Anda di halaman 1dari 184

TESIS

PENGARUH PELATIHAN SUPERVISI KLINIK KEPALA RUANGAN


TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT WOODWARD PALU

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Ilmu Keperawatan

OLEH
Estelle Lilian Mua
0906504726

MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2011

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah karya saya sendiri.

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Estelle Lilian Mua

NPM : 0906504726

Tanda Tangan :

Tanggal : 10 Juni 2011

ii

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan di

Universitas Indonesia.

Jika dikemudian hari ternyata melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung

jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang diberikan oleh Universitas

Indonesia kepada saya.

Jakarta, 10 Juni 2011

Estelle Lilian Mua

iii

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Estelle Lilian Mua
NPM : 0906504726
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Judul Tesis : Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala
Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja
Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Woodward Palu

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu
Keperawatan pada Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Rr. Tutik Sri Hariyati, S.Kp., MARS .....................................

Pembimbing : Efy Afifah, S.Kp., M.Kes .....................................

Penguji : Yana Zahra, S.Kp., M.Kep .....................................

Penguji : Ns. Sukihananto, S.Kep., M.Kep .....................................

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 17 Juni 2011

iv

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kasih
dan anugerah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul
“Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja
dan Kinerja Perawat Pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.

Penelitian ini dilaksanakan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan


Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pelaksanaan
penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dengan segala
kerendahan dan ketulusan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Dewi Irawaty, M.A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia atas segala fasilitas, sarana, dan prasarana yang
diberikan kepada peneliti sehingga mampu menyelesaikan laporan hasil
penelitian ini.
2. Rr. Tutik Sri Hariyati, SKp., MARS selaku pembimbing I dan Ibu Efy Afifah,
SKp. M. Kes selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan,
bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berharga kepada peneliti selama
proses penelitian.
3. Dr.Ida Bagus Yadnya Putra direktur medis RS Budi Agung Palu yang telah
memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan uji intrumen penelitian.
4. Dr. Merdy C. Kumaat, MHA direktur RS Woodward Palu yang telah
memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
5. Kepala Bidang Keperawatan dan staf RS Woodward Palu yang telah
memfasilitasi dan membantu peneliti dalam proses penelitian.
6. Kepala Ruangan dan semua perawat pelaksana di ruang rawat inap RS
Woodward Palu yang telah berpartisipasi dalam proses penelitian.
7. Suami terkasih (Robi Adikari Sekeon) dan anak-anak tersayang (Sari, Tari,
Fehren, dan Yosua) yang senantiasa mendukung dalam doa, memberi
perhatian, dan menjadi kekuatan dan inspirasi bagi peneliti dalam
menyelesaikan pendidikan di Program Magister FIK UI.

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


8. Orang tua dan semua keluarga yang telah memberikan dukungan doa yang
tiada terputus selama peneliti dalam proses pendidikan.
9. Rekan-rekan Program Pascasarjana FIK UI kekhususan Kepemimpinan dan
Manajemen Keperawatan angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan dan
semangat dalam menyelesaikan penelitian.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut
membantu sehingga penelitian dapat selesai tepat waktu.

Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat dalam


meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit dan untuk
pengembangan profesi keperawatan. Amin.

Jakarta, Juni 2011

Peneliti

vi

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan


Kerja dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Woodward Palu

Estelle Lilian Mua

xvi + 141 hal + 24 tabel + 6 skema + 18 lampiran

Abstrak

Sistem supervisi klinik kepala ruangan yang dijalankan dengan tepat dapat
meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Fenomena yang
ditemukan di RS Woodward Palu, supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja, dan
kinerja perawat pelaksana belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan
kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu.
Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan pre-post test design
with contol group. Sampel untuk supervisi kepala ruangan dan kepuasan kerja
masing-masing kelompok 32 perawat dan sampel untuk kinerja perawat pelaksana
masing-masing kelompok 56 dokumen. Intervensi yang dilakukan adalah
pelatihan dan bimbingan supervisi klinik kepala ruangan model akademik. Hasil
penelitian menunjukkan terjadi peningkatan yang signifikan (p value =0,000) pada
supervisi klinik kepala ruangan setelah mendapat pelatihan dan bimbingan
supervisi. Supervisi klinik yang dilaksanakan secara tepat telah berdampak pada
kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana secara signifikan (p value =0,000).
Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan kepuasan kerja dan kinerja
perawat pelaksana yang signifikan (p value=0,000) antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol. Penelitian ini membawa pada simpulan ada pengaruh
pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Rekomendasi
penelitian ini adalah terus mempertahankan penerapan supervisi klinik kepala
ruangan dengan cara pembinaan, monitoring, dan evaluasi secara berkelanjutan
agar kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana terus dapat ditingkatkan.

Kata kunci: Kepuasan Kerja, Kinerja, Supervisi, Perawat


Daftar Pustaka: 90 (1987 - 2010)

vii

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


POST GRADUATE IN NURSING PROGRAM
FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA

The Influence Clinical Supervision by Head Nurse on Working Satisfaction


and Clinical Performance of Nursing Staff in the wards of Wordward
Hospital in Palu

Estelle Lilian Mua

xvi + 141 page + 24 table + 6 scheme + 18 attachment

Abstract

Clinical supervision by head nurse can increase working satisfaction and clinical
performance by nursing staff in the ward. However, in Wordward hospital clinical
supervision by head nurse, working satisfaction and clinical performance by
nursing staff has not been improved. The purpose of this study was to identify the
influence of clinical supervision training by the head nurse on the working
satisfaction and clinical performance of nursing staff in the in-patient ward of
Woodward hospital in Palu. This study used quasi experiment method with pre
and post-test design with control group. The sample in clinical supervision and
working satisfaction into groups, where each group consisted of 32 nurses, where
for measuring clinical performance of staff nurses each group consisted of 56
nurses. Intervention that was given to the sample (intervention group) was training
and supervision toward head nurse on clinical supervision with academic model.
The result showed that the clinical supervision by head nurse was significantly
increased (p value = 0,000) after training and supervision. Clinical supervision
that accurately implemented gave influence significantly (p value = 0,000) into
working satisfaction and clinical performance of staff nurses. Further analysis
showed the significantly difference on working satisfaction and clinical
performance of staff nurses between intervention and control groups (p value =
0,000). Conclusion of this study showed that there was a significantly influence
on head nurse clinical supervision training working satisfaction and clinical
performance of staff nurses in Woodward hospital in Palu. The recommendation
of this study suggested that maintaining implementation of clinical supervision by
head nurse should be improved by supervision, monitoring, and evaluation, in
order to maintain the working satisfaction and clinical performance of staff
nurses within the ward.

Keywords: Clinical performance, Nurse, Supervision, Working satisfaction

Bibliography: 90 (1987 – 2010)

viii

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISIONALITAS.................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME......................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR SKEMA .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 12
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 14
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kepuasan Kerja .................................................................. 17
2.2 Kinerja ................................................................................. 28
2.3 Supervisi .............................................................................. 38
2.4 Bentuk Supervisi ................................................................. 52
2.5 Pelatihan .............................................................................. 55
2.6 Kerangka Teori .................................................................... 58

BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI


OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ................................................................ 61
3.2 Hipotesis ............................................................................. 64
3.3 Definisi Operasional ........................................................... 65

BAB 4 METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian ................................................................ 67
4.2 Populasi dan Sampel ........................................................... 68
4.3 Tempat Penelitian.................................................................
71

ix

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


4.4 Waktu Penelitian ................................................................. 71
4.5 Pertimbangan Etik ............................................................... 71
4.6 Alat Pengumpul Data .......................................................... 73
4.7 Pengujian Instrumen ............................................................ 76
4.8 Prosedur Penelitian .............................................................. 78
4.9 Pengolahan Dan Analisa Data ............................................. 83

BAB 5 HASIL PENELITIAN


5.1 Karakteristik Perawat Pelaksana ......................................... 87
5.2 Supervisi Klinik Kepala Ruangan ....................................... 91
5.3 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana .................................... 96
5.4 Kinerja Perawat Pelaksana .................................................. 103
5.5 Hubungan Karakteristik Dengan Kepuasan Kerja............... 109

BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Supervisi Klinik Kepala Ruangan ....................................... 113
6.2 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala 119
Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja ..................................
6.3 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala 126
Ruangan Terhadap Kinerja ................................................
6.4 Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan kerja .......... 132
6.5 Keterbatasan penelitian ....................................................... 135
6.6 Implikasi Penelitian ............................................................ 135

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN


7.1 Simpulan ............................................................................. 138
7.2 Saran ................................................................................... 139

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 3.1 Definisi operasional 65

Tabel 4.1 Distribusi Perawat di Ruang Rawat Inap RS Woodward


Palu 69

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Intervensi di


Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 69

Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Rata-Rata Pasien/Bulan di Ruang Rawat


Inap RS Woodward Palu 70

Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Dokumentasi Asuhan Keperawatan Yang


Digunakan Untuk Menilai Hasil Kerja Perawat Pelaksana Di
Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 71

Tabel 4.5 Kisi-Kisi Instrumen Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana


Di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 74

Tabel 4.6 Kisi-Kisi Instrumen Kinerja Perawat Berdasarkan Dokumen


tasi Askep di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 75

Tabel 4.7 Kisi-Kisi Instrumen Evaluasi Aktivitas Supervisi Klinik


Kepala Ruangan Model Akademik 75

Tabel 4.8 Analisis Uji Statistik Variabel Penelitian 85

Tabel 5.1 Analisis Umur dan Lama Kerja Perawat Pelaksana Pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Woodward Palu 2011 88

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Status Kepegawaian


Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat 89
Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.3 Analisis Kesetaraan Perawat Pelaksana Berdasarkan Umur


dan Lama Kerja Pada Kelompok Intervensi dengan Kelompok
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 90

Tabel 5.4 Analisis Kesetaraan Status Kepegawaian Pada Kelompok


Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap RS 90
Woodward Palu, 2011

xi

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Analisis
Tabel 5.5 Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi
Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Pelatihan Supervisi
Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang 91
Rawat inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.6 Analisis Kesetaraan Supervisi Klinik Kepala Ruangan


Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Intervensi
Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat Inap 92
RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.7 Analisis Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan


Persepsi Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Pelatihan
Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di 93
Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.8 Analisis Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan


Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pada Kelompok Intervensi 94
dan kontrol diRuang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.9 Selisih Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sebelum dan


Sesudah Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward 95
Palu, 2011

Tabel 5.10 Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Antara


Kelompok Intervensi dan Kontrol Sesudah Pelatihan 96
Supervisi di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.11 Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum


Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan 97
Kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.12 Analisis Kesetaraan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana


Sebelum Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol 98
di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.13 Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah


Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan 99
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.14 Analisis Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana


Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan
Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik di Ruang 100
Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

xii

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Tabel 5.15 Selisih Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum dan
Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan 101
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.16 Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah


Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi Dan
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 102

Tabel 5.17 Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sebelum Mendapat
Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing
Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di 103
Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.18 Analisis Kesetaraan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sebelum
Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan 104
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.19 Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sesudah
Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan 105
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.20 Analisis Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam


PendokumentasianAsuhan Keperawatan Sebelum dan
Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih
dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada kelompok Intervensi 106
dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.21 Analisis Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam


PendokumentasianAsuhan Keperawatan Sebelum dan
Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada kelompok Intervensi dan 108
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

Tabel 5.22 Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sesudah
Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan 109
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011

xiii

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Tabel 5.23 Analisis Hubungan Umur dan Lama Kerja dengan Kepuasan
kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS 110
Woodward Palu, 2011

Tabel 5.24 Analisis Hubungan Status Kepegawaian dengan Kepuasan


kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS 111
Woodward Palu,2011

xiv

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


DAFTAR SKEMA

Hal
Skema 2.1 Komponen Kinerja Pribadi ........................................... 30
Skema 2.2 Model Teori Kinerja ...................................................... 31
Skema 2.3 Kerangka Teori penelitian ............................................. 60
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................... 63
Skema 4.1 Desain Penelitian ........................................................... 67
Skema 4.2 Tahapan Prosedur Penelitian ......................................... 83

xv

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Data Awal

Lampiran 2 Keterangan Lolos Uji Etik

Lampiran 3 Permohonan Ijin Uji Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Jawaban Ijin Uji Instrumen Penelitian

Lampiran 5 Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 6 Jawaban Ijin Penelitian

Lampiran 7 Penjelasan Menjadi Responden Perawat Pelaksana Kelompok


Intervensi

Lampiran 8 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Perawat Pelaksana


Kelompok Intervensi

Lampiran 9 Penjelasan Menjadi Responden Perawat Pelaksana Kelompok


Kontrol

Lampiran 10 Lembar Persetujuan Menjada Responden Perawat Pelaksana


Kelompok Kontrol

Lampiran 11 Penjelasan Menjadi Responden Kepala Ruangan Kelompok


Intervensi

Lampiran 12 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Kepala Ruangan


Kelompok Intervensi

Lampiran 13 Penjelasan Menjadi Responden Kepala Ruangan Kelompok


Kontrol

Lampiran 14 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Kepala Ruangan


Kelompok Kontrol

Lampiran 15 Kuesioner Penelitian

Lampiran 16 Contoh Jadwal Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit


Woodward Palu

Lampiran 17 Modul Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan

Lampiran 18 Daftar Riwayat Hidup

xvi

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki


peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
di Indonesia (Sumijatun, 2009). Tuntutan masyarakat akan kualitas mutu jasa
layanan kesehatan memberikan dampak sekaligus tantangan bagi rumah sakit
untuk tetap survive. Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk
mengembangkan kemampuannya dalam berbagai aspek untuk mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab dan bermutu. Aditama (2007)
menyatakan rumah sakit perlu mengelola dengan baik semua sumber daya
yang ada di dalamnya agar dapat memenuhi harapan masyarakat.

Organisasi rumah sakit selalu mengalami perkembangan yang membawa


konsekuensi pada layanan kesehatan yang terus-menerus mengalami
perubahan. Perubahan yang terjadi sering kali tanpa disadari menjadi kurang
bermutu sehingga rumah sakit harus selalu mengevaluasi kualitas layanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien atau masyarakat secara
berkesinambungan. Wijono (2000) menyarankan untuk melakukan
pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan agar mutu layanan kesehatan
selalu berubah ke arah yang lebih baik sehingga pasien dan masyarakat akan
selalu berada dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan yang terbaik.
Pohan (2007) mengemukakan perubahan itu perlu dilakukan secara
berkesinambungan dan menyeluruh, karena harapan pasien/masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan itu sendiri telah berubah dan akan selalu
berubah.

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah


sakit dan mempunyai daya ungkit yang besar dalam mencapai tujuan rumah
sakit. Huber (2006) menyatakan 90% dari pelayanan kesehatan di rumah
sakit adalah pelayanan keperawatan yang berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan pasien selama 24 jam. Keperawatan sebagai profesi dan perawat
sebagai tenaga profesional bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan

1
Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
2

keperawatan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri


maupun bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya (Depkes, 2006).
Pengelolaan tenaga keperawatan yang baik dapat mewujudkan perawat yang
berperan profesional, sehingga perawat dapat memberikan kontribusi yang
besar untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah
sakit (Thompson, et. al, 2007).

Pengelolaan pelayanan keperawatan membutuhkan sistem manajerial


keperawatan yang tepat untuk mengarahkan seluruh sumber daya
keperawatan dalam menghasilkan pelayanan keperawatan yang prima dan
berkualitas. Manajemen keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi dari
sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai tujuan pelayanan keperawatan (Marquis & Huston, 2010). Hal ini
tentu perlu didukung oleh seorang manajer yang mempunyai kemampuan
manajerial yang handal untuk melaksanakan fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian aktivitas-aktivitas
keperawatan (Swansburg, 2000).

Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang berperan untuk


mempertahankan agar segala kegiatan yang telah terprogram dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung
memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dan bersama dengan staf
keperawatan mencari jalan pemecahannya. Supervisi dalam keperawatan
bukan hanya sekedar kontrol, tetapi lebih dari itu kegiatan supervisi
mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun
material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara
efektif dan efisien (Marquis & Huston, 2010).

Kepala ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan


keperawatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan
supervisi untuk mengelola asuhan keperawatan. Supervisi yang dilakukan
kepala ruangan berperan untuk mempertahankan segala kegiatan yang telah
dijadwalkan dapat dilaksanakan sesuai standar. Supervisi memerlukan peran

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
3

aktif semua perawat yang terlibat dalam kegiatan pelayanan keperawatan


sebagai mitra kerja yang memiliki ide, pendapat dan pengalaman yang perlu
didengar, dihargai, dan diikutsertakan dalam proses perbaikan pemberian
asuhan keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hadi (2007)
menyatakan seorang supervisor harus berorientasi pada pekerjaannya dan
mempunyai sensitivitas sosial yang mampu memberikan umpan balik,
penghargaan, dan pengakuan keahlian terhadap stafnya.

Seorang supervisor harus dapat menjalankan peran sebagai perencana,


pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987). Peran perencana terlihat pada
kemampuan supervisor dalam menyusun rencana sebelum melakukan
supervisi. Rencana yang dibuat membutuhkan kemampuan dalam
pengambilan keputusan mengenai siapa yang disupervisi, apa yang
disupervisi, kapan, dimana, dan bagaimana pelaksanaan supervisi akan
dilakukan. Peran pengarah ditunjukkan pada saat memberikan arahan kepada
perawat pelaksana untuk melakukan tindakan sesuai standar. Peran sebagai
pelatih dibutuhkan saat supervisor melatih perawat pelaksana dalam
melakukan tindakan keperawatan, dan peran sebagai penilai ditunjukkan pada
saat supervisor melakukan penilaian terhadap hasil kerja perawat.

Seorang supervisor dalam merancang pekerjaan perlu memperhatikan


berbagai kebutuhan manusia seutuhnya yang harus dipenuhi (Siagian, 2009).
Kebutuhan yang dimaksud meliputi otonomi dalam pelaksanaan tugas, variasi
tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan seseorang, dan umpan balik.
Pemberian kebebasan memutuskan sendiri cara penyelesaian pekerjaan akan
menimbulkan rasa tanggung jawab dan tingkat kepuasan kerja yang tinggi.
Seorang pekerja akan merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional
yang besar, memiliki motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang tinggi
jika ia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya dianggap penting oleh
orang lain. Sebaliknya pengendalian terus-menerus oleh supervisor, disertai
dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap apatis dan prestasi kerja
yang rendah. Tugas yang tidak bervariasi akan menimbulkan ketidakpuasan

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
4

yang berdampak negatif seperti keletihan, kesalahan dalam bekerja, dan


kecelakaan.

Greenberg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap


positif atau negatif yang ditunjukkan individu terhadap pekerjaan mereka.
Kepuasan itu tidak tampak secara nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu
hasil pekerjaan. Suatu organisasi perlu memperhatikan karyawan agar dalam
bekerja senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa
sehingga akan tercipta kepuasan kerja. Kepuasan kerja bersifat individual di
mana setiap individu memiliki tingkat kepuasan berbeda-beda sesuai sistem
nilai yang berlaku pada dirinya. Seorang manajer perlu memahami apa yang
harus dilakukannya untuk menciptakan kepuasan kerja karyawannya
(Wibowo, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan Curtis (2007) tentang survei kepuasan kerja
perawat di Irlandia dengan mengirimkan kuesioner kepada 2000 perawat
melalui pos menunjukkan bahwa status profesional, interaksi dan otonomi
memberikan kontribusi terbesar terhadap kepuasan kerja perawat. Praktek
manajemen yang fleksibel, komunikator, dan melibatkan perawat dalam
pengambilan keputusan sangat penting untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Alam & Fakir (2010) tentang tingkat
kepuasan kerja perawat di Malaysia dengan jumlah sampel 153 perawat
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan
supervisor, keragaman tugas, otonomi dalam pekerjaan, kompensasi, rekan
kerja dan manajemen.

Studi eksplorasi yang dilakukan Cortese (2007) terhadap kepuasan kerja


perawat di Italia menghasilkan ada lima aspek yang berhubungan dengan
kepuasan kerja yaitu isi pekerjaan, rekan kerja, tanggung jawab, kemandirian,
dan hubungan dengan supervisor. Rekomendasi yang diberikan dalam
penelitian ini adalah manajemen keperawatan harus ditingkatkan dan proaktif
dalam mencari cara membuat pekerjaan di rumah sakit lebih memuaskan.
Penelitian lain yang dilakukan Al-Aemeri (2000) mengenai hubungan
kepuasan kerja perawat dengan komitmen terhadap organisasi pada 290

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
5

perawat menunjukkan ada korelasi yang positif antara kepuasan kerja dengan
komitmen terhadap rumah sakit. Perawat yang puas memiliki tingkat
komitmen yang lebih tinggi dibandingkan perawat yang kurang puas.

Beberapa penelitian di atas, menyimpulkan salah satu variabel yang


mempengaruhi kepuasan kerja adalah supervisi. Penerapan supervisi yang
tepat akan menyebabkan perawat pelaksana merasa diterima, dihargai, dan
dilibatkan, sehingga timbul komitmen yang tinggi untuk memajukan
pelayanan keperawatan. Hasil penelitian Hasniati (2002) di rumah sakit
OMNI Medical Centre dengan jumlah sampel 128 perawat, menunjukkan
variabel kompetensi supervisi merupakan variabel utama yang berhubungan
signifikan dengan kepuasan perawat dan sub variabel kompetensi intelektual
dan kompetensi emosi merupakan sub variabel yang dominan berhubungan
dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Hasil studi Arwani (2006)
kompetensi yang harus dimiliki oleh supervisor adalah pemberian
pengarahan, saran, motivasi, bimbingan dan latihan serta penilaian.

Kepuasan kerja yang dimiliki perawat akan mempengaruhi produktivitas


yang sangat diharapkan organisasi. Produktivitas merupakan ukuran kinerja
termasuk efektivitas dan efisiensi. Wibowo (2008) mengatakan rumah sakit
dikatakan efektif apabila sukses memenuhi kebutuhan pelanggan baik
eksternal maupun internal dan dikatakan efisien apabila dapat melakukannya
dengan biaya lebih rendah. Cortese (2007) menyatakan kepuasan kerja kini
telah diakui sebagai faktor yang mampu mempengaruhi banyak variabel
diantaranya adalah kinerja. Kinerja merupakan penampilan hasil kerja
personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja
adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan (As’ad, 2003).

Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja


merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk
mencapai hasil kerja dan hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan
kinerja (Wibowo, 2008). Perilaku kerja perawat terlihat dari cara kerja yang
penuh semangat, disiplin, bertanggung jawab, melaksanakan tugas sesuai

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
6

standar yang ditetapkan, memiliki motivasi dan kemampuan kerja yang tinggi
dan terarah pada pencapaian tujuan rumah sakit. Hasil kerja perawat
merupakan proses akhir dari suatu kegiatan yang dilakukan dalam mencapai
sasaran. Hasil kerja dapat dicapai secara maksimal apabila perawat
mempunyai kemampuan dalam mendayagunakan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan (PPNI, 2002).

Perawat di rumah sakit dominan berperan sebagai perawat klinik yaitu


perawat yang mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara profesional
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja perawat dapat
dinilai dari hasil yang dicapai perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan, baik melalui pengamatan langsung saat proses pemberian
asuhan keperawatan atau melalui dokumentasi asuhan keperawatan. Hasibuan
(2003) mengemukakan perilaku perawat pelaksana dapat dinilai melalui
prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerja sama. Hasil
kerja perawat pelaksana dapat dinilai melalui dokumentasi asuhan
keperawatan yang telah diberikan kepada pasien dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan (PPNI, 2002; Depkes, 2003).

