Anda di halaman 1dari 10

Gastroesophageal Refluks pada Bayi Usia 2 Bulan

Alda Vania Ardiansyah

102017204 / C2

alda.2017fk204@civitas.ukrida.ac.id

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat

Abstrak

Gastroesofagus Refluks (GER) merupakan hal yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Refluks Gastroesofagus (RGE) didefinisikan sebagai pasase isi lambung kedalam esofagus
yang berlargsung secara involunter. Pada pemeriksaan anak sangat penting untuk melakukan
anamnesis pada pengasuh dengan detail lalu melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang
untuk menegakkan diagnosa. Diagnosa banding dari GER yaitu GERD, lactose intoleran,
alergi susu sapi, stenosis pylorus, dan atresa duodenum. Pada kasus GER, penanganan yang
dilakukan dapat dengan edukasi kepada pengasuh bayi.

Kata Kunci: Refluks gastroesofageal, lambung, esofagus

Abstract

Gastroesophagus Reflux (GER) is a common thing in newborns. Gastroesophageal reflux


(RGE) is defined as the passage of gastric contents into the esophagus which is involuntary.
On examination of the child it is very important to take care of the caregiver with details and
then do a physical examination and support to make the diagnosis. The differential diagnosis
of GER is GERD, lactose intolerance, cow's milk allergy, pylorus stenosis, and duodenal
atresa. In the case of GER, treatment can be done with education for baby caregivers.

Keywords: Gastroesophageal reflux, stomach, esophagus


Pendahuluan
Refluks Gastroesofagus (RGE) didefinisikan sebagai pasase isi lambung kedalam
esofagus yang berlargsung secara involunter. Keadaan ini sering ditemukan pada bayi dan
merupakan salah satu keluhan yang sering disampaikan oleh orang tua pada saat kunjungan
ke dokter. sebagian besar bayi memperlihatkan maoifesusi klinis yang bervariasi. lstilah

1
regurgitasi digunakan gurgitdJi sebagai menifeslasi klinisnya sedangkan sebagian lainnya
bila bahad refluks tersebut dikeluarkm melalui mulut. GER merupakan penyakit atau suatu
hal yang sering terjadi pada bayi usia dibawah 4 bulan. Hal tersebut terjadi dikarenakan
Anamnesis

Anak yang masih kecil mungkin tidak dapat menjelaskan gejala secara tepat, sehingga
penting untuk mendengarkan laporan dari orang yang mengasuhnya. Penilaian riwayat
penyakit secara baik sebelum melanjutkan kepemeriksaan fisis dan pemeriksaan diagnostic
membantuk mempersempit kemungkinan dan memungkinkan pemeriksaan yang lebih
terfokus dan penggunaan uji diagnostic secara lebih tepat. Identifikasi yang diperlukan
berupa gejala, pemicu yang menimbulkan gejala menjadi lebih berat atau lebih ringan dan
gejala yang berkaitan (misalnya demam,penurunan berat badan), serta penularan ke orang
lain.

Didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:

• Bayi usia 2 Bulan mengeluh sering muntah

• Muntah setiap menyusu 1-2 sdm sejak 2 minggu yang lalu

• Pemberiaan mix feeding

• Tidak ada diare, demam, ruam kulit/batuk,bayi cukup bulan, BB tidak menurun, tidak
kembung, BAB normal.

Pemeriksaan Fisik

Anak dengan keluhan saluran cerna memerlukan pemeriksaan fisis secara lengkap dan
pemeriksaan abdomen yang teliti. Pemeriksaan eksternal secara hati-hati dilakukan untuk
mengevaluasi adanya distensi abdomen, memar atau perubahan warna, vena yang abnormal,
dll. Melakukan auskultasi untuk mendengarkan keadaan bising usus apakah terdapat
abnormalitas atau tidak. Palpasi dilakukan untuk menilai adanya nyeri, memperlihatkan
lokasi, ekspresi wajah, defans muskularm dan nyeri lepas. Melakukan palpasi juga untuk
menilai adanya feses atau massa.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan:

