Program D3 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi
Tahun Ajaran 2019/2020
I. Teori Penyakit Imobilisasi
A. Pengertian
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan
normalnya (Mubarak, 2008)
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
(Hidayat, 2009)
Perubahan dalam tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan
gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu
eksternal (mis. Gips atau traksi rangka), pembebasan gerak volunter, atau kehilangan fungsi
motorik. (Potter & Perry, 2005)
B. Penyebab
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran
keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma langsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot
C. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal
ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan
dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan,
sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit,
seperti osteoarthritis.
D. Tanda dan Gejala
Pada umumnya lansia akan mengalami kehilangan total masaa tulang progresif.
Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut, meliputi aktivitas
fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang aktual. Dampak dari kehilangga massa
tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang lebih lunak, dan tertekan,
tulang panjang kurang resisten ketika membungkuk.
Lansia berjalan lebih lambat dan tampak kurang terkoordinasi. Lansia juga
membuat langkah yang lebih pendek, menjaga kaki mereka lebih dekat bersamaan,
yang mengurangi dasar dukungan. Sehingga keseimbangan tubuh tidak stabil, dan
mereka sangat berisiko jatuh dan cedera.
E. Jenis Imobilisasi
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat
suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan
diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi
ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan
sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan idividu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial. (Hidayat, 2009)
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT
↑ pada kerusakan otot.
G. Penatalaksanaan
Therapy/penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain menurut Potter and Perry
(2005) :
1. Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangangkat
klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat, dan memindahkan klien
dengan posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi atau brankar.
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah duduk), posisi litotomi, posisi dorsal
recumbent, posisi supinasi (terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral
(miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2. Mobilisasi Sendi
Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat
mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila klien tidak mempunyai
control motorik volunteer maka perawat melakukan latihan rentang gerak pasif.
Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM aktif
maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi
dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan bawah, pronasi fleksi
bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi
kaki fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal
paha.
3. Mengurangi Bahaya Mobilisasi
Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan
meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk
mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.
II. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas pasien
Anamnesa identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan atau gangguan dalam imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat imobilitas, daerah terganggunya karena imobilitas, dan lama terjadinya
gangguan mobilitas.
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas,
misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovaskular,
trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera
medula spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard,
gagal jantung kongestif), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur,
artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun,
pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian obat seperti sedativa, hipnotik, depresan
sistem saraf pusat, laksansia, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang : Skoliosis, Kifosis, Lordosis.
3) Mengkaji system persendian : Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
4) Mengkaji system otot : Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi,
dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara
berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer,
warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS
0 Mampu merawat sendiri secara
penuh
Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti bau,
siku, lengan, panggul dan kaki.
1 Frekuensi :
Makan 5 10 Jumlah :
Jenis :
2 Frekuensi :
Minum 5 10 Jumlah :
Jenis :
3 Berpindah dari
kursi roda ke
5-10 15
tempat tidur,
sebaliknya
4 Personal toilet Frekuensi :
(cuci muka,
menyisir 0 5
rambut, gosok
gigi)
5 Keluar masuk
toilet (mencuci
pakaian, 5 10
menyeka tubuh,
menyiram)
6 Mandi 5 15 Frekuensi :
7 Jalan
dipermukaan 0 15
datar
8 Naik turun
5 10
tangga
9 Mengenakan
5 10
pakaian
10 Kontrol bowel Frekuensi :
5 10
(BAB) Konsistensi :
11 Kontrol bladder Frekuensi :
5 10
(BAK) Warna ;
12 Frekuensi :
Olahraga/latihan 5 10
Jenis :
13 Rekreasi/ Jenis :
pemanfaatan 5 10 Frekuensi :
waktu luang
Keterangan:
a.130 : mandiri
b.65-125 : ketergantungan sebagian
c.60 : ketergantungan total
g. Pengkajian status mental gerontik
1) Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable
Mental Status Questioner (SPMSQ)
Intruksi ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban. Catat jumlah
kesalahan total berdasarkan10 pertanyaan.