Claudia Marlissa
Mahasiswi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi : Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
e-mail : claudia.marlissa@gmail.com
Abstrak
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Secara umum faktor
risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas faktor genetik dan lingkungan. Tujuan
pengobatan asma adalah tercapainya kontrol asma secara klinis. Tatalaksana asma yang efektif
merupakan hasil hubungan yang baik antara dokter dan pasien, dengan tujuan pasien mandiri.
Edukasi merupakan bagian dari interaksi antara dokter dan pasien.
Abstract:
Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways associated with airway
hyperresponsiveness that leads to recurrent episodes of wheezing, breathlessness, chest
tightness, and coughing. These episodes are usually associated with widespread, but variable,
airflow obtruction. Factors that influence the risk of asthma can be divided into those that
trigger asthma symptoms, the former include host factors which are primarily genetic and the
later are environmental factors. The goal of asthma treatment is to achieve and maintain clinical
control. The effective management of asthma requires the development of a partnership
between doctor and patient. Education should be an integral part of all interactions between
doctors and patients.
Keywords: asthma, risk factors, treatment
A. Pembahasan
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi saluran napas yang
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan; 2) inflamasi saluran napas; 3)
peningkatan respons saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Obstruksi saluran
napas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan
saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan menetap dengan
pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas
yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh
edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga
baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh
inflamasi saluran napas.
Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangatlah penting. Tujuannya, selain untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, anamnesis juga berguna untuk menyusun
srategi pengobatan pada penderita asma. Pada anamnesis akan kita jumpai adanya keluhan,
batuk, sesak, mengi dan atau rasa berat di dada yang timbul secara tiba-tiba dan hilang secara
spontan atau dengan pengobatan. Tetapi adakalanya juga penderita hanya mengeluhkan batuk-
batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani ataupun
hanya pada musim-musim tertentu saja. Disamping itu, mungkin adanya riwayat alergi baik
pada penderita maupun pada keluarganya, seperti rhinitis alergi, dermatitik atopic dapat
membantu menegakakan diagnosis. Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma,
antara lain:1
Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan
alergen atau polutan (pencetus)?
Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau
olahraga?
Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang atau hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim atau cuaca atau
suhu yang ekstrim (perubahan yang tiba-tiba)?
Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis alergi)?
Apakah dalam keluarga (kakek atau nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara
sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatnya kelainan. Selain
itu perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma paling sering
ditemukan adalah wheezing (mengi), tetapi pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi
diluar serangan. Pada serangan asma umumnya terdengar mengi, disertai tanda-tanda lainnya,
pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest) dan pasien dalam
keadaan sianosis dan kesadaran menurun. Pasien yang mengalami serangan asma, pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan:1
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis. TD 110/70 mmHg. Nadi 112x/menit. RR
28x/menit cepat dangkal. T 36,70C. Paru: vesikuler
Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela
iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis, kelainan bentuk dada (Barrel-
shape, kifosis, skoliosis, pectus excavatum, pectus carinatum). Pasien lebih nyaman
dalam posisi duduk.
Palpasi: statis (pemeriksaan kelenjar getah bening untuk kanker paru, pemeriksaan posisi
trakea dan apeks jantung, pemeriksaan kelainan dinding dada seperti tumor, nyeri tekan
pada dindind dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain); dinamis
(pemeriksaan vokal fremitus mengeras pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif dan yang
melemah pada emfisema, hidrothoraks, atelektasis).
Perkusi: biasanya tidak ada kelainan yang nyata.
Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing +/+. Ronki basah kasar -/-
Penemuan tanda pada fase pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari derajat
obstruksif saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat
sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan
dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai
mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.1
Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik. Penurunan FEV1/FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. (normal 80%)Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.2
2. Peak Flow Meter/PFM. Alat pengukur faal paru sederhana yang digunakan untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat
normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena
PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM
mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik.2
3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan
asma. Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:2
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi
IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor
pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.2
5. Pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:2
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
6. Pemeriksaan darah2
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
Hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Diagnosis kerja
Paru Obstruksi Kronik [PPOK] adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran udara
pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease [COPD]. Normalnya,saat kita bernapas, udara akan masuk
melalui hidung atau mulut, melalui tenggorokan, trakea, bronchus [cabang trachea,
mengandung lendir dan cilia yang berfungsi untuk proses pembersihan udara], bronchiolus
[cabang bronchus], dan kemudian ke alveoli [kantung-kantung udara di paru]. Setelah itu
terjadi pertukaran antara oksigen dan carbon dioksida. Oksigen akan diserap ke dalam
pembuluh darah, sedangkan carbon dioksida akan dikeluarkan melalui saluran napas.3
PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk
berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari
PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala
semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan
tidak ada hubungannya dengan alergi.
