Anda di halaman 1dari 11

OSMOREGULASI

Nama : Gita Wulandari


NIM : B1A017008
Rombongan : III
Kelompok :1
Asisten : Afif Ghalib Ammar Zain

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salinitas adalah gradien lingkungan utama yang membedakan ekosistem air


tawar, laut, atau muara (Griffith, 2017). Salinitas merupakan faktor eksternal yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi, karena energi digunakan untuk
proses osmoregulasi apabila salinitas terlalu tinggi atau rendah dari lingkungan
hidupnya (Lestari et al., 2017). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan konsumsi pakan. Kemampuan
ikan untuk bertahan pada media bersalinitas tergantung pada kemampuan untuk
mengatur cairan tubuh sehingga ikan mampu mempertahankan tingkat tekanan
osmotik yang mendekati normal. Kemungkinan ikan yang berukuran lebih besar
mempunyai kemampuan mengatur cairan tubuh yang lebih baik. Kesempurnaan
organ dari ikan uji merupakan salah satu faktor utama yang mendukung
keberhasilan dari adaptasi ikan-ikan uji yang digunakan terhadap perlakuan yang
diberikan (Rahim et al., 2015).
Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan
tekanan osmosis (osmosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti mendorong)
(Lantu, 2010). Osmoregulasi adalah pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan
sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur perbedaan osmotic diantara
sel dan ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif. Mekanisme osmoregulasi
meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut (Evans, 1988).
Air merupakan media bhidup ikan. Medium suatu perairan berbeda-beda
ada perairan tawar, laut dan payau. Ikan-ikan yang hidup pada media-media ini
telah mampu beradaptasi secara berkelanjutan sampai mengalami mortalitas atau
kematian. Cara ikan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya berhubungan
dengan kandungan garam dalam perairan. Ikan mempunyai daya osmoregulasi.
Batas toleransi kadar garam berbeda-beda sesuai jenis ikan (Lesmana, 2001).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada


hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang
cukup luas), Ikan Nila (Oreochermis niloticus) serta hewan stenohalin, Ikan Nilem
(Osteochilus vittatus) dan atau Kepiting.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Ikan Nilem
(Osteochilus vittatus), Ikan Nila (Oreochermis niloticus), air dengan salinitas 0, 10,
20, dan 30 ppt.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah baskom, akuarium,
oven, skala analitik, dan jarum.

B. Cara Kerja

1. Transfer secara Langsung


1) Empat cangkir tanpa lubang disiapkan setiap cangkir diisi dengan air salinitas
0, 10, 20, 30 ppt.
2) Larva ikan dimasukkan ke dalam cangkir. Setiap cangkir berisi 5 larva.
3) Dilakukan pengamatan dan catat ikan yang masih hidup di setiap salinitas
hingga 0, 10, 20, 30, 40 menit.
2. Transfer secara Bertahap
1) Satu gelas disiapkan, diisi dengan salinitas 0 ppt dan larva ikan dimasukkan.
2) Ikan dipindahkan ke tingkat salinitas setiap hari (0, 10, 20, 30 ppt) dilakukan
selama 4 hari.
3) Dilakukan pengamatan dan diperhatikan ikan yang masih hidup untuk setiap
pengamatan.
3. Kandungan Air
1) Ikan ditimbang sebagai berat sebelum perlakuan.
2) Ikan diletakkan pada tempat yang berisi salinitas air 0, 10, 20, 30 ppt.
3) Ikan diletakkan ke dalam oven dengan suhu 700C kurang lebih selama 7 hari.
4) Berat ikan kering ditimbang setelah perlakuan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer

Salinitas Waktu Pengamatan (menit)


No.
(ppt) 10 20 30 40
1 0 100% 100% 100% 100%
2 10 100% 100% 100% 100%
3 20 100% 100% 100% 100%
4 30 100% 100% 100% 100%

Tabel 3.2. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Gradual Transfer

Salinitas Waktu Pengamatan (jam)


No.
(ppt) 24 48 72 96
1 0 80% - - -
2 10 - 60% - -
3 20 - - 40% -
4 30 - - - 20%

Tabel 3.3. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Direct Transfer

Salinitas Waktu Pengamatan (menit)


No.
(ppt) 10 20 30 40
1 0 100% 100% 100% 100%
2 10 100% 100% 100% 100%
3 20 100% 100% 100% 60%
4 30 100% 20% 0% 0%
Tabel 3.4. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual Transfer

Waktu Pengamatan (jam)


No. Salinitas (ppt)
24 48 72 96
1 0 40% - - -
2 10 - 40% - -
3 20 - - 40% -
4 30 - - - 40%
Tabel 3.5. Pengamatan Kadar Air pada Ikan
Kadar Air (%)
No. Salinitas Nila Nilem
(ppt)
24 jam 24 jam
1 0 75,9% 0%
2 10 75% 38,9%
3 20 68% 48%
4 30 73,8% 73,2%

