial: perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas
yang tak terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan

2. Diagnosa Keperawatan
Berikut diagnosa keperawatan yang sering muncul (Herdman, 2018)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Nyeri akut
c. Kekurangan volume cairan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
e. Gangguan rasa nyaman
f. Risiko infeksi
15

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Ketidakefek Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
tifan keperawatan selama ... x 24 jam (3140)
bersihan pasien menunjukkan hasil: 1. Posisikan pasien
jalan nafas semi fowler untuk
Kepatenan jalan napas memaksimal
N Indikator Skala ventilasi
o 2. Ajarkan pasien
Awal Akhir untuk batuk efektif
1 Frekuensi 3. Lakukan fisioterapi
Pernapasa dada
n 4. Kolaborasi
pemberian
2 Kemampu bronkodilator
an
mengelur
akan
sekret
3 Suara
nafas
tambahan
4 Batuk
2 Nyeri akut Kontrol nyeri (1605) Manajemen Nyeri
Skala 1. Lakukan pengkajian
Indikator Awa Akhir nyeri secara
l komprehensif
Menggunaka termasuk lokasi,
n tindakan 1 5 karakteristik, durasi,
pencegahan frekuensi, kualitas
Menggunaka dan faktor presipitasi
n tindakan 2. Observasi reaksi
pengurangan 1 5 nonverbal dari
nyeri tanpa ketidaknyamanan
analgesik 3. Gunakan teknik
Menggunaka komunikasi
n analgesik terapeutik untuk
yang 1 5 mengetahui
direkomendas pengalaman nyeri
ikan pasien
Melaporkan 1 5 4. Evaluasi pengalaman
16

gejala yang nyeri masa lampau


tidak 5. Evaluasi bersama
terkontrol pasien dan tim
Mengenali kesehatan lain
apa yang tentang
1 5 ketidakefektifan
terkait dengan
gejala nyeri kontrol nyeri masa
Melaporkan lampau
nyeri yang 1 5 6. Kurangi faktor
terkontrol presipitasi nyeri
Melaporkan 7. Ajarkan tentang
perubahan teknik non
1 5 farmakologi
terhadap
gejala nyeri 8. Kolaborasikan
pemberian analgetik
Tingkat nyeri (2102)
Skala
Indikator
Awal Akhir
Nyeri yang
1 5
dilaporkan
Mengerang
dan 1 5
menangis
Ekspresi
1 5
wajah nyeri
Tidak bias
1 5
beristirahat
Agitasi 1 5
iritabilitas 1 5
Ketegangan
1 5
otot
Kehilangan
1 5
nafsu makan
Mual 1 5
Intoleransi
1 5
makanan
2 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Elektrolit
volume keperawatan selama ... x 24 jam (2000)
cairan pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor nilai serum
elektrolit yang
Keseimbangan Cairan abnormal
2. Monitor
17

N Indikator Skala manifestasi


o ketidakseimbangan
Awal Akhir elektrolit
1 Bola mata 3. Pertahankan
cekung pemberian cairan
dan IV berisi elektrolit
lembek dengan laju yang
lambat
2 Kehausan 4. Berikan diet sesuai
dengan kondisi
3 Kram otot pasien (kaya
potasium, rendah
sodium, dan
4 Pusing
makanan rendah
karbohidrat)
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
jenis, penyebab,
dan pengobatan
apabila terdapat
ketidakseimbangan
elektrolit, yang
sesuai
3 Ketidaksei Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
mbangan keperawatan selama ... x 24 jam (1100)
nutrisi pasien menunjukkan hasil: 1. Tentukan status
kurang dari gizi pasien dan
kebutuhan Status nutrisi kemampuan pasien
N Indikator Skala memenuhi
o kebutuhan gizi
Awal Akhir 2. Tentukan jumlah
1 Asupan kalori dan jenis
makanan nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi
2 Asupan
persyaratan gizi
cairan
3. Beri obat-obatan
3 Energi sebelum makan jika
diperlukan
4 Rasio 4. Anjurkan keluarga
berat untuk membawa
badan/tin makanan favorit
ggi badan
18

pasien
5. Monitor kalori dan
asupan makanan
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
rasa keperawatan selama ... x 24 jam (1400)
nyaman pasien menunjukkan hasil: 1. Observasi
ketidaknyamanan
Status kenyamanan: fisik pasien secara
N Indikator Skala nonverbal,
o khususnya
Awal Akhir komunikasi yang
1 Nyeri tidak efektif
2. Eksplorasi pasien
faktor-faktor yang
dapat memperberat
2 Gatal-
dan meringankan
gatal
nyeri
3 Relaksasi 3. Ajarkan prinsip-
otot prinsip manajemen
4 Tingkat nyeri
energi 4. Sediakan informasi
tentang nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan berakhir
dan tindakan yang
dapat dilakukan
untuk mengatasi
ketidaknyamanan
5. Ajarkan
manajemen nyeri
non-farmakologi
5 Risiko Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi (6540)
infeksi keperawatan selama ... x 24 jam 1. Bersihkan
pasien menunjukkan hasil: lingkungan dengan
baik setelah
Kontrol Infeksi digunkan untuk
N Indikator Skala setiap pasien
o 2. Ganti peralatan
Awal Akhir perawatan per
pasien sesuai
protocol institusi
19

1 Tekanan 3. Anjurkan
darah pengunjung untuk
sistolik mencuci tangan
2 Tekanan pada saat
drah memasuki dan
diastolic meninggalkan px
4. Batasi jumlah
3 Suhu
pengunjung
tubuh
5. Pastikan teknik
4 Kesadara
perawatan luka
n yang tepat

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

5. Discharge Planning
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk discharge planning bagi klien dengan
cidera kepala antara lain:
1. Rutin untuk konseling
2. Rutin untuk konsumsi obat ARV
3. Segera menghubungi layanan kesehatan jika terdapat efek atau kondisi yang
tidak diinginkan
20

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Howard, K.B., Dochterman, J.M., & Cheryl, M.W. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC). 6th edn. Elsevier

Bulechek, G. M., Howard, K.B., Dochterman, J.M., & Cheryl, M.W. (2013). Nursing
Outcome Classification (NOC). 6th edn. Elsevier

Ersha, R. F. and Ahmad, A. (2018). ‘Immunodeficiency Syndrome dengan Sarkoma


Kaposi’, 7(3), pp. 131–134.

Hardman, T. H. and Kamitsuru, S. (2018) NANDA Internasional Inc. Diagnosis


Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. 11th edn. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. (2017). Laporan Perkembangan HIV- AIDS dan Penyakit Infeksi
Menular Seksual (PMS) Triwulan I Tahun 2017.

Kemenkes RI. (2015). Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV Dan Sifilis
Dari Ibu Ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan.

Kemenkes RI. (2019). Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) Triwulan 1 Tahun 2019.

Kemenkes RI. (2014). ‘Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis
dari Ibu ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan’.

KPA. (2018). Info HIV dan AIDS. Available at:


http://www.aidsindonesia.or.id/contents/37/78/Info-HIV-dan-
AIDS#sthash.hgxgK7Vp.dpbs.

Retnaningsih, D. A. (2016). ‘Voluntary Counseling And Testing Untuk Orang


Berisiko HIV/AIDS’, Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Al- Balagh IAIN
Surakarta, 5704, p. 14.

Sudiono, J. (2014). Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: EGC.

WHO. (2017). Kajian epidemiologi hiv indonesia 2016. 1–66.

Anda mungkin juga menyukai