Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN

GLAUKOMA

Disusun oleh :
KELOMPOK
KELAS D
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

DIAN RESITHA (3351171451)


DWI NUR SAKTIANI P. (3351171455)
CICILIA RESA (3351171456)
AMIRUL MU MIN (3351171458)
DEWISRISETIAWANTI TULAK (3351171460)
EVI PASERU (3351171462)
DEDY SUPRIYADI (3351171476)
AAN SETIAWAN (3351171477)

PROGRAM STUDI APOTEKER


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Cimahi, 2 Mei 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Tujuam .......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Defisini .......................................................................................... 3
2.2. Prevalesni ...................................................................................... 4
2.3. Patofisiologi .................................................................................. 5
2.4. Gejala ............................................................................................ 9
2.5. Diagnosis glaukoma...................................................................... 11
2.6. Faktor Resiko ................................................................................ 13
2.7. Penatalaksanaan Terapi ................................................................. 15
2.8. Interaksi Obat ................................................................................ 23
2.9. Studi Kasus.................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma adalah gangguan ocular yang ditandai dengan perubahan pada
pusat saraf optik (lempeng optik) dan kehilangan sensitivitas visual dan jarak
pandang. Glaukoma berasal dari kata yunani glukos yang berarti hijau kebiruan
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma.Sedangkan dalam pengertian yang lain glaukoma adalah suatu
penyakit yang tidak berdiri sendiri tetapi disebabkan oleh sekumpulan kelainan
pada mata yang merusak serabut saraf optik (neuropati optik).Serabut saraf ini
berfungsi membawa informasi dari lapisan retina yang sensitif terhadap sinar
menuju otak agar dapat diterima sebagai gambar yang dapat kita lihat. Pada
banyak kasus, peningkatan tekanan di dalam bola mata menjadi faktor risiko
terpenting sebagai penyebab glaukoma. Normalnya tekanan di dalam bola mata
diukur dalam millimeter air raksa dan nilainya berkisar antara 10 – 21 mmHg dan
rata-rata 16 mmHg.Abila tekanan tersebut melampaui batas toleransi ketahanan
sel-sel saraf optik maka sel-sel tersebut akan mati dan berakibat hilangnya
sebagian atau keseluruhan penglihatan. Setengah dari jumlah penderita glaukoma
biasanya tidak mempedulikan gejala peningkatan tekanan bola mata ini, sehingga
mereka datang apabila sudah mempunyai masalah yang serius dengan
penglihatannya. Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan bola mata
ini disebabkan karena bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil.
Glaukoma terjadi pada 3 juta penduduk Amerika Serikat dan pada
66,8 juta penduduk dunia. Diantaranya ada 135.000 penduduk Amerika Serikat
serta 6,7 juta penduduk dunia akan mengalami kebutaan bilateral sebagai
hasilnya. Tingkat prevalensinya bervariasi tergantung usia, ras, kriteria diagnosis
dan faktor lainya. Di Amerika Serikat, glaucoma sudut terbuka terjadi pada 1,5%
penduduk lebih dari 30 tahun 1,3% dari kulit putih dan 3,5% dari kulit hitam.

1
Insiden dari glaucoma sudut lebar akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Insiden tersebut pada pasien 80 tahun terjadi pada 3% penduduk kulit putih, dan
5-8% pada kulit hitam. Prevalensi glaucoma antara orang-orang melayu berusia
≥40 tahun di Singapura adalah 3,4%.
2.1 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah dalam makalah ini antara lain :
a. apa yang dimaksud dengan glaucoma
b. berapa jumlah insiden atau prevalensi dari glaucoma
c. apa saja patofisilogi dari glaucoma
d. siapa saja yang termasuk factor resiko dari glaucoma
e. bagaimana penanganan non farmakologi maupun farmakologi dari glaucoma
f. apa saja obat yang berinteraksi dalam pengobatan glaucoma
g. kasus terkait glaucoma
3.1 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah diharapkan dapat memberikan
informasi dan menambah wawasan kepada pembaca pada umumnya dan dan
khususnya kepada penulis mengenai penyakit glaucoma.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI GLAUKOMA
Glaukoma merupakan neuropati optik yang terkait dengan penurunan
lapang pandang akibat kerusakan papil nervus optikus, dimana tekanan
intraokular merupakan faktor resiko penting. Glaukoma berasal dari kata Yunani
“glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut
pada pupil penderita glaukoma. Gangguan mata glaukoma ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus dan menciutnya lapang
pandang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan
cairan dalam bola mata, sehingga merusak jaringan syaraf halus yang ada di
retina dan dibelakang bola mata.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma adalah
gangguan aliran keluar aqueous humour akibat kelainan sistem drainase sudut
balik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous
humour ke sistem drainase (glaukoma sudut terbuka).

