Anda di halaman 1dari 5

Pelanggaran Administrasi Obat yang

Mengandung Psikotropika Kerap


Ditemui di Brebes
TRIBUNJATENG.COM, BREBES - Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (POM) Jateng di Semarang melakukan inspeksi mendadak di
sejumlah apotek, dan fasilitas kesehatan lain, semisal rumah sakit, klinik
dan toko di Kabupaten Brebes dari Rabu-Jumat (5-7/10/2016).
Petugas yang terbagi dalam dua tim, yakni tim pemeriksaan obat dan tim
pemeriksaan pangan sudah melakukan pemeriksaan selama tiga hari.
Selama tiga hari itu, petugas tidak menemukan obat ilegal ataupun
kedaluwarsa. Mereka hanya menemukan sejumlah apotek dan fasilitas
kesehatan lain yang melakukan pelanggaran administrasi.
"Tidak ditemukan apotek atau rumah sakit dan klinik yang menjual obat
ilegal dan kedaluwarsa. Baru ditemukan pelanggaran administrasi, semisal
penyimpanan obat yang tidak sesuai prosedur hingga distribusi," kata
seorang petugas pengawas Balai Besar POM, Matheus Kristianto di sela-
sela sidak di satu rumah sakit di Kecamatan Bumiayu.
Menurutnya, penyimpanan obat harus sesuai ketentuan dan peraturan
yang ada. Misalnya, ada jenis obat yang harus disimpan di suhu tertentu.
Jika tidak, obat akan rusak dan kandungannya pun menurun.
"Ada perubahan kandungan di dalam obat jika penyimpanan tidak sesuai.
Bisa juga ada perubahan kandungan obat menjadi racun dan berbahaya
untuk masyarakat," paparnya.
Selain itu, ada pelanggaran administrasi lain berupa perlakuan terhadap
obat-obatan yang mengandung psikotropika, misalnya frisium.
Penyimpanan obat jenis itu kerap ditemukan di dalam lemari yang
dicampur bersama obat jenis lain. Artinya tidak ditempatkan di lemari
khusus.
Selain itu, kunci lemari penyimpanan obat mengandung psikotropika juga
tidak sembarang orang bisa mengaksesnya. Biasanya, hanya apoteker
yang mempunyai akses.
Kemudian, pendataan obat psikotropika yang tidak lengkap atau janggal.
Misalnya, di dokumen, ada delapan obat psikotropika, namun,
kenyataannya hanya ada lima.
"Kejadian yang ditemui kan tidak ditempatkannya obat psikotropika di
lemari khusus. Kemudian, pendataan obat masuk dan keluar yang tidak
lengkap atau janggal, kalau di dokumen ada delapan tapi nyatanya ada
lima, kemudian yang tiga kemana," ucapnya.
Padahal, penyimpanan obat yang mengandung psikotropika sudah diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Dalam Pasal 25 Ayat 1 dijelaskan tempat penyimpanan narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi dapat berupa gudang, ruangan atau
lemari khusus. Kemudian pada ayat 2,3, dan 4 dijelaskan bahwa tempat
penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dilarang
digunakan untuk menyimpan barang jenis itu.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak pihak lain yang terkait, misalnya Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes untuk
bersama-sama mengawasi peredaran obat-obatan agar tidak
membahayakan masyarakat.

Melanggar UU Tentang Narkotika, Ello


Terancam Hukuman Pidana Maksimal 12
Tahun Penjara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lantaran kedapatan memiliki ganja, musikus Marcello
Tahitoe alias Ello dijerat dengan Pasal 111 dan 127 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Alhasil, ia terancam hukuman pidana antara empat hingga 12 tahun penjara.


"Kami terapkan ada Pasal 111 dan 127. Itu ancamannya cukup berat, ada ancaman
minimalnya 4 tahun (pidana penjara) sebagai yang tanpa hak dia memiliki,
menyimpan, menguasai. Maksimalnya 12 tahun (pidana penjara)," tutur Kapolres
Metro Jakarta Selatan Kombes Iwan Kurniawan ketika ditemui di Polres
Metro Jakarta Selatan, Kamis (10/8/2017) malam
Selain Ello, polisi juga menetapkan seseorang berinisial DM yang ditangkap
bersamaan sebagai tersangka.
Seperti telah diberitakan, polisi menangkap Ello setelah lebih dulu melakukan
penyelidikan selama 1,5 bulan dari informasi yang didapat terkait penyalahgunaan
narkoba jenis ganja.
Kemudian, usai melakukan penyelidikan, Satnarkoba Polres Metro Jakarta
Selatan melakukan penggeledahan di kompleks perumahan Griya Kecapi,
Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu (6/8/2017) sekitar pukul 01.00 WIB.
Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan barang bukti narkoba
jenis ganja dengan berat kurang dari lima gram.
Polisi kemudian mengamankan Ello bersama dua orang lainnya, yakni DM dan RGG.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, RGG terbukti tak melakukan tindak pidana
dan dipulangkan.
2 Pelajar dan 2 Mahasiswa Bogor Ditangkap
Terkait Kasus Narkoba
Bogor - Polresta Bogor menangkap 2 pelajar SMK dan 2 mahasiswa
terkait kasus narkoba. Beberapa paket ganja dan 0,70 gram sabu disita.

Berdasarkan pemeriksaan, 2 pelajar berinsial PS dan AN tersebut masih


bersekolah di kelas 1. Keduanya ditangkap di lokasi berbeda. Dari tangan
keduanya, polisi mengamankan barang bukti berupa 5 paket kecil berisi
ganja seberat 53 gram.

