Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering
ketiga di negara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering
menimbulkan kecacatan. Menurut American Heart Association,
diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000
penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Sedangkan Angka kematian
penderita stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun.
Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana
angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian
penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik
terhadap faktor resiko penyakit stroke.

Di indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan


prevalesi penderita stroke nasional. Dari beberapa data penelitian yang
minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit
stroke pada daerah urban sekitar 0,5% (darmojo, 1990) dan angka
insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk
(Suhana, 1994).
Sedangkang dari data survey kesehatan rumah tangga (1995) DepKes
RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian
pertama di indonesia.
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan
yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan
pengetahuan tentang patofisiologi stroke sangat berguna untuk
menentukan pencegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan
angka kematian dan kecacatan.
Berdasarkan gejala klinis, infark serebri dapat dibagai menjadi 3, yaitu
infark aterotrombotik (aterotromboli), infark kardioemboli, dan infark
lakuner. Menurut Warlow dari penelitian pada populasi masyarakat, infrak
aterotrombotik merupakan penyebab stroke yang paling sering terjadi,
yaitu di temukan pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-
40%. Infark aterotrombotik terjadi akibat adanya proses aterotrombotik
pada arteri ekstra dan interakranial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep medis?
2. Apa saja konsep keperawatan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep medis stroke?
2. Mengetahui konsep keperawatan stroke?
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagaian otak
(Smeltezer dan Bare, 2010).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler(Hendro Susilo, 2009).
Menurut Price dan wilson (2008) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurogik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari
beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke
adalah gangguan sirkulasi serebral yang di sebabkan oleh sumbatan
atau penyempitan pembuluh darah oleh karena embosis atau
pendarahan serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan
serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang
timbulnya secara mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
 Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu
perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada suatu atau
keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual
muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik (wanhari, 2008)
 Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda
yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernafasan cepat, nadi
cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kalu kuduk
(Wanhari,2008)

2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2010) stroke biasanya diakibatkan dari
salah satu empat kejadian yaitu:
 Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher
 Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau materi lain yang di
bawa ke otak dari bagain tubuh lain
 Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
 Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian


suplai darah ke otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2009) adalah:
 Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan
fibritensi atrium
 Yang dapat diubah : hipertensi, diabetes melitus, merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepdi oral, dan
hematokrit meningkat.
3. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti
yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik,
kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai
dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering
terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna. Adanya
gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jelas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu:
a. Penebalan dinding arteri serebral yanag menimbulkan penyempitan
sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagaian otak tidak
adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan
iskemik otak
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya
darah ke kejaringan (hemorrhage)
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang
menekan jaringan otak
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang
interstitial jaringan otak

Kontriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit


perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat
dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis
dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu
area dimana jaringan otak normal setidaknya yang masih
mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah
melalui jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi
pada korteks akibat oklusi pembuluh darah akibat gelapnya warna
darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dibatasi
arteri secara arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah
ini selama berlangsungnya peristiwa ini, otorelugasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif. Secara
perubahan tekanan darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral
sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian fungsi neural
dan terjadi kersakan jaringan secara permanen.

4. Menifestasi Klinis
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (
pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejalah sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
 Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau
hemiplegia)
 Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiplegia) yang timbul mendadak
 Tonus otot lemah atau kaku
 Menurun atau hilangnya rasa
 Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
 Afasia ( bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
 Disartria (bicara pelo atau cadel)
 Gangguan persepsi
 Gangguan status mental
 mual, muntah,
 nyeri kepala

5. Pemeriksaan diagnostik
Menurut (Doenges dkk,2014) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada penyakit stroke adalah:
a. Angiogrfi serebral: membantu pembentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti pendarahan, obstruksi arteri atau adanya titik
oklusi/ ruptur
b. CT-scan : memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark
c. Fungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (transient ischaemia
attack) atau serangan iskemia otak spintas. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging) : menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena
e. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
f. EEG (Electroencephalography) : mengidentifikasi penyakit di
dasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi dan spesifik
g. Sinar X: mengambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas,kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.

6. Penalataksanaan Medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika
muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika
stabil
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
katerisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan
hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya pasang
NGT
k. Penatalaksanaan spesifik berupa :
 Stroke non hemoragik : asetosal, neuroprotektor, trombosis,
antikoagulan, obat hemoragik
 Stroke hemoragik : mengobati penyebabnya, neuroprotektor,
tindakan pembedahan menurunkan TIK yang tinggi

Penatalaksanaan medis menurut Smeltzer & Bare (2010) meliputi :


 Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai
tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral
 Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler
 Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer
& Bare (2010) adalah :
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan kejaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah,
curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi
adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
akan menurunkan aliran darah serebral. Disritma dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
trombus lokal. Selain itu, disritma dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki.
B. Konsep Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,suku
bangsa, bahasa,pekerjaan, pendidikan, status, alamat.

