Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan

Praktikum pemeriksaan bahan baku ZnO dengan cara titrasi kompleksometri ini
bertujuan untuk memeriksa mutu bahan baku logam ZnO dengan metode titrasi
kompleksometri. Prinsip yang digunakan adalah reaksi ionisasi dan reaksi pembentukan
kompleks. Reaksi ionisasi adalah reaksi atau proses dimana elektron dapat dilepas atau
ditambahkan pada suatu atom atau molekul yang mana akan menghasilkan suatu pasangan
ion yang memiliki muatan baik itu muatan positif atau negatif sedangkan reaksi pembentukan
komples dapat diartikan sebagai reaksi asam basa lewis dengan asam lewis sebagai penerima
elektron dan basa lewis sebagai penyumbang elektron dimana ketika direaksikan akan
membentuk senyawa kompleks netral atau tidak bermuatan. Pembentukan kompleks ini dapat
terjadi dikarenakan adanya ion pada umumnya logam dan sejumlah logam yang terikat kuat
dengan adanya atom pusat sehingga terbentuk senyawa kompleks.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks
antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang
banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etil diamina tetra
asetat (dinatrium EDTA). Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan
garam-garam logam. Etilendiamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering
digunakan. Larutan EDTA dipilih sebagai senyawa pembentuk komplek karena reaksi EDTA
dengan ion logam selalu 1:1 yang stabil dengan semua logam sehingga memudahkan dalam
perhitungan dan pelaksanaan. Kestabilan EDTA ini dikarenakan EDTA merupakan kelompok
senyawa asam aminopolikarboksilat yang mengalami disosiasi menjadi ion bermuatan negatif
yang mampu menjaga muatannya diantara ion logam bermuatan positif. EDTA akan
membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti
natrium dan kalium.
Metode titrasi kompleksometri dipilih karena sampel yang digunakan untuk
praktikum ini adalah ZnO yang didalamnya terkandung logam Zn yang dapat ditentukan
kadarnya secara spesifik menggunakan metode titrasi kompleksometri. Tetapi, tidak semua
logam dapat diperiksa kadarnya menggunakan metode titrasi kompleksometri ini, karena
karakteristik dari setiap logam sendiri berbeda sehingga hanya beberapa logam saja yang bisa
dititrasi menggunakan metode titrasi kompleksometri ini. Salah satunya adalah logam yang
mempunyai bilangan oksidasi lebih dari +1. Seperti yang diketahui bahwa logam Zn
mempunyai bilangan oksidasi +2 sehingga memenuhi salah satu syarat logam yang bisa
dititrasi oleh titrasi kompleksometri.
Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada
larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks
berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA)
maka kompleks indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator
yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain eriokrom black, mureksid,
jingga pirokatenol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol.
EDTA merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom koordinasi per molekul. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang
mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak
selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan produk baru seperti CuHY.

Faktor-faktor yang membuat EDTA sebagai titrimetri yaitu:

1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam.


2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna
(kecuali dengan logam alkali)
3. Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam.
4. Telah dikembangkan indikatornya secara khusus.
5. Mudah diperoleh bahan baku primernya.
6. Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk
standardisasi.

