Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibnu Sina merupakan ilmuan yang memiliki kemampuan yang
setara dalam bidang ilmu, khususnya filsafat dan kedokteran.
Kegigihannya dalam menuntut ilmu telah terlihat dari kecil sehingga Al-
Qur’an dapat dihafal saat ia berusia 10 tahun. Selain itu ia juga
mempelajari ilmu agama seperti tafsir, fikih dan tasawuf. Ia juga berhasil
dalam menguasai ilmu-ilmu tersebut. Ibnu sina dikenal sebagai orang yang
tekun dan cerdas. Ia menguasai ilmu kedokteran dalam waktu satu
setengah tahun tanpa bimbingan seorang guru.
Sebagai ilmuan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan buah
pemikirannya dalam karangannya yang berjumlah 276 buah. Karya-karya
Ibnu Sina yang terkenal dalam filsafat adalah As-Shifa, An-najat, dan Al-
Isyarat. Kualitas karyanya begitu luar biasa. Selain itu juga, ia banyak
menulis karangan-karangan pendek yang disebut Maqallah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana riwayat hidup Ibnu Sina?
2. Apa saja karya-karya Ibnu Sina?
3. Bagaimana filsafat Ibnu Sina?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui riwayat Ibnu Sina
2. Mengetahui karya-karya Ibnu Sina
3. Mengetahui filsafat Ibnu Sina

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Ibnu Sina


Ibnu Sina atau Avicenna (370-29H/980-037M) memiliki nama
lengkap Abu Ali al-Husain bin ‘Abd Allah ibn ‘Abd Allahibn ‘Ali ibn
Sina.1 Nama pendeknya Abu Ali. Ia memiliki gelara al-Syaikh al-Rai’is
(Guru besar dan Kepala)menunjukkan sttatus terkemukanya dalam
mengajar dan posisi politiknya yang tinggi selaku wazir. Ia juga memiliki
gelar al-Hakim al-Wazir dan juga Hujjat al-Haqq. Ia lahir di Afshanah,
desa kecil dekat Bukhara,370 H/980M, dan wafat di Hamdan, 428 H/1037
M. Ia adalah putra seorang pegawai tinggi pada Dinasti Samaniah (204-
395 H / 819-1005 M), Abd Allah hasil pernikahannya dengan Sitarah dari
Balkh. Ibnu Sina mempunyai kecerdasan yangn luar biasa, sehingga ia
telah mampu menghafal Al-Qur’an diusia 10 tahun. Ia juga menguasai
beberapa ilmu seperti matematika, logika, fisika, geometri, astronomi,
hukum islam, teologi, kedokteran dan metafisika ketika usianya baru 17
tahun.
Pada usia yang sama, ia mengawali profesi sebagai seorang dokter
dan menjadi sangat populer ketika berhasil mengobati Nuh bin Manshur
(976-997), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Karena kemampuan
dan jasa-jasanya kepada penguasa, mak kemudian dia diangkat sebagai
mentri pada Dinasti Hamdani ( 293-394 H/905-1005 M ) selama dua
periode, namun pada akhirnya ia dipecat dari jabatannya sebagai menteri,
dan dipenjarakan, karena pemikirannya dianggap merugikan penguasa.
Ibnu Sina menyerap berbagai ilmu dari beberapa orang guru, antara
lain Abu Bakar Ahmada bin Muhammad al-Barqi al-Khawarizmi untuk
bahsa, Ismail al-Zahid untuk fikih, Abu Sahla al-Masihi dan Abu Manshur
al-Hasan bin Nuh untukn kedokteran, disamping belajar secara otodidak.
Ia juga belajar aritmetika dari Ali Natili, seorang sufi Ismail
berkebangsaan India.
Sepeninggal ayahnya pada saat berusia 20 tahun , Ibnu Sina pindah
ke suatu tempat dekat Laut Kaspia, dan mulai menulis ensiklopedi tentang
ilmu kedokteran yang dikenal dengan nama al-qanun fi al-Thibb. Ibnu
Sina beranggapan bahwa semua ilmu pengetahuan yang ada tidaklah sulit
dipelajarinya, kecuali bidang Metafisika.
Kebesaran Ibnu Sina dari beberapa gelar yang diberikan oleh para
tokoh kepadanya, seperti al-Syaikh al-Ra’is dibidang filsafat, dan
pangeran para dokter di bidang kedokteran. Sementara Ibnu Rusyd
menjulukinya sebagai seorang yang agamis yang berfilsafat, al-Ghazali
menyebutnya sebagai ahli filsafat yang secara paradoks, tampaknya lebih

1
Mukhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam, Yogyakarta, Narasi, 2008 hlm 89.

2
religius daripada beberapa filsof pendahulunya, karena untuk menyebut
Tuhan tidak lagi menggunakan kata menurut sebutan tradisonal, tetapi
menggunakan sebutan filsafat, yakni ada wajib. Akan tetapi, ada juga yang
menuduh Ibnu Sina terlalu Aristoteles sentrisme.