2. Pemeriksaan fisik pada kepala


 Inspeksi
Lihat kebersihan kulit kepala,apakah ada ketombe,kutu
kepala,warna rambut,persebaran rambut kepala,dan bentuk
kepala.Bentuk kepala dipengaruhi oleh ras,penyakit,dan lingkugan.
 Palpasi
Rasakan adanya massa pada kepala, adanya perubahan kontur
tengkorak, atau diskontinuitas tengkorak tanyakan apakah klien
merasa nyeri, minta klien untuk menunjukkan dan jangan lanjutkan
palpasi.

3. Pemeriksaan fisik pada mata


 Inspeksi
a. Perhatikan kesismetrisan kedua mata dan alis serta
persebarannya
b. Perhatikan kondisi di sekitar mata, lihat warna kelopak mata
apakah tampak kantung mata
c. Lihat konjungtiva klien
d. Periksa sklera mata klien.
e. Perhatikan kesimetrisan kedua pupil mata. Normalnya pupil
mata berdiameter 3-7 mm, bertepi rata, dan simetris. Kondisi
pupil yang tidak simetris disebut anisokor, pupil mata yang
berdilatasi maksimal disebut midriasis maksimal, serta pupil
mata yang kecil dan berdiameter 1 mm disebut pin point
f. Kaji reflek cahaya mata klien. Normalnya pupil mata akan
mengecil (miosis) jika terkena sinar. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan kodisi ruangan yang agak redup
g. Dilanjutkan dengan pemeriksaan gerakan bola mata
h. Lihat kornea mata klien. Normalnya kornia tidak berwarna
(bening) dan bertepi rata.
 Palpasi
Kaji kekenyalan bola mata. Caranya, minta klien menutup kedua
mata, tekan perlahan dengan kedua tangan pemeriksa. Normalnya
bola mata teraba kenyal dan melenting. Bola mata yang teraba
keras seperti batu dan tidak ada melenting menandakan adanya
peningkatan tekanan intraokuler. Peningkatan tekanan intraokuler
biasaya terjadi pada klien yang menderita glaukoma. Penderita
glaukoma biasanya berusia 40 tahun

4. Pemeriksaan hidung
 Inspeksi
a. Perhatikan kesimetrisan lubang hidung kiri dan kanan
b. Letak hidung terletak di tengah wajah
c. Adanya pernafasan cuping hidung dan munculnya sianosis
pada ujung hidung
d. Adanya produksi sekret,(jika ada)perhatikan
warna,produksi,dan bau sekret
e. Adanya massa pada daerah luar atau didalam hidung
f. Perhatikan kepatenan tiap lubang hidung
g. Periksa apakah tampak perforasi, massa, sekret, sumbatang,
deviasi, pendarahan atau adanya polip dibagian dalam hidung
 Palpasi
Lakukan palpasi pada sinus-sinus hidung dengan menggunakan
ujung ketiga jari tengah. Normalnyaklien tidak mengeluh nyeri atau
teraba panas saat dipalpasi
5. Pemeriksaan Fisik pada telinga
 Inspeksi
a. Lihat kesimetrisan kedua daun telinga
b. Lihat adanya luka/bekas luka pada telinga dan sekitarnya
c. Lihat apakah ada darah atau sekret yang keluar (catat warna,
banyaknya, bau, lama produksi )
d. Lihat apakah gendang telinga dalam kondisi utuh
 Palpasi
a. Palpasi telinga pada daerah tragus, normalnya tidak akan terasa
nyeri
b. Palpasi limfe disekitar aurikel