 Keadaan umumnya tampak baik

2
 Kesadaran compos mentis
 Suhu : afebris
 Nadi: 120x/menit
 Nafas 40x/menit
 Pada kepala teraba ubun-ubun besar terbuka datar
 Mata tidak cekung
 Mucosa bibir terlihat lembab

Pemeriksaan Abdomen:

- Inspeksi: perut tampak buncit


- Palpasi : Normal
- Perkusi : timpani
- Auskultasi: normoperistaltik

Pemeriksaan Penunjang1-3
Selain pemeriksaan fisik yang utama, pemeriksaan penunjang juga dilakukan sebagai
langkah untuk memperkuat/ menegakkan atau menyingkirkan diagnosis. Pada anak, diagnose
seringkali cukup berdasarkan gejala klinis regurgitasi dan tanpa komplikasi. Pemeriksaan
penunjang diperlukan bila terdapat gejala persisten atau komplikasi. Beberapa pemeriksaan
penunjang untuk GER:
1. Foto barium serial saluran cerna atas
Dapat menyingkirkan kemungkinan obstruksi outlet gaster, malrotasi, atau
kelainan anatomi lain yang dapat menyebabkan GER. Pemeriksaan dilakukan
secara singkat dan hasil negative tidak menyingkirkan GER.
2. Pemantauan pH esophagus selama 24 jam
Menggunakan elektroda pH yang diletakkan transnasal dalam esophagus distal.
Data dikumpulkan selama 24 jam, dan dilakukan analisis jumlah dan pola
kejadian refluks asam.
3. Pemantauan impedansi esophagus
Mencatat perpindahan cairan gaster yang kaya elektrolit ke dalam esophagus.
4. Endoskopi
Bermanfaat untuk menyingkirkan esophagitis, striktur esophagus, dan kelainan
anatomi.

3
Working Diagnosis
GER1-3

Gastroesofagus Refluks (GER) didefinisikan sebagai pergerakan retrogard isi


lambung ke dalam esophagus tanpa upaya. Pada bayi, GER tidak selalu merupakan
keadaan yang abnormal. Regurgitasi yang merupakan gejala klinis tersering GER,
merupakan keadaan fisiologis pada bayi dibawah umur 12 bulan. Lebih dari 50& bayi
berumur 2 bulan dilaporkan pernah mengalami regurgitasi. Regurgitasi sebagai gejala
GER fisiologis, selama asupan nutrisi adekwat dan tidak terdapat tanda komplikasi
atau esophagitis.

Diagnosis Banding

1. Intoleransi Laktosa 2
Defisiensi kongenital jarang terjadi tetapi defisiensi lactase dengan onset-
lambat sering terjadi. Tidak adanya aktifitas epitel mukosa bersilia
laktasemenyebabkan malabsorpsi laktosa dan diare osmotic gejala mulai dari usia 8-
15 tahun yang meliputi kram dan nyeri abdomen, kembung, disertai diare asam
(mengandung bahan reduksi). Pengobatannya biasanya menggunakan susu formula
yang tidak mengandung laktosa.

2. Atresia Intestinal (Duodenum)2,3


Atresia duodenum Atresia duodenum adalah suatu keadaan kegagalan
kanalisasi pada masa embrional disertai atresia di bagian usus lainnya. Gejala klinis
yang sering terjadi adalah muntah-muntah yang mengandung empedu. Bila atresia di
bawah ampula vateri, muntahnya berupa gumpalan susu atau muntahnya keruh.
Gejala lainnya yaitu mekonium tidak keluar dalam waktu lebih dari 24 jam.Pada
penderita atresia duodenum, distensi abdomen terjadi pada bagian atas.Bila penderita
habis minum, tampak gerakan peristaltik melintasi garis tengah, dari kiri ke
kanan.Dengan foto abdomen polos, tampak adanya gambaran “Double buble” yaitu
tidak adanya gambaran udara di usus halus. Pengobatan definitif adalah operasi.
3. Stenosis Pilorus1-3
Stenosis Pylorus adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
penyempitan dari sfingter pylorus.Sfingter pylorus adalah bagian otot yang ada di
bagian bawah lambung, yang berfungsi untuk mengendalikan pengosongan lambung.