Jenis titrasi yang dilakukan adalah titrasi langsung, dimana ion logam yang ada dalam
larutan Zinc Oxide dititrasi langsung dengan larutan Na2EDTA. ZnO tidak bisa dititrasi
langsung dengan menggunakan EDTA karena EDTA sendiri termasuk larutan yang kelarutan
dalam airnya rendah, sehingga sukar larut dalam air, maka dia pun dirubah terlebih dahulu
menjadi Na2EDTA yang merupakan bentuk garamnya. Etilendiamin tetraasetat (EDTA)
berperan sebagai titran yang digunakan. EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil
dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium.
Pada percobaan uji pemeriksaan bahan baku ZnO dibutuhkan larutan Na-EDTA yang
mana merupakan larutan baku sekunder yang berarti konsentrasinya tidak dapat diketahui
dengan cara menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu.
Sehingga harus dibakukan terlebih dahulu dengan larutan ZnSO4 yang merupakan larutan
baku primer. Dilakukan pembakuan di-Na-EDTA terlebih dahulu untuk mengetahui
normalitas dari di-Na-EDTA yang akan digunakan. Digunakan larutan baku primer
ZnSO4.7H2O sebagai analit dengan menggunakan bantuan indikator eriochrome black T
(EBT) sebanayk sespora, untuk penentuan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan
warna dari ungu menjadi biru muda. Di-Na-EDTA dimasukan ke dalam buret yang mana
seharusnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer dikarenakan untuk mempermudah proses
selanjutnya dimana di-Na-EDTA akan digunakan sebagai pentiter agar tidak diperlukan
proses pencucian berkali – kali.
Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual
dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus terlihat sedemikian rupa sehingga bila hampir
semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua,
reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-
indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak
akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus
kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator
logam harus terlihat sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam
(yaitu terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik
ekuivalen.
Dalam pembuatan ZnSO4.7H2O yang akan digunakan sebagai titer, hal yang terlebih
dahulu dilakukan adalah mengeringkan ZnO dalam oven selama 2 jam dengan suhu 110oC
kemudian di dinginkan di dalam desikator lalu ditimbang sebanyak 71 gram. Kemudian ZnO
dilarutkan di dalam larutan asam klorida 3N lalu diencerkan dengan penambahan aquadest
sebanyak 5 mL. ZnO mempunyai sifat kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam
etanol (95%) P; larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksida, karena
hal tersbeut maka ZnO harus dilarutkan terlebih dahulu di dalam larutan HCL. Kemudian
ditambah NH4OH untuk menetralkan dimana NH4OH akan bereaksi dengan asam yang ada
pada larutan akibatnya pH larutan akan menurun.kemudian di cek pHnya menggunakan
indikator universal sampai tercapai pH 7.
Larutan EDTA akan membentuk kompleks yang tidak stabil pada pH rendah, maka
titrasi harus dilakukan pada pH 10. Untuk menjaga nilai pH agar tetap basa, maka dibutuhkan
larutan bufer. Larutan bufer yang digunakan adalah bufer salmiak yang dibuat dari campuran
NH4OH dan NH4Cl. Karena jika pH larutan menjadi asam, proton yang dibebaskan pada
reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang dilepaskan terlalu tinggi,
maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan pembentukkan kompleks dapat
bergeser ke kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi yang terlalu asam. Sedangkan
jika larutan terlalu basa atau di atas pH 10, maka pada reaksi ini akan memungkinkan
terbentuknya endapan hidroksida dari logam yang bereaksi, sehingga reaksi kesetimbangan
akan bergeser ke arah kanan.
Penggunaan buffer pada proses titrasi sebagai penyangga pH dengan mencegah
terjadinya perubahan pH yang diakibatkan oleh terbentuknya H+ karena setiap 1 mol logam
bereaksi dengan 1 mol EDTA selalu dilepaskan 2 mol H+ menurut reaksi :

Zn2+ + HIn ZnIn + H+


ZnIn + H2Y2- ZnY2- + HIn2- + H+

Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+
terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga yang dilepaskan kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh suasana sistem titrasi
yang terlalu asam.
Karena hal itu lah larutan ZnO ditambahkan larutan dapar salmiak pH 10 terlebih
dahulu agar tetap stabil pada pH basa. Setelah ditambahkan buffer, maka ph larutan dicek
menggunakan indicator pH universal. Indicator pH universal sendiri digunakan karena untuk
melihat hasilnya lebih mudah, cepat dan jelas saat digunakan, sehingga indicator ini dipilih
unutk mengecek pH larutan. Setelah di cek menggunakan indicator pH universal hasil yang
didapatkan yaitu pH 10, yang mana itu merupakan pH yang diinginkan. Sehingga dapat
dilanjutkan dengan prosedur selanjutnya.