6. Pemeriksaan pada mulut


 Inspeksi
a. Berdiri agak jauh dari klien,cium aroma nafasnya,normalnya
tercim segar
b. Lipatan nasolabial normalnya terletak ditengah. Lihat adanya
kelainan kogenital seperti sumbing
c. Bibir terletak tepat ditengah wajah,warna bibir merah muda,
lembap, tidak tampak kering (pecah-pecah), tidak tampak
sianosis. Pada penderita herpes biasanya tampak vesikel
disekitar bibir. Vesikel ini akan pecah dan meninggalkan krustae
disekitar bibir
d. Jika klien memakai gigi palsu,lepaskan dahulu. Lihat
kelengkapan gigi klien lihat warna gusi (normalnya berwarna
merah mudah)
e. Perhatikan adanya stomatitis (radang mukosa) dan kelembapan
mulut
f. Posisi lidah tepat ada di tengah perhatikan kebersihan lidah,lidah
yang kotor (coated)bisa ditemukan pada kebersihan mulut yang
kurang
g. Posisi uvula tepat ditengah ,normalnya berwarna merah muda.
7. Pemeriksaan fisik pada leher
 Inspeksi
a. Perhatikan kesimetrisan leher, lihat apakah ada bekas luka
dileher.ketidak simetrisan dapat disebabkan oleh pembengkakan
b. Pulasai yang abnormal, adanya bendungan vena. Jika ada
bendungan aliran kedarah ke V. Trokalis, vena dijugularis akan
menonjol
c. Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan oleh
pembengkakan.ada tidaknya kaku kuduk (saat klien diangkat
kepalanya ,leher dan tubuh akan ikut terangkat),terutama pada
klien dengan tetanus dan meningitis
d. Tortiolis : pada kondisi ini, leher akan miring ketempat yang
sakit dan sulit digerakkan karenatersa nyeri
e. Adanya pembesaran kelenjar limfe . bisa ditemukan pada klien
dengan tuberkulosis kelenjar,leukimia,limfoma maligna
f. Lihat adanya pembesaran pada kelenjar gondok.
Dokumentasikan besar dan bentuknya (difus atau
nodular,konsistensinya (lunak atau keras.
 Palpasi
a. Palpasi deviasi trakea
 Digunakan untuk memeriksa adanya deviasi trakea
 Jika ditemukan deviasi (miring) seperti pada klien pasca
kecelakaan dengan hemotoraks,flail chest
 Posisi klien agak menengadah, dalam posisi semi fowler (45
derajat)
 Menggunakan tiga jari tengah tangan dominan,dua jari yang
samping menempel pada ujung klavikula, jari tengah
menyusuri trakea

b. Palpasi kelenjar limfe


Ada beberapa kelenjar limfe pada leher. Normalnya kelenjar
limfe tidak akan teraba dan tidak akan nyeri saat dipalpasi
c. Palpasi kelenjar toroid
Minta klien untuk menelan,letakkan tangan ditengah
leher,rasakan kelenjar tiroid yang ikut bergerak saat menelan.

8. Pemeriksaan fisik pada toraks


 Inspeksi
a. Lihat gerakan dinding dada , bandingkan kesimetrisan gerakan
dinding dada kiri dan kanan saat pernafasan berlansung
b. Lihat adanya bekas luka, bekas operasi,atau adanya lesi
c. Perhatikan warna kulit di daerah dada, apakah ada warna kulit
yang bereda dengan warna sekitarnya
d. Kaji pola nafas klien,perhatikan adanya retaksi interkosta, dan
penggunaan otot bantu pernafasan bisa ditemukan pada klien
dengan gangguan pemenuhan oksigen
e. Perhatikan bentuk dinding dada klien,bebrapa bentuk dinding
dada adalah
 Dada barel (barrel chest)
 Dada corong (funnel chest)
 Dada burung (pigeon chest)
 Dada normal (normal chest)

9. Pemeriksaan fisik pada abdomen


 Inspeksi
 Perhatikan bentuk abdomen klien, apakah bentuknya datar,
cembung, atau ke dalam?
 Inspeksi warna kulit abdomen (kuning,hijau,kecoklatan)
 Perhatikan elastisitas kulit abdomen
 Lihat bentuknya, adakah asimetris, adakah gerakan peristaltik
usus yang tampak dari luar, kesimetrisan bentuk abdomen, stria,
massa, asites, kaput medusa
 Inspeksi umbilikus , normalnya tidak menonjol
 Lihat apakah klien menggunakan tipe pernapasan abdomen.
 Auskultasi
 Auskultasi dilakukan pada keempat kuadran abdomen. dengarkan
peristaltik ususnya selama satu menit penuh. Peristaltik usus adalah
bunyi seperti orang berkumur, terjadi karena pergerakan udara
dalam saluran pencernaan
 Bising usus normalnya terdengar 5-30 x/menit jika kurang dari itu
atau tidak ada sama sekali kemungkinan ada paralitik
ileus,konstipasi peritonitis atau obstruksi
 Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal, kemungkinan
klien sedang mengalami diare
 Bunyi bising usus yang lebih dari normal,terasa nyeri, dan tampak
dari luar peristaltiknya tampak dari luar (darm countor) karena
adanya obstruksi disebut borborigmi
 Dengarkan apakah ada bisingpada pembuluh darah aorta,fermoral
dan renalis.jika terdengar bising ini kemungkinan ada gangguan
pada pembuluh darah tersebut.jika adanya gangguan pada atrium
kanan,akan tampak pulsasi pembuluh darah disekitar umbilikus.
 Perkusi
 Lakukan perkusi pada kesembilan regio abdomen
 Jika perkusi terdengar timpani,berarti perkusi dilakukan diatas
organ yang berisi udara
 Jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ pada
 Perhatikan perubahan bunyi ini.bunyi normal perkusi abdomen
adalah timpani,jika ada kelebihan udara akan terdengar lebih
nyaring atau disebut hipertimpan
 Perkusi khusus:perkusi ginjal Minta klien untuk miring,cari batas
akhir kosta, ikuti alurnya kebelakang lalu berhenti pada ujung
vertebra (sudut costovertebrae)
 Letakkan pada punggung tangan pada area tersebut, lalu pukulkan
kepalan tangan kanan pada punggung tangan anda
 Normalnya prosedur ini tidak akan rasa nyeri pada klien
 Perkusi khusus: perkusi asites
 Pekak perpindahan (shifting dullnes)
Akan terdengar jika volume cairan asites > 1.500 cc. Prinsipnya,
perkusi akan terdengar timpani pada area yang kosong (berisi udara)
dan terdengar pekak jika terisi cairan/benda pekak.
 Pemantulan gelombang air (undulating fluid wave)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta klien berbaring
terlentang . letakkan tangan yang tidak dominan pada sisi terdekat
dengan pemeriksaan.tangan dominan memberi goncangan pada pada
sisi lain.jika ada asite,gelombang cairan akan terasa memantul
ditangan yang tidak dominan.
 Palpasi
Sebelum palpasi abdomen,lakukan palpasi ringan pada seluruh lapang
abdomen. Tanyakan apakah ada bagian yang terasa nyeri.jika bagian
terasa nyeri,lakukan palpasi terakhir pada daerah tersebut.