3
2.2 PREVALENSI
Jumlah penyakit glaukoma didunia menurut World Health Organization
(WHO) diperkirakan ± 60,5juta orang di tahun 2010, akan menjadi 80 juta di
tahun 2020. Jumlah 60,5 juta orang diprediksi menderita glaucoma pada 2010,
diantaranya 44,7 juta glaucoma sudut lebar dan 15,7 juta glaucoma sudut sempit.
Sebagian besar yang mengalami glukoma ialah yang berusia di atas 60 tahun
(88,8%) dan berasal dari negara-negara yang sedang berkembang. Angka yang
tinggi tersebut terutama terjadi di Afrika dan Asia, yaitu sekitar 75% dari
kebutaan total di dunia. Perkiraan prevalensi glaukoma yang mengalami
kebutaan dalam populasi cukup bervariasi dari satu negara kenegera lain. Di
Indonesia prevalensi glaukoma sebesar 0,5% (Kemenkes, 2007).
Berdasarkan survey kesehatanindera tahun 1993-1996, sebesar 1,5%
penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat
glaukoma sebesar 0,20%. Prevalensi glaucoma hasil Jakarta Urban Eye Health
Study tahun 2008 adalah glaucoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%,
glaucoma primer sudut terbuka 0,48% dan glaucoma sekunder 0,16% atau
keseluruhannya 2,53%.
Prevalensikebutaan nasional 0,6% dan glaukoma merupakan penyebab
kebutaan nomor dua di Indonesia setelah katarak. Telah dilaporkan bahwa di
beberapa negara berkembang dan Negara maju 2% penduduk usia di atas 40
tahun menderita glaukoma sebagai penyebab kebutaan yang irreversible
(Godaret al., 2012). Glaukoma adalah suatu kelompok kelainan patologis
ditandai dengan neuropati optikkronis, progresif perlahan dan disertai adanya
atrofi dan cupping papil nervus optikus dengan adanya efek lapang pandang yang
khas yaitu terdapat penyempitan lapang pandang dan tekanan intraokular (TIO)
tinggi ( >21 mmHg) merupakan salah satu faktor risiko utamanya.
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, responden yang pernah
didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%, tertinggi di Provinsi
DKI Jakarta (1,85%), berturut-turutdiikuti Provinsi Aceh (1,28%), Kepulauan

4
Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatera Barat (1,14%) danterendah di
Provinsi Riau (0,04%).
2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi peningkatan tekanan intraocular baik disebabkan oleh
mekanisme sudut lebar atau sudut sempit akan dibahas sesuai pembahasan
masing-masing penyakit tersebut. Efek peningkatan tekanan intraokular di
dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaucoma yang manifestasinya
dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokuler.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difusi yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik
disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi
atrofik dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang
meningkat di atas 21 mmHg menunjukkan peningkatan persentase defek jarak
pandang dan kebanyakan ditemukan pada pasien dengan tekanan intraokuler
berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan tekanan intraokuler di atas 28 mmHg
sebanyak 15 kali beresiko menderita defek jarak pandang daripada penderita
dengan tekanan intraokular berkisar 22 mmHg. Pada glaukoma sudut sempit
akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan
iskhemik pada iris yang disertai edema kornea.
Berdasarkan gangguan aliran humor akuos, glaukoma diklasifikasikan
menjadi glaukoma sudut lebar dan glaukoma sudut sempit. Pada glaukoma sudut
lebar, penyebab spesifik dari neuropati optik tidak diketahui. Penyebab utama
glaukoma sudut lebar adalah peningkatan tekanan intra okular (TIO). Glaukoma
sudut lebar dibagi menjadi 2 yaitu galukoma sudut lebar primer dan glaukoma
sudut lebar sekunder.
a. Glaukoma sudut lebar primer
Penyebab spesifik dari neuropati optik pada Glaukoma sudut lebar
primer (GSLP) tidak diketahui. Namun diduga peningkatan tekanan

5
intraokular (TIO) merupakan penyebab utama timbulnya glaukoma. Meskipun
TIO tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan kapan pasien akan
kehilangan penglihatan namun risiko kehilangan penglihatan meningkat
dengan meningkatnya TIO. Sedangkan faktor lain yang mungkin beperan
pada glaucoma adalah peningkatan kerentanan dari saraf optik menjadi
iskemia, penurunan atau ketidakteraturan aliran darah, eksitotoksisitas, reaksi
autoimun, dan proses fisiologi abnormal lainnya.
Dalam GSLP, sudut tempat drainase yang dibentuk oleh kornea dan
iris tetap terbuka, tetapi saluran (lubang) drainase mikroskopik pada sudut
(disebut juga trabecular meshwork) sebagian diblok yang menyebabkan
cairan humor yamg keluar dari mata sangat lambat. Ini menyebabkan cairan
kembali ke mata dan secara gradual meningkatkan tekanan mata. Kerusakan
saraf mata sedikit menimbulkan rasa sakit dan sangat lambat sampai sebagian
besar pandangan berkurang sebelum penderita merasakan adanya masalah.
Namun penyebab pasti GSLP masih belum diketahui.

Gambar 2. Glaukoma sudut lebar primer

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kerusakan pada sel ganglion


retinaada kaitannya dengan peran glutamate yang berlebihan dan
ditemukannya nitrit oksida pada pasien glaucoma. Hal ini menjelaskan
terjadinya glaucoma pada pasien dengan tekanan intraokular normal.

6
b. Glaukoma sudut lebar sekunder
Glaukoma sudut lebar sekunder (GSLS) terjadi karena penyakit
sistemik, trauma, operasi, rubeosis, perubahan lensa, penyakit inflamasi
okular, dan obat-obatan. Obat-obatan yang dapat memicu GSLS antara lain
kortikosteroid mata (risiko tinggi), kortikosteroid sistemik, kortikosteroid
nasal/inhaler, fenoldopam, antikolinergik mata, suksinilkolin, vasodilator
(risiko rendah), dan simetidin (risiko rendah).
c. Glaukoma sudut sempit
Penyebab utama terjadinya Glaukoma sudut sempit (GSS) adalah
adanya peningkatan TIO dengan cepat. TIO meningkat sebagai akibat dari
sempitnya sudut antara kornea dan iris bahkan kadang-kadang sudut benar-
benar menutup dan menghambat aliran cairan mata. Obat-obatan juga dapat
menginduksi peningkatan TIO pada GSS di antaranya : antikolinergik topikal,
simpatomimetik topikal, antikolinergik topikal, antidepresan heterosiklik,
fenotiazin potensi rendah, antihistamin, ipratropium, benzodiazepin (risiko
rendah), teofilin (risiko rendah), vasodilator (risiko rendah), simpatomimetik
sistemik (risiko rendah), stimulant SSP (risiko rendah), SSRI, imipramin,
venlafaxin, topiramat, tetrasiklin (risiko rendah), carbonic anhydrase inhibitor
(risiko rendah), MAOI (risiko rendah), dan kolinergik topikal (risiko rendah).
GSS sering disebut juga ACG (Angel Closure Glaucoma) terjadi
ketika iris membengkok kebelakang dan menutup sudut drainase yang
dibentuk oleh kornea dan iris. Hasilnya cairan mata tidak dapat melewati
trabecular meshwork di sudut, sehingga terjadi peningkatan tekanan secara
berlebihan. GSS biasanya terjadi secara tiba-tiba (acute-closure glaucoma),
tetapi ini juga bisa terjadi secara gradual (chronic angle-closure glaucoma).
Beberapa orang yang menderita GSS mempunyai sudut sempit drainase yang
tidak normal. Sudut sempit mungkin tidak menyebabkan masalah, sehingga
penyakit ini tidak terdeteksi selama hidup.

