Anda di halaman 1dari 18

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Lensa

Mata mulai tampak pada mudigah 22 hari sebagai sepasang alur dangkal
di samping otak depan. Dengan menutupnya tabung saraf (neural tube), alur-alur
ini membentuk kantong luar di otak depan, yaitu vesikula optika (vesikel mata).
Vesikel-vesikel ini kemudian melekat ke ektoderm permukaan dan memicu
perubahan di ektoderm yang diperlukan untuk membentuk lensa. Selama proses
ini berlangsung, sel-sel ektoderm permukaan yang pada awalnya menempel
dengan vesikula optika mulai memanjang dan membentuk plakoda lentis
(lempeng lensa). Plakoda ini kemudian mengalami invaginasi dan berkembang
menjadi vesikula lentis (vesikel lensa). Segera setelah vesikula lentis terbentuk,
sel-sel dinding posterior mulai memanjang ke arah anterior dan membentuk
serabut-serabut panjang yang secara bertahap mengisi lumen vesikel. Pada akhir
minggu ke-7, serabut lensa primer ini mencapai dinding anterior vesikula lentis.
Namun, pertumbuhan lensa belum selesai pada tahap ini, karena serabut-serabut
lensa baru (sekunder) terus ditambahkan ke inti sentral tersebut (Sadler, 2009).

2.2 Anatomi Lensa

Lensa merupakan struktur avaskular yang bikonveks dan hampir


transparan sempurna dengan tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa
tergantung pada zonula di belakang iris yang menghubungkannya dengan corpus
ciliare. Pada sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor sedangkan pada sisi
posteriornya terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel (sedikit lebih permeabel dibanding dinding kapiler) yang akan
memungkinkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan
(suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak
seperti huruf ‘Y’ dengan slit lamp. Masing-masing serat lamelar mengandung inti
5

pipih. Secara mikroskopis, inti ini terlihat jelas di bagian perifer lensa di dekat
ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular (Riordan-Eva, 2008).

Lensa dipertahankan tetap berada di tempatnya oleh ligamentum lensa


(zonula) sirkular. Zonula melekat ke bagian anterior koroid yang menebal, yaitu
badan siliaris. Badan siliaris mengandung serabut-serabut otot sirkular dan
serabut-serabut otot longitudinal yang melekat dekat taut korneo-sklera. Di depan
lensa terdapat iris opak dan berpigmen yang merupakan bagian mata yang
berwarna. Iris mengandung serabut-serabut otot sirkular yang menkonstriksikan
pupil dan serabut-serabut radial yang mendilatasikan pupil (Ganong, 2013).

2.3 Fisiologi Lensa

Aspek yang paling penting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang
mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, yang berperan sangat penting untuk
menjaga transparansi lensa. Lensa memiliki ion kalium dan asam amino yang
lebih banyak daripada aqueus dan vitreus di sekitarnya. Lensa juga memiliki
kandungan air, ion natrium, dan ion klorida yang lebih rendah daripada
sekitarnya. Keseimbangan kation di dalam dan di luar lensa disebabkan oleh
permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa natrium dalam membran sel
epitel lensa dan setiap serat lensa. Penghambatan Na+, K+-ATPase
dapatmenyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatnya kadar air
lensa. Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran sering disebut
sebagai sistem pump-leak lensa yang berarti bahwa kalium dan molekul lain
seperti asam amino secara aktif diangkut ke dalam anterior lensa melalui
epitelium anterior. Dengan demikian, epitel adalah tempat utama untuk transport
aktif dalam lensa dimana terjadi gradien yang berlawanan dari ion natrium dan
kalium di lensa, dengan konsentrasi ion kalium yang lebih tinggi pada bagian
depan lensa dan lebih rendah di bagian belakang lensa, berlawanan dengan
konsentrasi natrium.
6

2.4. Katarak

Katarak merupakan suatu kelainan mata yang berupa kekeruhan pada


lensa, disebabkan oleh pemecahan protein atau bahan lainnya oleh proses oksidasi
dan foto-oksidasi (Tana, 2005). Katarak juga dapat didefinisikan menjadi setiap
keadaan kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2010).