10. pemeriksaan ekstermitas bawah


 inspeksi dan palpasi
 pengkajian kaki dan tumit dilakukan dengan posisi
berbaring,inspeksi adanya pembengkakan,kalus tulang dan kaki
yang menonjol,nodul atau deformitas
 lakukan palpasi pada bagian anterior sendi pada tumit catat adanya
pembengkakan,nyeri atau deformitas. Lakukan juga palpasi pada
tendon
 lakukan palpasi pada sendi-sendi jari kaki.catat jika menemukan
abnormalitas, lakukan inspeksi pada telapak kaki catat jika ada
bagia kulit yang pecah-pecah atau terluka perhatikan pula
penonjolan pada tumit
 kaji kemampuan gerak daerah tumit dan kaki normalnya kaki dan
tumit bisa bisa bergerak tanpa rasa nyeridan gerakan bagian bawah
sejajar dengan bagian paha
 kaji kekuatan otot kaki minta klien untuk mengankat kaki tahan
dengan tangan anda
 kaji lutut klien. Inspeksi adanya perubahan bentuk atau
abnormalitas pada patella,lakukan semua palpasi pada semua sisi
patella normal lutut pada patella sejajar dengan kaki bagian atas
dan bawah tidak menonjol ke bagian lateral atau medial
 lakukan pengkajian punggul dan pinggul dengan posisiklien berdiri
perhatikan kesimetrian pantat dan pinggul serta cara berdiri klien
normal klien bisa berjalan dengan tegak dan kedua kaki berayun
simetris
 minta klien berbaring,lalu lakukan palpasi pinggul.tekan pinggul
kearah dalam minta klien untuk memberi tahu terasa nyeri janagn
mengulangi prosedur ini jika klien mengeluh nyeri atau curiga
terjadi fraktur pelvis
 lakukan palpasi pada daerah pretibia untuk mencari adanya
edem.jika ada edema,daerah yang ditekan tidak akan kembali
dalam waktu yang cepat dan terbentuk cekungan pada daerah
tersebut(pitting edema).(oda debora,2011)
NO NANDA NOC NIC
1. Nyeri Akut  Pasien sering  Pasangan akses
berhubungan dengan menunjukkan nasogastrik, vena,
agens cedera biologis atau mengenali subkutan atau spinal,
(mis: infeksi, iskemia, kapan nyeri sesuai kebutuhan
nioplasma) terjadi  Instruksikan pasien
(12,1,00132)  Pasien kadang- dan anggota keluarga
kadang mengenai bagai mana
Batasan karakteristik : menunjukkan cara menggunakan
 Bukti nyeri dengan atau mengenali alat PCA
menggunakan apa yang terkait  Monitor ketat ada
standar daftar priksa dengan gejalah tidaknya depresi
nyeri untuk pasien nyeri pernafasan pada
yang tidak dapat pasien yang beresiko
mengungkapkannya (misalnya., usia lebih
(mis., neonatal dari 70 tahun; riwayat
infant pain scale, henti nafas saat tidur;
pain assessment penggunaan bersama
checklist for senior PCA dengan agen
with limited ability penekan fungsi
to communicate) sistem saraf pusat,
 Keluhan tentang obesitas, pembedaan
karakteristik nyeri abdomen bagian atas
dengan atau pembedahan
menggunakan thorak dan pemberian
standar instrymen bolus PCA lebih
nyeri (mis., McGill darai 1 mg; riwayat
Pain Questionnaire, kerusakan ginjal, hati
Brief Pain paru-paru dan
Inventory) jantung)
 Diaforesis  Instruksikan pasien
 Dilatasi pupil bagaimana
 Laporan tentang meningkatkan atau
prilaku nyeri/ menurunkan titrasi
perubahan aktifitas dosis, sesuai dengan
(mis., anggota laju pernafasan,
keluarga, pemberi intensitas dan kualitas
asuhan) nyeri.
 Ekspresi wajah nyeri  Dokumentasikan
(mis., mata kurang nyeri pasien, jumlah
bercahaya, tampak dan frekuensi dosis
kacau, gerakan mata obat dan respon
berpencar atau tetap terhadap pengobatan
pada satu fokus, nyeri dalam catatan
meringis) perkembangannya
 Mengespresikan
prilaku ( mis.,
gelisah merengek,
menangis waspada)
 Fokus menyempit
(mis., persepsi
waktu, proses
berfikir, interaksi
dengan orang dan
lingkungan)
 Perilaku distraksi
 Fokus pada diri
sendiri
 Perubahan pada
parameter fisiologis
(mis., tekanan darah,
frekuensi jantung,
frekuensi
pernafasan, saturasi
oksigen, dan end-
tidal karbon
dioksida [CO2])
 Keluhan tentang
intensitas
menggunakan
standar skala nyeri
(mis.,skala Wong-
Baker FACES, skala
analog visual, skala
penilaian numerik)
 Perubahan posisi
untuk menghindari
nyeri
 Perubahan selerah
makan
 Putus asa
 Sikap melindungi
area nyeri
 Sikap tubuh
melindungi