Hafizurrachman (2009) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi


kinerja yaitu: 1) kemampuan pribadi untuk melakukan pekerjaan tersebut, 2)
tingkat usaha yang dicurahkan, dan 3) dukungan organisasi. Kemampuan
pribadi meliputi: bakat, minat, dan faktor kepribadian; usaha yang dicurahkan
meliputi: motivasi, etika kerja, kehadiran, dan rancangan tugas; dukungan
organisasi meliputi: pelatihan, peralatan, standar kinerja, dan manajemen.
Kinerja pribadi dapat ditingkatkan sampai pada tingkat ketiga komponen
yang ada dalam diri karyawan, tetapi kinerja dapat berkurang bila salah satu
faktor dikurangi. Kaitannya dalam perawatan, perawat yang memiliki
kemampuan pribadi untuk bekerja dengan baik tidak akan menunjukkan
kinerja yang diharapkan apabila gaya manajemen supervisor menimbulkan
reaksi negatif bagi para perawat dan rancangan tugas tidak memuaskan.

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
7

Penelitian Saljan (2005) di rumah sakit Islam Jakarta Timur terhadap 55


perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat, menyimpulkan ada pengaruh
yang signifikan antara peran supervisor sebagai penilai dengan kinerja
perawat. Penelitian ini merekomendasikan agar bidang keperawatan membuat
job description bagi para supervisor, menentukan kriteria, memelihara dan
meningkatkan kemampuan supervisor dalam melaksanakan perannya dalam
upaya meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Penelitian yang dilakukan
oleh Izzah (2003) untuk mengetahui hubungan frekuensi kegiatan supervisi
dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Batang Jawa
Tengah menghasilkan bahwa frekuensi kegiatan supervisi satu kali memiliki
peluang kerja lebih baik dibandingkan dua kali atau lebih.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mularso (2006) tentang supervisi


keperawatan di rumah sakit Dr. A. Aziz Singkawang menemukan bahwa
kegiatan supervisi lebih banyak pada kegiatan pengawasan bukan pada
kegiatan bimbingan, observasi dan penilaian. Studi yang dilakukan
Supratman & Sudaryanto (2008) menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi
keperawatan di berbagai rumah sakit belum optimal dan fungsi manajemen
tidak mampu diperankan oleh perawat di sebagian besar rumah sakit di
Indonesia. Saefulloh (2009) melakukan penelitian di RSUD Indramayu
dengan mengadakan pelatihan supervisi kepala ruangan dan hasil penelitian
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan motivasi dan kinerja perawat
pelaksana sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan supervisi bagi kepala
ruangan.

Supratman & Sudaryanto (2008) mengemukakan model supervisi klinik


keperawatan di Indonesia belum jelas seperti apa dan bagaimana
implementasinya di rumah sakit. Belum diketahui model yang sesuai dan
efektif yang dapat diterapkan. Salah satu model supervisi keperawatan klinik
yaitu model academic. Model academic bertujuan untuk membagi
pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses
pengembangan kemampuan profesional. Pengembangan yang dimaksud
dalam model ini bukan saja pengembangan dalam hal pengetahuan dan

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
8

keterampilan tindakan keperawatan tetapi pengembangan sikap dan tanggung


jawab praktik profesional. Farington (1995) memperkenalkan tiga kegiatan
yang dilakukan oleh supervisor pada supervisi klinik model academic, yaitu
educative, supportive, dan managerial.

Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial antara


supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan pengetahuan
dan keterampilan serta membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi
dari setiap intervensi keperawatan. Penerapan kegiatan educative dapat
dilakukan secara tutorial, yaitu supervisor memberikan bimbingan dan arahan
kepada perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta
memberikan umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk
mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional.
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perawat selalu mendapat
pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan
kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa
percaya diri (Barkauskas, 2000).

Kegiatan supportive adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk


mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam
pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat
maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali ”emosi” ketika
bekerja, contoh: meredam konflik antar perawat dan bersikap profesional
dalam bertugas. Kegiatan supportive dirancang untuk memberikan dukungan
kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung di antara
perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan
kenyamanan dan validasi. Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan
dengan cara mengadakan case conference untuk mendiskusikan suatu kasus
atau konflik tertentu. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain
adalah mengurangi konflik, kenyamanan bekerja, dan kepuasan kerja
(Barkauskas, 2000)

Kegiatan managerial adalah kegiatan yang melibatkan perawat pelaksana


dalam peningkatan praktik profesional misalnya: mengkaji SOP yang ada

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
9

kemudian memperbaiki hal-hal yang perlu. Kegiatan managerial dirancang


untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk
meningkatkan perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar
pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu pelayanan.
Penerapan kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau
rapat dengan beberapa staf perawat untuk mengadakan perbaikan SOP atau
mengkaji kelengkapan asuhan keperawatan pasien. Hasil yang diiharapkan
dari kegiatan ini adalah perubahan tindakan, pemecahan masalah,
peningkatan praktik keperawatan, peningkatan isu-isu profesional, kepuasan
kerja, dan patient safety (Barkauskas, 2000).

Penelitian Brunero & Parbury (2005) tentang efektivitas supervisi klinik


dengan melakukan studi literatur terhadap 22 artikel menunjukkan bahwa
fungsi educative yang dilakukan supervisor akan meningkatkan pengetahuan
dan rasa percaya diri pada perawat. Fungsi supportive yang dilakukan
supervisor akan meningkatkan kemampuan perawat dalam mengatasi konflik
baik dengan rekan kerja maupun dengan pasien. Fungsi managerial akan
meningkatkan rasa tanggung jawab perawat pada praktik keperawatan
profesional. Dilihat dari prosesnya model academic merupakan proses formal
dari perawat profesional untuk support dan learning sehingga pengetahuan
dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien
mendapatkan perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan.

Pemahaman dan implementasi supervisi model academic dapat dilakukan


melalui pelatihan. Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek
yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas
(Mangkunegara, 2005). Pelatihan adalah proses membantu pegawai untuk
memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang
akan datang, melalui pengembangan pikiran dan tindakan, kecakapan,
pengetahuan, dan sikap. Kepala ruangan perlu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk
meningkatkan produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
10

produktivitas organisasi secara keseluruhan. Efek pelatihan bermanfaat bagi


individu dan organisasi (Siagian, 2009).

Rumah sakit Woodward adalah rumah sakit swasta pertama dan terbesar di
Sulawesi Tengah yang selama ini telah menjadi mitra pemerintah yang
senantiasa terlibat aktif dalam upaya mendukung program peningkatan
derajat kesehatan masyarakat. Untuk dapat mempertahankan eksistensi
pelayanan yang bermutu, maka saat ini rumah sakit sedang mempersiapkan
diri untuk akreditasi lima pelayanan dasar. Rumah sakit Woodward memiliki
110 tempat tidur yang tersebar pada tujuh ruang rawat inap. Selain itu rumah
sakit memiliki sebelas ruang poliklinik dan enam ruang penunjang medik,
yaitu laboratorium, radiologi, apotik, kamar operasi, fisiotherapi, dan instalasi
gizi. Data eksekutif pelayanan pasien rawat inap tahun 2001-2010
menunjukkan rata-rata BOR 50,86%, ALOS 3,82 hari, TOI 3,48 hari.

Jumlah tenaga keperawatan yang bekerja di rumah sakit Woodward Palu


sampai dengan Januari 2011 berjumlah 115 perawat, dengan rincian S1
Keperawatan 3 orang (2,6%), D III Keperawatan 89 orang (77,39%), D III
Kebidanan 3 orang (2,6%), SPK 14 orang (12,17%), dan Bidan A 3 orang
(2,6%). Jumlah tenaga keperawatan yang ada di ruang rawat inap berjumlah
84 orang (73,04%), dan sisanya 31 orang (26,96%) ditempatkan di unit
struktural, instalasi gawat darurat, dan instalasi rawat jalan.

Hasil wawancara peneliti dengan kepala bidang keperawatan rumah sakit


Woodward Palu pada Januari 2011 menyatakan bahwa semua kepala ruangan
telah mengikuti pelatihan manajemen keperawatan, namun belum pernah
mengikuti pelatihan khusus supervisi. Sejauh ini belum ada evaluasi
mengenai pelaksanaan supervisi kepala ruangan terhadap perawat pelaksana.
Hasil wawancara peneliti dengan empat kepala ruangan diakui bahwa selama
ini belum memahami peran dan tugasnya dalam melakukan supervisi. Belum
diketahui apa, kapan, bagaimana, dan manfaat supervisi kepala ruangan bagi
perawat pelaksana. Kepala ruangan menyatakan bahwa kegiatan supervisi
yang diketahui adalah supervisi yang dilakukan langsung oleh kepala bidang

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
11

keperawatan dan supervisi yang dilakukan pada sore dan malam hari oleh
perawat penanggung jawab untuk melihat dan mengontrol pelayanan.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 di salah satu
ruangan rawat inap rumah sakit Woodward Palu terlihat bahwa program
supervisi kepala ruangan belum ada. Tidak ada dokumen tertulis tentang
rencana dan hasil supervisi yang dilakukan. Wawancara dengan kepala
ruangan mengatakan bahwa supervisi dilakukan secara situasional, yaitu
dilakukan pada saat perawat pelaksana mengalami kesulitan dalam
melakukan tindakan keperawatan. Supervisi hanya dilakukan dalam bentuk
tutorial yaitu memberi arahan, bimbingan, dan latihan dalam melakukan
tindakan keperawatan secara langsung kepada perawat pelaksana.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 di salah satu
ruangan rawat inap rumah sakit Woodward Palu terlihat bahwa metode
asuhan keperawatan yang digunakan masih menggunakan metode penugasan
fungsional. Kepala ruangan melakukan pembagian tugas berdasarkan
keahlian dari perawat tersebut, misalnya perawat yang telah terampil bertugas
di bagian obat akan selalu mendapat tugas di bagian obat. Perawat cenderung
mengerjakan tugas-tugas secara rutinitas. Wawancara dengan kepala bidang
keperawatan tentang kepuasan kerja perawat menyatakan kepuasan kerja
masih rendah. Indikator umum kepuasan kerja yang dipakai adalah angka
turnover tinggi yaitu 20%.

Wawancara yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 dengan beberapa


perawat pelaksana, mengatakan bekerja di ruangan berdasarkan tugas yang
diberikan oleh kepala ruangan, belum pernah dilibatkan dalam pembuatan
standar atau melakukan diskusi terkait kasus yang ditemui di ruangan. Selama
ini jarang mendapat bimbingan dan arahan dari kepala ruangan, bila menemui
kesulitan lebih sering mendiskusikan dengan perawat lainnya. Lebih lanjut
disampaikan ada keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tetapi sejauh ini belum mendapat kesempatan. Perawat juga
mengatakan pemberian punishment bagi pelanggaran disiplin lebih

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
12

diperhatikan dibandingkan dengan pemberian reinforcement terhadap perawat


yang melaksanakan tugas dengan baik.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 di salah satu
ruangan rawat inap rumah sakit Woodward Palu terlihat masih ada dokumen
asuhan keperawatan yang tidak lengkap. Pada format pengkajian terlihat
beberapa data yang penting tidak didokumentasikan, pada bagian pengisian
diagnosa keperawatan cenderung hanya mencantumkan satu diagnosa, dan
cacatan tindakan keperawatan belum didokumentasikan sesuai standar.
Kepala ruangan menyatakan sebagian besar dokumentasi asuhan keperawatan
dilengkapi setelah pasien pulang.

Bagian keperawatan seringkali dihadapkan dengan permasalahan kinerja


perawat dalam hal ini pemberian asuhan keperawatan yang belum optimal
sehingga sering dikeluhkan oleh pasien, keluarga, dan profesi lain yang
bekerja di rumah sakit. Kondisi ini harus mendapat perhatian kepala ruangan
sebagai manajer yang bertanggung jawab langsung terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat pelaksana. Kepala ruangan harus
dapat menjalankan fungsi manajerial yaitu bimbingan dan pengarahan dengan
melakukan supervisi terhadap perawat pelaksana agar melaksanakan asuhan
keperawatan secara optimal. Pemberian asuhan keperawatan yang optimal
diharapkan dapat memenuhi harapan konsumen untuk memperoleh pelayanan
yang terbaik selama dirawat di rumah sakit dan secara tidak langsung
mendukung tujuan rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


Supervisi keperawatan yang dilakukan oleh kepala ruangan pada intinya
adalah mengusahakan agar semua perawat pelaksana melakukan asuhan
keperawatan sesuai rencana dan standar yang telah ditetapkan. Peran kepala
ruangan sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai sangat menentukan
keberhasilan supervisi yang dilakukan. Bentuk supervisi didesain sehingga
perawat pelaksana terlibat aktif dalam kegiatan supervisi tersebut bukan
hanya sebagai obyek tetapi sebagai mitra dalam peningkatan pelayanan
asuhan keperawatan. Perasaan ikut terlibat, dibutuhkan, dihargai, dan

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
13

dianggap penting, dapat menumbuhkan kepuasan kerja perawat. Kepuasan


kerja yang dirasakan perawat akan terlihat pada penampilan kerja yang
ditampilkan perawat dalam bentuk prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan,
kejujuran, dan kerja sama serta hasil kerja dalam bentuk pemberian asuhan
keperawatan yang optimal.

Kenyataannya, di rumah sakit Woodward Palu supervisi yang dilakukan oleh


kepala ruangan belum optimal. Kepala ruangan belum memahami apa, kapan,
bagaimana, dan manfaat supervisi yang dilakukan. Peran kepala ruangan
sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai belum teridentifikasi.
Supervisi yang dilakukan masih bersifat situasional dengan bentuk tutorial.
Masalah yang dapat dirumuskan adalah fungsi supervisi kepala ruangan
belum optimal.

Kepala ruangan melakukan pembagian tugas secara rutinitas. Perawat belum


pernah dilibatkan dalam pembuatan standar atau melakukan diskusi terkait
kasus yang ditemui di ruangan. Perawat pelaksana jarang mendapat
bimbingan dan arahan dari kepala ruangan. Perawat mengatakan pemberian
punishment bagi pelanggaran disiplin lebih diperhatikan dibandingkan dengan
pemberian reinforcement terhadap perawat yang melaksanakan tugas dengan
baik. Masalah yang dapat dirumuskan adalah kepuasan kerja perawat masih
rendah.

Hasil observasi ditemui masih ada dokumen asuhan keperawatan yang tidak
lengkap. Pada format pengkajian terlihat beberapa data yang penting tidak
didokumentasikan, pada bagian diagnosa keperawatan cenderung hanya
mencantumkan satu diagnosa, dan cacatan tindakan keperawatan belum
didokumentasikan sesuai standar. Prestasi kerja, tanggung jawab, dan
ketaatan perawat pada standar kerja masih rendah. Masalah yang dapat
dirumuskan adalah kinerja perawat pelaksana belum optimal.

Pelatihan supervisi perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang


peran supervisor dan melatih kemampuan supervisor dalam memberikan
supervisi. Penerapan supervisi didesain dalam bentuk educative, supportive,

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
14

dan managerial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh


pelatihan supervisi terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana,
sehingga rumusan masalahnya adalah “apakah penerapan supervisi klinik
kepala ruangan dalam bentuk educative, supportive, managerial dapat
berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang
rawat inap rumah sakit Woodward Palu.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan
supervisi kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1.3.2.1 Diketahuinya karakteristik perawat pelaksana yang meliputi umur, lama
kerja, dan status pegawai di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu
1.3.2.2 Diketahuinya supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah
pelatihan supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit
Woodward Palu
1.3.2.3 Diketahuinya kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah
mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik di
ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu
1.3.2.4 Diketahuinya kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah mendapat
supervisi dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik di ruang rawat
inap rumah sakit Woodward Palu
1.3.2.5 Diketahuinya kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah
mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak mendapat pelatihan
supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu
1.3.2.6 Diketahuinya kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah mendapat
supervisi dari kepala ruangan yang tidak mendapat pelatihanan supervisi
klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
15

1.3.2.7 Diketahuinya perbedaan supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok


yang mendapat pelatihan supervisi klinik dengan kelompok yang tidak
mendapat pelatihan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu
1.3.2.8 Diketahuinya perbedaan kepuasaan kerja perawat pelaksana antara
kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih
supervisi klinik dengan kelompok yang tidak dilatih supervisi klinik di
ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu
1.3.2.9 Diketahuinya perbedaan kinerja perawat pelaksana antara kelompok yang
mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik
dengan kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak
dilatih supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu
1.3.2.10 Diketahuinya hubungan karakteristik perawat pelaksana dengan kepuasan
kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:
1.4.1 Manfaat Aplikatif
Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak manajemen rumah sakit
Woodward terutama bidang keperawatan dalam penyusunan kebijakan
tentang supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan sehingga dapat
membantu menyelesaikan masalah kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana. Bagi kepala ruangan penelitian ini bermanfaat untuk
meningkatkan pemahaman dan kemampuan kepala ruangan dalam
melakukan supervisi. Manfaat bagi perawat pelaksana, penelitian ini dapat
meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja.

1.4.2 Manfaat Teoritis


Hasil penelitian diharapkan:
1.4.2.1 Memberikan kontribusi terhadap pengembangan keilmuan manajemen
keperawatan terutama terkait dengan supervisi, kepuasan kerja, dan
kinerja perawat.
1.4.2.2 Memberikan informasi ilmiah bagi kalangan akademik baik tim pengajar
maupun mahasiswa keperawatan untuk pengembangan proses berpikir

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
16

khususnya dalam memahami perlunya supervisi kepala ruangan untuk


meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan.
1.4.2.3 Menjadi rujukan peneliti lainnya yang tertarik dan memiliki minat
mengembangan topik pada penelitian ini.

Universitas Indonesia
Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011
17

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja

Setiap orang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya


bekerja dan kepuasan kerja tersebut akan mempengaruhi produktivitas yang
sangat diharapkan organisasi. Kajian literatur menunjukkan kepuasan kerja
perawat dihampir semua negara masih rendah (Curtis, 2007) tingginya
ketidakpuasan perawat sering menjadi masalah di rumah sakit seperti kinerja
menurun, turnover yang tinggi dan kemangkiran kerja (Papathanassoglou,
2007; Curtis, 2007; Cortese, 2007). Rumah sakit dihadapkan pada tantangan
untuk meningkatkan kapasitas perawat dan harus proaktif mencari cara
membuat pekerjaan perawat lebih memuaskan (Cortese, 2007).

Secara umum kepuasan kerja menyangkut sikap seseorang mengenai


pekerjaannya. Kepuasan itu tidak tampak secara nyata, tetapi dapat
diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Kepuasan kerja bersifat individual
dimana setiap individu memiliki tingkat kepuasan berbeda-beda sesuai sistem
nilai yang berlaku pada dirinya. Kepuasan kerja yang tinggi mencerminkan
pengelolaan perusahaan yang baik dan merupakan hasil manajemen yang
efektif (Danim, 2004). Seorang manajer perlu memahami apa yang harus
dilakukannya untuk menciptakan kepuasan kerja karyawannya (Wibowo,
2008). Berikut ini akan diuraikan pengertian kepuasan kerja, teori kepuasan
kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan pengukuran
kepuasan kerja.

2.1.1 Pengertian kepuasan kerja


Kepuasan kerja mencerminkan sikap dan bukan perilaku. Gibson (2000)
menyatakan kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki pekerja tentang
pekerjaan mereka. Sikap tersebut menunjukkan perbedaan antara jumlah
penghargaan yang diterima dengan jumlah yang pekerja yakini seharusnya
mereka terima (Robbins, 2006; Rosidah, 2009) dan penilaian sejauh mana
lingkungan pekerjaan memenuhi kebutuhan pekerja (Locke, 1976 dalam

17
Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


18

Alam & Fakir, 2010). Sikap yang dideskripsikan dapat bersifat positif atau
negatif (Greenberg dan Baron, 2003) terhadap kondisi fisik dan sosial
lingkungan kerjanya (Schermerhorn, Hunt dan Osborn, 2002).

Kepuasan kerja merupakan respons affective atau emosional terhadap


berbagai segi pekerjaan seseorang (Kreitner dan Kinicki, 2001). Definisi ini
menunjukkan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep tunggal.
Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak
puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Pekerjaan memerlukan interaksi
dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijakan
organisasi, memenuhi standar kinerja, dan hidup dengan kondisi kerja yang
sering kurang ideal.

Kepuasan terhadap pekerjaan mewarnai sikap individu untuk melakukan


sejumlah tugas dan sangat erat kaitannya dengan penampilan kerja (Danim,
2004). Kepuasan kerja perawat adalah tingkat kesenangannya terhadap
pekerjaannya (Parsons, 1998). Jadi kepuasan kerja perawat adalah sikap
perawat baik positif maupun negatif yang selalu berubah tentang
pekerjaannya dan perasaan tersebut dapat berdampak pada penampilan
kerjanya.

2.1.2 Teori Kepuasan kerja


Teori kepuasan kerja mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang
lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga
mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja.
Berikut akan diuraikan beberapa teori kepuasan kerja.

2.1.2.1 Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)


Prinsip teori ini mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
terhadap pekerjaan bukan merupakan variabel kontinu tetapi dapat
berubah sesuai pencapaian harapannya (Herzberg dalam Danim, 2004).
Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan
kepuasan apabila tersedia dan memberikan ketidakpuasan apabila tidak
ada. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


19

pekerjaan seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas


pengawasan, dan hubungan dengan orang lain, dan bukannya dengan
pekerjaan itu sendiri. Faktor ini mencegah reaksi negatif karenanya
dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors.

Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan


itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan,
prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk
pengembangan diri, dan pengakuan. Faktor ini berkaitan dengan tingkat
kepuasan kerja tinggi karenanya dinamakan motivatoris.

Menurut teori dua faktor, seorang supervisor keperawatan dalam


berbagai peran, kegiatan dan kompetensi yang dimilikinya harus dapat
memberikan kepuasan kerja kepada perawat pelaksana dengan cara
memperhatikan aspek pekerjaan perawat. Aspek yang diperhatikan
meliputi: memberikan otonomi dalam bekerja, memberikan tugas yang
bervariasi, membuat staf merasa penting dalam pekerjaan, dan
memberikan umpan balik terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Sebaliknya supervisor juga harus menghilangkan faktor-faktor yang
dapat menyebabkan ketidakpuasan, seperti kondisi kerja yang tidak
mendukung, hubungan dengan rekan kerja yang kurang baik, dan
pengawasan yang terlalu ketat. Teori ini sangat tepat digunakan dalam
proses supervisi klinik untuk mencari aspek-aspek pekerjaan yang
merupakan sumber kepuasan kerja perawat dan ketidakpuasan di rumah
sakit.

2.1.2.2 Teori Keadilan (Eqnity)


Davis Werther (1989) dalam Siagian (2009) menyatakan bahwa
kepuasan kerja adalah perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan
menurut pandangan para karyawan terhadap pekerjaannya. Inti teori ini
terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan
imbalan yang diterima. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi tentang
seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


20

Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan harus selalu waspada


jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul di kalangan para perawat.
Apabila sampai terjadi dapat timbul dampak negatif seperti
ketidakpuasan, kelalaian dalam penyelesaian tugas, kesalahan dalam
melakukan pekerjaan, bahkan perpindahan perawat ke rumah sakit lain.
Oleh karena itu supervisor dalam merencanakan tugas, melakukan
tindakan educative, supportive, managerial kepada perawat pelaksana
harus memperhatikan prinsip keadilan.