B. Karya-karya Ibnu Sina

Jumlah karya yang ditulis Ibnu Sina (diperkirakan antar 100-250


buah judul) termasauk buku saku dan kumpulan suratnya. Kualitas dan
keterampilannya pun tidak perlu diragukan lagi.Kualitas dan
keterampilannya dalam praktik mengajar,kedokteran, dan politik.
Semuanya menunjukkan tingkat kemampuan yang luar biasa. Kebanyakan
karyanya berbahasa Arab dan bahasa Persia. Karya-karya Ibnu Sina
mencakup bidang Metematika, Mantik, Akhlak, Fisika, Kedokteran, dan
Filsafat. Karya Ibnu Sina sangat banyak dan kelengkapan risalahnya jauh
melampaui risalah manapun yang pernah dihasilkan pengarang-pengarang
filsafat pertama seperti al-Kindi dan al-Razi. G.C. Anawati seorang sarjana
Dominican, telah menyusun daftar kitab-kitab Ibn Sina dari 276 tulisan
dalam bentuk buku maupun manuskrip.2
Adapun karya-karya Ibnu Sina yang popular diantaranya :
1. Kitab Asy-Syifa.
Dalam bahasa latinnya Sanatio. Kitab ini adalah tulisan yang
terpenting tentang filsafat dan terdiri atas 4 bagian, yaitu : mantiq,
matematika, fisika, dan metafisika.
a) Logika (termasuk didalamnya terorika dan syair) meliputi dasar
karangan Aristoteles tentang logika dengan dimasukkan segala
materi dari penulis-penulis Yunanai kemudiannya.
b) Fisika (termasuk pscihologi, pertanian, dan hewan). Bagian-bagian
Fisika meliputi kosmologi, meteorologi,, udara, waktu, kekosongan
dan gambaran).
c) Matematika. Bagian matematika mengandung pandangan yang
berpusat dan elemen-elemen Eucild, garis besar dari Almagest-nya
Ptolemy, dan iktisar-ikhtisae tentang aritmetika dan ilmu musik.
d) Metafisika. Bagian falsafah, pokok pikiran Ibnu Sina
menggabungkan pendapat Aristoteles dengan elemen-elemennya
Neo Platonic dan menyusun dasar percobaan untuk menyusun
dasar percobaan untuk menyesuaikan ide-ide Yunanai dengan
kepercayaan-kepercayaan.

Kitab ini sangat tebal, terdiri dari 18 jilid, adalah suatu


ensiklopedia besaar dalam ilmu filsafat yang ditulis oleh Ibnu Sina.
Dengan kitab ini ia telah memperoleh kedudukan yang yangat tinggi

2
Anawati, Essai de Bibliographie Avicenniene, dalam buku Majid Fakhri, Ibid, 193.

3
baik didunia timur maupun barat. Karya ini merupakan ensiklopedia
studi islamic-Yunani pada abad ke-11, yang ia susun dari logika samoai
matematika dan metafisika.

2. Kitab al-Najjat atau kitab penyelamat


Dalam bahasa latinnya Salus. Adalah ringkasan kitab al-syifa,
karya ini jauh lebih banyak dibaca daripada al-Syiffa, dan ditulis bagi
orang-orang terpelajar yang ingin mempelajari dan memahami dengan
lengkap dasar-dasar lmu hikmah, pada tahun 1331 M. Untuk pertama
kalinya buku ini dicetak di Mesir dan di Roma pada tahun 1593 M.
Bersama dengan kitab al-Qanun.

3. Kitab al-Qanun fi al-Thibb ( Qanon of medice)


Disebut juga Ensiklopedia kedokteran. Buku ini sangat tebal terdiri
dari 5 bagian (kitab). Telah diterjemahkan dalam bahasa latin dan
bahasa-bahasa Eropa lainnya dan menjadi literatur di Universitas-
universitas di Eropa sampai akhir abad ke-17 dan samoai kini menjadi
mauskrif bidang kedokteran yang tersimpan rapi dimperpustakaan
Birmingham, Inggris bersama dengan kitab-kitab lainnya terutama As-
Syiffa.