Faktor yang
berhubungan :
 Agens cedera
biologis (mis.,
infeksi, iskemia,
neoplasma)
 Agen cederah fisik
(mis., abses,
amputasi, luka
bakar, terpotong,
mengangkat berat,
prosedur bedah,
trauma, olahraga
berlebihan)
 Agens cedera
kimiawi (mis., luka
bakar, kapsaisin,
metilen klorida,
agensmustard).

2. Hambatan komunikasi  Pasien tidak  Kenali emosi dan


verbal b.d gangguan terganggu perilaku fisik (pasien)
persepsi dalam sebagai bentuk
(5,5,00051) menggunakan komunikasi (mereka)
bahasa tertulis  Sediakan metode
Batasan karakteristik :  Pasien sedikit alternatif untuk
 Defisit penglihatan terganggu berkomunikasi dengan
total ketika berbicara (misalnya.,
 Defisit visual parsial menggunakan menulis di meja,
 Disorientasi orang bahasa lisan menggunakan kartu,
 Disorientasi ruang  Pasien cukup kedipan mata, papan
 Disorientasi waktu terganggu komunikasi dengan

 Dispnea ketika gambar dan huruf,

 Gagap menggunakan tanda dengan tangan

 Kesulitan dalam foto dan gambar atau postur, dan

kehadiran tertentu menggunakan


komputer)
 Kesulitan memahami
komunikasi  Monitor proses
kognitif, anatomis dan
 Kesulitan
terkait dengan
mempertahankan
kemampuan berbicara
komunikasi
(misalnya., memori
 Kesulitan pendengaran, dan
mengekpresikan bahasa)
pikiran secara verbal  Modifikasi lingkungan
(mis., afasia, disfasia, untuk bisa
apraksia, disleksia) meminimalkan
 Kesulitan kebisingan yang
menggunakan ekpresi berlebihan dan
tubuh menurunkan distres
 Kesulitan emosi (misalnya.,
menggunakan ekpresi pembatasan kunjungan
wajah dan membatasi suara
 Kesulitan menyusun dari alat yanag
kalimat berlebihan)

 Kesulitan menyusun  Kolaborasi bersama


kata-kata (mis., keluarga dan ahli/terapi
afonia, dislalia, bahasa patologis untuk
disatria) mengembangkan

 Ketidakmampuan rencana agar bisa

bicara dalam berkomunikasi secara

bahasapemberi efektif

asuhan  Instruksikan pasien

 Ketidakmampuan atau keluarga untuk

menggunakan ekpresi menggunakan proses

tubuh kongnitif, anatomis

 Ketidakmampuan dan fisiologi yang

menggunakan ekpresi terlibat dalam

wajah kemampuan berbicara

 Ketidaktepatan
verbalisasi
 Menolak bicara
 Pelo
 Sulit Bicara
 Sulit mengungkapkan
kata-kata
 Tidak ada kontak
mata
 Tidak bicara
 Tidak dapat berbicara