7
Gambar 3. Glaukoma sudut sempit

d. Glaukoma Kongenialis
Glaukoma kongenitalis sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat
gangguan perkembangan pada saluran humor aquoeus. Glaukoma kongenitalis
seringkali diturunkan. Peningkatan tekanan di dalam mata biasanya berkaitan
dengan kerusakan saraf mata yang merupakan karakteristik glaukoma.
Tekanan berasal dari meningkatnya cairan humor yang secara natural dan
terus menerus diproduksi pada mata bagian depan. Cairan humor secara
normal dihasilkan sebagai sistem drainase pada sudut dimana terjadi
pertemuan iris dengan kornea. Ketika sistem drainase tidak berjalan dengan
baik cairan humor tidak dapat keluar dari mata dengan kecepatan normal dan
terjadi peningkatan tekanan di dalam mata yang menyebabkan kerusakan
serabut saraf.

Gambar 1. Pergerakan Cairan di Dalam Mata

8
2.4 GEJALA
Glaukoma adalah jenis gangguan penglihatan yang ditandai dengan
terjadinya kerusakan pada saraf optik yang biasanya diakibatkan oleh adanya
tekanan di dalam mata. Gejala-gejala glaukoma dapat berupa:
1. Nyeri pada mata
2. Sakit kepala
3. Melihat bayangan lingkaran di sekeliling cahaya
4. Mata memerah
5. Mual atau muntah
6. Mata berkabut (khususnya pada bayi)
7. Penglihatan yang makin menyempit hingga pada akhirnya tidak dapat melihat
obyek sama sekali
Gejala glaukoma bisa terjadi secara cepat (akut) atau bisa juga secara
perlahan-lahan (kronis). Pada kasus glaukoma sudut tertutup, sering kali gejala
berkembang dengan cepat atau akut. Orang yang terkena kondisi ini akan
mengalami gejala nyeri dan merah pada mata, penglihatan menjadi buram, sakit
kepala, mual dan muntah, seperti melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu.
Gejala glaukoma sudut tertutup akut bisa muncul-hilang selama satu atau dua
jam. Meskipun tidak konstan, namun kondisi mata makin rusak tiap kali gejala
muncul.
Berbeda dengan glaukoma sudut tertutup, gejala pada kasus-kasus
glaukoma sudut terbuka sering kali berkembang secara perlahan-lahan atau
kronis. Penderita kondisi ini hampir tidak menyadari kerusakan yang terjadi pada
mata mereka. Ciri-ciri utama glaukoma sudut terbuka kronis adalah menurunnya
penglihatan tepi pada kedua mata secara perlahan-lahan, sebelum akhirnya
menjadi sangat sempit atau tunnel vision.
Kasus glaukoma yang jarang terjadi
Dua jenis glaukoma yang lainnya adalah glaukoma sekunder dan
kongenital. Pada kasus glaukoma sekunder, gejala glaukoma akan disertai oleh
gejala dari kondisi yang mendasari. Contohnya adalah glaukoma yang

9
disebabkan oleh uveitis. Disamping penglihatan menjadi buram atau seperti
melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu, penderita juga akan merasakan nyeri
pada mata dan kepalanya yang juga merupakan gejala dari uveitis.
Sedangkan pada kasus glaukoma kongenital atau bawaan, gejala yang
bisa muncul pada anak-anak di antaranya:
1. Mata tampak berair dan berkabut
2. Mata menjadi sensitif terhadap cahaya
3. Mata terlihat membesar (akibat tekanan yang terjadi di dalam mata)
4. Mata terlihat juling
Seperti dikutip eHow, Selasa (5/2/2013), ada beberapa gejala glaukoma
yang bisa dipelajari:
1. Perhatikan sakit mata yang tiba-tiba atau sakit berat yang menyebabkan
sensasi berdenyut pada satu atau kedua mata. Seringkali, nyeri itu dialami di
kamar yang gelap atau di malam hari. Stres jug bisa mendorong gejala yang
membuat orang salah melihatnya sebagai sakit kepala karena tegang.
2. Penglihatan kabur atau penglihatan menurun dari waktu ke waktu. Kadang-
kdang, orang mengalami apa yang disebut dengan 'efek halo' di sekitar benda-
benda tertentu, terutama pada lampu.
3. Mual dan muntah merupakan efek yang umum dari masalah penglihatan,
terutama yang berkaitan dengan kedua jenis glaukoma.
4. Waspada dengan gejala yang datang dan pergi tapi kronis. Seseorang yang
menderita glaukoma sudut terbuka tak mengalami gejala sama sekali, tapi
kemudian penglihatannya
2.5 Diagnosis Glaukoma
2.5.1 Pemeriksaan Tonometri
Pemeriksaan tekanan intraokuli dapat dilakukan dengan menggunakan
tonometri. Yang sering dipergunakan adalah tonometri aplanasi Goldmann,
yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk
meratakan daerah kornea tertentu. Rentang tekanan intraokuli yang normal
adalah 10-21 mmHg. Namun, pada usia yang lebih tua tekanan intraokulinya

10
lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut
terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan menunjukkan tekanan
intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa, sehingga diperlukan pula
pemeriksaan diskus optikus glaukomatosa ataupun pemeriksaan lapangan
pandang.