2.1.2.3 Teori Harapan


Victor H. Vroon (1964) seperti yang dikutip oleh Siagian (2009)
mengemukakan apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan
harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan
akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya kecil,
motivasinya pun untuk berupaya akan menjadi rendah. Teori ini
mengatakan bahwa kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan.

Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan harus menaruh


perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu dirubah untuk mendapatkan
kepuasan kerja pada perawat pelaksana. Supervisor dalam peran,
kegiatan, dan kompetensi yang dimilikinya dapat membantu perawat
pelaksana dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta
menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkannya.
Penekanan ini penting karena para perawat tidak selalu mengetahui
secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan supportive diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan perawat.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Kreitner dan Kinicki (2001) mengemukakan terdapat lima faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


21

a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Kepuasan ditentukan oleh


tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada
individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Discrepancies (perbedaan). Kepuasan merupakan suatu hasil
memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan
antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari
pekerjaan.
c. Value attainment (pencapaian nilai). Kepuasan merupakan hasil dari
persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual
yang penting.
d. Equity (keadilan). Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil
individu diperlakukan di tempat kerja.
e. Dispositional/genetic components (komponen genetik). Kepuasan
kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
Perbedaan individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan dan
pekerjaan.

Pendapat lain dikemukakan oleh (Wood, Chonko, dan Hunt 1986;


Purani & Sahadev ,2007 dalam Alam & Fakir, 2010), kepuasan kerja
memiliki enam aspek utama yaitu
a. Kepuasan dengan supervisor. Kepuasan kerja ditentukan oleh
persepsi karyawan tentang seberapa banyak informasi dan
bimbingan yang diberikan oleh atasan untuk melaksanakan
pekerjaan. Hasil riset yang dilakukan oleh Sigit (2009) menemukan
supervisi yang dilakukan secara konsisten akan berpeluang
meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%.
b. Kepuasan dengan keragaman tugas. Kepuasan yang dirasakan
dengan memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak rutinitas.
Hal ini akan membantu karyawan untuk melihat bahwa ada banyak
peluang yang tersedia untuk tumbuh dalam organisasi.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


22

c. Kepuasan dengan otonomi dalam pekerjaan. Kepuasan yang


dirasakan dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan
pekerjaan dari awal sampai akhir.
d. kepuasan kompensasi. Kepuasan yang dirasakan berdasarkan
imbalan yang diterima oleh karyawan. Temuan riset yang dilakukan
oleh Curtis (2007), menunjukkan kecilnya korelasi antara gaji dan
kepuasan kerja. Ia mengatakan bahwa motivasi untuk bekerja
bukanlah semata-mata karena uang, namun yang paling penting
adalah bagaimana rumah sakit memenuhi kebutuhan karyawan,
memperlakukan karyawan dengan baik, menerapkan manajemen
yang fleksibel dan komunikator, serta melibatkan karyawan dalam
pengambilan keputusan (Barry & Huston, 1998).
e. Kepuasan dengan rekan kerja. Kepuasan yang dirasakan karena
adanya kehadiran dan dukungan dari rekan kerja. Penelitian terbaru
mengidentifikasi bahwa rekan kerja yang menjadi tim kuat atau
efektif akan membuat pekerjaan jadi menyenangkan (Luthans,
2006).
f. Kepuasan dengan manajemen dan kebijakan sumber daya manusia.
Kepuasan yang berhubungan dengan kebijakan organisasi. Hasil
riset ditemukan bahwa salah satu sumber utama ketidakpuasan kerja
perawat adalah manajemen keperawatan yang tidak efektif (Kapella,
2002 dalam Papathanassoglou, 2007), rendahnya keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, hubungan yang buruk dengan manajemen,
kurangnya pengakuan, dan kurangnya fleksibilitas dalam
penjadwalan (Albaugh, 2003 dalam Alam & Fakir, 2010).

Siagian (2009) mengemukakan untuk meningkatkan kepuasan kerja


perlu memperhatikan rancang bangun dari suatu pekerjaan karena
pekerjaanlah yang menghubungkan pekerja dengan organisasi.
Pekerjaan yang harus dilakukanlah yang menjadi faktor penyebab
mengapa organisasi membutuhkan pekerja. Pekerjaan harus dapat
meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Hal ini senada dengan
teori dua faktor yang menyatakan bahwa pekerjaanlah yang

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


23

menyebabkan kepuasan kerja. Oleh karena itu dalam rancang bangun


pekerjaan perlu memperhatikan hal sebagai berikut:
a. Otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan. Otonomi adalah pemupukan
rasa tanggung jawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya.
Artinya kepada para pekerja diberi kebebasan untuk mengendalikan
sendiri pelaksanaan tugasnya berdasarkan uraian dan spesifikasi
pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Banyak organisasi telah
membuktikan bahwa apabila kepada para pekerja diberikan
kebebasan memutuskan sendiri cara penyelesaian pekerjaannya,
rasa tanggung jawab dan tingkat kepuasannya menjadi lebih besar.

Sebaliknya dengan pengendalian terus menerus oleh supervisor dan


dibarengi dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap
apatis dan prestasi kerja yang rendah. Kepuasan kerja merupakan
perasaan yang dialami oleh perawat terhadap profesi yang
dijalaninya yang didukung dengan sikap supervisor yang
memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai
kewenangan dan tanggung jawab serta kompetensi yang
dimilikinya.

Derajat kebebasan atas pekerjaan yang dilakukan dan lingkup


kewenangan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan harus
disesuaikan dengan kemampuan dan kompetensi perawat pelaksana.
Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan manajerial akan
mengakibatkan timbulnya rasa tanggung jawab yang tinggi pada
perawat pelaksana dalam melakukan praktik profesional.

b. Variasi tugas. Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat mengarah


kepada tingkat keahlian dan efisiensi tinggi akan tetapi sangat
membosankan. Kebosanan dalam pekerjaan mempunyai dampak
negatif yang sering menampakkan diri dalam keletihan, kesalahan
dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


24

Seorang supervisor keperawatan dapat mengatasi kebosanan dengan


variasi dalam memberi tugas pada perawat pelaksana bila metode
yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah
metode fungsional dan variasi tingkat ketergantungan pasien bila
metode yang digunakan adalah metode tim atau kasus. Dengan cara
ini perawat akan lebih tertantang untuk meningkatkan kemampuan
dan ketrampilannya. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan
educative akan memampukan supervisor untuk membagi tugas
dengan baik.

c. Identitas tugas. Para pekerja akan merasa bangga apabila mereka


dapat menunjukkan secara kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil
pekerjaan tidak mendapat penghargaan akan menurunkan kepuasan
kerja. Meskipun dalam pemberian asuhan keperawatan merupakan
hasil dari sekelompok perawat, namun seorang supervisor harus
dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut memberikan
kontribusi kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang
diberikan.

Supervisor harus mampu mendorong perkembangan pribadi


perawat baik perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping
kebutuhan akan tata hubungan yang serasi baik dengan pasien
maupun rekan kerja. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan
educative dan supportive akan memampukan supervisor untuk
memberikan dukungan yang positif bagi setiap perawat pelaksana
dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

d. Pentingnya pekerjaan seseorang. Hal ini berkaitan erat dengan


identitas tugas. Seorang pekerja akan merasa bangga, mempunyai
komitmen organisasional yang besar, memiliki motivasi yang tinggi
serta kepuasan kerja yang besar jika ia mengetahui bahwa apa yang
dilakukannya itu dianggap penting oleh orang lain. Apalagi kalau
orang lain bergantung padanya dalam penyelesaian tugas tersebut.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


25

Supervisor keperawatan perlu menanamkan kepada setiap perawat


bahwa sesederhana apapun pekerjaan yang mereka lakukan sangat
berarti bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keberlangsungan
pelayanan keperawatan di rumah sakit. Setiap perawat pelaksana
akan bekerja keras dan berusaha mencapai tujuan dengan cepat, jika
dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis. Perawat
pelaksana harus senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan
pula. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan supportive akan
memampukan supervisor untuk memberi dukungan positif pada
setiap prestasi yang dicapai.

e. Umpan balik. Umpan balik tentang cara seseorang menyelesaikan


pekerjaannya mempunyai arti yang sangat penting bagi pekerja
yang bersangkutan. Apabila seseorang tidak memperoleh umpan
balik tentang berbagai aspek penyelesaian tugasnya, baginya tidak
terdapat petunjuk atau motivasi kuat untuk berprestasi lebih tinggi.

Supervisor keperawatan diharapkan dapat memberikan umpan balik


kepada perawat pelaksana terhadap pekerjaan yang dilakukannya
didasarkan pada kriteria dan standar pekerjaan dibandingkan dengan
hasil nyata yang dicapai perawat. Umpan balik dapat juga dilakukan
dengan membandingkan pekerjaan sejenis di antara beberapa
perawat sehingga dapat tumbuh persaingan yang sehat untuk
berlomba menunjukkan prestasi kerja yang setinggi mungkin.
Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan educative, supportive
dan mnagerial akan memampukan supervisor untuk memberikan
umpan balik yang tepat.

Faktor lainnya yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah demografi


(Barry & Houston, 1998; Scott, Swortzel & Taylor, 2005; Robbins,
2006; As’ad, 2003), yaitu:
a. Usia
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan tentang hubungan positif
antara usia dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja rendah terjadi

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


26

ketika seseorang berusia antara 20 - 30 tahun. Semakin tua umur


karyawan, semakin lebih terpuaskan dengan pekerjaannya karena
mereka mempunyai pengharapan lebih sedikit, lebih adaptif
terhadap lingkungan kerjanya dan lebih berpengalaman (Handoko,
2003; Berns, 1989; Bowen et al., 1994, Grrifin, 1984; Nesttor &
Leary, 2000 dalam Scott, Swortzel & Taylor, 2005).

Menurut Mangkunegara (2005) ada kecenderungan pegawai yang


lebih tua lebih merasa puas daripada pegawai yang lebih muda.
Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa pegawai muda biasanya
memiliki harapan yang ideal dengan pekerjaannya, sehingga apabila
harapan dan realita kerja ada kesenjangan akan menyebabkan
ketidakpuasan, lebih sedikit mendapatkan income, kesempatan
meningkatkan karir dan pendidikan dan kontrol kerja yang lebih
ketat (Lee & Wilbur, 1985 dalam Barry & Houston, 1998).

Berbeda dengan pendapat Atliselli & Brown dalam As’ad (2003)


yang mengatakan bahwa umur 25 - 30 tahun dan 45 - 54 tahun
merupakan masa kurang puas terhadap pekerjaan. Hasil penelitian
Hasniati (2002) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara usia dengan kepuasan kerja. Dengan demikian hubungan usia
dengan kepuasan kerja bervariasi.

b. Lama Kerja
Lama kerja mempunyai korelasi dengan kepuasan kerja. Menurut
Herzberg, Mausner, Peterson, dan Capwell (1957, dalam Scott,
Swortzel & Taylor, 2005), pada awal bekerja karyawan mempunyai
moral dan kepuasan kerja tinggi dan setelah tahun pertama moral
dan kepuasan kerja mulai turun dan menetap pada tingkatan yang
rendah dalam beberapa tahun, dan kemudian meningkat kembali
kepuasan kerjanya seiring dengan kemajuan karirnya. Pendapat
tersebut sama dengan Robbins (2006), kepuasan kerja relatif
meningkat pada awal kerja, menurun berangsur-angsur selama 5-8

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


27

tahun kemudian meningkat perlahan-lahan dan mencapai


puncaknya setelah 20 tahun kerja.

Menurut Purnomowati (1983, dalam As’ad, 2003) ada hubungan


positif masa kerja dengan kepuasan kerja. Karyawan yang telah
lama bekerja memiliki kepuasan kerja yang tinggi dan cenderung
tidak akan berhenti dari pekerjaannya (Purani & Sadewa, 2007
dikutip Alam & Fakir, 2010). Berbeda dengan hasil riset Wahap
(2001), Syafdewayani (2002), dan Hasniati (2002) membuktikan
bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dan kepuasan kerja.
Robbins (2006) mengemukakan tidak ada alasan yang meyakinkan
bahwa karyawan yang sudah lama bekerja akan lebih produktif dan
memiliki motivasi tinggi. Jadi hubungan antara lama kerja dan
kepuasan kerja bervariasi.

c. Status Kepegawaian
Menurut As’ad (2003) kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh
kedudukan dalam organisasi, pangkat/golongan, jaminan finansial
(sosial). Karyawan atau perawat yang berstatus pegawai negeri sipil
telah memiliki status pangkat dan golongan yang jelas dalam
institusi rumah sakit, memiliki jaminan sosial berupa asuransi
kesehatan serta tunjangan lain diluar gaji pokok sehingga
kesejahteraan terjamin. Hal ini berdampak pada kepuasan kerja.

2.1.4 Pengukuran Kepuasan Kerja


Terdapat tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja
(Greenberg dan Baron, 2003 dalam Wibowo, 2008), yaitu:
2.1.4.1. Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran
kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan
kuesioner di mana rating scale secara khusus disiapkan. Dengan
menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang
memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada
pekerjaan. Menurut Wesley & Jackcls dalam As’ad (2003),
pengukuran skala rating dapat dilakukan dengan cara:

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


28

a. Skala Likert, typically degrees og agreemet with a


statement
b. Skala diferensial sematik, attitude between two opposing
words
c. Skala rating numerik
d. Verbal scale, verbal satisfaction and imortance rating

2.1.4.2. Critical incidents. Individu menjelaskan kejadian yang


menghubungkan pekerjaan yang mereka rasakan terutama
memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari
untuk mengungkap tema yang mendasari.
2.1.4.3. Interviews merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja
dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja untuk
secara langsung menanyakan sikap mereka.

Pada penelitian ini, pengukuran kepuasan kerja perawat pelaksana


menggunakan rating scale dan kuesioner. Kuesioner berisi tentang
tingkat kepuasan perawat pelaksana terhadap supervisi klinik yang
dilakukan oleh kepala ruangan dengan memperhatikan unsur-unsur yang
dapat menimbulkan kepuasan kerja menurut Siagian (2009).

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian
Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja
merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk
mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan
kinerja (Wibowo, 2008). Perilaku kerja terlihat dari cara kerja yang penuh
semangat, disiplin, bertanggung jawab, melaksanakan tugas sesuai standar
yang ditetapkan, memiliki motivasi dan kemampuan kerja yang tinggi dan
terarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan hasil kerja merupakan
proses akhir dari suatu kegiatan yang dilakukan anggota organisasi dalam
mencapai sasaran. Fatah (1996) yang dikutip Wahyudi (2008) mengartikan
kinerja sebagai suatu kemampuan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan
yang sesuai dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta motivasi

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


29

kerja. Hasil kerja dapat dicapai secara maksimal apabila individu


mempunyai kemampuan dalam mendayagunakan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.

Hafizurrachman (2009) berpendapat kinerja adalah penampilan kerja yang


dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugasnya
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan
pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu
dibandingkan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran
atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja


perawat adalah keseluruhan perilaku dan kemampuan yang dimiliki perawat
yang ditampilkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Sedangkan hasil
kerja perawat dapat dilihat dari proses akhir pemberian asuhan keperawatan,
yang salah satunya adalah pendokumentasian asuhan keperawatan yang
telah diberikan kepada pasien yang meliputi: pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja


Mathis (1997) dalam Hafizurrachman (2009) menyatakan ada tiga faktor
yang mempengaruhi kinerja yaitu: 1) kemampuan pribadi untuk melakukan
pekerjaan tersebut, 2) tingkat usaha yang dicurahkan, dan 3) dukungan
organisasi. Tiga faktor utama yang mempengaruhi bagaimana pribadi yang
bekerja diilustrasikan pada skema 2.1.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


30

Usaha yang dicurahkan


- Motivasi
- Etika kerja
- Kehadiran
- Rancangan tugas

Kinerja Pribadi
(termasuk kuantitas dan
kualitas)

Kemampuan Pribadi Dukungan Organisasi


- Bakat - Pelatihan & pengembangan
- Minat - Peralatan & teknologi
- Faktor kepribadian - Standar kinerja
- Manajemen & rekan kerja

Skema 2.1: Komponen kinerja pribadi


Sumber:Robert L. Mathis and John H. Jackson (2006, dalam
Hafizurrachman, 2009).

kinerja pribadi dapat ditingkatkan sampai pada tingkat ketiga komponen


yang ada dalam diri karyawan, tetapi kinerja dapat berkurang bila salah satu
faktor dikurangi.

Selain itu, (Ivancevich & Mataerson, 1990; Gibson, Ivancevic & Donelly,
1997 dalam Ilyas, 2002) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan kinerja yaitu: faktor individu, organisasi tempat
bekerja, dan faktor psikologis. Faktor individu yaitu kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografi. Sub variabel kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan
kinerja individu. Sub variabel demografis mempunyai efek tidak langsung
pada perilaku dan kinerja individu.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


31

Faktor organisasi yaitu sumber daya, kepemimpinan, imbalan atau


penghargaan, struktur, desain pekerjaan, supervisi dan kontrol. Faktor
psikologis yaitu persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. (skema
2.2).

Variabel Individu Perilaku individu Psikologis


. Ketrampilan ( Apa yang dikerjakan) . Persepsi
. Kemampuan . Sikap
. Latar Belakang . Kepribadian
Keluarga Kinerja . Belajar
. Tingkat Sosial (Hasil Yang diharapkan . Motivasi
. Pengalaman
. Demografi : Umur,
Jenis Kelamin,Status
Perkawinan,
Pendidikan, Lama Variabel Organisasi
Kerja . Sumber Daya
. Kepemimpinan
. Imbalan
. Struktur
. Desain
. Supervisi
. Kontrol

Skema 2.2
Model Teori Kinerja (Gibson, Ivancevich & donnelly, 1997
dalam Ilyas, 2002)

Ilyas (2002) mengatakan kinerja dapat dipengaruhi oleh faktor demografi


dan supervisi, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Umur. Semakin tua umur seseorang maka kebutuhan aktualisasi diri
akan semakin tinggi bila dibandingkan dengan kebutuhan fisiologisnya.
b. Lama kerja. Pengalaman kerja akan mempengaruhi seseorang dalam
berinteraksi dengan pekerjaan yang dilaksanakannya.
c. Supervisi.
Supervisi adalah proses yang memacu anggota organisasi untuk
berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Supervisi dalam keperawatan dilakukan untuk memastikan kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan organisasi serta sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan (Keliat, dkk, 2006). Hasil

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


32

penelitian yang dilakukan oleh Saljan (2005) dan Saefulloh (2009)


menunjukkan semakin baik supervisi, semakin baik pula kinerja
perawat pelaksana.

Rumah sakit perlu memperhatikan manajemen kinerja. Peran manajer


merupakan komponen yang paling penting, karena tanpanya rumah sakit
hanya merupakan sekumpulan aktivitas tanpa tujuan. Pemahaman manajer
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan akan membantu
manajer dalam memperhatikan dan memaximalkan faktor-faktor tersebut
sehingga tujuan organisasi dengan tujuan pribadi dapat bertemu.

Kaitannya dengan perawatan, peran seorang supervisor sangat berpengaruh


bagi kinerja perawat pelaksana. Supervisor tidak hanya menyiapkan kondisi
lingkungan kerja yang mendukung dan merancang tugas dengan baik tetapi
memastikan tugas tersebut dilaksanakan sesuai standar dan memberikan
umpan balik. Sebaik apa pun pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki
oleh perawat tanpa didukung oleh manajemen supervisor yang baik, maka
kinerja perawat tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.

2.2.3 Penilaian Kinerja


Penilaian terhadap kinerja individu yang terlibat dalam penyelesaian
pekerjaan perlu dilakukan untuk mengetahui pencapaian sasaran-sasaran
organisasi (Wahyudi, 2008). Penilaian adalah pengukuran dan perbandingan
hasil-hasil yang dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
Penilaian kinerja merupakan evaluasi resmi dan periodik tentang hasil
pekerjaan seorang pekerja yang diukur dengan kriteria yang telah
ditentukan.

Hafizurrachman (2009) mengemukakan penilaian kinerja adalah proses


berkelanjutan yang dilakukan oleh manajer kepada bawahannya untuk
membantu karyawan memahami peran, tujuan, harapan, dan kesuksesan
kinerja mereka. Oleh karena itu penilaian kinerja merupakan salah satu alat
terbaik yang dimiliki organisasi untuk mengembangkan motivasi,
meningkatkan retensi, dan produktivitas staf (Marquis & Huston, 2010).

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


33

Penilaian kinerja yang baik mengutamakan pada hubungan kerja antara


pimpinan dan bawahan, menjelaskan apa yang telah dikerjakan dan
menghargai prestasi pekerjaannya, tidak semata-mata mencari kesalahan
tetapi lebih bertujuan menindaklanjuti hasil penilaian dan menghargai
prestasi kerja karyawan. Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua
tujuan utama yaitu tujuan administrasi dan tujuan pengembangan.

Wahyudi (2008) mengatakan penilaian kinerja berguna bagi pimpinan dan


karyawan. Bagi pimpinan hasil penilaian dapat digunakan dalam mengambil
keputusan, meningkatkan pemahaman tentang pekerjaan, dan
menindaklanjuti hasil penilaian, menjalin kerjasama dengan karyawan
dalam rangka meninjau perilaku yang berkaitan dengan kinerja, serta
menyusun suatu rencana untuk memperbaiki setiap penyimpangan agar
sesuai dengan standar yang disepakati. Sedangkan manfaat bagi karyawan
dapat mengetahui prestasi kerja yang telah dicapai, dapat dijadikan motivasi
dalam meningkatkan kinerja di waktu mendatang sekaligus berusaha
memperbaiki kesalahan.

Penilaian kinerja perawat pelaksana dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
2.2.3.1. Penilaian perilaku perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan
dengan cara self evaluation. Penilaian diri sendiri merupakan pendekatan
yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan
individu (Ilyas, 2002; Marquis & Huston, 2010). Metode ini baik
digunakan bila bertujuan untuk pengembangan dan umpan balik kinerja
karyawan, penilaian dalam jumlah besar, biaya murah dan cepat.

Self evaluation dilakukan dengan meminta perawat pelaksana untuk


menilai diri sendiri tentang perilakunya dalam memberikan asuhan
keperawatan. Melalui penilaian ini dapat diketahui tiga jenis informasi
yang berbeda mengenai perilaku perawat dalam melakukan pekerjaan,
yakni: 1) informasi berdasar sifat, yaitu mengidentifikasi sifat karakter
subyektif perawat seperti inisiatif dan kreaktivitas, 2) informasi berdasar
perilaku, yaitu berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


34

keberhasilan kerja, dan 3) informasi berbasis hasil, yaitu dengan


memperhitungkan pencapaian kerja karyawan.

Siagian (2009) menyatakan penilaian diri sendiri bila dikaitkan dengan


pengembangan karir pegawai berarti seorang mampu melakukan
penilaian yang obyektif mengenai diri sendiri, termasuk mengenai
potensinya yang masih dapat dikembangkan. Meskipun dalam menilai
diri sendiri seseorang akan cenderung menonjolkan ciri-ciri positif
mengenai dirinya, namun orang yang sudah matang jiwanya akan juga
mengakui bahwa dalam dirinya terdapat kelemahan. Pengakuan demikian
akan mempermudahnya menerima bantuan orang lain seperti supervisor
untuk mengatasinya.

