3) Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah
jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal
interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi
dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
4) Insisi Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya
melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.
C. Indikasi episiotomy.
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin. Indikasi ibu antara lain
adalah:
1) Primigravida umumnya
2) Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
3) Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
4) Arkus pubis yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
1) Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala janin.
2) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
3) Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali
pusat menumbung.
D. Kontra indikasi.
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah :
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan
darah maupun terdapadatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.
E. TEKNIK PENJAHITAN
a. Teknik Episiotomi Medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas
otot-otot sfingter ani.
Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi iniltrasi antara lain dengan larutan
procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine 1%-2%. Setelah
pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari
bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir atas
sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral
(episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan kanan
dirapatkan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa jahitan. Lalu selaput
lendir vagina dijahit pula dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan
empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture)
atau secara jelujur (continous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan
selaput lendir adalah catgut khromik, sedangkan untuk kulit perineum dipakai benang sutera.
Keterangan :
1) Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan
2) Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan
3) Selaput lendir vagina dijahit
4) Kulit perineum dijahit dengan benang sutera
b. Teknik Episiotomi Mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung
pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan teknik
menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemkian rupa sehingga setelah
penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
1) Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putus
2) Benang jahitan pada otot-otot ditarik
3) Selaput lendir vagina dijahit
4) Jahitan otot-otot diikatka
5) Fasia dijahit
6) Penutupan fasia selesai
7) Kulit dijahit
c. Teknik Episiotomi Lateralis3
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau jam 9 menurut arah jarum jam.
Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak memimbulkan
komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pundendal
interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi
dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
III. TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN PERINEUM
III.1. PERALATAN MENJAHIT PERINEUM
a. Gorden dan sarung tangan steril
b. Solusi irigasi
c. Needle holder
d. Metzenbaum gunting
e. Jahitan gunting
f. Gunting tang dengan gigi
g. Klem Allis
h. Gelpi atau deaver retractor ( untuk digunakan dalam memvisualisasikan derajat ketiga
i. atau keempat robekan perineum, atau dalam robekan vagina)
j. 10 ml suntik dengan 22 gauge
k. 1% lidokain ( xylocaine )
l. 3-0 jahitan polyglactin 910 ( vicryl ) jahitan di CT-1 jarum ( untuk jahitan mukosa
m. vagina )
n. 3-0 jahitan pada polyglactin 910 CT-1 jarum ( untuk jahitan otot perineum )
o. 4-0 polyglactin SH 910 pada jarum jahit ( untuk jahitan kulit )
p. 2-0 polydioxanone sulfat (PDS) jahitan di CT-1 jarum ( untuk jahitan eksternal
q. sfingter anal )
III.2. TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN PERINEUM
1. Tingkat I :
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut
yang dijahitkan secara jelujur (continous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of
eight).
2. Tingkat II :
Pada robekan perineum tingkat II, setelah diberi anestesi lokal otot-otot diafragma
urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan
kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan dibawahnya.
Jahitan mukosa vagina : jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut kromik 2-0.
Dimulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka di dalam vagina sampai pada batas vagina.
Jahitan otot perineum : lanjutkan jahitan pada daerah otot perineum sampai ujung luka
pada perineum secara jelujur dengan catgut kromik 2-0. Lihat ke dalam luka untuk
mengetahui letak ototnya. Penting sekali untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga
diantaranya.
Jahitan kulit : carilah lapisan subkutikuler persis di bawah lapisan kulit. Lanjutkan
dengan jahitan subkutikuler kembali ke arah batas vagina, akhiri dengan simpul mati pada
bagian dalam vagina.
3. Tingkat III :
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III,
jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi
tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-
masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan.
Jahitan sfingter ani : jepit otot sfingter dengan klem Allis atau pinset. Tautkan ujung
otot sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang kromik 2-0 angka 8 secara interuptus. Larutan
antiseptik pada daerah robekan. Reparasi mukosa vagina, otot perineum dan kulit.
4. Tingkat IV :
Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan
fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-
ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan Pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.3,4
III.3. PERAWATAN PASCA TINDAKAN
a. Apabila terjadi robekan tingkat IV (robekan sampai mukosa rektum), berikan antibiotic
profilaksis dosis tunggal. Ampisilin 500 mg peroral danMetronidazol 500 mg
peroral. Observasi tanda-tanda infeksi. Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enema
selama 2 minggu.
b. Penggunaan sitz mandi dan analgesik seperti ibuprofen. Jika rasa sakit yang berlebihan pada
hari-hari setelah pasca tindakan harus segera diperiksa, sebab rasa sakit merupakan tanda-
tanda infeksi didaerah perineum.
c. Penderita diberi makanan yang tidak mengandung selulosa mulai dari hari kedua diberi
parafinum liquidum sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma
minyak.
III.4. KOMPLIKASI JIKA ROBEKAN PERINEUM DIBIARKAN
Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik, pasien dapat menderita
gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan rektum tidak diperbaiki, dapat terjadi infeksi dan
fistula rektovaginal.
III.5. PENANGANAN KOMPLIKASI
Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan
perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan. Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka.
Berikan Ampisilin 500 mg peroral tiga kali sehari selama 5 hari danMetronidazol 400 mg
peroral tiga kali sehari selama 5 hari. Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis,
lakukan debridemen dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam
48 jam. Penisilin G 2 juta unit setiap 6 jam IV. Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24
jam IV.DitambahMetronidazol 500 mg peroral setiap 8 jam IV
Sesudah pasien bebas demam selama 48 jam berikan : Ampisilin 500 mg peroral
empat kali sehari selama 5 hari. DitambahMetronidazol 400 mg peroral tiga kali sehari selam
5 hari. Luka dapat dijahit bila telah tenang, 2-4 minggu kemudian. Fistula rektovaginal perlu
dilakukan bedah rekonstruksi 3 bulan atau lebih pasca Persalinan
DAFTAR PUSTAKA
1. Bonica, John J. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia, FA Davis Co.
Philadelphia, 2nd ed, 1995; 501-513.
2. http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/kti-kebidanan-studi-korelasi-berat.html
3. Wiknjosastro H, Saifuddin Abdul B, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Indonesia:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2007.h.170-176.
4. Wiknjosastro H, Saifuddin Abdul B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Indonesia: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2005.h.665-666;882-884.
5. http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/rupture-perineum.html
6. http://blog.ilmukeperawatan.com/episiotomi-definisiindikasi-dan-kontra-indikasi-
episiotomy.html
7. Cunningham FG,Mac Donald PC, Gan NF et al. Williams Obstetrics, 20 th ed. Appleton and
Lange, 1997; 342-345
8. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.aa
fp.org/afp/20031015/1585.html
9. Saifuddin Abdul B, Wiknojosastro Gulardi H, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan
Praktis Pelayanan KesehatanMaternal dan Neonatal Indonesia : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2006.h.P-19;P-50-P51.
Diposting oleh Gosip Artis Internasional di 05.57