2.5.2 Pemeriksaan Gonioskopi


Pada pemeriksaan gonioskopi, dapat dilihat struktur sudut bilik mata
depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan
oblik bilik mata depan. Apabila keseluruhan trabecular meshwork, scleral
spur dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila
hanya Schwalbe’s line atau sebagian kecil dari trabecular meshwork yang
dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Apabila Schwalbe’s line tidak terlihat,
sudut dinyatakan tertutup.

2.5.3 Penilaian Diskus Optikus


Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya
(depresi sentral). Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-
kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh pembesaran cawan diskus
optikus dan pemucatan diskus di daerah cawan. Selain itu, dapat pula disertai
pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan (cupping) superior dan
inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus
optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa
tergeser ke belakang dan terjadi pergeseran pembuluh darah di retina ke arah
hidung. Hasil akhirnya adalah cekungan bean-pot, yang tidak memperlihatkan
jaringan saraf di bagian tepinya.
Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-diskus adalah cara yang
berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat kehilangan
lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus

11
lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat
diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.

Gambar Pencekungan Glaukomatosa yang Khas (Hollowed out).

2.5.4 Pemeriksaan Lapangan Pandang


Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah
semakin nyatanya bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang
Bjerrum (15 derajat dari fiksasi) membentuk skotoma Bjerrum, kemudian
skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih
parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma
arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal, sering disertai oleh
nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut.
Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di perifer nasal sebagai
konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata,
menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan
5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada
stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5
derajat lapangan pandang. Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan
pemeriksaan lapangan pandang pada glaukoma adalah automated perimeter
(misalnya Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann,
Friedmann field analyzer, dan layar tangent.

12
2.6 FAKTOR RESIKO
Karena jenis glaukoma kronis dapat merusak penglihatan sebelum adanya
tanda atau gejala yang muncul, untuk itu perlu waspada dengan faktor-faktor
berikut ini:
1. Peningkatan tekanan internal mata (Intraokular pressure)
Jika tekanan mata lebih tinggi dari normal, merupakan risiko meningkatnya
perkembangan glaucoma, meskipun tidak setiap orang yang tekanan
intraokularnya meningkat berkembang menjadi penyakit.
2. Pendidikan
Kebutaan pada penderita glaucoma berhubungan dengan perilaku
memeriksakan diri segera, hal ini dipengaruhi oleh factor social ekonomi yang
mana factor sosial ekonomi berhungan pendidikan.
3. JenisKelamin
Glaukoma sudut tertutup menunjukkan prevalensi yang lebih banyak pada
perempuan, karena sudut bilik mata depan perempuan (volume 10%) lebih
dangkal daripada laki-laki. Untuk glaucoma sudut terbuka prevalensi lebih
banyak pada laki-laki.
4. Umur
Setiap orang yang berusia > 60 tahun risiko terjadinya glaucoma meningkat.
Untuk kelompok populasi tertentu seperti bangsa Afrika-Amerika memiliki
risiko yang lebih tinggi dan dapat terjadi pada usia lebih muda daripada
populasi pada umumnya.
5. Latar belakang etnik
Bangsa Afrika-Amerika memiliki risiko 5 kali lebih besar menderita
glaukoma dibandingkan dengan Kaukasia, dan menurut pengalaman hasil
akhirnya adalah kebutaan permanen. Bangsa Meksiko-Amerika dan Asia-
Amerika juga berisiko tinggi.
6. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma
Jika ada keluarga yang mempunyai riwayat glaucoma maka anggota keluarga
lain memiliki risiko besar untuk menderita galukoma.

13
7. Kondisi Medis
Diabetes dan hipotiroidisme meningkatkan risiko berkembangnya glaucoma.
8. Kondisi mata yang lain
Luka yang parah pada mata dapat meningkatkan tekanan pada mata.
Terjadinya luka juga menyebabkan dislokasi lensa, penutupan sudut drainase.
Faktor risiko lainnya meliputi, retinal detachment, tumor mata, inflamasi pada
mata, seperti uveitis dan iritis kronis.
9. Penggunaan kortiosteroid jangka panjang
Penggunaan kortikosteroid dalam periode yang lama memunculkan risiko
terjadinya glaucoma sekunder. Dan sudah tebukti benar pada penggunaan
kortikosteroid eyedrops.
2.7 PENATALAKSANAAN TERAPI
Penatalaksanaan glaukoma dapat ditangani dengan pemberian obat tetes
mata, tablet, tindakan laser atau operasi yang bertujuan menurunkan/menstabilkan
tekanan bola mata dan mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Semakin dini
deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan
kerusakan penglihatan. Meskipun belum ada cara untuk memperbaiki kerusakan
penglihatan yang terjadi akibat glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.Terapi yang sebaiknya dipilih pertama adalah terapi dengan obat
tetes mata. Obat ini bekerja dengan mengurangi pembentukan cairan di dalam
mata atau meningkatkan pengeluaran cairan mata. Jika glaukoma tidak dapat
dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditolerir oleh
penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan
dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau
dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
Pemilihan obat dilakukan dengan melihat respon pengobatan terhadap
penurunah TIO serta mempertimbangkan berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah faktor kepatuhan pasien,
penyakit mata, aspek biologi, faktor lingkungan dan aspek genetik.