Ilyas (2010) juga menjelaskan kekeruhan ini dapat mengenai kedua mata
dan berjalan secara progresif ataupun mengalami perubahan yang lambat.
Selanjutnya, jika kekeruhan ini sudah mengurangi transparansi lensa akan terjadi
penglihatan yang kabur atau buram pada jarak dekat maupun jauh tanpa disertai
rasa nyeri maupun mata merah.

Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu:


katarak kongenital yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, katarak juvenil
yang merupakan katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun, dan katarak senilis
yang terjadi setelah usia 50 tahun (Ilyas,2010).
7

Tabel 2.1. Prevalensi Katarak 2013


Prevalensi Katarak 2013

Sumber: Riset Kesehatan Dasar Nasional (2013)

Di Indonesia, terlihat bahwa prevalensi katarak tertinggi di Sulawesi Utara


(3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi katarak terendah
ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat (1,1%). Prevalensi total
penderita katarak di Indonesia sebesar 1,8%.
8

2.5. Katarak Kongenital

2.5.1. Definisi Katarak Kongenital

Apabila terjadi gangguan pada perkembangan lensa, anak akan lahir


dengan katarak kongenital. Oleh karena itu, opasitas katarak kongenital terbatas
pada nukleus embrionik dan fetal (Khurana, 2003). Katarak kongenital adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun (Ilyas, 2010).

Katarak ini merupakan opasitas kongenital dari kristalin lensa yang dapat
dikategorikan berdasarkan beberapa etiologi (Friedman,2007). Pupil mata bayi
yang menderita katarak kongenital akan memiliki bercak putih atau leukokoria.
Bercak putih ini dapat terlihat dengan berbagai bentuk, seperti: katarak
piramidalis atau polaris anterior,katarak zonularis atau lamelaris, katarak pungtata,
dan lain-lain (Riordan-Eva, 2008).

2.5.2. Epidemiologi Katarak Kongenital

Katarak kongenital terjadi pada 3 dari 10000 kelahiran hidup dimana dua
pertiga terjadi bilateral (Kanski,2015). Sebuah riset yang dilakukan oleh Foster et
al (1997) melaporkan bahwa katarak merupakan penyebab kebutaan terpenting
pada anak yang dapat ditangani. Penelitian ini juga menyebutkan ada 200.000
anak yang menjadi buta karena katarak di seluruh dunia, dan 20.000-40.000 anak
dengan katarak bilateral lahir setiap tahun. Sementara menurut penelitian yang
dilakukan oleh Wirthet al (2002) bahwa terdapat 421 pasien pediatri yang
diidentifikasi menderita katarak sehingga memberikan perkiraan insidensi
sebanyak 2,2 per 10.000 kelahiran. Dari 342 pasien tanpa riwayat penyakit
keluarga, 50% terdiagnosa selama tahun pertama kehidupan. Sebanyak 56 orang
dari 342 pasien tersebut sebanyak 16% berkaitan dengan penyakit sistemik atau
sindrom tertentu. Katarak unilateral teridentifikasi pada 178 dari 342 orang (52%)
kasus sporadis (Wirth,et al, 2002).
9

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prakalapakorn (2010), katarak


bilateral terjadi pada 72% kasus, sedangkan 28% lainnya terkena katarak
unilateral. Katarak bilateral (OR=3.3; 95% CI=1.3–8.1) terkait dengan berat
badan lahir rendah, sementara katarak unilateral terjadi pada anak dari ibu
primigravida (OR=1.6; 95% CI=1.0–2.7) (Prakalapakorn et al, 2000-2004).
Katarak bilateral didominasi oleh anak laki-laki dengan persentase 62%
(Haargaard et al, 2004).

Penelitian yang dilakukan di Atlanta (Bhatti et al, 2003) menyebutkan


bahwa kejadian katarak kongenital sering mengenai satu mata (unilateral).
Penelitian ini juga menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan resiko yang
signifikan berdasarkan jenis kelamin. Sementara itu, sebuah penelitian di India
Selatan(Eckstein,et al, 1996) menyebutkan bahwa ada perbedaan rasio 3:2 antara
laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan anak laki-laki lebih sering dibawa ke
pengobatan medis.