Perhitungan:
SR = Nt/No x 100%
1. Toleransi Salinitas Larva Ikan Nilem secara Direct Transfer
a. SR pada 10 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 30 ppt = 5/5 x 100% = 100%
b. SR pada 20 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 30 ppt = 1/5 x 100% = 20%
c. SR pada 30 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 30 ppt = 0/5 x 100% = 0%
d. SR pada 40 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 30 ppt = 0/5 x 100% = 0%
2. Toleransi Salinitas Larva Ikan Nilem secara Grdual Transfer
a. SR pada 24 jam
SR 0 ppt = 2/5 x 100% = 40 %
b. SR pada 48 jam
SR 10 ppt = 2/5 x 100% = 40 %
c. SR pada 72 jam
SR 20 ppt = 2/5 x 100% = 40 %
d. SR pada 96 jam
SR 30 ppt = 2/5 x 100% = 40 %
3. Kadar Air Ikan Nilem Perlakuan 24 Jam
a. Salinitas 0 ppt
KA = 0
b. Salinitas 10 ppt
(36−22)
KA = (BB-BK)/BB x 100% = x 100% = 38,9%
36

c. Salinitas 20 ppt
(50−26)
KA = (BB-BK)/BB x 100% = x 100% = 48%
50

d. Salinitas 30 ppt
(56−15)
KA = (BB-BK)/BB x 100% = x 100% = 73,2%
56

4. Kadar Air Ikan Nila Perlakuan 24 Jam


a. Salinitas 0 ppt
(83−20)
KA = (BB-BK)/BB x 100% = x 100% = 75,9%
83

b. Salinitas 10 ppt
(59−15)
KA = (BB-BK)/BB x 100% = x 100% = 75%
59

c. Salinitas 20 ppt
(58−18)
KA = (BB-BK)/BB x 100% = x 100% = 68%
58

d. Salinitas 30 ppt
(88−23)
KA = (BB-BK)/BB x 100% = x 100% = 73,8%
88
B. Pembahasan

