DEFINISI
Sindrom gawat penapasan adalah kondisi yang berkaitan dengan keadaan preterm dan
setiap faktor yang merupakan akibat dari defisiensi fungsi surfaktan.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada system pernapasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan pada paru – paru . Sindroma gagal nafas ( respiratory distress
syndrome , RDS ) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonates .
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru atau tidak adekutanya jumlah surfaktan dalam paru ( Suriadi dan yuliani ,
2001) . Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membrane disease (HMD)
atau penyakit membaran hialin yan melapisi alveoli . afiksia neonaturum adalah keadaan
bayi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir .
Keadaan ini disertai dengan hipoksia , hiperkapnea , dan berakhir dengan asidosis.
ETIOLOGI
Kegawatan pernafasan terjadi pada bayi aterm maupun bayi preterm, yaitu bayi
dengan berat lahir cukup maupun dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Bayi dengan
BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan yang lebih besar karena belum
maturnya fungsi organ – organ tubuh. Kegawatan sistem pernapasan dapat terjadi pada bayi
yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dalam bentuk sindroma gagal nafas dan
asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan. Faktor resiko terjadinya sindrom
gawat nafas adalah :
Bayi premature
Penyakit membrane hialin
Pengembangan paru yang berlebihan
1
PATOFISIOLOGI
Bayi premature lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif . Hal ini merupakan factor krisis dalam
terjadinya RDS . ketidaksiapan paru menjlankan fungsinya tersebut terutama disebabkan
oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadinya kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional ( kapasitas residu fungsional ) ( ilmu kesehatan anak , 1985) . Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intralveolar
yang rendah . Kekurangan atau ketidakmatangan , fungsi surfaktan menimbulkan
ketidaksimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi . Tanpa surfaktan ,
janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu , perlu usaha yang
keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan nafas ( ekspirasi ) sehingga
untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar
dengan disertai usaha inspirasi yang kuat . Akibatnya setiap kali bernapas menjadi sukar
seperti pertama kali bernapas ( saat kelahiran ) . Sebagai akibatnya , janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energy daripada yang is terima dan ini yang
membuat bayi kelelahan , dengan meningkatnya kelelahan , bayi akan semakin sedikit
membua alveoli . Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelektasi.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vascular
resistance) (PVR) yang niainya menurun pada ekspansi paru normal . Akibatnya , terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping
itu , peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikkan parsial sirkulasi darah janin dengan
aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arterious dan foramen ovale.
Kolaps paru ( atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang
menimbulakanpenurunan aksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolism
anaerobic . Metabolisme anaerobic menghasilkan timbunan asam laktat terjadi asidosis
metabolic bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital .
Akibat lainadalah endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya
transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama – sama dengan jringan
2
epitel yang nefrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membaran hialin . Membran
hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebakan paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida dari sisa
pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik . Penurunan pH menyebabkan
vasokontriksi yang semakin berat . Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar ,
Pa02 akan menurun tajam , pH juga akan menurun tajam serta materi yang diperlukan untuk
produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH , suhu , dan perfusi normal afiksia ,
hipoksemia , dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia,
hipotensi , dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan . Lapisan epitel paru dapat
juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi pengaruh penatalaksanaan pernapasan
yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut.
RDS adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi
( kurang dari 48 jam ) dan jika ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam . Proses
perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi
surfaktan.
MANIFESTASI KLINIS
Berat atau ringan gejala klinis pada penyakit SGn sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru . Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan , semakin berat gejala
klinis yang ditunjukkan . gejala dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran . Bayi RDS
yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis lebih baik.
Tanda dan gejala berikut ini terlihat pada 6 sampai 8 jam pertama kehidupan:
1. Takipnea (nafas lebih dari 60 kali per menit)
2. Retraksi interkorsal dan sternal
3. Dengkur ekspitori
4. Pernapasan cuping hidung
5. Sianosis sejalan dengan peningkatan hipoksemia
6. Menurunnya daya kompliance/kembang paru (napas ungkang – ungkit paradorsal)
3
7. Hipotensi sistemik ( pucat perifer,edema,pengisian kapiler tertunda lebih dari 3
sampai 4 detik)
8. Penurunan keluaran urin
9. Penurunan suara napas dengan ronkhi
10. Takikardia pada saat terjadinya asidosis dan hipoksemia
RSD adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri.Perbaikan biasanya terlihat 48 sampai
72 jam seyelah lahir,bila terjadi regenerasi sel alveolar tipe II dan dihasilkannya surfaktan.