2.5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Katarak Kongenital

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan katarak kongenital, antara lain


(Nelson, 2008):

1. Developmental Variants
Proses perkembangan awal dapat menyebabkan berbagai opasitas
lensa kongenital. Opasitas berupa titik-titik yang menyebar atau seperti
plak berwarna putih pada kapsul lensa sering ditemukan dan kadang-
kadang melibatkan daerah subkapsular. Opasitas yang kecil di kapsul
posterior bisa berhubungan dengan sisa hialoid primer sistem vaskular
yang menetap (Mittendorf dot), sedangkan pada kapsul anterior dapat
dikaitkan dengan membran pupil (pupillary membrane) atau lapisan
vaskuler lensa yang persisten. Katarak kongenital tipe ini biasanya
stasioner dan jarang mengganggu penglihatan; meskipun pada beberapa
orang dapat menjadi progresif.
10

2. Prematuritas
Perubahan lensa pada neonatus preterm disebut katarak
prematuritas. Katarak ini terlihat sebagai sekelompok vakuola kecil yang
tersebar di sutura Y lensa. Katarak ini dapat dilihat dengan menggunakan
oftalmoskopi dan terlihat jelas apabila pupil cukup berdilatasi.
Patogenesisnya belum jelas. Pada kebanyakan kasus, opasitas akan
menghilang secara spontan dalam beberapa minggu.

3. Mendelian Inheritance

Katarak yang tidak berhubungan dengan penyakit lain biasanya


terjadi secara herediter. Bentuk herediter yang paling umum adalah
dominan autosomal.

4. Sindrom Infeksi Kongenital


Katarak pada bayi dan anak dapat terjadi karena infeksi prenatal.
Opasitas lensa dapat sering terjadi akibat sindrom infeksi kongenital
(toxoplasmosis, sitomegalovirus, sifilis, rubela, herpes simpleks). Katarak
sekunder dapat terjadi pada infeksi perinatal lainnya, seperti poliomielitis,
measles, influenza, varicella-zoster, dan vaccinia.

5. Gangguan Metabolik
Katarak merupakan manifestasi tersering dari banyak penyakit
metabolik, terutama gangguan metabolisme karbohidrat, asam amino,
kalsium, dan tembaga. Pada setiap bayi dengan katarak kemungkinan
galaktosemia menjadi pertimbangan utama. Pada galaktosemia infantil
klasik, yaitu defisiensi galaktosa-1-fosfat uridil transferase, katarak yang
terlihat biasanya tipe zonular dengan opasitas pada satu atau lebih
perinuklear lensa dan sering disertai clouding pada nukleus.
11

Pada juvenile-onset diabetes mellitus, perubahan lensa jarang


terjadi. Beberapa anak dapat memiliki lensa dengan opasitas snowflake-
like berwarna putih dan bervakuola. Katarak juga dapat berkembang dan
matur secara cepat, bahkan dalam hitungan hari, terutama pada masa
remaja. Kejadian pendahulunya bisa berupa miopia yang terjadi tiba-tiba
karena perubahan densitas optikal lensa.
Opasitas lensa kongenital dapat terlihat pada anak dari ibu diabetes
dan prediabetes. Hipoglikemia pada neonatus dapat dihubungkan dengan
kejadian awal katarak. Hipoglikemia ketotik juga dapat berhubungan
dengan katarak. Katarak juga dapat dikaitkan dengan
hipoparatiroid.Opasitas lensa kongenital dapat terlihat pada anak dengan
ibu diabetes dan prediabetes. Perkembangan awal dari katarak ini
dikaitkan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia ketotik juga dapat
menyebabkan katarak (Nelson,2008). Masalah metabolik merupakan salah
satu penyebab katarak pada anak. Masalah tersebut antara lain,
hipoglikemia, mannosidosis, hipoparatiroid, diabetes maternal, dan
galaktosemia (Avery, 2005).
6. Kelainan Kromosom
Opasitas lensa berbagai jenis dapat terjadi pada kelainan
kromosom, termasuk trisomi 13, 18, dan 21. Sindrom Turner, beberapa
sindrom delesi (11p, 13, 18p, 18q) serta duplikasi (3q, 20p, 10q) juga
dapat mengakibatkan opasitas lensa.