14
a. Terapi Non Farmakologi
1. Diet
2. Olahraga
3. Hindari merokok
4. Hindari radikal bebas
5. Tidak menggunakan obat yg toksis pd saraf mata(Steroid, Ibuprofen,
Aspirin, Tranquilizer,INH dan kloramfenikol)
Anjuran dan keterangan pada penderita glaukoma primer sudut lebar:
1. Penyakit ini dipengaruhi emosi
2. Olahraga merendahkan tekanan bola mata sedikit
3. Minum tidak boleh sekaligus banyak karena dapat menaikkan tekanan
darah naik cepat yang akan menaikkan tekanan bola mata
4. Tekanan darah tinggi lama bila diturunkan cepat akan mengakibatkan
bertambah terancamnya saraf mata oleh tekanan mata
Pada penderita memerlukan pemeriksaan papil saraf optic dan jarak
pandangan 6 bulan sekali. Bila terdapat riwayat keluarga glaukoma, buta,
myopia tinggi, anemia, hipotensi, mata satu atau menderita diabetes mellitus
maka kontrol dilakukan lebih sering.
b. Farmakologi
1. Agen osmotik
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intra okular,
pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalami emesis.
Pemberian anti emetik dapat membantu mencegah muntah akibat emesis.
Agen osmotik oral pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan
cairan atau es agar osmolaritas dan efisiensinya tidak menurun.
a. Gliserin
Dosis efektif 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat
menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah
pemberian dan dipastikan agen ini bekerja selama 5 - 6 jam. Selama
penggunaannya gliserin dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi.

15
Hati-hati terhadap pasien diabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta
penyakit kardiovaskular karena agen ini sendiri dapat menyebabkan mual
dan muntah.
b. Mannitol
Merupakan oral osmotik diuretik kuat yang dapat memberikan
keuntungan dan aman digunakan pada pasien diabetes karena tidak
dimetabolisme. Dosis yang dianjurkan adalah 1 - 2 gram/kgBB dalam 50%
cairan. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1 - 3 jam dan berakhir
dalam 3-5 jam. Bila intoleransi gastrik dan mual menghalangi penggunaan
agen oral, maka manitol dapat diberikan secara intravena dalam 20% cairan
dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit. Mannitol dengan berat melekul
yang tinggi, akan lebih lambat berpenetrasi pada mata sehingga lebih
efektif menurunkan tekanan intraokular. Maksimal penurunan tekanan
dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian manitol intravena.
c. Ureum intravena
Merupakan agen osmotik yang dahulu sering digunakan,
mempunyai berat melekul yang rendah. Urea lebih cepat berpenetrasi pada
mata, sehingga tidak seefektif mannitol dalam menurunkan tekanan
intraokular. Karena agen ini merupakan salah satu alternatif, maka
penggunaan urea harus dengan pengawasan yang ketat untuk menghindari
komplikasi kardiovaskular
2. Parasimpatomimetik, Kolinergik agonis
Mekanisme kerja :Karbakol bekerja secara langsung sebagai obat
parasimpatomimetik yang menyebabkan terjadinya konstriksi pupil,
menstimulasi otot siliari dan meningkatkan aliran aqueous humor sehingga
menurunkan tekanan pada intraokular.
a. Karbakol
Karbakol adalah derivat-uretan dari kolin yang penguraiannya oleh
enzim tidak secepat Ach, sehingga kerjanya lebih lama. Khasiat muskarinik
dan nikotiniknya sama kuatnya, efek samping lebih ringan dan jarang

16
terjadi pada dosis biasa. Digunakan sebagai miotikum pada glaukoma dan
pada atonia organ dalam.
Indikasi : Menurunkan tekanan intraokuler\
Efek samping : Bradikardia, hipersalivasi, bronkospasme, dan kolik
usus setelah penyerapan sistemik
Sediaan beredar : Isotic Litrapres (Pratapa Nirmala)
b. Pilokarpin
Merupakan suatu alkaloid yang terdapat pada daun tanaman
Amerika, Pilocarpus jaborandi. Khasiatnya terutama berkhasiat
muskarinik, efek nikotiniknya ringan sekali. SSP permulaan distimulasi
kemudian ditekan aktivitasnya. Penggunaan utamanya adalah sebagai
miotikum pada glaukoma. Efek miotisnya (dalam tetes mata dimulai
sesudah 10-30 menit dan bertahan 4-8 jam). Toleransi dapat terjadi setelah
digunakan untuk waktu yang lama yang dapat ditanggulangi dengan jalan
menggunakan kolinergik lain untuk beberapa waktu, misalnya karbakol
atau neostigmin.
Indikasi : Mengendalikan tekanan intraokuler
Efek samping : Bradikardia, hipersalivasi, bronkospasme, berkeringat
dan kolik usus setelah penyerapan sistemik
Sediaan yang beredar : Epikarpin, (Cendo), Cendokarpin (Cendo), Ximex
Opticar (Konimek), PV Carpine (Darya Varia).
3. Senyawa penghambat β-adrenergik
Mekanisme kerja antihipertensif okular belum diketahui secara
pasti tapi diduga menurunkan produksi cairan mata.
Data farmakokinetika β-bloker untuk penanganan glaukoma
Selektifitas Efek
Obat Onset (menit) Durasi (jam)
pada reseptor β maksimum
Betaksolol Β1 ≤ 30 menit 2 12
Levobunolol Β1 dan β2 ≤ 60 menit 2-6 ≤ 24
Metilpranolol Β1 dan β2 ≤ 30 menit ≈2 24