Pengenalan ciri-ciri positif dan negatif yang terdapat dalam diri


seseorang akan merupakan dorongan kuat baginya untuk lebih
meningkatkan kemampuan kerja, baik dengan menggunakan ciri-ciri
positif sebagai modal maupun dengan usaha yang sistematis untuk
menghilangkan atau paling sedikit mengurangi ciri-ciri negatifnya.
Metode ini juga dipakai dalam kegiatan penerapan praktik keperawatan
profesional yang dikembangkan oleh Keliat, dkk (2006).

Soeprihanto (2001); Ilyas (2002); Hasibuan (2003), perilaku yang dapat


dinilai dari perawat pelaksana adalah:
a. Prestasi Kerja. Prestasi kerja merupakan hasil pelaksanaan pekerjaan
yang dicapai oleh seorang perawat dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Prestasi kerja seorang perawat ini dipengaruhi
oleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kesungguhan dan
lingkungan kerja. Ciri-ciri prestasi kerja yang dituntut dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) antara lain: menguasai seluk
beluk tugas dan bidang-bidang lain yang terkait, mempunyai
keterampilan yang amat baik dalam melaksanakan tugas, mempunyai
pengalaman yang luas dalam bidang tugas dan bidang lain yang
terkait, bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam
melaksanakan tugas, mempunyai kesegaran jasmani dan rohani yang

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


35

baik, melaksanakan tugas secara berdaya guna dan berhasil guna, serta
hasil pekerjaan melebihi dari yang dituntut perusahaan.

b. Tanggung Jawab. Tanggung jawab merupakan kesanggupan seorang


perawat dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya
dengan baik, tepat waktu serta berani mengambil resiko untuk
keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan. Suatu tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas akan terlihat pada ciri-ciri antara
lain: dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berada
di tempat tugas dalam segala keadaan yang bagaimanapun,
mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan diri dan golongan,
tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada
orang lain, berani memikul resiko dari keputusan yang dibuatnya,
selalu menyimpan dan atau memelihara barang-barang dinas yang
dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya.

c. Ketaatan. Ketaatan merupakan kesanggupan seorang perawat untuk


mentaati segala peraturan kedinasan yang berlaku, dan mentaati
perintah dinas yang diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup
tidak melanggar larangan yang ditentukan. Ciri-ciri suatu ketaatan
yang dituntut dalam DP3 antara lain: mentaati segala peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, mentaati perintah
kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang dengan baik, selalu
mentaati jam kerja yang sudah ditentukan, selalu memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.

d. Kejujuran. Kejujuran merupakan sikap mental yang keluar dari dalam


diri manusia sendiri. Kejujuran merupakan ketulusan hati dalam
melaksanakan tugas dan mampu untuk tidak menyalahgunakan
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Ciri-ciri
seorang perawat yang disebut mempunyai kejujuran dalam DP3
terlihat pada: selalu melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan
tanpa merasa dipaksa, tidak pernah menyalahgunakan wewenang yang

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


36

ada padanya, dan melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan menurut


apa adanya.

e. Kerja Sama. Kerja sama merupakan kemampuan mental seorang


perawat untuk dapat bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditentukan. Dengan
melaksanakan kerja sama itu maka hasilnya lebih berdaya guna dan
berhasil untuk dibandingkan dari pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang. Oleh sebab itu setiap perawat harus berusaha untuk
menggalang kerja sama dengan sebaik-baiknya.

Ciri-ciri kerja sama antara lain: berusaha mengetahui bidang tugas


orang lain yang berkaitan erat dengan tugasnya sendiri, dapat
menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain dengan cepat,
karena ia yakin bahwa pendapat orang lain itu yang benar, selalu
menghargai pendapat orang lain, dan tidak mau memaksakan
pendapat sendiri, bersedia mempertimbangkan dan menerima
pendapat orang lain, mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain
menurut waktu dan bidang tugas yang ditetapkan, dan bersedia
menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun ia berbeda
pendapat.

2.2.3.2 Penilaian hasil kerja. Hasil kerja perawat pelaksana salah satunya dapat
dinilai melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien. Melalui penilaian ini dapat diketahui seberapa baik
perawat melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan, sebab kinerja perawat pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh perawat.

Dokumentasi asuhan keperawatan adalah informasi tertulis tentang status


dan perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Perry & Poter, 2005). Asuhan
keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap, obyektif, dan
dapat dipercaya. Pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang paripurna

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


37

ditempuh melalui suatu proses interaksi antara sesama anggota tim


pemberi jasa dengan klien. Oleh karena itu segala sesuatu yang
menyangkut dinamika kerja yang melibatkan otoritas pemberi jasa dan
pengguna jasa harus terekam dengan lengkap dan jelas demi kepentingan
bersama.

Dokumentasi asuhan keperawatan adalah dokumen rahasia yang


mencatat semua pelayanan keperawatan klien, catatan tersebut dapat
diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang mempunyai
banyak manfaat dan penggunaan.Kegiatan pendokumentasian
keperawatan mencakup pencatatan secara sistematis terhadap semua
kejadian dalam ikatan kontrak perawat-klien dalam kurun waktu tertentu
secara jelas, lengkap dan obyektif. Hal ini bertujuan untuk memberi
kemudahan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan
sebagai jaminan mutu.

Selain pencatatan, kegiatan pendokumentasian keperawatan juga


mencakup penyimpanan atau pemeliharaan hasil pencatatan dan
mengkomunikasikan kepada sesama anggota tim kesehatan untuk
kepentingan pengelolaan klien serta kepada aparat penegak hukum bila
diperlukan untuk pembuktian.

Depkes (2007) mengemukakan penilaian kinerja perawat dapat dinilai


secara obyektif dengan menggunakan metode dan instrumen penilaian
yang baku. Pedoman penilaian dokumentasi asuhan keperawatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman akreditas rumah sakit
2007 yang disebut instrumen A yang berisi tentang penilaian
kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang meliputi:
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan keperawatan, evaluasi, dan
catatan asuhan keperawatan. PPNI (2002), mengemukakan bahwa
penilaian kinerja perawat berdasarkan standar praktek profesional yang
meliputi standar I (pengkajian keperawatan), standar II (diagnosis
keperawatan), standar III (perencanaan), standar IV (pelaksanaan), dan
standart V (evaluasi).

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


38

2.3 Supervisi
Supervisi adalah bagian dari fungsi kepemimpinan dan manajemen dalam
pelayanan keperawatan. Supervisi merupakan bagian yang penting dalam
manajemen serta keseluruhan kegiatannya di bawah tanggung jawab
pemimpin. Supervisi sebagai alat untuk memastikan atau menjamin
penyelesaian tugas sesuai dengan tujuan dan standar.

Dalam pelaksanaannya supervisi bukan hanya mengawasi apakah seluruh staf


keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
instruksi atau ketentuan yang telah digariskan tetapi juga bagaimana
memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Dalam kegiatan
supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai objek tetapi juga sebagai
subjek.

Supervisi klinik berpotensi meningkatkan keahlian dan kemampuan klinik


staf yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesuksesan pencapaian rumah
sakit (White & Winstanley, 2006, Hyrkas, et al, 2006 dalam Clinical
supervision a structured approach to best practice, 2008). Sistem supervisi
akan memberikan kejelasan tugas, feedback dan kesempatan perawat
pelaksana mendapatkan promosi. Supervisi klinik sangat penting dalam
pelayanan keperawatan untuk menciptakan pelayanan keperawatan
berkualitas tinggi dan kesuksesan pencapaian tujuan rumah sakit.

Dalam rangka memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan


diperlukan supervisi yang terus menerus terhadap staf keperawatan, fasilitas
dan lingkungan kerja, agar seluruh asuhan yang diberikan tetap berjalan
sesuai standar yang sudah ditetapkan.

2.3.1 Pengertian Supervisi


Supervisi diartikan sebagai pengamatan atau pengawasan secara langsung
terhadap pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya rutin (Suyanto, 2009).
Supervisi memberikan kemudahan bagi perawat untuk menyelesaikan tugas-
tugas keperawatan. Manajer keperawatan mendelegasikan tugas dan tanggung
jawabnya terhadap seseorang dalam organisasi melalui supervisi. Fowler

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


39

(1996) dalam Burnero & Parbury (2005) mengemukakan supervisi klinis


adalah proses dukungan profesional dan pembelajaran untuk membantu
perawat pelaksana mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan tanggung
jawab untuk meningkatkan perlindungan dan keselamatan pasien.

Marquis & Huston (2010) mengemukakan supervisi adalah suatu aktivitas


pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi bukan hanya sekedar
kontrol melihat apakah segala kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan
rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu kegiatan
supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal
maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan
keperawatan secara efektif dan efisien.

Supervisi klinik adalah proses aktif dalam mengarahkan, membimbing dan


mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya (American
Nurses Association, 2005) merupakan proses dukungan formal dan
pembelajaran profesional untuk mengembangkan pengetahuan dan
kompetensi staf, bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dan
meningkatkan perlindungan keselamatan konsumen terhadap pelayanan
kesehatan di lingkungan klinik yang kompleks (Royal College of Nursing,
2002).

Supervisi klinik tidak diartikan sebagai pemeriksaan atau mencari kesalahan,


tetapi lebih kepada pengawasan partisipatif, mendahulukan penghargaan
terhadap pencapaian hasil positif dan memberikan jalan keluar terhadap hal
yang masih belum dapat dilakukan. Perawat tidak sekedar merasa dinilai akan
tetapi dibimbing untuk melakukan pekerjaannya secara benar (Keliat, 2006).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa supervisi


klinik keperawatan merupakan kegiatan pembelajaran dan dukungan
profesional oleh atasan terhadap kinerja bawahan. Supervisi perlu dilakukan
secara terprogram, terjadual, dan perhatian supervisor bukan hanya pada

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


40

pelaksanaan praktik keperawatan tetapi juga pada sikap dan tanggung jawab
perawat pelaksana dalam praktik profesional.

2.3.2 Tujuan Supervisi


Tujuan supervisi adalah untuk mengusahakan seoptimal mungkin kondisi
kerja yang nyaman yang mencakup lingkungan fisik dan suasana kerja di
antara para tenaga keperawatan dan tenaga lainnya serta jumlah persediaan
dan kelayakan sarana untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Swansburg
(2000) mengatakan tujuan supervisi adalah:
a. Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan
pekerjaan itu sendiri
b. Memperhatikan rencana, kegiatan, dan evaluasi dari pekerjaannya
c. Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan
bimbingan individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada
kemampuan ketrampilan keperawatan
Van Ooijen (2000) dalam Brunero & Parbury (2005) menyatakan tujuan
supervisi klinis adalah untuk meningkatkan praktik keperawatan dan
difokuskan pada interaksi perawat-pasien. Proses kognitif utama dari
supervisi klinis adalah refleksi, yaitu berpikir kritis pada pengalaman klinis
untuk memahami, dan mengidentifikasi area yang masih memerlukan
perbaikan lebih lanjut. Refleksi sangat relevan dengan pertumbuhan
profesional praktek keperawatan. Artinya, pengetahuan keperawatan yang
didasarkan pada pengalaman klinis sangat penting untuk perkembangan
praktik keperawatan profesional.

Supervisi klinis memungkinkan perawat untuk mendiskusikan perawatan


pasien dalam suasana yang aman dan mendukung. Partisipasi perawat
pelaksana dalam supervisi klinis memungkinkan adanya umpan balik dan
masukan bagi perawat lain dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang
isu-isu klinis.

Supervisi klinik diberikan untuk memotivasi staf perawat dalam menjalankan


tugasnya dan sebagai penjaga standar keselamatan dalam pelayanan
keperawatan pasien, menjalin hubungan aplikatif di semua tingkatan staf

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


41

dalam satu sistem kerja, selalu memperhatikan akuntabilitas dan tanggung


jawab terhadap pekerjaannya yang terdiri dari elemen dukungan,
pembelajaran dan evaluasi kinerja (Kadushin, 1992 dalam Hills & Giles,
2007), menurunkan stres kerja (restorative function), meningkatkan
akuntabilitas profesional (normative function), pengembangan skill dan
pengetahuan (formative function) (Brunero & Parbury, 2005).

Jadi tujuan supervisi klinik untuk memberikan dukungan, memotivasi,


meningkatkan kemampuan dan pengendalian emosional dan tidak membuat
perawat pelaksana merasa dinilai dalam melakukan pekerjaannya secara
benar.

2.3.3 Sasaran Supervisi


Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi menurut Swanburg (2000)
adalah pelaksanaan tugas sesuai dengan pola, struktur, dan hirarki
kualifikasi staf dan dapat mengembangkan kesinambungan asuhan
keperawatan. Selain hal tersebut di atas sasaran supervisi dapat juga
mencakup penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, sistem dan
prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas, wewenang atau
kedudukan dan keuangan. Menurut Gillies (2000), tugas kepala ruangan
sebagai supervisor terdiri dari empat area penting, yaitu:

2.3.3.1. Area Personal Keperawatan


Area supervisi kepala ruangan dalam ketenagaan keperawatan meliputi 1)
keterlibatan penerimaan tenaga keperawatan pada saat wawancara 2)
seleksi staf di ruang rawat yang menjadi tanggung jawabnya, 3)
melakukan evaluasi terhadap pelaksana perawatan yang berada dalam
ruang lingkup tanggung jawabnya, 4) memberikan nasehat kepada
pelaksana perawatan untuk dapat disiplin, 5) memotivasi staf untuk dapat
taat pada standar perawatan yang berlaku, 6) memberikan informasi yang
diperlukan staf baru, 7) memperbaiki kebijakan dan prosedur di unitnya
apabila diperlukan, 8) menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan
kegiatan dan problem staf, 9) mengadakan perubahan/pembaharuan yang
sifatnya positif, 10) mengatur dan mempertahankan penjadwalan dinas

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


42

agar tetap fleksibel untuk semua staf, dan 11) membuat iklim kerja agar
tetap nyaman bagi staf.

2.3.3.2. Area Lingkungan dan Peralatan


Area lingkungan dan peralatan yang menjadi tanggung jawab kepala
ruangan sebagai supervisor adalah menjaga keamanan, kebersihan,
kenyamanan, terlibat menentukan anggaran terutama yang berkaitan
dengan keperawatan, mengevaluasi dan memantau kelengkapan peralatan
di ruang lingkup tanggung jawabnya, membina kerja sama yang baik,
membuat laporan dan menjaga terselenggaranya komunikasi yang baik di
dalam ruangan dan bagian lainnya.

2.3.3.3. Area Asuhan Keperawatan


Area supervisi dalam asuhan keperawatan meliputi menjaga asuhan
keperawatan sesuai dengan standar, menjaga dan meningkatkan standar
dengan program Quality assurance (QA), mengawasi dan mengevaluasi
kualitas asuhan keperawatan klien dan lingkungan sesuai dengan program
QA, mendokumentasikan set standar dan asuhan keperawatan, koordinasi
semua kegiatan yang berada di ruang lingkup tanggung jawab, membantu
pelaksana perawatan dalam pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi asuhan keperawatan, menjadi penasehat dan pelindung klien,
membina komunikasi yang baik dengan klien, keluarga dan profesi
kesehatan lainnya di ruang lingkup tanggung jawabnya, ikut aktif dalam
komite dan organisasi profesi yang ada, dan menjaga keserasian
administrasi keperawatan tentang rahasia klien.

2.3.3.4. Area pendidikan dan pengembangan staf


Area supervisi dalam area pendidikan dan pengembangan staf terdiri dari
koordinasi dengan staf untuk pengembangan, perencanaan, implementasi
dan evaluasi dalam orientasi pegawai baru, koordinasi dengan staf untuk
pengembangan dan perencanaan pendidikan yang dibutuhkan oleh staf
keperawatan, koordinasi dengan staf untuk menentukan sumber daya yang
diperlukan di unitnya, kerja sama dengan instruktur klinik perawatan
dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi praktik siswa/mahasiswa,

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


43

mempertanggung jawabkan kecukupan kebutuhan pengembangan staf,


memelihara hubungan baik dengan masyarakat sambil
menginterpretasikan filosofi, goal, kebijakan dan prosedur untuk semua
klien dan masyarakat, menunjang dan ikut berpatisipasi dalam penelitian
perawatan, dan melengkapi atau merevisi prosedur-prosedur yang ada di
unitnya.

2.3.4 Prinsip Supervisi


Supervisi dapat dijalankan dengan baik apabila supervisor memahami
prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan (Arwani, 2006) sebagai
berikut:
2.3.4.1 Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi
2.3.4.2 Kegiatan direncanakan secara matang
2.3.4.3 Bersifat edukatif, supporting dan informal
2.3.4.4 Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan
2.3.4.5 Membentuk hubungan kerjasama yang demokratis antara supervisor dan
staf
2.3.4.6 Harus objektif dan sanggup mengadakan ”self evaluation”
2.3.4.7 Harus progresif, inovatif, fleksibel, dan dapat mengembangkan kelebihan
masing- masing perawat yang disupervisi
2.3.4.8 Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri sesuai dengan
kebutuhan
2.3.4.9 Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan.

Dharma (2004) mengemukakan prinsip supervisi adalah:


2.3.4.1 Kejelasan komunikasi. Supervisor harus menggunakan kata-kata yang
dapat dimengerti dan tidak menimbulkan salah penafsiran. Komunikasi
dilakukan secara langsung dan hindari membuang waktu yang dapat
mengaburkan terhadap pentingnya pesan yang akan disampaikan. Pesan
disampaikan secara ringkas berisi informasi yang diperlukan dan hindari
pesan yang bertolak belakang.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


44

2.3.4.2 Mengharapkan yang terbaik. Supervisor harus menghargai staf dan


bekerja sama untuk mencapai hasil kerja yang memuaskan. Hindari
membicarakan kinerja yang jelek di masa yang lalu
2.3.4.3 Berpegang pada tujuan. Supervisor harus fokus pada satu tujuan. Jangan
membicarakan banyak hal pada satu waktu tertentu. Supervisor harus
dapat mendorong staf untuk mengarah pada tujuan. Hindari interupsi,
komunikasi yang sering terputus umumnya kurang produktif.
2.3.4.4 Mendapatkan komitmen staf. Komitmen dapat diperoleh dengan
menggunakan cara berikut: ringkas dan ulangi hal-hal yang telah
dibicarakan, libatkan staf dalam kegiatan tersebut, dengarkan sebaik-
baiknya pada saat staf berbicara, dan mintakan persetujuan langsung,
serta menindaklanjuti masalah yang telah dibicarakan.

2.3.5 Pelaksana Supervisi


Menurut Suarli (2009) pelaksana supervisi atau supervisor memiliki
karakteristik atau syarat yaitu:
2.3.5.1 Sebaiknya atasan langsung dari yang disupervisi atau apabila hal ini tidak
memungkinkan dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas
kewenangan dan tanggung jawab yang jelas.
2.3.5.2 Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
cukup untuk jenis pekerjaan yang disupervisi.
2.3.5.3 Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi,
artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.
2.3.5.4 Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukative dan supportive, bukan
otoriter.
2.3.5.5 Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu
berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan
yang disupervisi.

Pendapat lain disampaikan oleh Suyanto (2009) menerangkan bahwa supervisi


keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab
antara lain:

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


45

2.3.5.1 Kepala ruangan


Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan
yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala
ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan
keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.3.5.2 Pengawas perawatan
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana
fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab
mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.
2.3.5.3 Kepala bidang keperawatan
Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan
bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung atau
tidak langsung melalui para pengawas perawatan.

2.3.6 Peran Supervisor


Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang diharapkan
oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Menurut Kron
(1987) peran supervisor adalah sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan
penilai.
2.3.6.1 Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu membuat
perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang
supervisor banyak membuat keputusan mendahulukan tugas dan
pemberian arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan
waktunya, bagaimana, mengapa, termasuk memberikan instruksi.
2.3.6.2 Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan
arahan yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten
dibagiannya dan membantu perawat pelaksana dalam menampilkan tugas
dengan aman dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai
kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan indikasi yang
penting, bicara pelan dan jelas, pesannya masuk akal, hindari pengarahan
dalam satu waktu, pastikan arahan dapat dimengerti, dan dapat
ditindaklanjuti.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


46

Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan


pasien berkualitas tinggi, maka supervisor harus mengarahkan staf
pelaksana untuk melaksanakan tugasnya sesuai standar yang ditentukan
rumah sakit. Pengarahan sangat penting karena secara langsung
berhubungan dengan manusia, segala jenis kepentingan, dan
kebutuhannya. Tanpa adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan
pekerjaan menurut cara pandang mereka pribadi tentang tugas-tugas apa
yang seharusnya dilakukan, bagaimana melakukan dan apa manfaatnya.
2.3.6.3 Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi
harus dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan
pasien. Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan
pengajaran atau pelatihan untuk membantu pelaksana dalam menerima
informasi. Prinsip dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan
perubahan perilaku, yang meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau
mengubah perilaku, gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu.
2.3.6.4 Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi
dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat
dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar
penampilan kerja dan observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi
penilaian hasil kerja perawat pelaksana saat melaksanakan asuhan
keperawatan selama periode tertentu seperti selama masa pengkajian. Hal
ini dilaksanakan secara terus menerus selama supervisi berlangsung dan
tidak memerlukan tempat khusus.

Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan perawatan


pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur organisasi, uraian
tugas, standar hasil kerja, metode penugasan dan dapat mengobservasi staf
yang sedang bekerja. Penilaian membuat perawat mengetahui tingkat
kinerja mereka (Marquis & Huston, 2010).

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


47

2.3.7 Tugas dan Fungsi Supervisor


Tugas supervisor adalah mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja
yang nyaman dan aman, efektif dan efisien. Tugas dan fungsi supervisor
menurut Suyanto (2009) sebagai berikut:
2.3.7.1 Mengorientasi staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru
2.3.7.2 Melatih staf dan pelaksana keperawatan
2.3.7.3 Memberikan pengarahan dalam pelaksana tugas agar menyadari, mengerti
terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan
2.3.7.4 Memberikan pelayanan bimbingan kepada pelaksana keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan

fungsi supervisor dalam keperawatan sebagai berikut:

2.3.7.1 Menilai dalam memperbaiki fakor-faktor yang mempengaruhi proses


pemberian pelayanan asuhan keperawatan
2.3.7.2 Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong ke arah peningkatan
kualitas asuhan keperawatan
2.3.7.3 Membantu (asistensing), memberi support (supporting), dan mengajak
untuk diikutsertakan (sharing)

2.3.8 Kompetensi Supervisor


Seorang supervisor harus dapat menguasai beberapa kompetensi untuk
sukses. Menurut (Bittel, 1987; Danim, 2004; Wibowo, 2008) kompetensi
tersebut meliputi:

2.3.8.1 Pengetahuan
Merupakan pintu masuk seseorang untuk dapat bekerja dengan baik.
Seorang manajer akan lebih sukses bila dilandasi dengan pengetahuan
yang cukup.

2.3.8.2. Kompetensi Enterpreneurial


Kompetensi supervisor meliputi orientasi efisiensi suatu keinginan untuk
mendapatkan dan melakukan pekerjaan yang lebih baik. Efisiensi dapat
dicapai dengan cara menggunakan dan menggabungkan semua sumber

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


48

daya serta berupaya untuk mempunyai inisiatif, motivasi, dan bersedia


melakukan perbaikan.