7. Obat, Agen Toksik, dan Trauma


Kortikosteroid merupakan penyebab penting katarak pada usia
anak. Katarak yang disebabkan steroid biasanya berupa opasitas lensa
subkapsular. Pada banyak kasus, akurasi penglihatan terganggu ringan
ataupun sedang.Trauma pada mata merupakan penyebab utama katarak
pada anak-anak. Opasifikasi lensa dapat terjadi karena kontusio atau
trauma penetrasi.
12

2.5.4. Bentuk dan Lateralitas Katarak

Bentuk dari katarak penting karena dapat mengindikasikan etiologi,


bentuk pewarisan dan efeknya pada penglihatan (Kanski, 2015). Menurut Kanski
(2015), bentuk tersebut antara lain:

1. Nuklear, opasitas yang mengenai lensa fetal atau embrionik. Katarak bisa
padat atau tersusun dari pulverulen.
2. Lamellar, opasitas yang mengenai bagian tertentu lamella depan dan
belakang dan pada beberapa kasus berkaitan dengan ekstensi radial.
Opasitas lamellar dapat terjadi secara autosomal dominan, kelainan
metabolik, dan infeksi intrauterin.
3. Koroner (Supranuklear), opasitas yang terletak dalam korteks dan
mengelilingi nukleus seperti mahkota, biasanya terjadi sporadis dan
terkadang faktor keturunan.
4. Blue dot (cataracta punctata caerulea), sering terjadi bersamaan dengan
tipe opasitas lain.
5. Sutural, opasitas yang mengikuti bentuk sutura Y pada bagian anterior
atau posterior. Opasitas ini dapat terjadi bersamaan dengan opasitas lain
6. Polar anterior, opasitas yang berbentuk pipih ataupun konus (kerucut) pada
kamera okuli anterior (katarak piramidal). Opasitas polar anterior yang
datar terletak sentral dengan diameter lebih kecil dari 3 mm. Katarak ini
biasanya bilateral pada sepertiga kasus dan tidak menganggu penglihatan
secara signifikan. Opasitas piramidal biasanya sering dikelilingi oleh
opasitas kortikal dan dapat mengganggu penglihatan. Katarak polar
anterior terkadang dihubungkan dengan katarak anterior polar termasuk
persistent pupilary membrane, aniridia, anomali Peters, dan lentikonus
anterior
7. Polar posterior , merupakan katarak yang dikaitkan dengan Mittendorf
dots, lentikonus posterior dan vaskulaut fetal anterior.
8. Central ‘oil droplet’, merupakan karakteristik opasitas yang disebabkan
galaktosemia.
13

9. Membranosa, katarak ini jarang dan sering dikaitkan dengan sindrom


Hallermann-Streiff-Francois. Katarak ini terjadi ketika bagian lentikular
tereabsorbsi secara parsial atau total sehingga tersisa residual berwarna
putih kapur pada lensa yang terletak di antara kapsul anterior dan
posterior.

2.5.5. Pemeriksaan Katarak Kongenital

Pemeriksaan katarak kongenital ini dapat dilakukan dengan cara (Wilson,


2009):