1. Bronchitis Chronic
Bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang biasanya mengenai trachea
dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan “laringotracheobronchitis”. Radang ini
dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
sistemik, misalnya pada morbili, pertusis, difteri.
Ditandai dengan batuk kronik mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling
sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada
penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama
disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan
sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.2
Gambar 2. Bronkitis
Gejala :
2. Emphysema
Emfisema merupakan pembesaran/pelebaran ruang udara bronkhiolus terminalis dari
alveolus, terjadi destruksi dinding alveolus dan dinding kapiler.
Factor-faktor karna asap rokok/polusi udara.1
Gejala klinis :
1. Sesak napas dengan ekspirasi memanjang
2. Batuk menahun
3. Pembesaran dada
Gambar 3. Emphysema
Mekanisme penyakit :
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada
fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan
fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara
vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.1
Diagnosis PPOK Eksaserbasi akut
Penyakit paru obstruktif kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut.PPOK
dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat
akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga
pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa dilakukan. Pasien yang
mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yangs
emakin bertambah, batuk ptoduktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum dan ada
juga gejala seperti malaise, fatique dan gangguan susah tidur.
PNEUMONIA
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksemia
dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit. Dengan kata lan Pneumonia
adalah peradangan paru di mana asinus tensi dengan cairan, dengan atau tanpa disertai infiltrasi
sel radang kedalam dinding alveol dan rongga interstisium.
Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan tetapi kadang kala juga masuk
melalui sistem peredaran darah apabila pada bagian tubuh kita ada yang terinfeksi. Sering kali
bakteri itu hidup pada saluran pernafasan atas yang kemudian masuk ke dalam arteri. Ketika
masuk ke dalam alveoli, bakteri melakukan perjalanan diantara ruang antar sel dan juga
diantara alveoli. Dengan adanya hal tersebut, sistem imun melakukan respon dengan cara
mengirim sel darah putih untuk melindungi paru-paru. Sel darah putih (neutrofil) kemudian
menelan dan membunuh organisme tersebut serta mengeluarkan sitokin yang merupakan hasil
dari aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya demam, rasa dingin
(menggigil), lemah yang merupakan gejala umum dari pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri ataupun jamur. Neutrofil, bakteri, dan cairan mempengaruhi keadaan sekitarnya dan
juga mempengaruhi transportasi O2.
B. Epidemiologi3
Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai 20-3-% National Heart Lung
and Blood Institue melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk Amerika. Data pada
pewarisan asma adalah paling cocok dengan determinan poligenik atau multi faktorial. Anak
dengan satu orang tua yang terkena mempunyai resiko menderita asma sekitar 25%, risiko
bertambah menjadi sekitar 50%jika kedua orangtua asmatis. Namun, asma tidak secara
universal ada pada kembar monozigot. Labilitas bronkial dalam responsnya terhadap uji
olahraga juga telah diperagakan pada anggota keluarga anak asmatis yang sehat.
C. Etiologi3
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka
akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik
atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c.Stres
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
II. Persisten
Ringan Mingguan APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
tetapi < 1x/ hari APE 80% nilai terbaik
* Serangan dapat * Variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktiviti
dan tidur
III. Persisten
Sedang Harian APE 60 – 80%
* Gejala setiap hari * > 1x / seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi
* Serangan mengganggu APE 60-80% nilai terbaik
aktiviti dan tidur * Variabiliti APE > 30%
*Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten
Berat Kontinyu APE 60%
* Gejala terus menerus * Sering * VEP1 60% nilai prediksi
* Sering kambuh APE 60% nilai terbaik
* Aktiviti fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%
E. Gejala Klinis4
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk
yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan
makin lama makin meningkatatau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau
lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan
otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk
hamper selalu ada,bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin
kentaldahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. Dalam keadaan sesak napas hebat,
penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang
kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary
Disease(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidungyang
sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat(takipneu), otot
Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Padafase permulaan, sesak napas
akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2,tetapi pH normal atau sedikit naik.