2.3.8.3. Kompetensi intelektual


Kompetensi intelektual adalah bagaimana supervisor dapat berpikir logis.
Kemampuan ini dapat dilihat dari: 1) kemampuan supervisor mencari
penyebab dari suatu kejadian yang meliputi kemampuan mengumpulkan
informasi dan dapat membedakan hal-hal diluar pola/konsep. 2)
Keterampilan mendiagnosa yang mencakup kemampuan mengaplikasikan
konsep dan teori ke dalam situasi dan kondisi kehidupan nyata. Danim
(2004) mengemukakan seorang supervisor dapat melaksanakan supervisi
dengan baik bila memahami ilmu dan seni supervisi.

2.3.8.4 Kemampuan Sosioemosional


Kompetensi supervisor dalam hal emosi dan bersosialisasi mencakup 1)
kepercayaan diri, mempunyai rasa percaya diri kuat sehingga dapat
mencapai tujuan, 2) membantu mengembangkan rasa tanggung jawab, 3)
menanamkan kedisiplinan dan membantu memberikan nasehat pada yang
memerlukannya. Kemampuan lainnya adalah persepsi obyektif yaitu 1)
kemampuan untuk mengerti dan memahami walaupun dalam keadaan
kontras, terutama dalam situasi konflik 2) pengkajian diri yang akurat
untuk bersedia dan mau mengakui kekurangan maupun kelebihan yang
dipunyainya 3) adaptasi stamina yang mencakup mempunyai tingkat
energi yang tinggi dan mampu berfungsi secara efektif walaupun dalam
keadaan yang tidak menyenangkan. Danim (2004), mengemukakan
interaksi dinamis antara pimpinan dengan bawahan akan melahirkan
kepuasan kerja dalam diri karyawan.

Hubungan interpersonal antara supervisor dengan perawat merupakan


faktor kritis dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat pelaksana
(Marquis & Huston, 2010). Faktor yang sangat mempengaruhi
keberhasilan supervisi adalah hubungan kuat antara supervisor dan
supervisee, kontrak dan peran yang jelas, komitmen untuk bertemu secara

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


49

berkala, tempat pertemuan yang bebas dari gangguan, dan manajemen


komitmen untuk menyediakan waktu untuk proses supervisi klinik.

2.3.8.5 Kompetensi berinteraksi


Kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain mencakup 1)
kepercayaan diri yaitu mempunyai rasa percaya diri yang kuat sehingga
dapat mencapai tujuan. 2) pengembangan diri meliputi; membantu
pengembangan rasa tanggung jawab, menanamkan kedisiplinan dan
membantu memberikan nasehat pada yang memerlukannya 3)
memperhatikan dan mempelajari semua perilaku atau respon terhadap
kebijakan atau keputusan organisasi dan 4) mengelola proses kelompok;
dapat memberikan inspirasi, mampu bekerja sama dan dapat
mengkoordinasi semua kegiatan di dalam kelompoknya.

2.3.8.6 Kemampuan Teknis (Technical Skill)


Kemampuan menerapkan pengetahuan teoritis ke dalam tindakan-tindakan
praktis, kemampuan memecahkan masalah melalui taktik yang baik, atau
kemampuan menyelesaikan tugas secara sistematis.

Hasil penelitian Hasniaty (2002) menunjukkan kompetensi


enterpreneurial, intelektual, emosi, dan interpersonal berhubungan secara
signifikan dengan kepuasan kerja perawat. Variabel kompetensi
merupakan variabel utama yang signifikan berhubungan dengan kepuasan
kerja dan sub variabel kompetensi intelektual dan emosi yang dominan
berhubungan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana.

Menurut Arwani (2006), supervisor keperawatan dalam menjalankan


tugasnya sehari-hari harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
2.3.8.1 Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat
dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan
2.3.8.2 Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana
keperawatan
2.3.8.3 Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf
dan pelaksana keperawatan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


50

2.3.8.4 Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok)


2.3.8.5 Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan
pelaksanan keperawatan
2.3.8.6 Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat
2.3.8.7 Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih
baik

2.3.9 Cara Supervisi


2.3.9.1 Langsung
Cara supervisi dapat dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung. Pada supervisi modern seorang supervisor dapat terlibat
dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan
sebagai perintah. Pengarahan yang efektif adalah pengarahan yang
lengkap, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang tepat, berbicara
dengan jelas, logis, menghindari banyak arahan pada satu saat,
memastikan arahan tersebut dapat dipahami, dan arahan supervisi dapat
dilaksanakan atau perlu tindak lanjut.

Hasil penelitian Muhasidah (2002) menunjukkan teknik supervisi yang


baik adalah supervisi secara langsung dan bila dilakukan secara terus
menerus dan terprogram dapat memastikan pelaksanaan asuhan
keperawatan sesuai dengan standar praktik keperawatan (Depkes, 1994;
Azwar, 1996).

2.3.9.2 Tidak langsung


Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan klien dan
catatan asuhan keperawatan pada setiap shift pagi, sore dan malam,
dapat juga dilakukan dengan menggunakan laporan lisan seperti pada
saat timbang terima shift, ronde keperawatan maupun rapat dan jika
memungkinkan memanggil secara khusus para ketua tim dan perawat
pelaksana. Supervisor tidak melihat secara langsung kejadian di
lapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta, oleh karena itu
klarifikasi dan umpan balik diberikan agar tidak terjadi salah persepsi
dan masalah segera dapat diselesaikan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


51

2.3.10 Kegiatan Rutin Supervisor


Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap harinya
(Bittel, 1987) adalah sebagai berikut:

2.3.10.1 Sebelum pertukaran shif dimulai (15 – 30 menit)


Kegiatan ini meliputi mengecek kecukupan fasilitas peralatan dan
sarana untuk hari itu dan mengecek jadwal kerja harian.

2.3.10.2 Pada waktu mulai pertukaran shif (15 – 30 menit)


Kegiatan pada saat ini adalah mengecek personil yang ada,
menganalisis keseimbangan personil dan pekerjaan, mengatur
pekerjaan, mengidentifikasi kendala yang muncul, dan mencari jalan
supaya pekerjaan dapat diselesaikan

2.3.10.3 Sepanjang hari dinas (6 -7 jam)


Selama dinas kegiatan supervisor meliputi; mengecek pekerjaan setiap
personil, mengarahkan (instruksi, mengoreksi atau memberikan latihan)
sesuai dengan kebutuhannya, mengecek kemajuan pekerjaan dari
personil sehingga dapat segera membantu apabila diperlukan, mengecek
pekerjaan rumah tangga, menciptakan kenyamanan kerja, terutama
untuk personil baru, berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan atau
permintaan bantuan, mengatur jadwal istirahat personil, mendeteksi dan
mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara
memecahkannya, mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana
sesuai kondisi operasional, mencatat fasilitas/sarana yang rusak
kemudian melaporkannya, dan mengecek adanya kejadian kecelakaan
kerja.

2.3.10.4 Sekali dalam sehari (15 – 30 menit)


Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinyu untuk 15
menit. Kegiatan supervisor adalah melihat dengan seksama hal-hal yang
mungkin terjadi seperti keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil
barang dan kesulitan pekerjaan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


52

2.3.10.5 Sebelum pulang ke rumah (15 menit)


Sebelum pulang dari dinas supervisor harus melakukan kegiatan
membuat daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk
memecahkan persoalan tersebut keesokan harinya, pikirkan pekerjaan
yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya,
kecukupan material dan peralatannya, lengkapi laporan harian sebelum
pulang, membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya, membawa
pulang, dan mempelajarinya di rumah sebelum pergi bekerja kembali.

2.4 Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan


Supervisi klinis keperawatan bertujuan untuk membantu perawat pelaksana
dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya
dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara
sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh
seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.
Sistem supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat.
Perawat yang merasa mendapat dukungan dari supervisor dan disupervisi
dengan baik dalam melakukan pekerjaannya lebih merasa puas terhadap
pekerjaannya (Robert John Wood Foundation, 2007). Kepuasan kerja perawat
lebih banyak tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan hubungan
baik antara supervisor dengan supervisee (Brunero & Parbury, 2005). Proses
supervisi yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja.

Salah satu model supervisi klinik adalah model academic. Model ini
diperkenalkan oleh Farington (1995) untuk membagi pengalaman supervisor
kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan
profesional yang berkelanjutan (CPD/ Continuing Profesional Development).
Dilihat dari prosesnya, model ini merupakan proses formal dari perawat
profesional untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi
perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapat
perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan. Kegiatan
supervisor dalam supervisi model klinik akademik, meliputi:

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


53

2.4.1 Kegiatan educative


Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial antara
supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan serta membangun pemahaman tentang
reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan. Supervisor
melatih perawat untuk mengeksplore strategi atau tehnik-tehnik lain
dalam bekerja. Kegiatan educative dirancang untuk memberi
kesempatan kepada perawat untuk membahas masalah yang terkait
dengan perawatan pasien dan membuka peluang untuk mengembangkan
pendekatan yang konsisten terhadap pasien dan keluarga.

Penerapan kegiatan educative dapat dilakukan secara tutorial, yaitu


supervisor memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat
pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan
umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk
mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan
profesional. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perawat
selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan
pemahaman, peningkatan kompetensi, peningkatan keterampilan
berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri (Barkauskas, 2000).

2.4.2 Kegiatan supportive


Kegiatan supportive adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk
mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam
pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama
perawat maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali
”emosi” ketika bekerja, contoh: meredam konflik antar perawat, dan
bersikap profesional dalam bertugas. Kegiatan supportive dirancang
untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap
yang saling mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja
profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi.

Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara


mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan suatu kasus atau case

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


54

conference. Conference klinik adalah pengalaman belajar yang menjadi


bagian integral dari pengalaman klinik (Billing & Judith, 1999).
Conference merupakan bentuk diskusi kelompok mengenai beberapa
aspek klinik. Kelompok melakukan analisis kritis terhadap masalah dan
mencari pendekatan alternatif dan kreaktif (Reilly & Oberman, 1999).

Conference dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan


kesempatan berharga bagi perawat untuk menjembatani kesenjangan
antara teori dan praktik keperawatan. Melalui kegiatan conference,
perawat dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam
menjalankan tugasnya (Wink, 1995 dalam Billings & Judith, 1999).
Pada kegiatan ini perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang
akan muncul, saling bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari
klarifikasi tentang rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan
(Billings & Judith, 1999). Dalam kegiatan ini juga perawat dapat
mengidentifikasi masalah, perencanaan, dan evaluasi hasil untuk
mencari solusi (Reilly & Obermann, 1999).

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: kemampuan


memberikan dukungan, peningkatan coping di tempat kerja, membina
hubungan yang baik di antara staf, kenyamanan di tempat kerja,
kepuasan perawat, mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan
mengurangi ketidakdisplinan kerja (Barkauskas, 2000).

2.4.3 Kegiatan managerial


Kegiatan managerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam
perbaikan dan peningkatan standar, contoh: mengkaji SOP yang ada
kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu. Kegiatan managerial dirancang
untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk
meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan
menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan
mutu.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


55

Penerapan kegiatan managerial dapat dilakukan dengan mengadakan


pertemuan atau rapat untuk membahas standar keperawatan. Hasil yang
diharapkan dari kegiatan ini adalah: perubahan tindakan, pemecahan
masalah, peningkatan praktik, peningkatan isu-isu profesional,
kepuasan kerja, dan patient safety (Barkauskas, 2000).

2.5 Pelatihan
2.5.1. Pengertian
Pelatihan adalah suatu bentuk investasi jangka pendek untuk membantu
meningkatkan kemampuan para pegawai dalam melaksanakan tugasnya
(Siagian, 2009). Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku
para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan
organisasi. Rosidah (2009) mengemukakan pelatihan penting dilakukan
karena merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk
mempertahankan, menjaga, memelihara, dan sekaligus meningkatkan
keahlian para pegawai untuk kemudian dapat meningkatkan
produktivitasnya. Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan dimana
para pegawai dapat mempelajari sikap dan keahlian, dan perilaku yang
spesifik yang berkaitan dengan pegawai, serta diberikan instruksi untuk
mengembangkan keahliannya yang dapat langsung dipakai dalam rangka
meningkatkan kinerja pegawai pada jabatan yang didudukinya.

Pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelatihan supervisi


bagi kepala ruangan, dimana melalui pelatihan ini diharapkan para kepala
ruangan dapat mempelajari peran dan kompetensi supervisor serta bentuk
supervisi, sehingga dapat diterapkan dalan rangka meningkatkan kepuasan
kerja dan kinerja perawat pelaksana.

2.5.2. Tujuan
Tujuan pelatihan adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas,
menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan,
dan memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. Program
pelatihan tidak menyembuhkan semua permasalahan yang ada dalam

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


56

organisasi, meskipun mempunyai potensi memperbaiki beberapa situasi


jika program tersebut dilaksanakan secara benar.

Siagian (2009), pelatihan dapat bermanfaat baik bagi organisasi maupun


bagi karyawan. Manfaat bagi organisasi adalah: peningkatan produktivitas
kerja, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan,
terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat,
meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja, mendorong sikap
keterbukaan manajemen, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif,
dan penyelesaian konflik secara fungsional. Sedangkan manfaat bagi
karyawan, antara lain: meningkatkan kemampuan karyawan,
meningkatkan kepuasan kerja, semakin besar tekad karyawan untuk lebih
mandiri, dan mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa
depan.

Pelatihan supervisi kepala ruangan yang dilakukan dalam penelitian ini


diharapkan dapat memberikan manfaat bagi rumah sakit, yaitu
peningkatan produktivitas rumah sakit secara keseluruhan karena adanya
kepala ruangan yang kompeten melakukan tugas supervisi untuk
memastikan semua perawat pelaksana melakukan tugas sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan dapat mengambil keputusan yang lebih
cepat dan tepat. Di samping itu pelatihan ini juga diharapkan dapat
bermanfaat bagi para kepala ruangan, yaitu menumbuhkan rasa percaya
diri dalam mengemban tugasnya.

2.5.3. Tahap-Tahap Pelatihan


Program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas (Bernardin & Russell,
1993, dalam Rosidah, 2009), yaitu:

2.5.3.1 Penilaian kebutuhan pelatihan.


Penilaian kebutuhan merupakan proses penentuan kebutuhan pelatihan
yang dilakukan secara sistematis dan obyektif dengan melakukan analisis
organisasional, analisis kepegawaian, dan analisis individu. Analisis
organisasional menjawab permasalahan mengenai penekanan pelatihan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


57

yang seharusnya dilakukan dan faktor-faktor yang mempengaruhi.


Analisis operasional memecahkan permasalahan mengenai apa yang
seharusnya dipelajari dalam pelatihan sehingga para peserta pelatihan
dapat menjalankan tugasnya dengan memuaskan. Analisis individu
berusaha menjawab permasalahan mengenai siapa yang membutuhkan
pelatihan dan tipe khusus pelatihan yang dibutuhkan. Tujuan penilaian
kebutuhan pelatihan adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan
dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan.

2.5.3.2 Pengembangan program pelatihan


Pada tahap ini dilakukan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk pelatihan dan pengembangan metode-metode pelatihan. Beberapa
metode yang dapat digunakan antara lain: informational methods, metode
yang menggunakan pendekatan satu arah, yang cocok untuk mengajarkan
materi faktual, ketrampilan, dan sikap, serta expermental methods,
metode yang mengutamakan komunikasi yang luwes, fleksibel, lebih
dinamis baik dengan instruktur maupun sesama peserta dan langsung
menggunakan alat-alat yang tersedia, Metode ini cocok digunakan untuk
mengajarkan kemampuan kognitif dan phisikal serta kecakapan.

2.5.3.3 Evaluasi program pelatihan


Tahap ini bertujuan untuk menguji efektivitas penyelenggaraan pelatihan.
Untuk menilai efektivitas pelatihan dapat dievaluasi dengan
menggunakan indikator reaksi, yaitu seberapa baik peserta menyenangi
pelatihan; indikator belajar, yaitu seberapa jauh para peserta mempelajari
fakta-fakta, prinsip-prinsip dan pendekatan dalam sebuah latihan;
indikator hasil, yaitu seberapa jauh perilaku pegawai berubah karena
pelatihan dan apakah ada peningkatan produktivitas yang telah dicapai;
indikator efektivitas biaya, yaitu seberapa besar biaya yang dihabiskan
untuk program pelatihan dan apakah biaya tersebut sebanding dengan
tujuan program pelatihan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


58

2.6 Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini berdasarkan teori kepuasan kerja dan
teori kinerja yang dipengaruhi oleh supervisi. Kepuasan kerja adalah sikap
positif atau negatif yang ditunjukkan individu terhadap pekerjaan
(Greenberg & Baron, 2003) yang didasarkan pada penilaian sejauh mana
pekerjaan memenuhi kebutuhan pekerja (Alam & Fakir, 2010) dan
perbandingan dari apa yang diharapkan dan apa yang diterima (Rosidah,
2009). Teori kepuasan kerja berdasarkan teori dua faktor (Herzberg), teori
keadilan (Davis, 1989) dan teori harapan (Vroon, 1964) dalam Siagian
(2009).

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu supervisor,


keragaman tugas, otonomi dalam pekerjaan, kompensasi, rekan kerja, dan
manajemen (Alam & Fakir, 2010) dan faktor demografi yang terdiri dari
usia dan lama kerja (Barry & Huston, 1998). Kepuasan kerja juga
dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan, perbedaan, pencapaian nilai,
keadilan, dan komponen genetik (Kreitner & Kinicki, 2001).

Secara khusus kepuasan kerja dipengaruh oleh sistem supervisi. Supervisi


adalah dukungan profesional dan pembelajaran untuk membantu perawat
pelaksana mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan tanggung jawab
untuk meningkatkan perlindungan dan keselamatan pasien (Burnero &
Parbury, 2005). Supervisi berjalan dengan baik apabila supervisor dapat
menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai
(Kron, 1987) serta memiliki beberapa kompetensi (Arwani, 2006).
Pelaksanaan supervisi dalam bentuk educative, supportive, managerial
(Farington, 1995) diharapkan dapat menciptakan kepuasan kerja perawat.

Kinerja adalah penampilan kerja yang dicapai oleh seseorang dalam


melaksanakan tugasnya dan hasil kerja selama periode tertentu
dibandingkan dengan standar (Hafizzurachman, 2009). Kinerja perawat
dapat dinilai melalui penampilan kerja dalam bentuk prestasi kerja,
tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerja sama (Hasibuan, 2003).

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


59

Hasil kerja perawat dinilai berdasarkan hasil kerja dengan standar yang
telah ditetapkan (PPNI, 2002, Depkes, 2003).

Kinerja dipengaruhi oleh kemampuan pribadi, usaha yang dicurahkan, dan


dukungan organisasi (Mathis, 1997 dalam Hafizzurachman, 2009).
Kemampuan pribadi, yaitu: bakat, minat, dan faktor kepribadian; usaha
yang dicurahkan, yaitu: motivasi, etika kerja, rancangan tugas; dukungan
organisasi, yaitu: pelatihan, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja.
Gaya manajemen supervisor dan kemampuan supervisor dalam merancang
tugas merupakan dua faktor yang akan diteliti pengaruhnya pada kepuasan
kerja dan kinerja perawat pelaksana.

Pelatihan supervisi dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang


peran supervisor dan melatih kemampuan supervisor dalam memberikan
supervisi. Penerapan supervisi didesain dalam bentuk educative,
supportive, dan managerial.

Hubungan antara variabel supervisi, kepuasan kerja, dan kinerja diuraikan


pada skema 2.3

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


60

Faktor Yang Mempengaruhi Variabel Yang dipengaruhi


Kepuasan kerja dipengaruhi oleh: Kepuasan kerja:
1. Wood,Clonko,dalam Alam (2010) - Sikap positif atau negatif yang ditunjukkan
- Supervisi individu terhadap pekerjaan mereka
- Keragaman tugas (Greenberg & Baron, 2003)
- Otonomi - Penilaian sejauh mana pekerjaan memenuhi
- Kompensasi kebutuhan pekerja (Locke, 1976 dalam
- Rekan kerja Alam 2010)
- Manajemen dan kebijakan - Sikap subyektif berasal dari kesimpulan
2. Kreitner dan Kinicki (2001): perbandingan antara yang diterima dan
- Pemenuhan kebutuhan yang diharapkan (Rosidah, 2009)
- Perbedaan Teori Kepuasan kerja:
- Pencapaian nilai - Teori dua faktor (Herzberg)
- Keadilan - Teori Keadilan (Davis, 1989)
- Komponen genetik - Teori harapan (Vroon, 1964)
Kinerja dipengaruhi oleh: Penilaian kepuasan kerja:
1. Mathis (1997) dalam Hafizurrachman (2009); Rating scale dan kuesioner aspek kepuasan:
- Kemampuan pribadi (bakat, minat, faktor - Otonomi
kepribadian - Variasi tugas
- Usaha yang dicurahkan (motivasi, etika - Identitas tugas
kerja, kehadiran,rancangan tugas) - Pentingnya pekerjaan
- Dukungan organisasi (pelatihan & - Umpan balik (Siagian, 2009)
pengembangan,standar kinerja,
manajemen & rekan kerja
Kinerja:
- penampilan kerja yang dicapai oleh
2. Gibson, Ivancevich, Donnelly 1997 dalam
seseorang dalam melaksanakan tugasnya
Ilyas, 2002:
dan hasil kerja selama periode tertentu
- Variabel individu
dibandingkan standar, (Hafizurrachman
- Variabel organisasi (supervisi)
(2009)
- Variabel psikologis
Penilaian Kinerja:
1. Penampilan kerja (Soeprihanto 2001;
Var iabel Intervensi Ilyas,2002;Hasibuan,2003):
- Prestasi kerja
Supervisi: - Tanggung jawab
- proses dukungan profesional dan
- Ketaatan
pembelajaran untuk membantu
- Kejujuran
perawat pelaksana mengembangkan
- Kerjasama
pengetahuan, kompetensi, dan
2. Hasil kerja (Depkes,2003; PPNI, 2002)
tanggung jawab untuk meningkatkan
- Pengkajian keperawatan
perlindungan dan keselamatan pasien
- Diagnosa keperawatan
(Fowler 1996, dalam Burnero &
- Perencanaan
Parbury 2005)
- Pelaksanaan
- tujuan supervisi klinis adalah untuk
- Evaluasi
meningkatkan praktik keperawatan
dan difokuskan pada interaksi perawat-
pasien
- Peran supervisor: perencana, pengarah, Pelatihan Supervisi:
pelatih, dan penilai (Kron, 1987) - proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai
- Kompetensi supervisor: pembimbing, dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan
pengarah, role model (Arwani, 2006) organisasi (Siagian,2009)
- Model supervisi academic educative, - Tahap pelatihan:penilaian kebutuhan, pengembangan,
supportive, managerial (Farington, evaluasi (Rosidah,2009)
1995 dalam Supratman 2008).

Skema: 2.3 Kerangka Teori Penelitian

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


61

BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep, hipotesis, dan definisi operasional.
Kerangka konsep diadopsi dari kerangka teori pada bab 2. Hipotesis disusun
berdasarkan tujuan penelitian, dan definisi operasional menjabarkan setiap
variabel yang akan diteliti sebagai acuan peneliti saat melakukan penelitian.

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka kerja penelitian yang diambil


dari kerangka teori penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
dependen adalah kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Variabel
confounding adalah umur, lama kerja dan status pegawai. Variabel
intervensi adalah pelatihan supervisi bagi kepala ruangan.

Variabel kepuasan kerja perawat pelaksana dimodifikasi dari teori dua


faktor, teori keadilan dan teori harapan. Menurut Herzberg kepuasan kerja
berasal dari pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung dari pekerjaan tersebut.
Menurut teori keadilan Davis seorang supervisor dalam merencanakan
tugas harus memperhatikan prinsip keadilan, dan menurut teori harapan
Vroon seorang supervisor harus menaruh perhatian pada aspek pekerjaan
yang perlu dirubah untuk mendapatkan kepuasan kerja.