1. Assessment of Visual Function


Tes harus dilakukan dalam jarak 15-20 kaki dengan bagan yang
sudah dikalibrasi sehingga ada jarak yang tepat antara kursi pemeriksaan
dengan bagan tersebut. Sedapat mungkin anak harus diperiksa dengan
huruf yang tersusun linear.
2. Red Reflex Test
Red Reflex test dapat digunakan untuk mengetahui densitas dan
panjang opasitas di aksis visual. Retinoskopi merupakan alat yang berguna
untuk memeriksa celah pupil dan melihat seberapa besar katarak sudah
menghitamkan refleks. Selain itu, Ilyas (2006) juga menambahkan
perlunya pemeriksaan lampu celah (slit lamp) untuk melihat semua
susunan mata bagian depan dengan pembesaran sehingga dapat dilihat
keadaan kornea, manik mata, selaput hitam, dan lensa.
3. Ocular Alignment and Motility
Pemeriksaan ini dilakukan dengan refleks cahaya kornea, red
reflex binokular, dan cover test.
4. External Examination and Anterior Segment Evaluation
Pemeriksaan eksternal suspek katarak biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan penlight kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, sklera,
kornea, dan iris.
14

2.5.6. Operasi Katarak

Menurut Ilyas (2010) tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum
dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi linear, ekstraksi dengan aspirasi.
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :

1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan


secepatnya segera setelah katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat
atau segera sebelum terjadinya juling; bila terlalu muda akan mudah
terjadi ambliopia apabila tidak dilakukan tindakan segera.
3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk
karena mudah sekali terjadinya ambliopia; karena itu sebaiknya
pembedahan dilakukan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera
dengan latihan bebat mata.
4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika; bila terjadi
kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan
ambliopia maka akan dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai
prognosis yang lebih baik.

Teknik pembedahan katarak antara lain (American Academy of


Ophtalmology, 2011)

1. Pembedahan Intrakapsular/Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)

Dalam waktu yang singkat keberhasilan pembedahan dan penurunan


derajat keparahan komplikasi setelah pembedahan telah berhasil dicapai
dengan materi benang yang halus, mikroskop operasi binokuler, dan
teknik sterilisasi yang modern. Suatu bahan kimia yang berfungsi
melisiskan serat zonular dengan enzim a-chymotrypsin, dan dengan
bantuan forceps kapsul lensa tradisional dan erysiphake telah memberikan
cara untuk ekstraksi lensa dengan cryoprobe. Cryoprobe adalah sebuah
benda berongga dengan pinggiran logam yang didinginkan oleh nitrous
15

oxide terkompresi yang kemudian ditempelkan pada permukaan lensa.


Pada saat suhu logam turun di bawah titik beku, akan terbentuk suatu bola
es, dan lensa mata akan melekat pada probe. Gerakan bolak-balik yang
lembut selama proses pengangkatan lensa akan membantu melepaskan
perlekatan antara membran vitreus anterior dengan lensa, melepas
perlekatan serat zonular yang masih tersisa dan mengurangi kehilangan
vitreus (vitreous loss).

ICCE modern masih berperan pada daerahdengan keterbatasan fasilitas


berikut:

- Keterbatasan instrumentasi yang ada (loupes bukan operating


microscope dan penggunaan perangkat ekstraksi yang tidak otomatis,
seperti cryoprobe, forceps kapsul, atau erysiphakes), memungkinkan
ICCE dilakukan dalam berbagai kondisi.
- Rehabilitasi visual

Dalam fasilitas bedah yang terbaik, ICCE modern menguntungkan


untuk dikerjakan pada pasien dengan subluksasi/lubsaksi lensa atau
pada lensa dengan pseudoexfoliation.

Kontraindikasi absolut meliputi katarak pada anak-anak atau


dewasa muda dan kasus traumatis dengan pecahnya kapsul lama.
Kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom marfan, katarak
morgagnian, dan vitreous yang sudah berada di bilik mata depan.

Masalah pasca ICCE meliputi hal berikut ini:

- Ukuran sayatan. Konsekuensinya termasuk penyembuhan lebih


lama, lebih besar menginduksi astigmatisme, tertundanya
koreksi refraksi yang diberikan. Masalah yang dapat terjadi,
antara lain: kebocoran luka, iritasi jahitan, abses jahitan,
filtering blebs, dan inkarserasi iris atau vitreus.
16

- Lipatan kornea atau sentuhan yang tidak sengaja dengan probe


cryo dapat menghilangkan sel endotel dan diikuti dengan
edema kornea.
- Hilangnya penghalang antara segmen anterior dan posterior
mata.
- Keterbatasan pilihan lensa tanam atau Intraocular Lens (IOL)
dan posisi anterior chamber IOL yang dapat digunakan.