Penampakan dan lamanya gejala dapat berubah dengan pemberian surfaktan buatan.
KOMPLIKASI
4
PENATALAKSANAAN MEDIS
5
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Riwayat Maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
DM asupan nutrisi kurang , ANC kurang gangguan tumbuh kembang
janin BBLR kelahiran 20 minggu kurang surfaktan elasitas
menurun.
Tipe dan lamanya persalinan
Stres fetal atau intrapartus
b. Status infant saat lahir
Prematuritas murni
Apgar score,apakah terjadi aspiksia
c. Pernafasan
Kaji usaha pernapasan bayi baru lahir. Catat pergerakan dinding dada, usaha
pernapasan (mendengkur, pernapasan cuping hidung, retraksi), dan warna (sianosis,
pucat, kehitam - hitaman), kulit dan membrane mukosa; auskultasi paru bilateral bila
ada pemasukan udara. Kaji oksigenasi anak. Kaji kebutuhan peningkatan oksigendan
lakukan ventilasi buatan bila diperlukan
d. Kaji status hidrasi. Kaji asupan dan haluaran cairan, serta kadar elektrolit.
Peningkatan usaha bernapas (kerja pernapasan) menyebabkan peningkatan
kehilangan cairan yang tidak tampak.
e. kaji tanda – tanda infeksi : ketidakstabilan suhu, letargi, asupan ASI yang kurang,
dan hipotonia
f. Kaji status nutrisi
g. Kaji bayi baru lahir untuk setiap factor risiko. Waspada terhadap bayi premature dan
setiap bayi yang diduga hipoksia, saat berada dalam uterus atau segera setelah
kelahiran.
h. Kaji interaksi bayi- keluarga
6
i. Kaji kemampuan keluarga untuk melakukan koping terhadap keperluan perawatan di
rumah.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takipneu ( > 60 kali permenit ), pernapasan
mendekengkur , retraksi subkostal/interkostal , pernapasan cuping hidung , sianosis dan
pucat , hipotonus,apneu , gerakan tubuh berirama , sulit bernapas dan sentakkan dagu .
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunkannya pertukaran
udara , nafas e=menjadi parau dan pernapasan dalam . Pengkajian fisikk pada bayi dan
anak dengan kegawatan pernapasan dapat dilihat dari penilaian fungsi repirasi dan
penilaian fungsi kardiovaskuler .
7
1. Frekuensi jantung dan tekanan darah . Adanya sinus takikardi merupakan respon
umum adanya stress , ansietas , nyeri , demam , hiperkapnea , dan atau kelainan
fungsi jantung
2. Kualitas nadi . Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume
dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah , atau tersumbatnya aliran dengan adanya
bercak , pucat dan sianosis.
Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
Nail bed pressure ( tekanan pada kuku)
Blancing skin test , caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik , biasanya tampak kepucatan . Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
3. Perfusi pada otak dan respirasi. Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh /
gelisah diselingi agitasi dan letargi . Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemhan otak , kejang , dan dilatasi pupil.
8
5. Rasio lesitin-sfingomielin dan kadar fosfatidil gliserol cukup untuk menetapkan waktu
untuk menginduksi partus atau operasi sesar efektif sebagi usaha mencegah RSD
DIAGNOSTIS PRENATAL
Untuk menentukan maturitas paru dilakukan pemeriksaan ( tes cairan amnion ) yang
disebut rasio L/S ( lesitin disbanding spingomielin) . Rasio L/S ini brguna untuk menentukan
maturitas paru. Fosfolipid disintesis di sel alveolar dan kosentrasi dalam cairan amnion
selalu berunah selama kehamilan , pada mulanya spingomielin lebih banyak , tapi kra –kira
pada usia 32-33 minggu kosentrasi menjadi seimbang kemudian spingomielin berkurang dan
lesitin eningkat secara berarti sampai usia kehamilan 35 minggu dengan rasio 2:1
INTERVENSI KEPERAWATAN
9
I. Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan defesiensi surfaktan paru
Hasil yang disarankan NOC:
Status Pernafasan : Pertukaran Gas: pertukaran CO 2 atau O2 di alveolar untuk
mempertahankan konsentrasi gas darah arteri
Status Pernafasan : Ventilasi : perpindahan udara masuk dan keluar dari paru-paru
Tujuan/kriteria Evaluasi
Bayi akan menunjukan:
a) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
b) Tidak menggunakan pernafasan mulut
c) Tidak mengalami nafas damgkal atau ortopnea
d) PaO2,PaCO2,Ph arteri dan saturasi O2 dalam batas normal
Intervensi prioritas NIC
1. Pengelolaan Asam-Basa
Kaji fungsi paru:frekuensi nafas,kedalamam dan usaha
Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
Pantau hasil gas darah ( misalnya PaO 2 yang rendah, PaCO2, yang meningkat,
kemundurun tingkat respirasi)
Pantau kadar elektrolit
Observasi terhadap sianosis,terutama membran mukosa mulut.