Berdasarkan teori-teori kepuasan tersebut, maka Siagian (2009)


mengemukakan untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat seorang
supervisor perlu memperhatikan aspek pekerjaan yang mendatangkan
kepuasan kerja, yaitu otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan, variasi tugas,
identitas tugas, pentingnya pekerjaan seseorang, dan umpan balik. Selain itu
kepuasan kerja perawat dapat juga dipengaruhi oleh karakteristik perawat
pelaksana yang mencakup umur, lama kerja, dan status pegawai.

61
Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


62

Kinerja perawat pelaksana menentukan kualitas pelayanan kesehatan di


rumah sakit secara khusus pada bidang keperawatan. Kinerja perawat
pelaksana dapat dinilai melalui hasil kerja perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan
catatan keperawatan (PPNI, 2002; Depkes, 2007).

Kinerja dipengaruhi oleh kemampuan pribadi, usaha yang dicurahkan, dan


dukungan organisasi Mathis (1997) dalam Hafizzurahman (2009). Gaya
manajemen supervisor dan kemampuan supervisor dalam merancang tugas
merupakan dua faktor yang akan diteliti pengaruhnya pada kepuasan kerja
dan kinerja perawat pelaksana.

Tindakan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja dapat dilakukan


melalui pelatihan dan bimbingan supervisi bagi kepala ruangan. Supervisi
merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan
tanggung jawab pemimpin. Kualitas supervisi kepala ruangan sangat
ditentukan oleh kemampuan kepala ruangan menjalankan peran sebagai
perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987) serta memiliki
beberapa kompetensi (Arwani, 2006). Pelaksanaan supervisi dalam bentuk
educative, supportive, managerial (Farington, 1995) diharapkan dapat
menciptakan kepuasan kerja perawat dan meningkatkan kinerja perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal.

Pelatihan supervisi yang dilaksanakan yaitu memberikan kemampuan dan


ketrampilan kepada semua kepala ruangan sehingga dapat menjalankan
fungsi supervisi dan menerapkan peran supervisor serta melakukan supervisi
dalam bentuk educative, supportive, managerial. Apabila semua peran
dijalankan dengan baik dan bentuk kegiatan supervisi didesain sehingga
semua perawat ikut terlibat dalam kegiatan supervisi, maka akan tercipta
kepuasan kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja perawat
pelaksana. Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada skema 3.1.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


63

Variabel Intervensi

Pelatihan
Supervisi kepala
Pre test ruangan Post test
Peran:
Supervisi Kepala - Perencana Supervisi Kepala
Ruangan - Pengarah
- Pelatih
Ruangan
(Kron, 1987; (Kron, 1987;
Farington, 1995)
- Penilai Farington, 1995)
Kegiatan:
- Educative
Kepuasan Kerja - Supportive
Kepuasan Kerja
Otonomi - Managerial Otonomi
Variasi tugas Variasi tugas
Identitas tugas Identitas tugas
Pentingnya Pentingnya
pekerjaan pekerjaan
Umpan balik Umpan balik
(Siagian, 2009) (Siagian, 2009)

Kinerja Perawat Kinerja Perawat


Pengkajian Pengkajian
Diagnosa Diagnosa
Variabel
Perencanaan Perencanaan
confounding
Tindakan Tindakan
Evaluasi Evaluasi
3.2 Umur
Catatan askep Catatan askep
(PPNI, 2002;
Lama kerja
(PPNI, 2002;
Depkes, 2007 Status pegawai Depkes, 2007

Skema: 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


64

3.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini:


3.2.1 Ada perbedaan yang signifikan pada supervisi kepala ruangan sebelum dan
sesudah pelatihan supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah
sakit Woodward Palu
3.2.2 Ada perbedaan yang signifikan pada supervisi klinik kepala ruangan antara
kelompok yang mendapat pelatihan supervisi klinik dengan kelompok yang
tidak mendapat pelatihan supervisi klinik.
3.2.3 Ada perbedaan yang signifikan pada kepuasan kerja perawat sebelum dan
sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.
3.2.4 Ada perbedaan yang signifikan pada kepuasan kerja perawat pelaksana
antara kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih
dan dibimbing supervisi klinik dengan kelompok yang mendapat supervisi
dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik di
ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.
3.2.5 Ada perbedaan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana sebelum dan
sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu
3.2.6 Ada perbedaan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana antara
kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi klinik dengan kelompok yang mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik di ruang
rawat inap rumah sakit Woodward Palu.
3.2.7 Ada hubungan yang signifikan karakteristik perawat (umur, lama kerja,
status pegawai) terhadap kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap rumah
sakit Woodward Palu

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


65

3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Skala


ukur ukur
Umur Masa kehidupan Kuesioner Mengisi Urutan Interval
yang dihitung kuesioner umur-umur
sejak kelahiran pertanyaan dengan
hingga ulang umur satuan
tahun terakhir responden tahun,
saat pengambilan sesuai nilai
data dilakukan mean,
SD,min-
max
Lama waku bekerja Kuesioner Mengisi Urutan Interval
Kerja perawat terhitung kuesioner angka-
sejak pertama pertanyaan angka
kali bekerja di lama kerja dengan
rumah sakit responden di satuan
RS Woodward tahun
sesuai nilai
mean,
SD,min-
max
Status Posisi Kuesioner Mengisi 1. Tetap Nominal
pegawai kepegawaian kuesioner 2. Kontrak
perawat di rumah pertanyaan
sakit terakhir saat status pegawai
pengambilan responden di
data dilakukan RS Woodward
Kepuasan Persepsi perawat Menggunakan Mengisi Urutan Interval
Kerja dengan kuesioner skala kuesioner angka-
perawat menyatakan rasa likert 1-4 yang yang terdiri angka yang
pelaksana setuju terhadap terdiri dari 45 dari aspek berada
seberapa baik pernyataan otonomi, pada
pekerjaannya di dengan variasi tugas, rentang
rumah sakit kategori: identitas tugas, 45- 180
Woodward Palu 1=sangat tidak pentingnya (75% dari
setuju pekerjaan, perbanding
2=tidak setuju umpan an nilai
3=setuju balik.dengan mean
4=sangat setuju jumlah dengan
pernyataan 45 skor
maximal
disetarakan
dengan
optimal)

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


66

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Ukur Ukur
Kinerja Kualitas asuhan Menggunakan Mengisi Urutan Interval
Perawat keperawatan kuesioner lembar angka-
Pelaksana yang tergambar dengan penilaian angka yang
dalam alternatif dokumentasi berada
dokumentasi jawaban: asuhan pada
asuhan Ya: bila keperawatan rentang 0-
keperawatan didokume terdiri dari 24 (75%
ntasi aspek dari
lengkap pengkajian, perbanding
Tidak: bila diagnosa, an nilai
didokumentasi perencanaan, mean
tidak lengkap tindakan, dengan
evaluasi, dan skor
catatan asuhan maximal
keperawatan disetarakan
dengan jumlah dengan
pertanyaan 24 optimal)
Kegiatan Persepsi perawat Menggunakan Mengisi Urutan Interval
Supervisi pelaksana kuesioner lembar angka-
tentang cara dengan evaluasi angka pada
kepala ruangan alternatif aktivitas rentang 0-
dalam jawaban: supervisi 35 (75%
melakukan Ya: bila klinik kepala dari
bimbingan dan dilakukan ruang yang perbadingan
arahan dalam Tidak:bila terdiri dari nilai mean
bentuk kegiatan tidak kegiatan dengan skor
tutorial, diskusi dilakukan educative, maximal
kasus, pertemuan supportive, disetarakan
penyusunan dan dengan
standar managerial optimal)

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


67

BAB 4
METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang desain penelitian, populasi dan sampel, serta
prosedur penelitian. Prosedur penelitian meliputi: tempat penelitian, waktu
penelitian, alat pengumpul data, dan pengujian instrumen, serta tahap-tahap
penelitian. Analisis data akan dilakukan menggunakan analisis univariat dan
analisis bivariat.

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan pendekatan


pre- post test design with control group (Notoatmodjo, 2010) untuk melihat
pengaruh penerapan supervisi dalam bentuk educative, supportive, dan
managerial terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang
rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Kegiatan supervisi kepala ruangan
diukur sebelum dan sesudah pelatihan supervisi. Kepuasan kerja dan kinerja
perawat pelaksana diukur sebelum pelatihan supervisi kepala ruangan dan
sesudah pelatihan sebagai efek dari pelatihan supervisi. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan kuesioner sehingga diperoleh data primer
langsung dari perawat pelaksana. Desain penelitian pre-post test design
with control group dapat dilihat pada skema 4.1

01 02 03
Intervensi

04 05

02 – 01 = X1
03 – 01 = X2 04 – 01 = X4
05 – 04 = X3 05 – 03 = X5
Skema 4.1. Desain Penelitian

67

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


68

Keterangan:
01 :Supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana kelompok intervensi diukur sebelum pelatihan supervisi
kepala ruangan
02 :Supervisi kepala ruangan diukur setelah diberi pelatihan supervisi
kepala ruangan
03 :Kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok intervensi
diukur setelah disupervisi kepala ruangan yang telah dilatih supervisi
04 :Kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol
diukur sebelum pelatihan supervisi kepala ruangan
05 :Kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol
diukur setelah pelatihan supervisi kepala ruangan
X1 :Deviasi atau perubahan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah
pelatihan supervisi
X2 :Deviasi atau perubahan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana
kelompok intervensi sebelum dan sesudah disupervisi kepala ruangan .
X3 :Deviasi atau perubahan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana
kelompok kontrol tanpa disupervisi oleh kepala ruangan
X4 :Kesetaraan kepuasan kerja dan kinerja perawat kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
X5 :Perbedaan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok
kontrol dengan kelompok intervensi setelah di intervensi

4. 2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto, 2006)
atau sekumpulan individu dimana hasil suatu penelitian akan
digeneralisasikan (Masyhuri & Zainuddin, 2008). Populasi merupakan
keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi
obyek penelitian (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit
Woodward Palu dengan tingkat pendidikan D III Keperawatan yang
berjumlah 64 perawat.

4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
(Arikunto, 2006). Sampel merupakan bagian dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri atau keadaan yang diteliti (Sugiyono, 2007).
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu semua perawat
pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit Woodward

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


69

Palu dengan kriteria inklusi memiliki pendidikan D III Keperawatan.


Sebaran sampel pada tiap ruangan dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4. 1
Distribusi Responden di ruang rawat inap RS Woodward Palu

No Ruangan Jmh
1 Pav. Berlian 9
2 Pav. Nilam 3
3 Pav. Yaspis 11
4 Pav. Rat.Cempaka 10
5 Pav. Zamrud 13
6 Pav. Krisolit 8
7 Ruang ICU 10
Total 64

Responden di atas dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok


intervensi dan kelompok kontrol. Pemilihan ruangan di setiap kelompok
menggunakan purposive sampling. Ruangan yang terpilih menjadi
kelompok intervensi adalah ruangan yang disiapkan untuk menjadi
contoh penerapan praktik keperawatan profesional. Pembagian sampel
pada setiap kelompok dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2
Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Intervensi
di ruang rawat inap RS Woodward Palu

Ruangan Jumlah perawat pelaksana Jumlah sampel


Kelompok Intervensi
1 Pav. Berlian 9
2 Pav. Zamrud 13 32
3 ICU 10

Kelompok Kontrol
1 Pav Nilam 3
2 Pav Yaspis 11 32
3 Pav. Krisolit 8
4 Ratna Cempaka 10

Besar sampel dokumentasi asuhan keperawatan yang dinilai di masing-


masing ruang rawat inap setiap kelompok didasarkan pada jumlah pasien
tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


70

Tabel 4.3
Distribusi Jumlah Rata-rata pasien/bulan di ruang rawat inap
RS Woodward Palu Tahun 2010

Ruangan Jumlah Rata-rata pasien/bulan


Pav. Berlian 71
Pav. Nilam 20
Pav. Yaspis 80
Pav. Rat. Cempaka 100
Pav. Zamrud 130
Pav. Krisolit 26
Ruang ICU 26
Total 453

Berdasarkan tabel 4.3 dilakukan perhitungan besar sampel dokumentasi


asuhan keperawatan yang dihitung menggunakan rumus sampel untuk
estimasi besar sampel dari dua kelompok independen (Sastroasmoro &
Ismail, 2010) sebagai berikut:

2
n 1 = n2= 2 (Zα + Zß) s
X1 – X2
Keterangan:

n1= n2 = Besar sampel di dua kelompok


s = SD dua kelompok (38)
X1 – X2 = perbedaan antar kelompok (20)
Z (1-α)2 = Z= 1,96 untuk α = 0,05
Power atau zß = 80% = 0,84 (ditetapkan peneliti)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan


besar sampel sebanyak 56 dokumen asuhan keperawatan kelompok
intervensi dan 56 dokumen kelompok kontrol. Dokumen diambil dari tiap
ruangan secara proporsional yang dapat dilihat pada tabel 4.4. Teknik
sampling dokumen asuhan keperawatan yang dijadikan sampel
menggunakan teknik purposive sampling yaitu dokumen yang dinilai
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Pasien sudah dirawat minimal 3 (tiga) hari
2. Penilaian asuhan keperawatan dilakukan setelah perawat pelaksana
disupervisi oleh kepala ruangan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


71

Tabel 4.4
Distribusi Jumlah Dokumentasi Asuhan Keperawatan Yang Digunakan
Untuk Menilai Hasil Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS
Woodward Palu
Ruangan Jumlah Rerata Jumlah Jumlah
Pasien/Bulan Sampel/Ruang Sampel/Kelompok
Kelompok Intervensi
1 Pav. Berlian 71 /227 x 56 18
2 Pav. Zamrud 130/227 x 56 32 56
3 ICU 26 /227 x 56 6
Kelompok Kontrol
1 Pav. Nilam 20 /226 x 56 5
2 Pav. Yaspis 80/ 226 x 56 20 56
3 Pav. Krisolit 26/ 226 x 56 6
4 Pav. Rat. Cempaka 100/226 x 56 25
Total 453 112

4.2.3 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.
Pemilihan rumah sakit Woodward sebagai tempat penelitian karena saat ini
rumah sakit Woodward sedang berusaha untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dengan mulai menerapkan MPKP dibeberapa
ruangan. Selain itu, rumah sakit Woodward selalu terbuka untuk
pengembangan usaha perbaikan pelayanan kepada pasien.

4.4 Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan mulai 28 Pebruari – 7 Mei 2011, yang meliputi uji
coba kuesioner, pre test supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja, dan
kinerja perawat pelaksana, pelatihan dan bimbingan supervisi kepala
ruangan, dan post test supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja dan kinerja
perawat pelaksana.

4.5 Pertimbangan Etik


Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pembimbing tesis
FIK UI dan lolos uji etik dari komite etik FIK UI. Penelitian diawali dengan
pelaksanaan uji etik dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
dengan surat keterangan lolos uji etik. Selanjutnya surat lolos uji etik
tersebut digunakan oleh peneliti sebagai lampiran dalam pengajuan ijin ke

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


72

Direktur Rumah Sakit Woodward Palu. Penelitian ini dilakukan dengan


memperhatikan prinsip-prinsip etik yang meliputi:

a. Right to self determination


Prinsip etik ini dilakukan dengan cara memberikan kebebasan kepada
responden untuk ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan
tentang maksud, tujuan dan manfaat penelitian. Responden yang
bersedia mengikuti penelitian menandatangani informed consent dan
sebaliknya jika responden tidak bersedia, maka peneliti tetap
menghormati hak-hak responden.

b. Right to anominity and confidentiality


Responden tidak perlu mencantumkan nama, sebagai gantinya peneliti
memberikan kode pada setiap kuesioner, sehingga responden dapat
secara bebas untuk menentukan pilihan jawaban dari kuesioner tanpa
takut di intimidasi oleh pihak lain termasuk oleh atasan. Penelitian
ini tidak berdampak terhadap diri responden baik secara langsung
maupun tidak langsung. Semua informasi yang diberikan responden
dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Responden diberikan jaminan
bahwa data yang diberikan tidak akan berdampak terhadap karir
dan pekerjaan. Data yang sudah diperoleh oleh peneliti disimpan dan
dipergunakan hanya untuk pelaporan penelitian ini.

c. Right to fair treatment


Prinsip ini dilaksanakan dengan memberikan intervensi sesuai
dengan kesepakatan yang tertuang dalam informed concent.
Kelompok intervensi mendapat intervensi pelatihan dan bimbingan
supervisi bagi kepala ruangan sebanyak empat kali. Kelompok
kontrol tidak mendapat intervensi apapun selama penelitian
dilaksanakan, tetapi sosialisasi materi pelatihan diberikan pada akhir
penelitian dan bimbingan supervisi dilaksanakan langsung oleh
kepala bidang keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


73

4.6 Alat Pengumpul data


Instrumen atau alat ukur merupakan hal yang sangat penting. Hal ini karena
perolehan suatu informasi atau data relevan atau tidaknya, tergantung pada
alat ukur tersebut. Suatu alat ukur atau instrumen dikembangkan untuk
menerjemahkan variabel, sub variabel dan indikator yang dipergunakan
dalam mengungkap data. Semakin suatu variabel, sub variabel, dan indikator
diukur dengan baik, maka akan semakin baik pula instrumen tersebut.

Penyusunan instrumen harus dijabarkan dengan mengacu pada tujuan yang


hendak dicapai. Setiap item instrumen harus bermakna untuk mengungkap
indikator tertentu dan mempunyai sumbangan yang jelas untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Setelah suatu tujuan dirumuskan, maka variabel yang
mengacu pada tujuan tersebut dijabarkan ke dalam sub variabel dan dibuat
rumusan definisinya hingga menjadi definisi operasional. Suatu sub variabel
dapat terdiri dari beberapa indikator. Indikator inilah yang akan dijadikan
petunjuk konkrit yang dapat dilihat (diamati dan didengar) tentang suatu
konsep dengan suatu parameter tertentu. Parameter disini dimaksudkan
sebagai bentuk/jenis ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur data
sesuai dengan jenisnya (baik deskrit maupun kontinu) dan tingkat
pengukurannya (baik nominal, ordinal, interval, maupun rasio) (Karsidi,
2000).

Data pada penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer digunakan untuk
menilai supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan berdasarkan
pendokumentasian asuhan keperawatan. Variabel yang akan diteliti
dijabarkan dalam kuesioner dan digunakan sebagai instrumen pengumpulan
data sebagai berikut:

a. Variabel kepuasan kerja


Pada pembuatan instrumen kepuasan kerja perawat di RS Woodward Palu,
digunakan kerangka pikir aspek kepuasan kerja menurut Siagian (2009),
yang terdiri dari: otonomi dalam bekerja, variasi tugas, identitas pekerjaan,
pentingnya pekerjaan, dan umpan balik. Instrumen kepuasan kerja terdiri

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


74

dari 45 pernyataan unfavorable yaitu terdiri dari pernyataan positif dan


pernyataan negatif. Pernyataan positif berjumlah 31 pernyataan, yaitu pada
nomor: 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 20, 22, 24, 25, 26, 28, 29,
30, 31, 32, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 44, 45, sedangkan pernyataan negatif
berjumlah 15 pernyataan, yaitu pada nomor 3, 5, 7, 9, 11, 15, 17, 21, 23,
27, 31, 33, 35, 41, 43. Pengukuran menggunakan skala Likert dengan
empat kriteria. Pernyataan positif nilai 4 = Sangat Setuju, nilai 3 = Setuju,
nilai 2 = Tidak Setuju, dan nilai 1 = Sangat Tidak Setuju. Pernyataan
negatif nilai 1 = Sangat Setuju, nilai 2 = Setuju, nilai 3 Tidak Setuju, dan
nilai 4 = Sangat Tidak Setuju.

Tabel 4.5
Kisi-kisi Instrumen Penilaian Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu

No Sub Variabel Nomor Item pernyataan Jumlah


1 Otonomi 1 -9 9
2 Variasi tugas 10 – 18 9
3 Identitas tugas 19 – 27 9
4 Pentingnya Pekerjaan 28 – 36 9
5 Umpan balik 37 – 45 9
Jumlah 45 45

b. Variabel kinerja perawat pelaksana


Penilaian kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan
keperawatan dinilai dengan cara memeriksa pendokumentasi asuhan
keperawatan. Instrumen kinerja perawat pelaksana berdasarkan
dokumentasi asuhan keperawatan merupakan lembar penilaian
dokumentasi asuhan keperawatan yang terdiri dari aspek pengkajian 4
(empat) pernyataan, diagnosa 3 (tiga) pernyataan, perencanaan 6 (enam)
pernyataan, tindakan 4 (empat) pernyataan, evaluasi 2 (dua) pernyataan,
catatan asuhan keperawatan 5 (lima) pernyataan. Instrumen ini terdiri dari
24 pernyataan yang seluruh item pernyataan bersifat favourable dengan
alternatif hasil observasi “ya” bila dokumentasi lengkap dan “tidak” bila
dokumentasi tidak lengkap. Skor untuk jawaban „ya” = 1 dan skor untuk
jawaban “tidak” = 0.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


75

Tabel 4.6
Kisi-kisi Instrumen Kinerja Perawat Pelaksana
Berdasarkan Dokumentasi Asuhan keperawatan
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu

No Subvariabel Nomor Item Jumlah


pernyataan
1 Pengkajian 1–4 4
2 Diagnosa 5–7 3
3 Perencanaan 8 – 13 6
4 Tindakan 14 – 17 4
5 Evaluasi 18 – 19 2
6 Catatan asuhan keperawatan 20 – 24 5
Jumlah 24 24

c. Variabel Supervisi Kepala Ruangan


Pembuatan instrumen supervisi kepala ruangan rawat inap di RS
Woodward Palu, mengacu pada model supervisi akademik menurut
Farington (1995). yang terdiri dari: kegiatan educative 15 pernyataan,
kegiatan supportive 10 pernyataan, dan kegiatan managerial 10
pernyataan. Instrumen ini terdiri dari 35 pernyataan unfavorable yaitu
terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif
berjumlah 23 pernyataan, yaitu pada nomor: 1, 2, 4, 7, 8, 10, 11, 13, 14,
16, 17, 19, 20, 22, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 32, 33, 34, sedangkan pernyataan
negatif berjumlah 12 pernyataan, yaitu pada nomor: 3, 5, 6, 9, 12, 15, 18,
21, 25, 27, 31, 35. Pengukuran dilakukan dengan cara mengisi kuesioner
dengan jawaban “ya” bila dilakukan dan “tidak” bila tidak dilakukan.
Pernyataan positif skor untuk jawaban „ya” = 1 dan skor untuk jawaban
“tidak” = 0. Pernyataan negatif skor untuk jawaban “tidak” = 1 untuk
jawaban “ya” = 0.
Tabel 4.7
Kisi-kisi Instrumen Evaluasi Aktivitas Supervisi Klinik
Kepala Ruangan Model Akademik
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu
No Subvariabel Nomor Item pernyataan Jumlah
1 Kegiatan educative 1 – 15 15
2 Kegiatan supportive 16 - 25 10
3 Kegiatan managerial 26 – 35 10
Jumlah 35 35

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


76

Instrumen variabel perancu (confounding factor) yang meliputi umur, lama


kerja, dan status pegawai, pertanyaan digabung dalam satu lembar
kuesioner yang tersedia. Variabel karakteristik lainnya seperti jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan status perkawinan tidak dijadikan
variabel perancu karena variabel tersebut tidak bervariasi di populasi.