4. Kitab al-isyarat wa al-tanbihat


Adalah kitab terakhir yang ditulis Ibnu Sins, hasil dari satu fase
yang lebih independen dalam perkembangan intelektualnya dan buku
yang paling indah dalam ilmu hikmah. Isinya mengandung berbagai
mutiara dari berbagai ahli fikir dan rahasia yang sangat berharga yang
sulit ditemui dari buku-buku lainnya. Antara lain uraiannya mengenai
logika dan hikmah serta kehidupan dan pengalaman rohani, dicetak di
Leiden pada tahun 1892.

5. Sadidiyya. Buku ilmu kedokteran.


6. Al-Musiqa. Buku tentang musik.
7. Al-Mantiq, diuntukkan buat Abul Hasan Sahli.
8. Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid. Danesh Namesh. Buku filsafat.
9. Danesh Nameh. Buku filsafat.
10. Uyun-ul Hikmah. Buku filsafat terdiri atas 10 jilid
11. Mujiz, kabir wa Shagir. Sebuah buku yang menerangkan tentang
dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
12. Al-Inshaf. Buku tentang keadilan sejati.
13. Al-Hudud. Berisikan istilah-istilah dan pengertian-pengertian yang
dipakai dalam ilmu filsafat.

Selain itu, Ibnu Sina meninggalkan beberapa essaynya yang


terpenting adalah Hayy Ibn Yaqzhan, Risalah Ath-Thair, Risalah fi al-isyq,

4
dan Tahshil As-Sa’adah. Puisi terpentinggnya adalah Al-Urjuzah fi Ath-
Thibb. Al-Qoshidah Al-Muzdawiyyah dan masih banyak karya lain yang
ditulis dalam bentuk puisi ke dalam bahsa Persia.

C. FILSAFAT IBNU SINA

Al-Isyarah Wa Al-Ibanah merupakan karya kompeherensif yang


sering dirujuk banyak kalangan untuk memahami pemikiran filsafat Ibnu
Sina.
Menurut Ibnu Sina tujuan filsafat adalah penetapan realitas segala
sesuatu sepanjang hal itu mungkin bagi manusia. Persoalan filsafat bagi
Ibnu Sina dibagi menjadi 2 wilayah besar yaitu teoritis dan praktis, pada
tataran teoritis filsafat mencari pengetahuan tentang kebenaran. Tujuannya
hanyalah untuk penyempurnaan jiwa. Sedangkan pada tataran praktis
filsafat mencari pengetahuan tentang kebaikan. Tujuannya adalah
penyempurnaan jiwa melalui pengetahuan tentang segala hal yang
seharusnya dilakukan sampai jiwa bertindak berdasarkan pengetahuan
teoritis.
Ilmu teoritis bertujuan membersihkan jiwa melalui makrifah.
Sedangkan ilmu praktis bertujuan untuk beramal sesuai dengan makrifah.
Ilmu teoritis dibagi menjadi 4 yaitu : fisika, metafisika, matematika dan
ketuhanan. Begitu juga dengan ilmu praktis terabgi menjadi 4 bagian :
akhlak, mengatur rumah tangga, mengatur negara dan kenabian.
Ibnu Sina membagi cabang teoritis menjadi 3 yaitu :
1. Filsafat yang membahas soal gerak dalam realitas dan fikiran
2. Filsafat yang membahas soal gerak yang hubunannya dengan realitas
3. Filsafat yang membahas perihal gerak yang otonom dari realitas dan
pikiran
Ibnu Sina memandang sesuatu yang yang dikenai gerak selalu
didahului oleh sebab tertentu yang menggerakkannya. Pada dasarnya
persoalan gerak dalam filsafat teoritis ini merupakan bagian dari tema
dasar kajian fisika.