"Satu pelajar berinisial PS ditangkap saat mengkonsumsi ganja di sebuah


rumah di Cibuluh, Bogor Utara. Sementara satu pelajar lainnya, ditangkap
di lokasi yang berbeda," kata Kapolres Bogor Kota AKBP Bahtiar Ujang
Purnama di Mapolres Bogor Kota, Jalan Kapten Muslihat Kota Bogor,
Senin (28/4/2014).

Polisi masih mendalami dugaan bahwa salah satu pelajar yang diamankan
merupakan pengedar. "Kita kejar jaringannya. Kita telusuri apakah (pelajar)
yang kita amankan ini merupakan pengedar untuk kalangan pelajar," kata
Bahtiar.

Sementara, 2 mahasiswa yang diamankan polisi adalah Aan


Nursyirwansyah (21) dan Ilkan alias Iam (23). "Dari keduanya kita amankan
barang bukti berupa ganja seberat 535 gram dan sabu seberat 0,70 gram,"
jelas Bahtiar.

Kasat Narkoba Polres Bogor Kota AKP Andri Alam menambahkan dalam
seminggu terakhir, polisi mengamankan 12 pengguna dan pengedar
narkoba sabu dan ganja. "Ada pelajar, mahasiswa, sopir dan karyawan.
Barang bukti yang kita amankan, sabu seberat 0,90 gram dan ganja 2,5
kilogram," kata AKP Andri.

Pengguna dan pengedar narkoba akan dijerat dengan UU nomor 35 Tahun


2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman paling singkat 6 tahun
dan maksimal 20 tahun penjara.
Atur uang hasil narkoba, dokter hewan di Medan
dituntut 10 tahun bui
Merdeka.com - Muzakkir bin Abdul Samad (40), terdakwa kasus tindak pidana pencucian
uang (TPPU) dituntut 10 tahun penjara. Dokter hewan itu dituntut lantaran menggunakan
rekening miliknya untuk menampung uang hasil transaksi narkotika

Tuntutan ini disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aisyah di Pengadilan Negeri
(PN) Medan, Senin (25/4). Dia menyatakan Muzakkir telah melanggar Pasal 137
huruf a UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan
hukuman kepada terdakwa Dokter Hewan Muzzakir selama 10 tahun penjara, denda
Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan," Aisyah di hadapan majelis hakim yang
diketuai Irdalinda

Dalam kasus ini, suruhan Muzakkir yang bernama Ari Firmansyah (33), dituntut lebih ringan,
yakni dua tahun penjara, denda Rp 800 juta, subsider 3 bulan kurungan. JPU menjeratnya
dengan Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 2 ayat (1) huruf c UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Usai pembacaan tuntutan, hakim anggota Erintuah sempat menanyakan perbedaan


tuntutan dan biaya perkara kedua terdakwa. "Kenapa bisa berbeda? Tuntutan lebih
ringan biaya perkara Rp5.000. Sedangkan tuntutan lebih berat biaya perkaranya
Rp2.000," tanyanya.

JPU sempat menjawab pertanyaan hakim. Dia menyatakan hal itu terjadi karena
berkas tuntutan disusun oleh jaksa yang berbeda.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa, Sariman, mengaku pusing dengan


tuntutan jaksa. "Saya tak bisa berkomentar, pening saya," ucapnya.

Muzakkir dan Ari Firmansyah ditangkap setelah Badan Narkotika Nasional (BNN)
mengembangkan kasus penyelundupan 77,35 kg sabu di Aceh Utara pada 15
Februari 2015. Ketika itu, BNN menangkap Dullah alias Abdullah yang berperan
sebagai distributor serta penyandang dana, Andi Juanda, Samsul Bahri, Djarkasih,
Nasrudin, Murhadi, dan Suheri
Dari pengembangan, Muzakkir diketahui memerintahkan Ari Firmansyah untuk
membuka 41 rekening di sejumlah bank nasional dan satu bank daerah. Rekening-
rekening itu digunakan untuk menampung uang hasil transaksi narkotika dari para
bandar narkotika.

Ari Firmansyah mendapat uang jasa bulanan sekitar Rp 2 juta. Sementara buku
tabungan dan kartu ATM dipegang Muzakkir.

Dalam transaksi narkotika jaringan ini, Muzakkir bekerja sama dengan seorang
berinisial M, WNI yang tinggal di Malaysia (buron). Keduanya sepakat membuka
jasa pengiriman uang TKI di Malaysia untuk menyamarkan hasil transaksi narkotika.

Tim BNN pun menciduk Muzakkir di kediamannya di Kompleks Tasbi I Blok PP


Nomor 79, Tanjung Rejo, Medan, pada Selasa 4 Agustus 2015. Selanjutnya aparat
membekuk Ari Firmansyah di Jalan Teluk Betung, Binjai, Sumatera Utara pada
Rabu 5 Agustus 2015.j

Dari penangkapan kedua pelaku, penyidik menyita 32 rekening atas nama


Muzakkir dan empat rekening atas nama Ari Firmansyah. Selain itu penyidik juga
menyita 3 unit rumah dengan total Rp 6,1 miliar, 1 unit ruko senilai Rp 1,5 miliar, 2
unit Honda CRV, uang tunai titip di Bank BCA, BNI dan BRI Rp 7,8 miliar dengan
total aset kurang lebih Rp 16,2 miliar.

Anda mungkin juga menyukai