Faktor yang
berhubungan :
 Defek orofaring
 Gangguaan emosi
 Gangguan fisiologis
(mis., tumor otak,
penurunansirkulasi ke
otak, sistem
muskulokeletal
melemah)
 Gangguan
perkembangan
 Gangguan persepsi
 Gangguan psikotik
 Gangguan konsep diri
 Gangguan sistem
syaraf pusat
 Hambatan fisik (mis,,
trakeostomi, intubasi)
 Hambatan lingkungan
 Harga diri rendah
 Kerentanan
 Ketiadaan orang
terdekat
 Ketidak cukupan
informasi
 Ketidak cukupan
stimuli
 Ketidak sesuaian
budaya
 Perogram pengobatan

3. Mual berhubungan  Pasien secara  Dorong pasien untuk


dengan lingkungan konsisten di memantau pengalaman
yang tidak tunjukan dalam diri terhadap mual
menyenangkan ditandai mengenali  Dorong pasien untuk
dengan mual onsep mual belajar strategi
(12,1,00134)  Pasien sering di mengatasi mual sendiri
tunjukan untuk  Obserfasi tanda-tanda
Batasan karakteristik: mendeskripsika non verbal dari
 Keenganan terhadap n faktor-faktor ketidaknyamanan,
makanan penyebab terutama pada bayi,
 Mual  Pasien kadang- anak-anak, dan orang-
 Peningkatan kadang di orang yang tidak
menelan tunjukan untuk mampu untuk
 Peningkatan salivasi mengenali berkominikasi secara
 Rasa asam di dalam pencetus efektif, seperti individu
mulut stimulus ( dengan penyakit
 Sensasi muntah muntah) alzheimer
 Identifikasi faktor-
Faktor Yang faktor yang dapat
Berhubungan: menyebabkan atau
Biofisik berkontribusi terhadap
 Ditensi lambung mual (misalnya, obat-
obatan dan prosedur)
 Gangguan biokimia (  Monitor asupan
mis., uremia, makanan terhadap
ketoasidosis diabetik) kandungan gizi dan
 Iritasi gastrointestinal kalori
 Kehamilan  Evaluasi dampak dari
 Labirinitis pengalaman mual pada
 Mabuk perjalanan kualitas hidup

 Meningitis (misalnya,

 Peningkatan tekanan nabsumakan, aktivitas,

intrakranial(TIK) perestasi kerja,

 Penyakit esofagus tanggung jawab peran

 Penyakit meniere dan tidur)

 penyakit pangkreas
 Peregangan kapsul
hati
 Peregangan kapsul
limpah
 Program pengobatan
 Tumor intra abdomen
 Tumor terlolalisasi
(mis., neuroma
akustik, tumor otak,
metastasis tulang)

situasinal
 Ansientas
 Gangguan psikologis
 Rasa makanan/
minuman yang tidak
enak
 Stimuli lingkungan
yang tidak
menyenangkan
Stimuli penglihatan
yang tidak
menyenangkan
 Takut

4. Intoleransi aktivitas  Pasien tidak  Intruksikan pasien


berhubungan dengan terganggu saat dan keluarga
tirah baring saturasi oksigen mengenai resep yang
( 4,3,00154) ketika tepat dan pengobatan
beraktivitas diluar tempat pasien
Batasan karakteristik :  pasien sedikit dirawat
 Dispnea setelah terganggu pada  Instruksikan pasien
beraktivitas frekuensi nadi mengenai perawatan
 Keletitan ketika diri pada saat
 Ketidak nyamanan beraktivitas mengalami nyeri
setelah beraktivitas  pasien cukup dada (minum
 Perubhan terganggu pada mitrogliserin
elektrokardio gram vrekunsi suplimual setiap 5
(EKG) (mis., pernafasan menit selama 3 kali,
aritrima, ketika jika nyeri dada belum
atnormalitas beraktivitas hilang, dari
konduksi, iskemia) pelayanan medis
 Respon frekuensi gawat darurat)
jantung up noramal  Instruksikan kepada
terhadap aktivitas pasien dan keluarga
 Respon tekanan mengenai modivikasi
darah up normal vaktor resiko jantung
terhadap aktivitas ( misalnya,
menghentikan
kebiasaan merokok,
Faktor yang diet dan olahraga),
berhubungan: sebagi mana mestinya
 Gaya hidup kurang  Monitor toleransi
gerak pasien terhadap
 Imobilitas aktivitas
 Ketidak seimbangan  Berikan dukungan
antara suplai dan harapan yang realistis
kebutuhan oksigen pada pasien dan
 Tirah baring keluarga
 Skreining akan
adanya kecemasan
dan depresi pada
pasien sebagai mana
mestinya