Berikan obat yang diresepken (misalnya natrium bikarbonat) untuk
mempertahankan keseimbangan asam basa
2. Pengelolaan jalan nafas
Auskultasi bunyi nafas,tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan.
Posisikan kepala bayi hiperekstensi
Lakukan suction
Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2
Lakukan fisioterapi dada
Kolaborasi:
Berikan bronkodilatator aerosol sesuai kebutuhan
Penggatian surfaktan melalui selang endotrakeal (endotracheal tube [ETC]).
10
II. Dx : Pola nafas tidak efektif b.d asidosis respiratorik
Hasil yang disarankan NOC
Status respirasi: Ventilasi: pergerakan udara ke dalam dan ke luar dari paru-paru
Status tanda vital: Suhu,nadi,respirasi,dan tekanan darah
Tujuan/kriteria evaluasi
Bayi akan :
a) Menunjukan pola pernafasan efektif,dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak
berbahaya
b) Menunjukan status pernafasan:ventilasi yang ditunjukan oleh indikator:
Kedalamam ispirasi dan kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu
Bunyi nafas tambahan tidak ada
Nafas pendek tidak ada
Intervensi prioritas NIC:
Pantau adanya pucat dan sianosis
Pantau kecepatan,irama,kedalaman dan usaha respirasi
Pantau pola pernafasan:bradipnea,takipnea,hiperventilasi,pernafasan
kusmull,apneastik, biot dan pola ataksik
Auskultasi bunyi nafas,perhatikan area penurunan/tidak adanya ventilasi dan adanya
bunyi tambahan
Lakukan penghisapan sesuai dengan kebutuhan
Pertahankan oksigen aliran rendah
11
Status gizi: asupan makanan dan cairan: jumlah makanan dan cairan yang dikonsumsi
tubuh selama 24 jam
Tujuan/Kriteria hasil
Bayi akan menunjukan:
a) Tidak terjadi penurunan BB > 10 %
b) Tidak adanya muntah
c) Bayi dapat minum dengan baik
Intervensi:
Observasi intake dan output
Observasi reflek menghisap dan menelan bayi
Berikan infus D 10% sekitar 65-80 ml/kg bb/hari
Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum
Pasang NGT bila diperlukan
Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi dengan prosedur sebagai berikut:
Elevasikan kepala bayi
Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian 6-
8 inchi dari kepala bayi
Timbang BB tiap hari
Kolaborasikan dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi
IV. Dx :Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sensible dan
insesible
Hasil yang disarankan NOC
Keseimbangan cairan;keseimbangan air dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh
Tujuan/kriteria hasil
Bayi akan menunjukan:
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
menampilkan hidrasi yang baik(mrmbran mukosa lembab,mampu berkeringat)
Intervensi:
Pertahankan pemberian infus Dec 10% W 60-100 ml/kgbb/hari
12
Tingkatkan cairan infus 10 ml/kgbbb/hari tergantung dari urine output,penggunaan
pemanas
Pertahankan tetesan infus secara stabil,gunakan infuction pump untuk mencegah
kelebihan atau kekurangan cairan.
Monitor untake cairan dan output dengan cara:
Timbang berat badan bayi setiap 8 jam
Timbang popok bayi untuk menentukan urine output
Tentukan jumlan BAB
Monitor jumlan asupan cairan infus setiap hari
Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam
13