4
.Kondisi ini juga dikenal sebagai stenosis pylorus hipertrofik infantil.Hal ini
merupakan penyebab penyumbatan usus yang paling umum pada bayi.Hal ini terjadi
ketika otot-otot pylorus menebal, yang dapat disebabkan oleh pengguanaan
eritromisin, suatu antibiotik.Hal ini mencegah makanan masuk ke usus halus.Bayi
dapat muntah, mengalami dehidrasi, dan kehilangan berat badan. Stenosis Pylorus
memerlukan perawatan medis secepatnya untuk mencegah dehidrasi yang
mengancam jiwa dan ketidakseimbangan elektrolit.
4. GERD1-3

Gastroesophageal reflux disease (GERD), adalah kondisi kronis kerusakan


mukosa yang disebabkan oleh asam lambung yang datang dari perut ke
kerongkongan. Sesekali refluks menyebabkan mulas, tapi refluks kronis menyebabkan
refluks esofagitis, GERD, dan kadang-kadang esophagus Barret.

GERD biasanya disebabkan oleh perubahan dalam persimpangan antara perut


dan kerongkongan, termasuk relaksasi abnormal sfingter esofagus bagian bawah,
yang biasanya memegang bagian atas perut ditutup, gangguan pengusiran refluks
lambung dari kerongkongan, atau hernia hiatus. Perubahan ini mungkin permanen
atau sementara.

GERD mungkin sulit untuk mendeteksi pada bayi dan anak-anak, karena mereka
tidak bisa menjelaskan apa yang mereka rasakan dan indikator harus diperhatikan.
Gejala dapat bervariasi dari gejala dewasa yang khas. GERD pada anak-anak dapat
menyebabkan muntah, batuk, dan masalah pernapasan. Tangisan, menolak makanan,
menangis untuk makanan dan kemudian menarik dari botol atau payudara hanya
menangis untuk itu lagi, kegagalan untuk menambah berat badan yang memadai, bau
mulut, dan bersendawa juga umum. Anak-anak mungkin memiliki satu gejala atau
banyak; tidak ada gejala tunggal universal dalam semua anak dengan GERD.

5. Cow Milk Allergy3

Protein dalam susu sapi dan susu kedelai dapat menyebabkan jejas peradanga
usus halus yang dimediasi imun, dengan atrofi vili. Protein tersebut juga dapat
menyebabkan jejas pada usus besar, menyebabkan kolitis (peradangan dengan atau
tanpa urelasi). Mekanisme imun yang tepat belum diketahui. Sekitar 6-8% bayi

5
intoleran dengan protein susu sapi dan 20-30% dari kelompok ini juga intoleran
terhadap susu protein kedelai. Sindrom intoleransi protein susu biasanya dimulai dari
bulan pertama bayi lahir. Bayi prematur beresiko lebih tinggi. Pengobatan pada bayi
yang mendapat ASI yaitu menghentikan konsumsi produk-produk susu pada ibu dan
menambah diet ibu dengan kalsium dan vitamin D.

6. Gastroenteritis

Gastroenteritis (gastro) adalah infeksi usus yang menyebabkan diare (berair, kotoran
berair) dan kadang-kadang muntah. Muntah bisa sembuh dengan cepat, tetapi diare dapat
bertahan hingga 10 hari. Gastro dapat disebabkan oleh banyak kuman yang berbeda,
meskipun penyebab paling umum dari gastro adalah infeksi virus. Sebagian besar anak tidak
perlu minum obat gastro; Namun, penting bahwa mereka minum banyak air untuk
menghindari dehidrasi. Gastro menyebar dengan mudah, dan lebih sering dan parah pada bayi
dan anak kecil. Bayi di bawah enam bulan dapat mengalami dehidrasi dengan sangat mudah
dan perlu diperiksa oleh dokter umum jika mengalami gastro.4

Penderita gastro biasanya mengalami hal seperti:4

1. merasa tidak enak badan, dan tidak mau makan atau minum
2. muntah dalam 24 hingga 48 jam pertama (biasanya sebelum diare dimulai)
3. menderita diare, yang dapat bertahan hingga 10 hari
4. menderita sakit perut
5. sedang demam.