Osmoregulasi adalah menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat


terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk mempertahankan
keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat karena
adanya perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia
akan pecah, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air maka sel akan mengkerut
serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis atau pergerakan air dari
cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi menuju ke yang lebih rendah.
Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan dapat dibedakan menjadi
hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik. Hipoosmotik adalah cairan yang
konsentrasi osmotiknya lebih rendah dibandingkan lingkungannya. Isoosmotik
adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama dengan lingkungannya.
Hiperosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih tinggi dibandingkan
lingkungannya (Susilo & Sukmaningrum, 2010).
Hewan dikelompokkan menjadi dua golongan berdasarkan kemampuan
osmoregulasinya yaitu osmoregulator dan osmokonfermer. Osmoregulator adalah
hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya konstan terhadap konsentrasi
lingkungan eksternalnya misalnya pada ikan nila. Osmokonfermer merupakan
hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai konsentrasi
lingkungan eksternalnya misalnya pada ikan laut (Fujaya, 2004).
Berdasarkan kemampuannya dalam bertahan hidup pada salinitas tertentu,
maka hewan dibagi menjadi hewan eurihalin dan stenohalin. Hewan eurihalin
merupakan hewan yang mampu bertahan hidup dilingkungan dengan fluktuasi
osmolaritas eksternal yang sangat besar. Hewan eurihalin juga dapat dikatakan
sebagai hewan yang mampu hidup dalam salinitas yang cukup luas. Contoh hewan
eurihalin adalah ikan salmon, ikan nila dan lain sebagainya. Hewan stenohalin
merupakan hewan yang tidak dapat mentolerir perubahan yang sangat besar dalam
osmoralitas eksternal atau hewan yang hanya mampu hidup dalam salinitas yang
sempit. Contoh hewan stenohalin adalah ikan air tawar seperti ikan nilem (Susilo &
Sukmaningrum, 2010). Percobaan pada praktikum rombongan 3 kali ini adalah
menggunakan ikan nilem. Ikan nilem merupakan ikan air tawar yang termasuk ikan
stenohalin, jadi dia hanya dapat hidup pada salinitas yang sempit sesuai dengan
yang sudah dijelaskan diatas.
Mekanisme osmoregulasi hewan air tawar yaitu proses homeostasis
fisiologis dilakukan dengan membatasi penyerapan air dan mempertahankan
konsentrasi ion yang tinggi dalam cairan intraseluler dan ekstraseluler (Griffith,
2017). Ikan air tawar harus selalu menjaga tubuh agar garam tidak melarut dan
lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan diserap oleh ikan
menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan keseimbangannya
dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat
insang, produksi urinnya encer, mengeluarkan kotoran dan memompa garam
melalui sel-sel khusus pada insang. Cairan tubuh ikan air tawar mempunyai
tekanan yang lebih besar dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung keluar
dari tubuh. Sedangkan ikan yang hidup di air laut memiliki tekanan osmotik lebih
kecil dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung masuk ke dalam tubuh dan
air akan keluar. Agar proses fisiologis di dalam tubuh berjalan normal, maka
diperlukan suatu tekanan osmotik yang konstan. Sifat osmotik air berasal dari
seluruh elektrolit yang larut dalam air tersebut di mana semakin tinggi salinitas
maka konsentrasi elektrolit makin besar sehingga tekanan osmotiknya makin tinggi
(Connaughey & Zottoli, 1983).
Osmoregulasi bagi ikan merupakan upaya ikan untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui
mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Terdapat tiga pola regulasi ion air yaitu
Regulasi hipertonik atau hipersomatik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi
cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media. Hal ini terjadi misalnya pada
ikan air tawar (Potadrom). Regulasi hipertonik atau hiposomotik, yaitu pengaturan
secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media. Hal
ini terjadi pada jenis ikan air laut (Oseandrom). Regulasi isotonik atau isoosmotik,
yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, sama dengan
ikan–ikan yang hidup pada daerah eustaria (Fujaya, 2004). Apabila ikan laut
dimasukkan kedalam salinitas dibawah konsentrasi osmotik tubuhnya maka untuk
menjaga kondisi homeostasis, ikan tersebut membalik arah aliran osmotik secara
aktif sehingga membutuhkan energi, sebelum mencapai salinitas yang lebih rendah
ikan mengeluarkan kelebihan ion yang diserap dari air laut kemudian menjaga
cairan tubuh. Ikan yang hidup diair tawar harus membuang kelebihan air didalam
tubuhnya. Kondisi lingkungan yang mendekati kondisi isoosmotik ikan, maka
energi yang dikeluarkan akan kecil dan ketahanan hidup tinggi (Lestari et al.,
2017). Proses Osmoregulasi pada manusia terjadi diginjal. Ginjal disebut sebagai
osmoregulator, ginjal akan menjaga kesetimbangan cairan tubuh manusia dengan
cara pengeluaran urin baik itu urin pekat maupun urin encer tergantung kondisi
fisiologi tubuh manusia (Gordon, 1977).
Hasil percobaan praktikum osmoregulasi kelompok 1 rombongan 3 pada
adalah pada pengamatan Direct transfer waktu 10 menit pada konsentrasi 0, 10, 20,
30 ppt ikan 100% masih hidup, waktu 20 menit konsentrasi 0, 10, 20 ppt ikan 100%
hidup dan konsntrasi 30 ppt ikan 20% yang masih hidup. Waktu 90 menit ikan pada
konsentrasi 0, 10, 20 ppt 100% hidup dan 0% pada konsentrasi 30 ppt, waktu 40
menit pada konsntrasi 0, 10 ppt ikan 100% hidup, konentrasi 20 ppt ikan 60% hidup
dan konsntrasi 30 ppt ikan 0% atau mati semua. Hasil pengamtan Gradual transfer
pada pengamatan 24, 48, 72 dan 96 jam terdapat 40% ikan yang masih hidup.
Pengamatan kadar air Ikan Nilem dengan salinitas 0 % adalah 0, hal tersebut
diakibatkan karena ikan hilang. Menurut Gordon (1977), semakin tinggi salinitas
maka nilai osmolalitas medium semakin tinggi atau semakin tinggi salinitas maka
kapasitas osmoregulasi juga semakin tinggi.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


Osmoregulasi adalah menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang
ada di dalam tubuh. Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan yang
tergolong ke dalam stenohalin. Semakin tinggi salinitas maka nilai osmolalitas
medium semakin tinggi atau semakin tinggi salinitas maka kapasitas osmoregulasi
juga semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Connaughey, B. H. M. & Zottoli, R., 1983. Introduction to Marine Biology. London :


Moscy Co.

Evans, D. H., 1988. A Putative Role for Natriuretic Peptides in Fish Osmoregulation.
News Physiol. Sci, 7, pp. 15-19.
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan).
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Gordon, M. S., 1977. Animal Physiology. New York : McMillan Publishing.
Griffith, M. B., 2017. Toxicological Perspective on The Osmoregulation and
Ionoregulation Physiology of Major Ions by Freshwater Animals: Teleost
Fish, Crustacea, Aquatic Insects, and Mollusca. Environmental Toxicology
and Chemistry, 36(3), pp. 576–600.

Lantu, S., 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 6(1), pp. 46-50.

Lesmana, D., 2001. Kualitas Air (untuk Ikan Hias Air Tawar). Jakarta : Penebar
Swadaya.

Lestari, S. N., Farida, N. R. & Untung, S., 2017. Perubahan Kadar Protein dan Status
Lipostatik Ikan Sidat, Anguilla Bicolor, Stadia Silver yang Dipelihara pada
Salinitas yang Berbeda. Scripta Biologica, 4(1), pp. 41–45.

Rahim, T., Rully, T. & Hasim., 2015. Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap
Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah
(Oreochromis niloticus) di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 3(1), pp. 39-43.

Susilo, U. & Sukmaningrum, S., 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Angulilla bicolor
McCelland pada Media dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik, 10(2), pp.
111-119.

Anda mungkin juga menyukai