4.7 Pengujian Instrumen


Alat ukur penelitian harus memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai.
Mengenai validitas dan reliabilitas alat ukur dapat dibimbing dan diarahkan
dengan pertanyaan-pertanyaan: Apakah alat ukur yang digunakan tersebut
sudah dapat mengukur apa yang hendak diukur, Apakah alat ukur tersebut
telah mencakup semua atau sebagian fenomena yang hendak diukur, Apakah
semua item-item yang ada di dalam instrumen tersebut sudah mampu
dipahami oleh semua responden, Apakah di dalam item-item tersebut sudah
tidak ada kata-kata atau istilah yang ambiguous atau memiliki arti ganda?
Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan dapat mengecek tentang validitas dan
reliabilitas suatu alat ukur.

a. Validitas Alat Ukur


Alat ukur dikatakan valid (sahih) apabila alat ukur tersebut mampu
mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur (Hastono, 2007). Pada
penelitian ini validitas instrumen akan diuji dengan menggunakan teknik
korelasi Pearson Product Moment dengan tingkat signifikansi 0,05.
Pengukuran tiap item pernyataan dilakukan dengan membandingkan r
hitung dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar dari r tabel maka
pernyataan tersebut valid, tetapi bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka
pernyataan tersebut tidak valid.

b. Reliabilitas Alat Ukur


Alat ukur dikatakan reliabel (andal) jika alat ukur tersebut memiliki sifat
konstan, stabil atau tepat. Jadi, alat ukur dinyatakan reliabel apabila
diujicobakan terhadap sekelompok subyek akan tetap sama hasilnya,
walaupun dalam waktu yang berbeda, dan/atau jika dikenakan pada lain
subyek yang sama karakteristiknya hasilnya akan sama juga (Hastono,

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


77

2007). Pengukuran reliabilitas instrumen pada penelitian ini dilakukan


dengan membandingkan nilai Alpha Cronbach dengan r tabel. Bila Alpha
Cronbach lebih besar atau sama dengan r tabel, maka pernyataan
instrumen tersebut reliabel.

Instrumen kepuasan kerja perawat pelaksana dan supervisi kepala rungan


dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 28 – 29 Maret 2011 di rumah
sakit Budi Agung yang memiliki karakteristik hampir sama dengan rumah
sakit Woodward Palu. Uji coba kuesioner kepuasan kerja dan supervisi
kepala ruangan diberikan kepada 30 perawat pelaksana yang bekerja di
ruang rawat inap. Hasil uji coba kuesioner supervisi kepala ruangan yang
terdiri dari 35 item pernyataan semuanya valid sehingga semua item
pernyataan diikutkan pada uji reliabiltas. Hasil uji reliabilitas nilai r Alpha
Cronbach = 0,985 lebih besar dari r tabel (0,349) sehingga 35 item
pernyataan dinyatakan reliabel.

Hasil uji analisis validitas untuk instrumen kepuasan kerja perawat yang
terdiri dari 45 pernyataan ada lima item pernyataan yang tidak valid.
Pernyataan yang tidak valid diperbaiki kalimatnya dan tetap dipertahankan
dalam kuesioner untuk dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabiltas dilakukan
dengan menggunakan Alpha Cronbach terhadap 45 item pernyataan
dengan hasil nilai r Alpha Cronbach = 0,969 lebih besar dari r tabel
(0,349) sehingga 45 item pernyataan tersebut dinyatakan reliabel.

Kuesioner kinerja perawat pelaksana berdasarkan dokumentasi asuhan


keperawatan yang terdiri dari 24 pernyataan tidak dilakukan uji coba lagi
karena kuesioner tersebut merupakan kuesioner baku yang digunakan
untuk penilaian dokumentasi asuhan keperawatan di rumah sakit dan
sudah pernah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada penelitian
sebelumnya (Saefullah, 2009) dengan hasil r Alpha Cronbach = 0, 916
lebih besar dari r tabel (0,349) sehingga 24 item pernyataan tersebut
dinyatakan reliabel.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


78

4.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian


Prosedur pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah
sebagai berikut:
a. Prosedur Administrasi
1) Lolos uji etik dari komite etik penelitian FIK UI
2) Menyiapkan kelengkapan data, kuesioner penelitian, dan modul
pelatihan supervisi
3) Mengajukan ijin uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ke
rumah sakit Budi Agung Palu pada 28 Maret 2011
4) Mengajukan ijin melakukan penelitian ke rumah sakit Woodward
Pada 28 Maret 2011

b. Persiapan penelitian
Peneliti melakukan koordinasi dengan kepala bidang keperawatan rumah
sakit Woodward Palu mengenai jadwal, tempat dan peserta pelatihan.
Selanjutnya bidang keperawatan menghubungi semua kepala ruangan dan
menjelaskan bahwa akan ada penelitian dari mahasiswa FIK UI Jakarta
tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap
kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana.

Peneliti membuat kesepakatan dengan bidang keperawatan untuk


menerapkan supervisi klinik kepala ruangan dalam bentuk kegiatan
educative, supportive, dan managerial (Farington, 1995). Selanjutnya
kepala bidang keperawatan menentukan ruangan intervensi yang akan
dijadikan contoh pelaksanaan supervisi klinik model akademik. Ruangan
intervensi adalah ruangan yang sedang disiapkan untuk penerapan praktik
profesional, yaitu Paviliun Berlian, ICU, dan Paviliun Zamrud.

Langkah selanjutnya adalah pengambilan data pre test penelitian. Pre test
dilakukan dengan cara pembagian kuesioner kepuasan kerja dan
pelaksanaan supervisi kepala ruangan kepada perawat pelaksana baik
kelompok kontrol maupun kelompok intervensi setelah diberikan
penjelasan dan informed concent. Pre test dilakukan pada 30 Maret – 1
April 2011. Pembagian kuesioner kepada perawat pelaksana dilakukan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


79

saat jam istirahat agar tidak mengganggu proses pemberian pelayanan


keperawatan pada pasien. Pre test variabel kinerja perawat pelaksana
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dilaksanakan oleh peneliti
sendiri pada tanggal 29 – 31 Maret 2011 dengan cara melakukan penilaian
terhadap pengisian dokumen asuhan keperawatan ditiap ruangan sesuai
jumlah yang telah ditetapkan. Pengolahan data pre test dilakukan mulai
tanggal 29 Maret – 2 April 2011.

c. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan pelatihan supervisi klinik kepala ruangan dilakukan pada 5 –
6 April 2011 diikuti oleh 3 (tiga) kepala ruangan dan 1 (satu) staf dari
bagian keperawatan di ruang aula rumah sakit Woodward Palu. Pelatihan
hari pertama dimulai dengan pembukaan oleh kepala bidang keperawatan,
dan penjelasan tujuan dan manfaat pelatihan dari peneliti sebagai usaha
untuk membangun komitmen yang dilanjutkan dengan informed concent
dari kepala ruangan. Kemudian dilakukan pre test pelatihan. Nilai retata
pre test pelatihan supervisi adalah 55,53.

Langkah berikutnya adalah pemberian materi konsep dasar supervisi klinik


dan konsep dasar supervisi klinik model akademik. Selama proses
pembelajaran berlangsung semua kepala ruangan mengikuti dengan baik
dan terjadi tanya jawab untuk pendalaman pemahaman materi. Selanjutnya
untuk menggali potensi kepala ruangan dalam memahami teori yang telah
diajarkan, maka diberikan tugas kepada setiap kepala ruangan untuk
merancang atau menyusun skenario pelaksanaan supervisi sesuai dengan
praktek nyata di ruangan masing-masing. Skenario role play tersebut
ditampilkan pada pelatihan hari kedua. Kepala ruangan ICU ditugaskan
untuk menyusun skenario kegiatan supervisi bentuk educative, kepala
ruangan Paviliun Zamrud ditugaskan untuk menyusun skenario kegiatan
supervisi bentuk supportive, dan kepala ruangan Paviliun Berlian
ditugaskan untuk menyusun skenario kegiatan supervisi bentuk
managerial.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


80

Pelatihan hari kedua pada 6 April 2011dimulai dengan kegiatan role play.
Role play untuk setiap bentuk kegiatan supervisi kepala ruangan
dilaksanakan dalam waktu 15 – 20 menit dengan melibatkan perawat
pelaksana. Setelah role play diberikan umpan balik untuk melengkapi dan
menyesuaikan penerapan bentuk supervisi dengan kondisi ditiap ruangan.
Selanjutnya dilakukan post test dengan nilai rerata adalah 88,78. Pada
akhir sesi pelatihan disampaikan kepada kepala ruangan bahwa pelatihan
akan dilanjutkan dengan pemberian bimbingan dan pendampingan
supervisi klinik di ruangan masing-masing.

Bimbingan pelaksanaan supervisi klinik kepala ruangan adalah bentuk


tindak lanjut dari pelatihan yang merupakan proses belajar melalui
bimbingan tutorial di ruang rawat inap yang diikuti dengan pemberian
umpan balik segera setelah kegiatan dilakukan. Bimbingan pelaksanaan
supervisi klinik kepala ruang dilakukan untuk meningkatkan,
mengembangkan dan memantapkan pelaksanaan supervisi klinik kepala
ruangan dalam bentuk kegiatan educative, supportive, dan managerial.

Tujuan bimbingan pelaksanaan supervisi klinik model akademik di


ruangan setelah kegiatan pelatihan ini adalah: 1) Dapat mengembangkan
kemampuan kepala ruangan secara individual dalam melaksanakan
supervisi klinik model akademik dalam bentuk educative, supportive, dan
managerial. 2) Memastikan bahwa pelaksanaan supervisi klinik model
akademik dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah disepakati. 3)
Mengidentifikasi hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan
supervisi klinik model akademik di masing-masing ruang rawat inap. 4)
Dapat menentukan solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan yang
ditemui. 5) Mendorong dan meyakinkan semua perawat tujuan dan
manfaat supervisi model akademik baik bagi profesi perawat, patient
safety, maupun mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit secara
keseluruhan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


81

Bimbingan dan pendampingan supervisi akan diberikan terhadap semua


kepala ruangan yang mendapat pelatihan supervisi. Prosedur bimbingan
yaitu: 1) Sebelum bimbingan peserta pelatihan ditugaskan untuk membuat
jadwal supervisi klinik bentuk educative, supportive, dan managerial
sesuai dengan jadwal dinas yang telah disusun dan kebutuhan di ruangan.
2) Kepala ruangan diinformasikan bahwa peneliti akan hadir dan
mengikuti kegiatan supervisi klinik dalam bentuk educative, supportive,
dan managerial sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh masing-
masing kepala ruangan. 3) Peneliti menjelaskan instrumen bimbingan yang
akan digunakan, dan 4) Bimbingan dilaksanakan setiap hari selama
sembilan hari oleh peneliti dan staf bidang keperawatan secara bergiliran
pada masing-masing ruangan.

Penerapan educative ditiap ruangan dilakukan setiap hari kepada dua


perawat pelaksana. Kegiatan ini tidak mengalami hambatan karena kepala
ruangan telah memiliki pengalaman dan kompetensi yang cukup untuk
melakukan bimbingan tindakan keperawatan kepada perawat pelaksana
yang sebagiannya adalah perawat yunior. Kegiatan supportive dilakukan
setiap hari pada pre conference dan post conference yang difokuskan pada
kemampuan perawat pelaksana dalam menyampaikan laporan operan dan
kemampuan kepala ruangan dalam memberikan support dan validasi data.
Kegiatan ini juga tidak mengalami hambatan karena semua perawat
pelaksana bersikap kooperatif dan memiliki keinginan yang tinggi untuk
meningkatkan rasa percaya diri dalam menyampaikan laporan operan.
Kegiatan managerial dilakukan seminggu dua kali yang difokuskan pada
pembahasan teknik pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai dengan
standar yang berlaku. (Jadwal supervisi klinik terlampir).

d. Evaluasi kegiatan penelitian


Pada minggu ketiga yaitu 18 – 23 April, peneliti bersama staf bidang
keperawatan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan supervisi. Penilaian
dilakukan dengan dua cara, cara pertama peneliti melakukan observasi
langsung pada kegiatan supervisi kepala ruangan dalam bentuk educative,

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


82

supportive, dan managerial. Hasil observasi yang peneliti lakukan


menunjukkan bahwa semua kepala ruangan lulus dengan nilai rerata
94,62%. Cara kedua dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada
perawat pelaksana tentang persepsi perawat pelaksana terhadap supervisi
yang dilakukan oleh kepala ruangan. Hasil diperoleh dengan melihat
perbedaan pelaksanaan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah
pelatihan berdasarkan persepsi perawat pelaksana.

Pada minggu keempat yaitu 25 – 30 April 2011, pelaksanaan supervisi


dilaksanakan secara mandiri dengan observasi langsung dari kepala bidang
keperawatan. Selama fase ini, kepala ruangan melaksanakan kegiatan
supervisi dalam bentuk educative, supportive, dan managerial sesuai
jadwal yang telah dibuat tanpa dibimbing dan didampingi oleh peneliti.
Selanjutnya setelah fase pelaksanaan supervisi secara mandiri, peneliti
mengambil data post test tentang kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana sebagai efek langsung dari supervisi klinik yang dilakukan oleh
kepala ruangan. Data kepuasan kerja berdasarkan self evaluation diperoleh
dengan cara membagikan kuesioner kepada perawat pelaksana pada saat
jam istirahat, sedangkan data kinerja perawat diperoleh dengan cara
peneliti melakukan penilaian terhadap pengisian dokumen asuhan
keperawatan. Kegiatan pengambilan data post test dilaksanakan selama
empat hari yaitu pada 30 April – 4 Mei 2011.

Pada kelompok kontrol yaitu: Pav.Nilam, Pav.Yaspis, Pav.Ratna


Cempaka, dan Pav. Krisolit, pengambilan data kepuasan kerja dan kinerja
perawat pelaksana sebagai data post test dilakukan pada tanggal 30 April –
4 Mei 2011. Memperhatikan prinsip etik keadilan pada penelitian ini,
maka sosialisasi supervisi klinik model akademik bagi kepala ruangan
kelompok kontrol dilaksanakan langsung oleh peneliti pada 2 Mei 2011
saat rapat rutin kepala ruangan dan bimbingan penerapan di ruangan rawat
inap disupervisi langsung oleh kepala bidang keperawatan dengan
melibatkan tiga kepala ruangan sebagai role model.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


83

Tahapan prosedur penelitian dapat dilihat dalam kerangka kerja kegiatan


penelitian pada skema 4.2 di bawah ini:

Penjelasan Pelatihan dan bimbingan kepala ruangan Impleme Post


riset dan ntasi test 30
pre test supervis
Pelatihan supervisi Bimbingan selama Fase remedial i kepala April -
29-31 4 Mei
Pada kepala ruangan 2 minggu 7-16 1 minggu ruangan
Maret Selama 2 hari: April 2011 18-23 April 2011
2011 pada 5-6 April 2011 2011
kelompok Fase non
intervensi treatmen
1 mg
25-30
April
2011

Penjelasan Post
riset dan test 30
pre test April –
29-31 4 Mei
Maret 2011
2011 pada
kelompok
kontrol Skema 4.2. Tahapan Prosedur Penelitian.

4.9 Pengolahan dan Analisis Data


4.9.1 Pengolahan data
Pengolahan data yang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
a. Pemeriksaan data (editing), yaitu kegiatan untuk melakukan
pengecekan isian kuesioner yang telah diserahkan kepada
responden.
b. Pembuatan kode (coding), yaitu melakukan pengkodean terhadap
data yang sudah diedit, sebagai usaha untuk menyederhanakan
data, yaitu dengan memberi tanda di angka 1 - 4 pada masing-
masing kategori jawaban dari seluruh responden.
c. Processing, yaitu pemprosesan data yang dilakukan dengan cara
mengentry data dari kuesioner dengan menggunakan perangkat
komputer.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


84

d. Cleaning, yaitu pengecekan kembali data yang sudah dientry


apakah ada kesalahan atau tidak.

4.9.2 Analisis Data


a. Analisis univariat
Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat
gambaran setiap variabel yang diteliti. Bentuk penyajian data
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan prosentase untuk data
katagorik (status pegawai) dan data numerik (umur, lama kerja,
kepuasan kerja, dan kinerja) ditampilkan dari hasil perhitungan
mean, median, SD dan minimum– maksimum.

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan supervisi
kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan. Selanjutnya
mengetahui kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana sebelum
dan setelah disupervisi oleh kepala ruangan yang telah dillatih
supervisi pada masing-masing kelompok serta perbedaan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Sebelum analisis
bivariat dilakukan, dilaksanakan terlebih dahulu uji kesetaraan
antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Selengkapnya uji bivariat dapat dilihat pada tabel 4.8

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


85

Tabel 4.8
Analisis Uji Statistik Variabel Penelitian Pengaruh Pelatihan Supervisi Kepala
Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat Pelaksana
di Ruang rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu

No Variabel Variabel Uji statistic


1 Uji kesetaraan
Kelompok intervensi Kelompok kontrol

Karakteristik Karakteristik Uji t independen


responden (umur dan responden (umur dan
lama kerja) lama kerja)
Karakteristik Karakteristik Uji chi square
responden (status responden (status
pegawai) pegawai)
Supervisi Kepala Supervisi Kepala Uji t independen
ruangan ruangan
Kepuasan kerja Kepuasan kerja Uji t independen

Kinerja perawat Kinerja perawat Uji t independen


pelaksana pelaksana
2 Uji beda
Kepuasan kerja Kepuasan kerja Uji t dependen
perawat pelaksana perawat pelaksana (paired t test)
kelompok intervensi kelompok intervensi
(pre test) (post test)

Kepuasan kerja Kepuasan kerja Uji t dependen


perawat pelaksana perawat pelaksana (paired t test)
kelompok kontrol kelompok kontrol
(pre test) (post test)

Kepuasan kerja Kepuasan kerja Uji t independen


perawat pelaksana perawat pelaksana
kelompok intervensi kelompok kontrol
(post test) (post test)

Kinerja perawat Kinerja perawat Uji t dependen


pelaksana pelaksana (paired t test)
(dokumentasi askep) (dokumentasi askep)
kelompok intervensi kelompok intervensi
(pre test) (post test)

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


86

No Variabel Variabel Uji statistic j


Kinerja perawat Kinerja perawat Uji t dependen
pelaksana pelaksana (paired t test)
(dokumentasi askep) (dokumentasi askep)
kelompok kontrol kelompok kontrol
(pre test) (post test)

Kinerja perawat Kinerja perawat Uji t independen


pelaksana pelaksana
(dokumentasi askep) (dokumentasi askep)
kelompok intervensi kelompok kontrol
(post test) (post test)

Supervisi kepala Supervisi kepala Uji t dependen


ruangan kelompok ruangan kelompok (paired t test)
intervensi (pre test) intervensi (post test)

Supervisi kepala Supervisi kepala Uji t dependen


ruangan kelompok ruangan kelompok (paired t test)
kontrol (pre test) kontrol (post test)

Supervisi kepala Supervisi kepala Uji t independen


ruangan kelompok ruangan kelompok
intervensi (post test) kontrol (post test)
3 Uji hubungan asosiasi
Umur responden Kepuasan kerja Product moment
perawat pelaksana
sesudah intervensi
Lama kerja Kepuasan kerja Product moment
perawat pelaksana
sesudah intervensi
Status pegawai Kepuasan kerja Korelasi Rank
perawat pelaksana Spearman
sesudah intervensi

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


87

BAB 5
HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik
kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang
rawat inap rumah sakit Woodward Palu, yang dilakukan selama kurun waktu 6
(enam) minggu, sejak tanggal 28 Maret – 4 Mei 2011. Responden yang mengikuti
penelitian berjumlah 64 perawat, 32 perawat sebagai kelompok intervensi dan 32
perawat sebagai kelompok kontrol. Jumlah dokumentasi asuhan keperawatan
yang dinilai berjumlah 224 berkas, sebelum pelatihan 112 berkas (56 pada
ruangan kontrol dan 56 pada ruangan intervensi, sesudah pelatihan 112 berkas (56
pada ruangan kontrol dan 56 pada rungan intervensi). Kepala ruangan yang
mengikuti pelatihan supervisi berjumlah 3 (tiga) orang dan sebagai kontrol 4
(empat) orang. Kedua kelompok dilakukan pre test dan post test untuk melihat
efek intervensi yang diberikan.

Penyajian data hasil penelitian terdiri dari analisis univariat dan bivariat yang
dilakukan menggunakan program pengolahan data pada perangkat komputer.
Uraian hasil penelitian secara lengkap disajikan dalam tiga bagian, yaitu
karakteristik perawat, variabel intervensi supervisi kepala ruangan, dan variabel
dependen yaitu kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana.

5.1 Karakteristik Perawat Pelaksana


Bagian ini menjelaskan tentang karakteristik perawat pelaksana yang meliputi
umur, lama kerja, dan status kepegawaian. Analisis dilakukan sesuai dengan
jenis data yang didapat. Hasil analisis menggambarkan distribusi karakteristik
perawat pelaksana kelompok intervensi dan kelompok kontrol, serta
kesetaraan karakteristik perawat pelaksana antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol. Berikut ini uraian hasil analisisnya.

87

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


88

5.2.1 Karakteristik perawat pelaksana kelompok intervensi dan kelompok


kontrol
a. Umur dan lama kerja perawat pelaksana
Karakteristik perawat pelaksana berdasarkan umur dan lama kerja
merupakan variabel numerik, dianalisis dengan menggunakan central
tendency dan disajikan pada tabel 5.1.

Tabel 5.1
Analisis Umur dan Lama Kerja Perawat Pelaksana Pada Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Woodward Palu 2011 (n = 64)

Variabel n Mean Median SD Min-Max 95% CI


Umur
Intervensi 32 31,97 29,50 9,31 21 – 50 28,61 – 35,33
Kontrol 32 29,94 25,00 9,28 21 – 49 26,59 – 33,28
Total 64 30,95 27,25 9,29 21 – 49,5 27,6 – 34,30
Lama Kerja
Intervensi 32 10,16 4,50 10,21 1 – 28 6,48 – 13,84
Kontrol 32 7,69 2,00 8,98 1 – 27 4,45 – 10,93

Total 64 8,92 3,25 9,59 1 – 27,5 5,46 – 12,38

Hasil analisis pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa perawat pelaksana


yang bekerja di rumah sakit Woodward Palu berdasarkan umur
memiliki rerata umur 30,95 tahun, dengan standar deviasi 9,29 tahun.
Umur termuda 21 tahun dan tertua berusia 49,5 tahun. Hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata umur
perawat pelaksana adalah diantara 27,60 sampai dengan 34,30 tahun.
Lama kerja rata-rata 8,92 tahun, dengan standar deviasi 9,59 tahun.
Lama kerja terendah 1 tahun dan terlama 27,5 tahun. Hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata lama kerja
perawat pelaksana adalah diantara 5,46 tahun sampai dengan 12,38
tahun.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


89

b. Status kepegawaian perawat pelaksana


Karakteristik perawat pelaksana berdasarkan status kepegawaian
merupakan variabel kategorik, dianalisis dengan menggunakan
frekuensi proporsi dan disajikan pada tabel 5.2

Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Status Kepegawaian
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Woodward Palu, 2011 (n = 64)

Variabel Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Jumlah


Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Status
Kepegawaian
Tetap 18 56,2 14 43,8 32 (50,0)
Kontrak
14 43,8 18 56,2 32 (50,0)
Total 32 100,00 32 100,00 64 (100)

Hasil analisis pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa perawat pelaksana


yang bekerja di ruang rawat inap RS Woodward Palu berdasarkan
status kepegawaian sama besar yaitu status pegawai tetap dan kontrak
masing-masing 32 perawat( 50,0%)

5.2.2 Kesetaraan karakteristik perawat pelaksana kelompok intervensi dengan


kelompok kontrol.
Validitas hasil penelitian kuasi eksperimen ditentukan dengan menguji
kesetaraan karakteristik subyek penelitian antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian dikatakan valid apabila tidak ada
perbedaan secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol atau dengan kata lain kedua kelompok setara atau sama.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


90

a. Kesetaraan karakteristik perawat pelaksana berdasarkan umur dan lama


kerja.
Kesetaraan karakteristik umur dan lama kerja perawat pelaksanan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat dengan
melakukan statistik Independent Sample t-Test.