17
Timolol Β1 dan β2 ≤ 30 menit 1-2 menit ≤ 24

a. Levobunolol hidroklorida
Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks
kronik
KI : Bradikardia, blokade jantung, atau gagal jantung
Peringatan : Penting untuk menghindari asma
Efek samping : Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis
alergis
Sediaan : Batagan Liquifilm (Darya Varia)
b. Betaksolol hidroklorida
Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks
kronik
Efek samping : Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis
alergis
Sediaan : Betoptima Alcon-couvereur Nv-Belgium
c. Metil pranolol
Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks
kronik, tetapi dalam glaukoma sudut lebar kronis
dibatasi pada pasien yang alergi terhadap zat pengawet
atau mereka yang memakai lensa kontak (dimana
benzalkonium klorida harus dihindari)
KI : Bradikardia, blokade jantung, atau gagal jantung
Peringatan : Tidak dianjurkan pada asma
ES :Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis
alergi, uveitis anterior granulomatosa (hentikan
pengobatan)
Sediaan : Beta Opthiole (Combiphar)

18
d. Timolol Maleat
Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks
kronik
KI : Bradikardia, blokade jantung, atau gagal jantung
Peringatan : Penting untuk menghindari asma
ES : Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis
alergis
Sediaan : Timolol maleat (Generik), XimexOpticom (Konimek),
Tim-Opthal (Sanbe Farma), Timolol maleat (Cendo)
Dosis obat pada penanganan glaukoma
Nama obat Bentuk sediaan Dosis
Penghambat β-adrenergik
Betaxolol Larutan 0.5 % suspense Satu tetes 2xsehari
0.25 %
Levobunolol Larutan 0.25 % dan 0.5 Satu tetes 2xsehari
%
Metilpranolol Larutan 0.3 % Satu tetes 2xsehari
Timolol Larutan 0.25 % dan 0.5 Satu tetes 1-
% 2xsehari
4. Penghambat Karbonil Anhidrase
Mekanisme kerja penghambatan pada karbonik anhidrase
menurunkan kecepatan pembentukan aquaeus humor sehingga menurunkan
tekanan intraokuler.
Data farmakokinetika Penghambat Karbonil Anhidrase
Penghambat Karbonil
Efek penurunan TIO Potensi
Anhidrase
penghambatan
Puncak Efek Durasi
Onset (jam) relatif
(jam) (jam)
Asetazolamida
Tablet 1-1,5 1-4 8-12 1

19
Kapsul lepas
2 3-6 18-24
lamat
Injeksi (IV) 2 menit 15 menit 4-5

a. Asetazolamid
Indikasi : Pengobatan prabedah Closed Angle Glaucoma
Peringatan : Hindari pada kerusakan ginjal yang berat, kehamilan
tidak dianjurkan untuk penggunaan lama tetapi tetap
akan diberikan diperlukan pemeriksaan hitung jenis
darah; hindari ekstravasasi pada tempat injeksi (resiko
nekrosis)
Efek samping : Parastesia, hipokalemia, berkurangnya nafsu makan,
rasa mengantuk dan depresi terutama pada pasien usia
lanjut, bintik-bintik merah pada kulit dan kelainan darah
jarang terjadi, dan dapat terjadi batu ginjal
Sediaan : Acetazolamid (generik), diamox (Phapros)
5. Agonis Prostaglandin
Mekanisme kerja obat agonis prostaglandin menurunkan tekanan
intraokuler dengan meningkatkan aliran aquaeous humor, meskipun
mekanisme pasti belum diketahui.
a. Latanopros
Merupakan suatu prodrug prostaglandin-F2 (PGF2). Obat ini
menembus kornea dan menurunkan TIO melalui peningkatan aliran
aquaeous uveousklera. Latanopros sangat efektif dan telah mengurangi
jumlah pasien yang membutuhkan pembedahan. Latanopros memiliki efek
samping sistemik minimal dan telah digunakan secara luas.
Indikasi : Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut lebar dan
hipertensi okular pada pasien yang tidak menunjukan respon
terhadap obat lain.

20
Peringatan : Sebelum memulai pengobatan, pasien harus diberitahu
kemungkinan perubahan warna mata; monitor perubahan
warna mata; asma yang berat atau mudah kumat; tidak boleh
digunakan dalam waktu lima menit setelah penggunaan
sediaan yang mengandung thiomersal, kehamilan dan masa
menyusui.
ES : Pigmentasi coklat yang menetap atau yang reversibel
terutama pada mereka yang warna irisnya bercampur
(hentikan pengobatan bila mungkin); iritasi okuler;
hiperaeremia konjungtiva; erosi epitelial punctata (transient)
Dosis :1 tetes 2x sehari larutan 0,005%
Sediaan : Xalatan TM (Upjohn Indonesia)

21
2.8 INTERAKSI OBAT
Obat A Obat B Efek yang terjadi

Betabloker Digitalis Penggunaan propanolol menyebabkan


optalmik bradikaria pada pasien aritmia akibat
menggunakan digitalis
Kinidin Betabloker Kinidin meningkatkan kadar serum
optalmik metoprolol dan timolol karena inhibisi
enzim CYP2D6, demikian juga kadar
serum propanolol naik, dapat terjadi
bradikardia
Betabloker Senyawa Pada penggunaan klorpromazin,
fenotiazin thioridazin dengan propanolol terjadi
peningkatan kadar serum kedua obat,
terjadi hipotensi
Karbakhol, NSAID Dilaporkan karbakol dan pilokarpin
pilokarpin menjadi tidak efektif bila digunakan
bersama NSAID topikal
Latanoprost Obat tetes Terjadi pengendapan secara in vitro,
mengandung gunakan dengan interval 5 menit
timerosal
Karbakhol Flurbiprofen, Dilaporkan karbakol menjadi tidak
surprofen efektif bila digunakan bersamaan
dengan flurbiprofen, atau surprofen