1. Filafat Emanasi
Filsafat emanasi atau al faidh adalah teori pancaran tentang
penciptaan alam, yang mana alam mini maujud karena limpahan dari
yang Maha Esa (The One). Ibnu sina sepertinya mengalami kesulitan
dalam menjelaskan masalah ini, yaitu bagaimana terjadinya alam yang
bersifat materi berasal dari Allah yang imateri dan Maha Sempurna.
Dalam filsafat Yunani, Tuhan bukanlah pencipta alam, melainkan ia
adalah penggerak pertama (Prime Cause).
Sebenarnya teori emanasi ini bukanlah berasal murni dari hasil
renungan ibnu sina. Tetapi berasal dari Neoplatanisme yang

5
menyatakan hal ini terjadi (Wujud Alam) padahal pancaran dari Yang
Esa. Kemudian ibnu sina mengambil kaidah filsafat Plotinus yang
menyatakan bahwa “Dari yang satu hanya satu yang melimpah”.3
Dengan demikian, dapat dipahami berarti tuhan bergerak dari dokrin
spekulatif filsafat yunani telah bergeser menjadi Tuhan Pencipta dari
sesuatu yang sudah ada secara pancaran.
Bila di cermati secara seksama, filsafat emanasi ibnu sina tidak
jauh berbeda dengan emanasi menurut Al-farabi, bahwa dari tuhan
memancarkan akal pertama, dan dari kal pertama memaacarkan akal
kedua dan seterusnya, Sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi.
Dari akal kesepuluh memancarkan segala apa yang terdapat di bumi
yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah melaikat tertinggi
dan akal kesepuluh adalah malaikat jibril. 4
Proses pelimpahan tersebut menurut ibnu sina adalah bahwa Allah
memikirkan tentang diri-Nya, maka melimpahkan akal pertama yang
mengandung dalam dirinya ke-jamaan potensial, yaitu anatar mungkin
dan wajid, ia mungkin dari segi zatnya dan wajib dari segi wujudnya
yang nyata, karena ia memikirkan asalnya (Allah) maka melimpahkan
dirinya akal kedua dan dari segi memikirkan zatnya.
Berbeda dengan al farabi yang berpendapat, bahwa akal pertama
itu mempunyai satu sifat, yaitu wujud. Dan setiap wujud hanya
melahirkan dua macam, yaitu wujud berikutnya dan langit atau planet.
Ibnu sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat,
yaitu sifat wajib wujud pancaran dari tuhan dan sifat mungkin wujud,
jika ditinjau dari hakekatnya.5 Dengan demikian ia mempunyai tiga
obyek pemikiran, yaitu Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya.
Berasal dari pemikiran tentang Tuhan timbullah akal-akal dari
pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-
langit.
Jadi ketika akal pertama berfikir, maka memancarkan akal
selanjutnya, sekaligus juga memancarkan dua wujud lainnya (bukan
satu sebagaimana pendapat alfarabi). Bila dicermati teliti, perbedaan
yang mendasar antara teori emanasi platinus dengan ibnu sina, juga al-
farabi, ialah: bagi platinum ala mini hanya terpancar dari tuhan, yang
mengesankan tuhan bukan tidak sebagai pencipta dan tidak aktif. Hal
ini juga ditangkap secara metafora yang ia gunakan adalah bagaimana
mentari memancarkan sinarnya. Sedangkan dalam islam, emanasi ini
ada dalam rangka menjalankan cara tuhan menciptakan alam. Ala
mini sudah bersifat kholik. Kekhalikan tuhan ini mesti di imani

3
De Boer J.T. Tarikh Al-falsafah Fi Islam. Terjemahan Ke Dalam Bahasa Arab Oleh Muhamad
Abdul. Lajna Al Ta’lif wa Al Tarjmah. Kairo.
4
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang), 1992.

6
seutuhnya oleh setiap muslim. Bagi orang yang mengingkarinya dapat
membawa kekafiran.
Oleh karena itu, dalam islam Tuhan bersifat aktif maka secara
metafora yang mengakibatkan bagi mereka dengan sinarnya
merupakan ibarat yang dapat menyesatkan. Sejalan dengan filsafat
emanasi, ala mini qadim, karena ia diciptakan oleh allah sejak zaman
azali. Terdapat perbedaan pendapat tentang qodimnya Tuhan dengan
alam.perbedaannya terdapat pada sebab pembuatan alam terwujud.
Keberadaan alam tidak di ketahui oleh zaman, maka alam qadim dari
segi zaman .6