Patofisiologi GER

Muntah adalah penyemburan keluar isi lambung yang dilakukan dengan upaya dan
kekuatan. Perlu diingat bahwa muntah dikontrol oleh pusat emesis medulla di dasar ventrikel
keempar, mungkin diperngaruhi oleh rangsangan GI dan non-GI. GER di sisi lain adalah
regurgitasi isi lambung tanpa upaya, namun GER dapat proyektil (menyembur). Relaksasi
transien sfingter esophagus bawah yang tidak berkaitan dengan menelan tampaknya
merupakan penyebab GER.faktor yang diperkirakan ikut berperan adalah berkurangnya tonus
esophagus bawah dan melambatnya pengosongan lambung. Faktor-faktor penting agar
mekanisme ini terjadi, dipengaruhi oleh segmen esophagus intraabdominal, selaput lendir di

6
esophagus distal, dan motilitas esophagus. Pada bayi, fungsi ini belum berfungsi baik,
terutama karena belum terbentuknya segmen esophagus intra abdominal.1-3

Epidemiologi

Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-
baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia.
Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-
4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki menempati
posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang
sama; di Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari
2,7% (1991-1992) menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di
Indonesia. Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSUPN
Cipto Mangunkusumo didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua pasien yang
menjalani endoskopi atas dasar dispepsia.3

Etiologi
Penyakit gastroesofageal refluks bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh
karena perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara esophagus
dan lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh karena sfingter esophagus bagian bawah
yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus bagian bawah yang bersifat sementara,
terganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esophagus, ataupun hernia hiatus.Asam
lambung merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam
lambung yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa
esofagus pada pasien GERD.1-3

Penyebab dari Penyakit Refluks Gastro Esofageal (PRGE) atau Gastro Esophageal
Reflux Disease (GERD) pada bayi umumnya diakibatkan oleh sistem pencernaannya yang
belum berkembang secara maksimal atau belum dewasa sehingga menyebabkan kelainan
pada Lower Esophageal Sphincter (LES) dimana seharusnya membuka untuk membiarkan
makanan lewat dan menutup setelahnya, namun karena tonusnya yang lemah atau menutup
yang tidak sempurna atau relaksasi tonus LES yang tidak seharusnya menyebabkan LES
terbuka kembali sehingga makanan dapat keluar kembali. Namun juga ditemukan penyebab –
penyebab lainnya yang mungkin saja menyebabkan terjadinya GERD yaitu, obesitas, makan
yang berlebihan, dan pengobatan tertentu. GERD juga dapat diturunkan secara genetik,

7
sehingga pentingnya melakukan anamnesa perihal di dalam keluarga apakah ada yang pernah
atau sedang mengalami hal serupa.2,5

Manifestasi Klinis1-3
Gejala RGE dapat ditemukan secara insideotil pada anak normal, sedangkan pada
keadaan patologis gejala tersebut akan terlihat lebih sering. Regurgitasi merupakan gejala
klinis yang paling sering diiumpai pada bayi. cejala ini merupakan gejala awal RGE dan
sering digunakan sebagai peranda RGE pada bayi, Sekitar 70% bayi yang diperiksa terhadap
kemungkinan adanya RCE datang dengan keluhan rcgurgitasi. Sekitar 25% bayi dengan
regurgitasi dikeluhkan oleh orang tua sebagoi suatu hal yang bermasalah, baik itu dalam
fiekuensi maupun volume refluks, dan merupakan alas an untuk membawa bayi bembat ke
doiter.l 2 Regurgitasi umumnya jamng ditemukan di atas umur I tahun. Pada beberapa bayi
dapai ditemukan keadaan silerll goslroesophageol reJluks diseases (GERD), yaitu bayi yang
beldasarkan pemeriksaan pH-metri jelas memperlihatkan adanya RGE tetapi tidak
memperlihalkan gejala klinis.'