22
2.9 STUDI KASUS

Tn. S usia 45 tahun datang dengan keluhan penglihatan pada mata kanan
dan kiri buram sejak 4 hari lalu. Buram pada kedua mata munculnya tiba-tiba dan
hanya bisa melihat bayangan samar-samar. Kedua mata merah, sedikit berair
dan nyeri. Nyeri dirasakan terus menerus dan menghilang setelah tidur
sebentar. Pasien juga mengeluh sakit kepala terus-menerus.
Berdasarkan pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus occuli dextra
(OD) dan sinistra (OS) adalah 3/60. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva. Pada pemeriksaan tekanan bola mata didapatkan TIO mata kanan
(25.8) dan mata kiri (30.4). Pasien diberikan Timol 0.5% eye drop 2 dd gtt I
ODS, Polynel eye drop 6 dd gtt I ODS, Glaucon tab 2 dd I dan KCL tab 2 dd I
ANALISIS SOAP
1. Subjek
Tn. S usia 45 tahun datang dengan keluhan penglihatan pada mata kanan
dan kiri buram sejak 4 hari lalu. Buram pada kedua mata munculnya tiba-tiba dan
hanya bisa melihat bayangan samar-samar. Kedua mata merah, sedikit berair
dan nyeri. Nyeri dirasakan terus menerus dan menghilang setelah tidur
sebentar. Pasien juga mengeluh sakit kepala terus-menerus.
2. Objektif
Pemeriksaan fisik
a. Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84x/ menit
Suhu : 36.6oC
Pernafasan : 20x/ menit

23
b. Status Oftalmologis

Occuli Dekstra (OD) Occuli Sinistra (OS)

3/60 Visus 3/60

Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia

Bola mata bergerak ke Pergerakan bola mata Bola mata bergerak ke


segala arah segala arah

Oedema (-), Hiperemis Palpebra superior Oedema (-), Hiperemis (-


(-), Enteropion (-), ), Enteropion (-),
Ekteropion (-), Trikiasis Ekteropion (-), Trikiasis
(-), Distikiasis (-) (-), Distikiasis (-)

Oedema (-), Hiperemis Palpebra inferior Oedema (-), Hiperemis (-


(-), Enteropion (-), ), Enteropion (-),
Ekteropion (-), Trikiasis Ekteropion (-), Trikiasis
(-), Distikiasis (-) (-), Distikiasis (-)

Hiperemis (-), Folikel (- Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-), Folikel (-),


), Papil (-), Litiasis (-) Konjungtiva Superior Papil (-), Litiasis (-)

Hiperemis (-), Folikel (- Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-), Folikel (-),


), Papil (-), Litiasis (-), Inferior Papil (-), Litiasis (-,

24
Sekret (-) Sekret (-)

Injeksi silier (-), Injeksi Konjungtiva Bulbi Injeksi silier (+), Injeksi
konjungtiva (+), konjungtiva (+),
Subkonjungtival Subkonjungtival bleeding
bleeding (-), Pinguekula (-), Pinguekula (-),
(-), Pterigium (-) Pterigium (-)

Occuli Dekstra (OD) Occuli Sinistra (OS)

Jernih Kornea Jernih

Dalam COA Dalam

Warna coklat, kripti baik Iris Warna coklat, kripti baik

Bulat, tepi regular, Pupil Bulat, tepi regular,


RCL/RCTL (+) RCL/RCTL (+)

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreous humor Jernih

Refleks fundus (+), papil Funduskopi Refleks fundus (+), papil


bulat, batas tegas, CD bulat, batas tegas, CD
ratio 0.3, arteri : vena = ratio 0.3, arteri : vena =
2:3, refleks macula (+) 2:3, refleks macula (+)

25.8 TIO 30.4

25
3. Assesment
a. DIAGNOSIS
Glaukoma akut ODS
b. PROGNOSIS
 Ad vitam : Ad bonam
 Ad fungsionam : Ad bonam
 Ad sanationam : Ad bonam

Pasien dalam kasus ini tergolong dalam glaukoma primer sudut


tertutup. Gejala dan tanda pada glaukoma akut tertutup, ditemukan mata
merah dengan penglihatan turun mendadak, tekanan intraokuler meningkat
mendadak, nyeri yang hebat, melihat halo di sekitar lampu yang dilihat,
terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah. Mata menunjukkan
tanda-tanda peradangan dengan kelopak mata bengkak, kornea suram dan
edem, iris sembab meradang, pupil melebar dengan reaksi terhadap sinar yang
lambat, papil saraf optik hiperemis. Gejala spesifik seperti di atas tidak selalu
terjadi pada mata dengan glaucoma akut. Kadang-kadang riwayat mata sakit
disertai penglihatan yang menurun mendadak sudah dapat dicurigai telah
terjadinya serangan glaucoma akut seperti gejala dan tanda yang ditunjukkan
pasien.
Ketika terjadi serangan glaukoma akut primer, terjadi sumbatan sudut
kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran humor akuos dan
tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan, dan kekaburan penglihatan. Serangan akut biasanya terjadi pada
pasien berusia tua seiring dengan pembesaran lensa kristalina yang berkaitan
dengan penuaan. Pada glaukoma akut, pupil berdilatasi sedang, disertai
sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi pada malam hari saat tingkat
pencahayaan berkurang. Rasa nyeri hebat pada mata yang menjalar sampai
kepala merupakan tanda khas glaukoma akut. Hal ini terjadi karena