2. Filsafat Jiwa
Ibnu sina memberi perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan
kejiwaan. Pengaruh ibnu sina soal kejiwaan tidak boleh di remehkan,
Baik pada dunia pikir arab sejak abad kesepuluh masehi sampai akhir
abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas
Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya
tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham
pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama
memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya
sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh
memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah
bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh
adalah Jibril.
Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran kaum sufi dan kaum
mu’tazilah. Bagi kaum sufi kemurnian tauhid mengandung arti bahwa
hanya Tuhan yang mempunyai wujud. Kalau ada yang lain yang
mempunyai wujud hakiki disamping Tuhan, itu mngandung arti
bahwa ada banyak wujud, dan dengan demikian merusak tauhid. Oleh
karena itu mereka berpendapat: Tiada yang berwujud selain dari Allah
swt. Semua yang lainnya pada hakikatnya tidak ada. Wujud yang lain
itu adalah wujud bayangan. Kalau dibandingkan dengan pohon dan
bayangannya, yang sebenarnya mempunyai wujud adalah pohonnya,
sedang bayangannya hanyalah gambar yang seakan – akan tidak ada.
Pendapat inilah kemudian yang membawa kepada paham wahdat al-
wujud (kesatuan wujud), dalam arti wuju bayangan bergantung pada
wujud yang punya bayangan. Karena itu ia pada hakekatnya tidak ada;
bayangan tidak ada. Wujud bayangan bersatu dengan wujud yang
punya bayangan.
Segi-segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat
dibagi menjadi dua segi yaitu:

6
Zar,Sirajuddin. Filsafat Islam. IAIN Iman Bonjol Press. Padang. 1999.

7
1) Segi fisika yang membicarakan tentang macam-macamnya jiwa
(jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan
kebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan
pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa
yang sebenarnya.
2) Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat
jiwa, pertalianjiwa dengan badan dan keabadian jiwa.
Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang
tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia
timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat
menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak
mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat
pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir,
jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya
badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.7

Jiwa (al-Nafs) memiliki daya – daya sebagai derivatnya dan atas dasar
tingkatan daya -daya tersebut, pada diri manusia terdapat tiga jiwa (al-
nufus al-tsalatsah)

 Pertama jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah)


Merupakan tingkatan jiwa yang paling rendah dan memiliki tiga
daya :
1) daya nutrisi (al-ghadiya/nutrion)
2) daya tumbuh (almunmiyah/growth) dan
3) daya reproduksi/berkembang biak ( al-
muwallidah/reproduction)
Dengan daya ini manusia dapat berpotensi makan, tumbuh dan
berkembang biak sebagaimana tumbuh – tumbuhan.
 Kedua, jiwa hewani atau binatang /sensitive (al-nafs al-
hayawaniyah)
Yang memiliki dua daya:
1) daya penggerak (al-mukharikah/locomotion) dan
2) daya persepsi/menangkap (al-mudrikah).

 Ketiga, jiwa rasional (al-nafs al-natiqah).


Mempunyai dua daya: daya praktis (al-amilah) yang
hubungannya dengan badan dan Teoritis yang hubungannya
denganhal-hal abstrak.
Yang dimaksud akal teoritis adalah al-alimah sebab jiwa rasional
disebut juga al ‘aql Al‘alimah disebut juga akal praktis. Akal
praktis merupakan saluran yang menyampaikan gagasan akal
teoritis kepada daya penggerak.8

7
Harun Nasution, Falsafat Opcit , hal 34
8
Al-Ghazali, Madarij Al-Salikin , (Kairo : Tsaqofah al-Islamiyah, 1964), hlm. 16

8
Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam
jiwa tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia yang b erpengaruh
pada dirinya, maka orang itu berpengaruh pada dirinya, maka
orang itu dapat menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manusia
mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat
menyerupai malaikat dan dekat dengan kesempurnaan.

Menurut ibnu Sina, jiwa manusia merupakan satu unit yang


tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan.jiawa manusia
timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat
menerima jiwa, lahir didunia ini.

3 Filsafat Ketuhanan

Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibn Sina ialah filsafat


ketuhanan, ia juga menganut faham pancaran. Dari tuhan memancar
Akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit
pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal kesepuluh dan
bumi. Dan dari akal kesepuluh memancar segala apa yang terdepat di
bumi yang berada di bawah bulan. Akal pertama adalah malaikat
tertinggi dan akal kesepuluh adalah jibril.

Berlainan dengan al-farabi, Ibn Sina berpendapat bahwa akal


pertama mempunyai dua sifat: sifat wajib wujudnya sebagai pancaran
dari Allah dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakikat
dirinya. Dengan demikan, ia mempunyai tiga obyek pemikiran, yaitu
Tuhan, drinya sebagai wajib wujudnya. Dari pemikiran tentang tuhan
timbul akal-akal, dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib
wujudnya timbul jiwa-jiwa, dan dari pemikiran tentang dirinya
sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.