Kelemahan teknik ICCE ini membuat ekstraksi katarak


ekstrakapsular (ECCE) lebih dipilih dalam pembedahan katarak.

2. Pembedahan Ekstrakapsular/ Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)

ECCE melibatkan pengangkatan nukleus lensa dan korteks melalui


bukaan pada kapsul lensa anterior, dengan kantong kapsuler tertinggal di
tempat. Teknik ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ICCE
karena teknik sayatan yang lebih kecil pada ECCE, menghasilkan:

- Trauma mata yang lebih sedikit pada endotel kornea


- Lebih sedikit menginduksi astigmatisme
- Luka sayatan lebih stabil dan aman

Selain itu, keberadaan kapsul posterior yang tetap utuh memiliki


beberapa keuntungan, yaitu:

- Mengurangi resiko kehialngan vitreus saat operasi


- Memungkinkan posisi anatomi yang lebih baik untuk fiksasi
IOL
- Mengurangi cystoid macular oedema, ablasio retina, dan
edema kornea
- Menyediakan penghalang yang membatasi pertukaran antara
beberapa molekul akuos humor dan korpus vitreus.
- Mengurangi akses bakteri ke rongga vitreus
- Menghilangkan komplikasi jangka pendek dan panjang
dikaitkan perlekatan vitreus dengan iris, kornea, dan sayatan.
17

3. Lensektomi

Pada lensektomi, sebagian besar lensa (termasuk kapsul posterior)


dan vitreus anterior diangkat. Akan tetapi, teknik ini membutuhkan alat
vitrektomi. Selain itu, setiap intervensi pada vitreus dapat menyebabkan
retinal detachment setelahnya. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan
anterior chamber maintainer yang dimasukkan melalui kornea, kemudian
kapsul anterior lensa diangkat dengan menggunakan vitrector sehingga
pinggir kapsul tetap intak. Pinggiran yang intak ini juga dapat membantu
pada pemasangan IOL (Yorston, 2004).

4. Aspirasi Lensa
Sistem aspirasi mesin fakoemulsifikasi bervariasi sesuai desain pompa.
Terdapat 3 jenis pompa, yaitu peristaltik, diafragma, dan venturi. Pompa
peristaltik terdiri dari satu set rol yang bergerak sepanjang tabung
fleksibel, mendorongfluida melalui pipa dan menciptakan vakum relatif di
apertura ujung phaco aspirasi. Pada pompa diafragma terdapat diafragma
yang fleksibel di atas ruang cairan dengan katup I-way pada tempat masuk
dan keluarnya. Pompa venturi menciptakan vakum berdasarkan prinsip
venturi, yaitu aliran gas atau cairan di pelabuhan menciptakan vakum yang
proporsional untuk laju aliran gas. Secara umum, ketiga jenis pompa ini
sama efektivitasnya (American Academy of Ophtalmology, 2011).
18

Tabel 2.2. Pilihan Operasi Katarak Pediatri


Study No of Age Mean BCVA Type of Surgery (Number Posterior %Other Complication
patients range follow > 6/18 >6/60 of Eyes) Capsule
(no of (mean) up (%) (%) Opacity
eyes)
Taylor 29 (51) 0–18 18 NA NA Aspiration alone PC intact 68% Not Mentioned
(1981) months months (28)
(16
weeks)
0–18 18 NA NA Lensectomy (23) 0% Not Mentioned
months months
(17.4
weeks)
Chrousos (392) 0-20 5.5 NA NA Aspiration alone (304) 62.1% 7.2% glaucoma
et al years years 1.3 % (RD)
(1984) Roto extraction and 11.7% 5.8% (glaucoma)
primary capsulotomy- 2.9% (RD)
small (34)
Outcome aspiration- wide 0% 0% (glaucoma)
post capsulotomy 1.8% (RD)
Keech et 76 0-30 44.8 NA NA Aspiration alone (20) 75.0% 20% (glaucoma)
al (1989) (152) months months 5% (RD)
(18 Lensectomy (105) 11.0% 11.4% (glaucoma)
weeks) 0.95 % (RD)
Basti et (192) 2-8 11.3 44.15% 63.64% Lensectomy anterior 0% 0% (RD)
al (1996) years months Vitrectomy (LAV) (23) 0% (pupillary
capture)
19