NANDA Internasional, Diagnosa Keperawatan: definisi & klasifikasi


2015-2017 Edisi 10

Nursing Intervension Classification (NIC) 2013, Edisi 6

Nursing Outcomes Classification (NOC) 2013, Edisi 5


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Seorang laki-laki usia 60 tahun dibawah kerumah sakit dengan keluhan 20 menit
yang lalu secara tiba-tiba setelah bertengkar dengan istrinya mengalami
penurunan kesadaran. Tangan dan kaki sebelah kanan tidak dapat digoyangkan,
saat tangan kanan dicubit maka tangan kiri yang berespon. Hasil pemeriksaan
fisik ditemukan kekuatan otot kaki dan tangan kanan 1, GCS 9, saat tangan kiri
diberi respon nyeri tangan kiri yang berespon dan saat tangan kanan diberi respon
nyeri tangan kiri yang berespon, Tekanan darah pasien 200/110 mmHg, suhu
37,50C, Nadi 100x/menit, pernapasan 24x/menit. Saat ini pasien direncanakan
untuk pemeriksaan CT scan.

Kata kunci :

1. Seorang pasien laki-laki usia 60 tahun


2. Mengalami penurunan kesadaran
3. Tangan dan kaki kanan tidak dapat digoyangkan
4. Tangan kanan dicubit lalu tangan kri yang berespon
5. Tekanan darah 200/110 mmHg

Pertanyaan :
1. Apakah laki-laki usia 60 tahun lebih rentan terkena stroke dari pada
perempuan?
2. Mengapa pasien bisa mengalami penurunan kesadaran?
3. Kenapa tangan dan kaki kanan pasien tidak dapat digoyangkan?
4. Kenapa bisa ketika tangan kanan dicubit maka tangan kiri yang berespon?
5. Apa yang menyebabkan pasien stroke mengalami peningkatan tekanan darah?

Jawaban :
A. Pengkajian
 Nama :
 No. RM :
 Umur :
 Jenis Kelamin :
 Alamat :
 Agama :
 Pekerjaan :
 Riwayat Kesehatan terdahulu :
 Riwayat kesehatan sekarang :

 Analisa data

DS :

- Pasien mengatakan bahwa tangan dan kaki sebelah kanan tidak dapat di
goyangkan
- Pasien mengatakan bahwa saat tangan kanan dicubit maka tangan kiri
yang berespon

DO :
- Dari hasil pemeriksaan fisik perawat menemukan kekuatan otot kaki dan
tangan kanan 1, dan GCS 9
- Perawat menemukan hasil dari TD 200/110 mmHg mengakibatkan
hipertensi
- suhu 37,50C
- Nadi 100x/menit
- Pernapasan 24x/menit
No NANDA NOC NIC

1. Nyeri akut  Nyeri berulang  Lakukan pengkajian


berhubungan  Secara konsisten nyeri
dengan agen mengenali komprehensip
biologis (stroke) kapan nyeri yang meliputi
(12.1.00132) terjadi lokasi,
 Secara konsisten karakteristik,
Batasan menggambarka onset/durasi,
karakteristik : n penyebab insensitas atau
 Bukti nyeri beratnya nyeri dan
dengan faktor pencetus
menggunakan  Gali bersama klien
standar daftar faktor-faktor yang
periksa nyeri dapat menurunkan
untuk pasien atau memperberat
yang telah dapat nyeri
mengungkapkan  Ajarkan prinsip-
nya prinsip
 Diaphorises menegemen nyeri
 Dilatasi pupil  Monitor TTV
 Ekspresi wajah  Berikan kebutuhan,
nyeri kenyamanan
 Focus menyepit aktivitas lain yang
 Focus pada diri dapat membantu
sendiri relaksasi untuk
 Keluhan tentang memfasilitasi
intensitas penurunan nyeri
menggunakan  Kolaborasikan
standar skala pemberian anlgetik
nyeri
 Keluhan tentang
karakteristik
nyeri dengan
menggunakan
instrument nyeri
 Laporan tentang
perilaku
nyeri/perubahan
aktivitas
 Mengespresikan
perilaku
 Perilaku
distraksi
 Perubahan pada
parameter
fisiologis
 Perubahan
posisi untuk
menghindari
nyeri
 Perubahan
selera makan
 Putus asa
 Sikap tubuh
melindungi

Faktor yang
berhubungan :
 Agen cedera
biologis (mis,
infeksi, iskema,
neoplasma)
 Agen cedera fisik
 Agen cedera
kimiawi
2. Intoleransi  Tidak  Pertimbangkan
aktivitas terganggu kemampuan
berhubungan saturasi klien dalam
dengan tirah baring oksigen berpartisipasi
(4.4.00092) ketika melalui aktivitas
beraktivitas spesifik
Batasan  Tidak  Bantu klien
karakteristik : terganggu untuk
 Dispnea frekuensi mengeksplorasi
stelah nadi ketika tujuan dari
beraktivitas beraktivitas aktivitas-
 Keletihan  Tidak aktivitas yang
 Ketidaknya tergaggu biasa dilakukan
manan frekuensi  Bantu klien
setelah pernafasan untuk
beraktivitas ketika mengidentifikasi
 Perubahan beraktivitas aktivitas yang
elektrokardi diingingkan
ogram  Intruksikan
(EKG) klien dan
(mis, keluarga utuk
konduksi, mempertahakan
iskemia) fungsi dan
 Respons kesehatan
frekuensi terkait peran
jantung dalam
abnormal beraktivitas
terhadap secara fisik,
aktivitas social, spiritual,
 Respon dan kongnisi
tekanan
darah
abnormal
terhadap
aktivitas