Ibn Sina membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu:

1. Jiwa tumbuh-tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah) dengan daya-daya:


makan (al-ghaziyah; nutrition), tumbuh (al-manmiyah; growth),
berkembangbiak (al-maulidiah; reproduction).
2. Jiwa binatang (al-nafs al-hayawaniyah) dengan daya-daya: gerak
(al-muharikah; locomotion), menangkap (al-mudrikah; perception)
yang dibagi menjadi dua yaitu: menangkap dari luar (al-mudrikah

9
min al-kharaj) dengan pancaindra, menangkap dari dalam (al-
murdikah min al-dakhil).
3. Jiwa manusia (al-nafs al-natiqah) dengan dua daya: praktis (al-
amilah; practical) yang hubungannya dengan badan, dan teoritis
(al-‘alimah atau al-nazariyah; theoritical) yang berhubungan
dengan hal-hal abstrak.

Sifat sorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga nacam


jiwa tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia yang berpengaruh
pada dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berkuasa
pada dirinya, maka orang itu dapat menyerupai binatang. Tetapi jika
manusia yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu
dengan menyerupai malaikat dan dekat pada kesempurnaan.

Menurut pendapat Ibn Sina, jiwa manusia merupakan satu unit


yang terdiri dan mempunyai terlepas dari badan. Tetapi kedua jiwa
lainnya, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang yang ada
dalam diri manusia, karena hanya mempunyai fungsi-fungsi yang
bersifat fisik dan jasmani, akan mati dengan matinya badan dan tak
akan dihidupkan kembali dihari kiamat. Balasan-balasan yang
ditentukan bagi kedua jiwa ini diwujudkan didunia ini juga. Jiwa
manusia berlainan dengan jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang.
Jiwa manusia kekal. Jika jiwa manusia telah mencapai kesempurnaan
sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada
dalam kesenangan, dan jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan
tidak sempurna, karena semasa bersatu dengan badan ia selalu
dipengaruhi oleh hawa nafsu badan, maka ia akan hidup dalam
keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.

4. Filsafat Nabi
Berdasarkan keterangan di atas, akal mempunyai empat
tingkat. Tingkat yang terendah diantaranya adalah akal materi atau al-
aql al-alhayulan. Ada kalanya tuhan menganugerahkan kepada

10
manusia akal materi yang besar dan kuat, yang oleh Ibn Sina
dinamakan al-hads, yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal meteril
serupa ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan, dengan
mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat
menerima cahaya atau wahyu dari tuhan. Akal seperti ini mempunyai
daya suci (quwwah qudsiyah). Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat
diperoleh manusia dan terdapat hanya pada Nabi-nabi.9 Ibn Sina
bukan hanya mengakui adanya nabi dan rosul serta kenabian dan
kerosulan, melainkan menegaskan pula bahwa para nabi dan rosul
lebih tiinggi daripada fisuf.

9
Maftukhin, Filsafat Islam, Penerbit Teras, Depok Sleman Yogyakarta, 2012, hlm. 108-113

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ibnu Sina.memiliki pemikiran keagamaan yang mendalam. Pemahamannya


mempengaruhi pandangan filsafatnya. Ketajaman pemikirannya dan kedalaman
keyakinan keagamaannya secara stimulant mewarnai alam pikirnya. Ibnu rusyd
menyebutnya sebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat, semenytara al-Ghazali
menyebutnya sebagai seorang fisuf yang terlalu banyak berfikir
Menurut Ibnu Sina bahwa ala mini diciptakan dengan jalan emanasi, Tuhan
adalah wujud pertama yang immateri dan dari-Nyalah memancar segala yang ada.
Tuhan adalah wajibul wujud (jika tidak ada menimbulkan tidenimbulkan
tidak mustahil) beda dengan mumkinul wujud (jika tidak ada atau ada tidak
menimbulkan mustahil),
Pemikiran Ibnu Sina tentang kenabianmenjelaskan bahwa manusia yang
paling unggul, lebih unggul dari filsof karena nabi memiliki akal actual yang
sempurna tanpa latihan, sedangkan filsof mendapatkannya dengan usaha dan susah
payah.

12
Daftar Pustaka

Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika dalam Islam. Yogyakarta :


Narasi
Maftukhin. 2012. Filsafat Islam. Yogyakarta: Penerbit Teras.

Nasution, H 1992. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta : Bulan dan
Bintang.

Zar,Sirajuddin. 1999. Filsafat Islam. Padang : IAIN Iman Bonjol Press.

13

Anda mungkin juga menyukai