ECCE+IOL (87) 43.7% 1.14& (RD)


8.04% (pupillary
capture)
13.8% (uveitis)
0% (IOL dislocation)
ECCE+PPC+AV+IOL 3.6% 1.22% (RD)
(82) 8.53% (pupilary
capture)
15.9% (uveitis)
2.44% (IOL
dislocation)
Eckstein 56 3 3 years 57.1% 94.6% Lens aspiration with 66.1% 1.8% (glaucoma)
et al (112) months- primary posterior 16% (amblyopia)
(1999) 10 capsulotomy (56) 1.8% (pupil
years decentration)
(53 Lensectomy (vitreophage) 1.8% 1.8% (glaucoma)
months) (56) 3.6% (RD)
16% (amblyopia)
3.6% (pupil
decentration)
Yorston 71 0-11 3 44.0% 91.2% Anterior capsulotomy and 35.7% 1.7% (glaucoma)
et al (118) years months lens aspiration (56) 30.5% (uveitis)
(2001) (3.5 31.4% (amblyopia)
years) Anterior capsulotomy+lens 1.6%
aspiration+ primary
posterior
capsulotomy+anterior
vitrectomy (62)
Sumber: (Wilson, 2003)
20

Dari Tabel 2.2. terlihat bahwa aspirasi lensa adalah metode yang paling
banyak digunakan (526). Metode lain yang digunakan antara lain lensektomi
(207) dan ECCE yang diikuti pemasangan IOL (169).

2.5.7. Indikasi Operasi pada Katarak Kongenital

Indikasi yang penting untuk diperhatikan antara lain (Khurana, 2003):

1. Katarak parsial dan katarak sentral yang kecil hanya perlu diobservasi
dan dapat menggunakan tata laksana non-bedah, yaitu dilatasi pupil.
Gambar 2.1Katarak yang tidak memerlukan operasi.

A. Katarak polar anterior. B. Katarak punctate partial


Sumber: (Cheng dan Biglan, 2006)

2. Katarak padat bilateral harus segera dilakukan pembedahan (dalam


waktu 6 minggu setelah lahir) untuk mencegah stimulus yang
menimbulkan ambliopia.
3. Katarak padat unilateral sebaiknya dioperasi sesegera mungkin (dalam
hitungan hari) setelah kelahiran. Meskipun demikian prognosis katarak
unilateral ini cenderung buruk.

2.5.8. Penanganan Afakia

Menurut Khurana (2003) koreksi afakia pada pasien pediatri dilakukan


berdasarkan usia, yaitu:

1. Pada anak di bawah usia 2 tahun, dianjurkan pemakaian lensa kontak. Bila
katarak terjadi bilateral, afakia dapat dikoreksi dengan pemakaian
kacamata. Pada usia anak 2-3 bulan juga dianjurkan implantasi lensa
primer terutama pada katarak unilateral. Meskipun demikian, menurut
Ilyas (2006) pemakaian lensa tanam/ Intraocular Lens (IOL) tidak
dianjurkan untuk anak di bawah usia 3 tahun.
21

2. Pada anak di atas usia 2 tahun, dapat dikoreksi dengan implantasi IOL
pada kamera okuli posterior selama pembedahan.

Terdapat beberapa bentuk lensa yang ditanamkan ke dalam bola mata


berdasarkan letaknya, seperti (Ilyas, 2006):

1. Lensa bilik mata depan yang ditempatkan di depan iris atau selaput
pelangi dengan kaki penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata.
2. Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak pada sudut bilik
mata.
3. Lensa bilik mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa
normal di belakang iris. Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa
ekstrakapsular.
4. Lensa yang diletakkan dalam kapsul lensa.

Anda mungkin juga menyukai