Kemudian ditambahkan dengan indikator logam eriochrome black T karena pada pH


titrasi yang diinginkan terdapat pada rentang pH 9 – 10 yang mana pada rentang tersebut
merupakan pH optimum untuk kerja indikator logam EBT membentuk kompleks dengan ion
logam. EBT sendiri merupakan asam lemah, tidak stabil dalam air karena senyawa organic
ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan mempunyai 2
gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air. Setelah ditambahkan dengan indicator EBT
maka larutan bisa mulai dititrasi menggunakan larutan di-Na-EDTA sampai titik akhir titrasi
tercapai yang ditandai dengan perubahan warna larutan yang semula berwarna merah violet
atau ungu menjadi warna biru tua. Perubahan warna yang terjadi merupakan hasil dari
pergeseran kompleks antara logam-indikator dengan logam-ligand. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih akurat, maka titrasi ini dilakukan secara triplo.
Pada saat indikator eriochrome black T telah ditambahkan sebanyak sespora akan
terdisosiasi melepaskan dua atom hidrogennya dan mengikat ion Zn2+ yang ada dalam air dan
segera membentuk kompleks Zn2+-indikator eriochrome black T. Kestabilan kompleks ini
cukup tinggi akan tetapi lebih stabil jika dibandingkan dengan kompleks antara Zn2+ dengan
dinatrium EDTA.

Perubahan warna indikator logam yang digunakan yaitu eriochrome black T (EBT)
adalah tergantung pada proses serah terima proton pada gugus asam sulfonat yang akan
menghasilkan perubahan warna yang berbeda pada pH tertentu. Oleh karenanya dilakukan
pemberian larutan dapar salmiak pH 10 agar perubahan warna menjadi biru tua (yang
dijadikan sebagai titik akhir titrasi) dapat tercapai. Selain itu pH larutan dijaga agar tetap
basa, dikarenakan kompleks EDTA akan mencapai kestabilan dengan ion logam divalen
(Zn2+ adalah logam divalen) pada suasana basa atau sedikit asam. Selain itu fungsi dapar
adalah untuk mempertahankan pH dengan penambahan sedikit asam atau sedikit basa
Pada reaksi kompleks indikator logam beraksi dengan dinatrium EDTA yang
menghasilkan perubahan warna pada larutan dari merah keunguan menjadi biru, dimana ion
Na+ dinatrium EDTA terlepas dan berikatan dengan O–terbentuk ONa dan ion Na yang satu
juga terlepas dan berikatan dengan ion SO4 sehingga terbentuk NaSO4, dan Zn juga
berikatan dengan SO4 sehingga terbentuk ZnSO4. Setelah didapat larutan berwarna biru
langit, proses titrasi dihentikan. Saat itulah, mol ZnO sama dengan mol EDTA, dan hal ini
dinamakan titik akhir titrasi. Dari proses titrasi tersebut, didapatkan konsentrasi NaEDTA
sebesar 0,0288 M. yang selanjutnya angka ini akan digunakan dalam perhitungan penetapan
kadar ZnO.

Selanjutnya dilakukan penentuan kadar kemurnian pada bahan baku ZnO dengan
langkah awal menimbang ZnO sebanyak 50 mg lalu dilarutkan ke dalam HCL 3N sebanyak 5
mL kemudian ditambahkan aquades sebanyak 5 ml. Kemudian ditambahkan NH4OH
sebanyak 5 ml lalu dicek pH nya menggunakan indikator universal sampai didapat pH
sebesar 7. Hal selanjutnya adalah menambahkan dapar salmiak pH 10 sebanyak 5 mL
menggunakan pipet volume ke dalam erlenmeyer berisi ZnO. Kemudian ditambahkan
indikator EBT se spora. Langkah selanjutnya adalah mentitrasi larutan tersebut dengan
Na2EDTA sampai terjadi perubahan warna dari keunguan menjadi biru muda. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat, maka titrasi ini dilakukan secara triplo dengan kondisi
yang sama.

Dari hasil titrasi diperoleh hasil rata rata kadar ZnO yang didapatkan adalah 54,7 %.
Kadar tersebut kurang memenuhi persyaratan seperti yang dijelaskan di Farmakope Indonesia
edisi IV bahwa kadar ZnO tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 100,5%.
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh faktor penyimpanan atau faktor lingkungan yang
akan mengurangi kestabilan ZnO seperti kandungan air, oksigen dan cahaya yang dapat
menguraikan serta mengoksidasi sampel dan kondisi dari bahan baku yang digunakan sudah
rusak atau kadaluarsa pun dapat menjadi penyebabnya. Selain faktor penyimpanan faktor lain
yang dapat menyebabkan rendahnya kadar ZnO adalah faktor zat lainnya seperti pentiter,
indikator, maupun buffer yang digunakan, kestabilan dan perubahan konsentrasi dari zat – zat
yang digunakan pada metode analisis sangat berpengaruh terhadap perhitungan kadar bahan
baku ZnO.

Anda mungkin juga menyukai