Faktor yang
berhubungan :
 Gaya
hidupa
kurang
gerak
 Imobilitas
 Ketidaksei
mbangan
antara
suplai dan
kebutuhan
oksigen
 Tirah
baring
3. Defisit perawatan  Mampu  Ciptakan
diri: eliminasi menjelaskan lingkungan yang
berhubungan fungsi aman bagi
dengan gangguan ostonomi pasien
neuromuscular  Mampu  Lindungi pasie
(4.5.000110) menjelaskan dengan pangan
tujuan pada sisi/batalan
Batasan ostonimi di sisi ruangan
karakteristik:  Mampu yang tepat
 Ketidakma terlihat  Sediakan tempat
mpuan nyaman tidur dan
melakukan dengan lingkungan yang
hygiene dengan bersih dan
eliminasi adanya stoma nyaman
secara  Atur persediaan
komplit klien dengan
 Ketidakma rapi yang tetap
mpuan ada
memmanip  Izinkan
ulasi keluarga/orang
pakaian terdekat untuk
untuk tinggal dengan
eliminasi pasien
 Ketidakma
mpuan
menapai
toilet
 Ketidakma
mpuan
menyiram
toilet
 Ketidakma
mpuan naik
ke toilet
 Ketidakma
mpuan
untuk
duduk di
toilet

Faktor yang
berhubungan :
 Ansietas
 Gangguan
fungsi
kognitif
 Gangguan
fungsi
muskuloske
letal
 Gangguang
fungsi
neuromusk
ular
 Gangguan
persepsi
 Hambatan
kemampuan
brpindah
 Hambatan
mobikitas
 Kelemahan
 Keletihan
 Kendala
lingkungan
 Nyeri
 Penurunan
motivasi
4. Ketidakefektifan  Tidak ada  Motivasi pasien
frekuensi untuk bernafas
bersihan jalan
pernafasan pelan,
nafas berhubungan  Tidak ada dalam,berputar
kemampuan dan batuk
dengan disfungsi
untuk  Instruksikan
neuromuscular mengeluarka bagaimana agar
n secret bisa melakukan
(11.2.00031)  Tidak ada batuk efektif
ansietas  Lakukan
penyedotan
Batasan melalui
endotrakea atau
karakteristik :
nasatrokea,
 Batuk yang sebagaiamana
mestinya
tidak efektif
 Kelola
 Dispenia pemberian
bronkodilator,
 Gelisah sebagaimana
 Kesulitan mestinya
 Ajarkan pasien
verbalisasi bagaimana
 Mata menggunakan
inhaler sesuatu
terbuka resep,
lebar sebagaimana
mestinya
 Ortopnea 
 Penurunan
bunyi nafas
 Perubahan
frekuensi
nafas
 Perubaha
pola nafas
 Sianosis
 Sputum
dalam
jumlah
yang
berlebihan
 Suara nafas
tambahan
 Tidak ada
batuk
Faktor yang
berhubungan :
 Perokok
 Asma
 Disfungsi
neuromusk
ular
 Infeksi
 Jalan nafas
alergik

5.

PATOFLOWDIAGRAM
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke atau cederacerebrovaskuker (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.
Stroke biasanya di sebabkan oleh salah satu empat kejadian, thrombosis,
embolisme serebral, iskemia, hemoragu serebral. Akibat dari keempat
kejadiaan di atas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir,
memori, bicara, atau sensi.
Kiat sehat hindari stroke :
- Stop merokok
- Rajin berolahraga
- Hindari stress dan depresi
- Hindari alkohol dan minuman keras

B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini kami mengharapkan kepada
semua pembaca agar dapat menelah dan memahami apa yang telah tertulis
dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan
pembaca. Disamping kami juga mengharapkan saran dan kritikan dari para
pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah ini
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hendro Susilo, 2009. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta, EGC

Mansjoer, A dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Price dan Wilson, 2008, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta

Smeltzer, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H.Y Kuncara, Andry Hrtono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta: EGC

Wanhari,2008 Patofisiplogi : Buku saku/Elizabeth J. Corwin, EGC

Anda mungkin juga menyukai