Penatalaksanaan
Tatalaksana konservatif2
- Handuk pada bahu orang yang mengasuh
- Makanan/minuman yang ditebalkan (dikentalkan)
- Terapi posisi seperti tegak saat duduk, elevasi bagian kepala dari tempat tidur
bayi. Posisi tengkurap dengan kepala lebih tinggi dapat membantu.
Terapi Medis
Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin.
Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi.3,8
 Simetidin: 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
 Ranitidin: 4xl50mg
 Famotidin: 2 x 20 mg
 Nizatidin: 2xl50mg
Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-

8
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H,
K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.Obat-
obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagus,
bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonist
reseptor H2.Dosis yang diberikan untuk GERDadalah dosis penuh, yaitu:3,8
Omeprazole: 2 x 20 mg
Lansoprazole: 2 x 30 mg
Pantoprazol: 2 x 40 mg
Rabeprazole: 2 x 10 mg
 Esomeprazol: 2 x 40 mg
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.
Terapi bedah
Nissen fundoplication merupakan prosedur operasi yang paling umum dilakukan.
Tindakan yang dilakukan berupa pembungkusan fundus lambung 360o sekitar esofagus distal.
Prosedur Nissen dan prosedur terkait lainnya dapat dilakukan secara laparoskopi.
Fundoplication laparoskopik telah diteliti dengan baik dan telah disetarakan dengan prosedur
terbuka pada dewasa. Laparosopic Nissen Fundoplication (LNF) secara umum telah
menggantikan prosedur nissen fundoplication yang dilakukan secara terbuka (ONF), ini
dikarenakan LNF menurunkan angka kesakitan, memperpendek waktu perawatan di rumah
sakit, dan kemungkinan komplikasi pasca operasi yang lebih sedikit.1

Nissen fundoplication telah secara luas dilakukan sebagi terapi bedah untuk kasus
GERD, namun prosedur ini berhubungan dengan tingginya angka kejadian disfagia pasca
operasi dan angka kejadian rekuren yang tinggi pada anak dengan disability. Oleh karena itu,
prosedur Thal fundoplication pada kemudian mulai dipopulerkan dan digunakan oleh banyak
ahli bedah hingga saat ini.3

Prognosis
Prognosis umumnya baik jika tidak terjadi komplikasi dan penangan dengan edukasi
diberikan kepada pengasuh bayi dijalankan dengan baik.

Kesimpulan

9
Bayi usia 2 bulan muntah selama habis minum susu terkena GER (Gastroesofageal
Refluks). Pada bayi penyakit ini bisa disebabkan oleh sistem pencernaan yang belum
berkembang dengan baik. Apabila ditangani dengan tepat maka prognosisnya akan baik.
Dalam mencegah terjadinya GER, ibu pasien diberikan edukasi untuk meninggikan posisi
kepala bayi pada saat memberi ASI atau susu, tujuan mencegah refluks asam dari lambung ke
esofagus.
Daftar Pustaka

1. Behrman RE. Esensi Pediatri Nelson. Ed. IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta;
2010.h.530-5.
2. Behrman RE. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed. VI. Elsevier :Jakarta; 2014.h.455-69.
3. Bernstein D. Ilmu Kesehatan Anak untuk Mahasiswa Kedokteran. ED III. Penerbit
Buku Kedokteran EGC:Jakarta;2016.h.330-1.
4. Webmaster. Gastroenteritis (gastro). [online]. Diakses pada tanggal 20 May 2019.

Terdapat di URL: https://www.rch.org.au/kidsinfo/fact_sheets/Gastroenteritis_gastro/

5. Makmun, dadang. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II


ed.3 FKUI. Jakarta. 2009.
6. Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007.
7. Issebacher K J, Braunwald E, Wilson J D, Martin J B, Fauci A S, Kasper D L.
Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam ed 13. Jakarta: EGC;2015.h.1524-29.
8. Departemen Farmakologi. Farmakoterapi Aplikasi Buku Ajar Farmakologi. Ed I. FK
UKRIDA: Jakarta;2016. h.133-42.

10

Anda mungkin juga menyukai