Hipoventilasi yang terjadi kemudian akanmemperberat sesak napas, karena menyebabkan
penurunan PaO2 dan pH sertameningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan
darah dan denyutnadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin
dalam darah akibat respons hipoksemia.
F. Penatalaksanaan6,7,8
Tujuan pengobatan asma :
a. Menghilangkan & mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal
d. Mengupayakan aktivitas normal (exercise)
e. Menghindari ESO
f. Mencegah airflow limitation irreversible
g. Mencegah kematian
Penatalaksanaan Khusus
1. Pemakaian obat-obat.
Pemakaian obat-obat bronkodilator hingga sekarang masih tetap merupakan tonggak utama
pengobatan asma bronkial.
Bronkodilator
— Golongan simpatomimetik : adrenalin, isoprenalin, agonis beta.
— Golongan xantin : aminofilin.
— Golongan penghambat kolinergik : ipratropium bromid.
— Obat-obat lain.4,5
Tabel 3. Dosis dan frekuensi pemberian bronkodilator secara inhalasi dosis terukur (IDT).
Obat Dosis/puff Frekuensi pemberian
Salbutamol (Ventolin®) 100 mcg 3 - 6 kali/hari
Feneterol (Berotec®) 200 mcg 3 - 6 kali/hari
Terbutalin (Bricasma®) 250 mcg 3 - 6 kali/hari
Orciprenalin (Alupent®) 750 mcg 4 - 6 kali/hari
Ipratropium bromid 20 mcg 3 - 4 kali/hari
(Atrovent®)
G. Prognosis
Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat, prognosa terhadap adalah baik.
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukan kurang dari
5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun,
angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.6
H. Komplikasi5
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi
berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat
digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan
kolapsnya paru.
I. Pencegahan8
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah
jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yangdipicu oleh olah raga bisa
dihindari dengan meminum obat sebelum melakukanolah raga. Ada usaha -usaha
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegahdatangnya serangan penyakit asma,
antara lain :
1 . Menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan asma. Bila
penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi juga berate
mudah untuk mendapat serangan penyakit asma beserta komplikasinya. Usaha menjaga.
ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang
cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
J. Kesimpulan
Asma bronkial merupakan suatu penyakit obstruksi saluran napas yang bisa menjadi
kronik. Terdapat berbagai penyebab yang bisa menginduksi berlakunya asma bermula dari
individu yang atopic, faktor genetic dan faktor lingkungan. Penderita asma akan mengeluhkan
sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat mengalir dengan lancer pada saluran
nafas yang sempit dan hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat
bernapas. Pada penderita asma , penyempitan saluran pernapasan yang terjadi dapat berupa
pengerutan dan tetutupnya saluran pleh dahak yang diproduksi secra berlebihan dan
menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut. Untuk menghindari
adanya komplikasi, diperlukan diagnose tepat dan pengobatan yang tepat sehingga dapat
mengurangi terjadinya komplikasi.
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi 4. Jakarta (Indonesia): Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006. h. 404-414
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan asma di
Indonesia. 2003.h.41-53.
3. Antariksa, Budhi,. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Departemen Pulmonologi dan
ilmu kedokteran Respiratori. Jakarta, FKUI. 2009, h.
4. Djojodibroto DR. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC. 2009.h.110-5.
5. Price, Slyvia A dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi konsep dasar klinis proses-proses
penyakit, Edisi 4. Jakarta : EGC, 2004
6. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon, vol 58 no 11,
hal 446-9, 2008.
7. Baratawidjaja K, Sundaru H. Asma bronkial: patofisiologi dan terapi. Cemin Dunia
Kedokteran 2005; 121:29-30.
8. Setiawati, Arini, dan Sulistia Gan. Obat Adrenergik. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Gunawan, Sulistia Gan, dkk. Ed. Ke-5. Jakarta: Departemen Farmakologi FKUI, 2008: 11-
20