26
meningkatnya tekanan intraokular sehingga menekan simpul-simpul saraf di
daerah kornea yang merupakan cabang dari nervus trigeminus. Sehingga
daerah sekitar mata yang juga dipersarafi oleh nervus trigeminus ikut terasa
nyeri. Pada Glaukoma akut, tekanan okular sangat meningkat, sehingga terjadi
kerusakan iskemik pada iris yang disertai edem kornea, hal ini menyebabkan
penghilatan pasien sangat kabur secara tiba-tiba dan visus menjadi menurun.
Glaukoma akut merupakan salah satus kasus kegawat daruratan pada
penyakit mata sehingga penatalaksanaan harus dilakukan segera di rumah
sakit. Tujuan pengobatan pada glaukoma akut adalah untuk menurunkan
tekanan bola mata secepatnya kemudian apabila tekanan bola mata normal
dan mata tenang maka dapat dilakukan pembedahan. Pengobatan pada
glaukoma akut harus segera berupa kombinasi pengobatan sistemik dan
topikal.
4. PLAN
 Timol 0.5% eye drop 2 dd gtt I ODS
 Polynel eye drop 6 dd gtt I ODS
 Glaucon tab 2 dd I
 KCL tab 2 dd I

Pada kasus ini, pasien diberikan obat topikal tetes mata Timolol 0.5%
2x1 tetes (ODS) dan Polynel 6x1 tetes (ODS) sedangkan untuk pengobatan
sistemik diberikan Glaucon (asetazolamid) tablet 2x1 mg dan KCL tablet 2x1.
Glaucon mengandung asetazolamid yang termasuk dalam golongan
karbonik anhidrase inhibitor. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan
menghambat produksi humor akuos sehingga sangat berguna untuk
menurunkan tekanan intraokular secara cepat. Obat ini dapat diberikan secara
oral dengan dosis 250-1000 mg per hari. Pada pasien dengan glaukoma akut
yang disertai mual muntah dapat diberikan Asetazolamid 500 mg IV, yang
disusul dengan 250 mg tablet setiap 4 jam sesudah keluhan mual hilang.

27
Pemberian obat ini memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh,
parastesi, anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia sementara.
Untuk mencegah efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan pemberian
KCL tablet.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi pada camera occuli posterior (COP) yang dicapai dalam
waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker dapat menurunkan
tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aquos.
Penggunan beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2
kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam
kemudian. Pemberian Timolol 0.5% 2x1 tetes (ODS) sudah tepat. Timolol
termasuk beta bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya
pada pasien dengan asma, PPOK, dan penyakit jantung. Polynel tetes mata
steril ini mengandung Fluoromethasone 1 mg dan Neomycin Sulfate diberi
untuk mengurangi reaksi peradangan yang terjadi akibat proses akut.

28
PERTANYAAN :
1. Bagaimana mekanisme B-bloker bisa menurunkan produksi aquoes humor?
2. Apa perbedaan glaukoma akut dan kronik?
3. Bagaimana pembagian terapi pengobatan pada glaukoma?
4. Apakah penggunaan vitamin a setiap hari berbahaya bagi mata?

JAWABAN:
1. B-bloker bekerja dengan cara menghambat kerja adrenalin sehingga
menurunkan produksi aquoes humor.
2. Glaukoma akut adalah glaukoma yang terjadi secara tiba-tiba atau kenaikan
tekanan intraokular yang tiba-tiba misalnya disebabkan karena kecelakaan,
sedangkan glaukoma kronik adalah glaukoma yang terjadi akibat induksi
penyakit lain seperti diabetes.
3. Terapi pada pengobatan glaukoma terbagi atas obat yang menghambat
pembentukan aquos humor (B-adrenergik, penghambat karbonil anhidrase)
dan obat yang meningkatkan aliran aquos humor (agonis prostaglandin,
parasimpatomimetik) bagi pasien penderita glaukoma sudut terbuka diberi
obat yang menghambat pembentukan aquos humor atau obat yang
meningkatkan aliran aquos humor sedangkan untuk pasien dengan glaukoma
sudut tertutup diberi obat yang menghambat pembentukan aquos humor atau
bisa dengan operasi.
4. Vitamin A diguakan untuk mempertajam penglihatan, tidak berbahaya jika
digunakan sesuai dosis dan aturan pakai yang telah ditetapkan.

29
DAFTAR PUSTAKA
American Health Assistance Foundation, How The Build Up of Aquoeus Humor Can
Damage The Optic Nerve 2000, available at :
http://www.ahaf.org/glaukoma/about/understanding/build-up-of-
aquoeus.html,2000.

Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta; 2013.

Depkes R.I. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta; 2008.

Depkes RI. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta; 2003.

Elin Y. S., dkk. Iso farmakoterapi,. Jakarta: PT. Isfi. 2008. hal 314-344.

Epstain DL. Chandler and Grants Glaucoma 3 ed. Phiadelphia : Lea & febiger, 1986.

Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2014.

Ilyas, HS. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta;2005.

Kanks JJ. Atlas bantu poftamologi. Hipokrates, jakarta: 1992.

Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of Glaucoma.


NewYork : Thieme; 2000.
Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In : Glaucoma Science and
Practice. NewYork : Thieme; 2003.
Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001.

Skuta GL, Cantor BL, Jayne SW. Open-Angle Glaucoma. In : Section 10 Glaucoma.
American Academy of Ophtamology. Singapore; 2008.
Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Introduction and Classification of the
glaukomas. In : Becker-Shaffer’s Diagnosis and therapy of the glaukomas. 7th
ed. St. Louis: Mosby publisher, 1999; p.2-9.

Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan Hipermetropia di


RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library, 2003:2-3.

30

Anda mungkin juga menyukai