Tabel 5.3
Analisis Kesetaraan Perawat Pelaksana Berdasarkan Umur dan Lama
Kerja Pada Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol di Ruang
Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64)

Variabel Kelompok n Mean SD SE t p value


Umur Intervensi 32 31,97 9,31 1,646 0,874 0,386
Kontrol 32 29,94 9,28 1,641

Lama Intervensi 32 10,16 10,21 1,805 1,027 0,308


kerja Kontrol 32 7,69 8,98 1,588

Hasil analisis pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa umur dan lama kerja
antara kelompok intervensi dan kontrol adalah setara (p value > 0.05)

b. Kesetaraan perawat pelaksana berdasarkan status kepegawaian.


Kesetaraan status kepegawaian perawat pelaksana kelompok intervensi
dan kontrol diuji dengan menggunakan Chi Square, disajikan pada tabel
5.4
Tabel 5.4
Analisis Kesetaraan Status Kepegawaian Pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011
(n = 64)

Variabel Kelompok kontrol Kelompok intervensi p value


(n=32) (n=32)
Status
Kepegawaian
Tetap 14 (43,2) 18 (56,2)
Kontrak 18 (56,2) 14 (43,2) 0,453

Analisis pada tabel 5.4 menunjukkan status kepegawaian antara


kelompok intervensi dan kontrol adalah setara (p value > 0,05).

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


91

5.1 Supervisi Klinik Kepala Ruangan


Bagian ini menjelaskan supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi
perawat pelaksana sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok
intervensi dan kontrol, kesetaraan supervisi klinik pada kelompok kontrol dan
intervensi, serta perubahan supervisi klinik kepala ruangan sesudah mendapat
pelatihan dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.

5.3.1 Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana


sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan
kontrol.
Hasil analisis Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat
pelaksana sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok
intervensi dan kontrol dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5
Analisis Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi Perawat
Pelaksana Sebelum Mendapat Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok
Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011
(n=64).

Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI


Supervisi Klinik
Intervensi 32 12,94 13,00 1,268 11 – 15 12,48 – 13,39
Kontrol 32 12,91 13,00 1,766 10 - 18 12,27 – 13,54

Analisis hasil penelitian pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa supervisi klinik
kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap RS
Woodward Palu sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok
intervensi memiliki rata-rata 12,94 dengan standar deviasi 1,268. Supervisi
klinik terendah 11 dan supervisi klinik tertinggi 15. Hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata supervisi klinik kepala
ruangan menurut persepsi perawat pelaksana pada kelompok intervensi adalah
diantara 12,48 sampai dengan 13,39.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


92

Sedangkan pada kelompok kontrol memiliki supervisi rata-rata 12,91 dengan


standar deviasi 1,766. Supervisi klinik terendah 10 dan supervisi klinik
tertinggi 18. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata supervisi klinik kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana
pada kelompok kontrol adalah diantara 12,27 sampai dengan 13,54.

Skor total supervisi klinik kepala ruangan adalah 35, sehingga berdasarkan
skor supervisi klinik kepala ruangan pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa
supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat di ruang rawat
inap RS Woodward sebelum mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi pada
kelompok intervensi sebesar 36,97% dan kontrol sebesar 36,88% sehingga
masih belum optimal.

5.3.2 Kesetaraan supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat


pelaksana antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Uji kesetaraan supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi
perawat pelaksana bertujuan untuk melihat kesetaraan supervisi klinik
kepala ruangan antara kelompok intervensi dengan kontrol. Analisis
menggunakan Independent t Test. Hasil analisis kesetaraan dapat dilihat
pada tabel 5.6
Tabel 5.6
Analisis Kesetaraan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan
Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Intervensi Pada Kelompok
Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat Inap
RS Woodward Palu, 2011 (n=64)

Variabel n Mean SD SE t p value


Supervisi Klinik
Intervensi 32 12,94 1,268 0,224 0,081 0,935
Kontrol 32 12,91 1,766 0,312

Hasil analisis pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala
ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum mendapat
pelatihan dan bimbingan supervisi pada kelompok intervensi dan kontrol
di ruang rawat inap RS Woodward Palu adalah setara (p value > 0,05).

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


93

5.3.3 Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana


sesudah mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan
kontrol.
Hasil analisis Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat
pelaksana sesudah mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok
intervensi dan kontrol dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7
Analisis Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi
Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Pelatihan Supervisi Klinik
Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap RS
Woodward Palu, 2011 (n=64).

Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI


Supervisi Klinik
Intervensi 32 33,25 34,00 1,967 27 – 35 32,54 – 33,96
Kontrol 32 13,43 13,50 1,105 10 – 15 13,04 – 13,84

Analisis hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa supervisi klinik
kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap
RS Woodward Palu sesudah mendapat pelatihan supervisi klinik pada
kelompok intervensi memiliki rata-rata 33,25 dengan standar deviasi 1,967.
Supervisi klinik terendah 27 dan supervisi klinik tertinggi 35. Hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata supervisi klinik
kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana pada kelompok
intervensi adalah diantara 32,54 sampai dengan 33,96.

Sedangkan pada kelompok kontrol memiliki supervisi rata-rata 13,43


dengan standar deviasi 1,105. Supervisi klinik terendah 10 dan supervisi
klinik tertinggi 15. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini rata-rata supervisi klinik kepala ruangan menurut persepsi perawat
pelaksana pada kelompok kontrol adalah diantara 13,04 sampai dengan
13,84.

Skor total supervisi klinik kepala ruangan adalah 35, sehingga berdasarkan
skor supervisi klinik kepala ruangan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


94

supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat di ruang rawat


inap RS Woodward sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi
pada kelompok intervensi rata-rata sebesar 33,25 (95%) dan dinyatakan
optimal, sedangkan supervisi klinik pada kelompok kontrol rata-rata sebesar
13,43 (38,37%) dan dinyatakan tetap belum optimal.

5.3.4 Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan
dan bimbingan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol.

Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan


dan bimbingan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol diuji
dengan menggunakan Dependent t-Test (Paired t test), dijelaskan pada tabel
5.8.
Tabel 5.8
Analisis Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sebelum
dan Sesudah Pelatihan Pada Kelompok Intervensi di Ruang
Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n= 64)

Variabel Kelompok Mean Beda Mean Beda SD p value


Supervisi Intervensi
Sebelum 12,94 20,31 2,494 0,000
Sesudah 33,25
Kontrol
Sebelum 12,91 0.53 1,606 0,071
Sesudah 13,43

Analisis hasil penelitian pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa supervisi klinik
kepala ruangan pada kelompok intervensi di ruang rawat inap RS
Woodward Palu sebelum mendapat pelatihan rata-rata 12,94 (36,97%) dan
sesudah mendapat pelatihan menjadi rata-rata 33,25 (95%) sehingga terjadi
peningkatan sebesar 20,31 (58,03%). Untuk mencapai skor maksimal 35
diperlukan 1,75 poin. Hasil uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang
signifikan pada supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi
perawat pelaksana sesudah mendapat pelatihan dan dibimbing supervisi
klinik (p value = 0,000, α = 0.05).

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


95

Pada kelompok kontrol sebelum mendapat pelatihan nilai supervisi kepala


ruangan rata-rata 12,91 (36,88%) dan sesudah tidak mendapat pelatihan
supervisi nilai supervisi menjadi 13,43 (38,37%) sehingga terjadi
peningkatan sebesar 0,53 (1,51%). Untuk mencapai skor maksimal 35
diperlukan 21,57 poin. Hasil uji statistik menunjukkan ada peningkatan
yang tidak signifikan pada supervisi klinik kepala ruangan sesudah tidak
mendapat pelatihan supervisi (p value = 0,071, α = 0,05).

5.3.5 Selisih supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan
supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol
Selisih supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan
supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol dianalisis
menggunakan Dependent t-Test (Paired t test). Hasil analisis dapat dilihat
pada tabel 5.9.
Tabel 5.9
Selisih Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat
Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64)

Variabel Kelompok n Selisih Mean p value


Supervisi Klinik Intervensi 32 20,31 0,000
Kontrol 32 0,53

Analisis pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa selisih mean supervisi klinik
kepala ruangan pada kelompok intervensi sesudah pelatihan supervisi klinik
mengalami kenaikan 20,31 atau berubah 58,03% dibandingkan kelompok
kontrol sesudah tidak dilatih supervisi mengalami kenaikan 0,53.atau
berubah 1,51%.

Hasil analisis lanjutan menyimpulkan bahwa selisih supervisi klinik kepala


ruangan pada kelompok intervensi lebih tinggi secara signifikan (p value =
0,000) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (95% CI, α = 0,05)

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


96

5.3.6 Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sesudah pelatihan supervisi klinik
Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sesudah pelatihan supervisi klinik dianalisis dengan
menggunakan Independen t Test. Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel
5.10

Tabel 5.10
Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Antara Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol Sesudah Pelatihan Supervisi Klinik di Ruang Rawat
Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64)

Variabel n Mean Median SD Min-Maks p value


Supervisi Klinik
Intervensi 32 33,25 34,00 1,967 27 – 35 0,000
Kontrol 32 13,43 13,50 1,105 10 - 15

Hasil analisis pada tabel 5.10 nilai mean supervisi klinik kepala ruangan
pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang
dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah 33,25 lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 13,43.
Analisis selanjutnya menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada
supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol (p value = 0,000, α = 0,05)

5.4 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana


Kepuasan kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini berkedudukan sebagai
variabel dependen. Kepuasan kerja diukur sebelum dan sesudah dilakukan
pelatihan supervisi klinik kepala ruangan dengan menggunakan paired t test
dan analisis perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok
intervensi dan kontrol menggunakan Independent t Test.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


97

5.4.1 Kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum mendapat supervisi dari kepala
ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok
intervensi dan kontrol.
Hasil analisis kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum disupervisi oleh
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik dapat dilihat
pada tabel 5.11.
Tabel 5.11
Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Supervisi
Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada
Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap Rumah Sakit
Woodward Palu, 2011 (n=64).

Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95% CI


Kepuasan
Kerja
Intervensi 32 122,22 120,00 11,66 104 – 139 118,02 – 126,42
Kontrol 32 125,75 128,50 9,80 102 – 139 122,22 – 129,28

Analisis hasil penelitian pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa perawat


pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu sebelum mendapat
supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik
pada kelompok intervensi memiliki kepuasan kerja rata-rata 122,22,
dengan standar deviasi 11,66. kepuasan kerja terendah 104 dan kepuasan
kerja tertinggi 139. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini rata-rata kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum mendapat
supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik
pada kelompok intervensi adalah diantara 118,02 sampai dengan 126,42.

Sedangkan pada kelompok kontrol, sebelum intervensi memiliki kepuasan


kerja rata-rata 125,75, dengan standar deviasi 9,80. Kepuasan kerja
terendah 102 dan kepuasan kerja tertinggi 139. Hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kepuasan kerja perawat
pelaksana sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah diantara
122,22 sampai dengan 129,28.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


98

Skor total kepuasan kerja adalah 180, sehingga berdasarkan skor kepuasan
kerja pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kepuasan kerja pada perawat
pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward sebelum mendapat supervisi
dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi pada kelompok
intervensi sebesar 67,90% dan kontrol sebesar 69,86%, sehingga masih
belum optimal.

5.4.2 Kesetaraan kepuasan kerja perawat antara kelompok intervensi dengan


kelompok kontrol.
Uji kesetaraan kepuasan kerja perawat pelaksana bertujuan untuk melihat
kesetaraan kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi
dengan kontrol. Analisis menggunakan Independent t Test. Hasil analisis
kesetaraan dapat dilihat pada tabel 5.12

Tabel 5.12
Analisis Kesetaraan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum
Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi
Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward
Palu, 2011 (n=64)

Variabel n Mean SD SE t p value


Kepuasan
Kerja
Intervensi 32 122,22 11,66 2,061 1,311 0,195
Kontrol 32 125,75 9,80 1,733

Hasil analisis pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat
pelaksana sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi pada kelompok intervensi dan kontrol di ruang rawat
inap RS Woodward Palu adalah setara (p value > 0,05)

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


99

5.4.3 Kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala
ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
Sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik, maka dilakukan penilaian kepuasan kerja perawat
pelaksana. Hasil penilaian dapat dilihat dalam tabel 5.13

Tabel 5.13
Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Supervisi
Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu,
2011 (n=64)

Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI


Kepuasan Kerja
Intervensi 32 136,94 134,00 7,935 126 - 152 134,08 – 139,80
Kontrol 32 126,47 128,00 7,907 108 – 140 123,62 – 129,32

Hasil analisis pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa perawat pelaksana di


ruang rawat inap RS Woodward Palu sesudah mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok
intervensi memiliki kepuasan kerja rata-rata 136,94, dengan standar deviasi
7,935. Kepuasan kerja terendah 126 dan kepuasan kerja tertinggi 152. Hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kepuasan
kerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan
yang dilatih dan dibimbing supervisi adalah diantara 134,08 sampai dengan
139,80.

Sedangkan pada kelompok kontrol, setelah intervensi memiliki kepuasan


kerja rata-rata 126,47, dengan standar deviasi 7,907. Kepuasan kerja
terendah 108 dan kepuasan kerja tertinggi 140. Hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kepuasan kerja perawat
pelaksana sesudah intervensi adalah diantara 123,62 sampai dengan 129,32.
Skor total kepuasan kerja adalah 180 sehingga berdasarkan skor kepuasan
kerja pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat
pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward pada kelompok intervensi

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


100

sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang telah dilatih dan
dibimbing supervisi klinik memiliki kepuasan kerja rata-rata sebesar 136,94
(76,08%) dan dinyatakan optimal, sedangkan kepuasan kerja perawat
pelaksana pada kelompok kontrol yang mendapat supervisi dari kepala
ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah rata-rata
sebesar 126,47 (70,26%) dan dinyatakan tetap belum optimal.

5.4.4 Perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah


disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik
pada kelompok intervensi dan kontrol.
Perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah
disupervisi kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik diuji
dengan menggunakan Dependent t Test (Paired t test), dijelaskan pada
tabel 5.14
Tabel 5.14
Analisis Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum dan
Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing
Supervisi Klinik di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011
(n=64)

Variabel Kelompok Mean Beda Beda p value


Mean SD
Kepuasan kerja Intervensi
Sebelum 122,22 14,719 10,504 0,000
Sesudah 136,94
Kontrol
Sebelum 125,75 0,719 4,623 0,386
Sesudah 126,47

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa skor kepuasan kerja pada kelompok


intervensi sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi adalah 122,22 (67,9%) dan sesudah mendapat supervisi
dari kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing supervisi menjadi
136,94 (76,08%), sehingga terjadi peningkatan sebesar 14,72 (8,18%).
Untuk mencapai skor maksimal 180 diperlukan 43,06 poin (23,92%). Hasil

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


101

uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang signifikan pada kepuasan


kerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan
yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik (p value = 0,000, α = 0,05).

Pada kelompok kontrol sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan


yang dilatih dan dibimbing supervisi memiliki kepuasan kerja 125,75
(69,86%) dan sesudah tidak mendapat supervisi dari kepala ruangan yang
dilatih dan dibimbing supervisi menjadi 126,47 (70,26%) sehingga terjadi
peningkatan sebesar 0,72 (0,4%). Untuk mencapai skor maksimal 180
diperlukan 53,53 poin (29,74%). Hasil uji statistik menunjukkan ada
peningkatan yang tidak signifikan pada kepuasan kerja perawat pelaksana
sesudah tidak mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan
dibimbing supervisi (p value = 0,386, α = 0,05).

5.4.5 Selisih kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi
oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada
kelompok intervensi dan kontrol.
Selisih kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi
oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada
kelompok intervensi dan kontrol dianalisis menggunakan Dependent t Test
(Paired t test). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5.15

Tabel 5.15
Selisih Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah
Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi
Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS
Woodward Palu, 2011
(n = 64)

Variabel Kelompok n Selisih Mean p value


Kepuasan Kerja Intervensi 32 14,719 0,000
Kontrol 32 0,719

Hasil analisis tabel 5.15 menunjukkan bahwa selisih mean kepuasan kerja
perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi mengalami kenaikan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


102

14,719 atau berubah 8,18% dibandingkan kelompok kontrol yang


disupervisi oleh kepala ruangan yang tidak dilatih supervisi mengalami
kenaikan 0,719 atau berubah 0,4%.

Hasil analisis lanjutan menyimpulkan bahwa selisih kepuasan kerja pada


kelompok intervensi lebih tinggi secara signifikan (p value = 0,000) bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol (95% CI, α = 0,05)

5.4.6 Perbedaan kepuasan kerja antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi kllinik.
Perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih
dan dibimbing supervisi diuji dengan menggunakan Independen t Test.
Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel 5.16

Tabel 5.16
Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Disupervisi
Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu,
2011 (n = 64)

Variabel n Mean Median SD Min-Maks p value


Kepuasan kerja
Intervensi 32 136,94 134,00 7,935 126 – 152 0,000
Kontrol 32 126,47 128.00 7,907 108 – 140

Hasil analisis pada tabel 5.16 nilai mean kepuasan kerja perawat pelaksana
pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang
dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah 136,94 lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 126,47.

Hasil analisis lanjutan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada


kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol (p value = 0,000, α = 0,05)

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


103

5.5 Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan


Keperawatan.
Kinerja perawat pelaksana dalam penelitian ini berkedudukan sebagai
variabel dependen. Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan diukur sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan
supervisi klinik kepala ruangan dengan menggunakan Paired t Test dan
analisis perbedaan kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi
dan kontrol menggunakan Independent t Test.

5.5.1 Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan


sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Hasil analisis kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan sebelum disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi klinik dapat dilihat pada tabel 5.17.

Tabel 5.17
Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Sebelum Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang
Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan
kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112).

Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI


Kinerja
Perawat
Intervensi 56 13,27 13,00 1,55 7 – 16 12,85 – 13,68
Kontrol 56 13,82 14,00 2,31 6 – 19 13,20 – 14,44

Hasil analisis pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa perawat pelaksana di


ruang rawat inap RS Woodward Palu sebelum mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok
intervensi memiliki kinerja dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
rata-rata 13,27, dengan standar deviasi 1,55. Kinerja terendah 7 dan kinerja
tertinggi 16. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


104

keperawatan sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih


dan dibimbing supervisi adalah diantara 12,85 sampai dengan 13,68.

Sedangkan pada kelompok kontrol, sebelum intervensi memiliki kinerja


dalam pendokumentasian asuhan keperawatan rata-rata 13,82, dengan
standar deviasi 2,31. Kinerja terendah 6 dan kinerja tertinggi 19. Hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kinerja
perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum
intervensi adalah diantara 13,20 sampai dengan 14,44.

Skor total kinerja adalah 24, sehingga berdasarkan skor kinerja pada tabel
5.17 menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RS Woodward
Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi sebesar 55,29% dan
kontrol sebesar 57,58% sehingga masih belum optimal.

5.5.2 Kesetaraan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan


keperawatan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Uji kesetaraan kinerja perawat pelaksana bertujuan untuk melihat kesetaraan
kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kontrol.
Analisis menggunakan Independent t Test. Hasil analisis kesetaraan dapat
dilihat pada tabel 5.18.
Tabel 5.18
Analisis Kesetaraan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan Sebelum Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang
Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112)

Variabel n Mean SD SE t p value


Kinerja Perawat
Intervensi 56 13,27 1,555 0,208 1,486 0,140
Kontrol 56 13,82 2,313 0,309

Hasil analisis pada tabel 5.18 menunjukkan bahwa kinerja perawat


pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum mendapat

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


105

supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik
pada kelompok intervensi dan kontrol di ruang rawat inap RS Woodward
Palu adalah setara (p value > 0,05).

5.5.3 Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan


sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol.
Sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik, maka dilakukan penilaian kinerja perawat pelaksana dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil penilaian dapat dilihat dalam
tabel 5.19.
Tabel 5.19
Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di
Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112)

Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI


Kinerja Perawat
Intervensi 56 20,61 21,00 1,86 15 – 23 20,11 – 21,10
Kontrol 56 14,05 14,00 1,62 11 – 17 13,62 – 14,49

Hasil analisis pada tabel 5.19 menunjukkan bahwa perawat pelaksana di


ruang rawat inap RS Woodward Palu sesudah mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok
intervensi memiliki kinerja dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
rata-rata 20,61, dengan standar deviasi 1,86. Kinerja terendah 15 dan kinerja
tertinggi 23. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih
dan dibimbing supervisi adalah diantara 20,11 sampai dengan 21,10.

Sedangkan pada kelompok kontrol, setelah intervensi memiliki kinerja


dalam pendokumentasian asuhan keperawatan rata-rata 14,05, dengan
standar deviasi 1,62. Kinerja terendah 11 dan kinerja tertinggi 17. Hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kinerja

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


106

perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sesudah


intervensi adalah diantara 13,62 sampai dengan 14,49.

Skor total kinerja adalah 24 sehingga berdasarkan skor kinerja pada tabel
5.19 menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS
Woodward pada kelompok intervensi sesudah mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing supervisi memiliki kinerja
rata-rata sebesar 20,61 (85,88%) dan dinyatakan optimal, sedangkan kinerja
perawat pelaksana yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak
dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah rata-rata sebesar 14,05
(58,54%) dan dinyatakan tetap belum optimal.

5.5.4 Perbedaan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan


keperawatan sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan
yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan
kontrol.
Perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik diuji dengan
menggunakan Dependent t Test (Paired t test) dijelaskan pada tabel 5.20.

Tabel 5.20
Analisis Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam
PendokumentasianAsuhan Keperawatan Sebelum dan Sesudah Disupervisi
Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada
kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu,
2011 (n = 112)

Variabel Kelompok Mean Beda Mean Beda SD p value


Kinerja Intervensi
Perawat Sebelum 13,27 7,34 2,08 0,000
Sesudah 20,61
Kontrol
Sebelum 13,82 0,23 1,04 0,102
Sesudah 14,05

Hasil analisis pada tabel 5.20 menunjukkan bahwa skor kinerja perawat
pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada kelompok

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


107

intervensi sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi adalah 13,27 dan sesudah mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing supervisi klinik menjadi
20,61, sehingga terjadi peningkatan sebesar 7,34 (30,58%). Untuk mencapai
skor maksimal 24 diperlukan 3,39 poin. Hasil uji statistik menunjukkan ada
peningkatan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana sesudah
mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik (p value = 0,000, α = 0,05).

Pada kelompok kontrol sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan


yang dilatih dan dibimbing supervisi memiliki kinerja 13,82 dan sesudah
mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing
supervisi menjadi 14,05, sehingga terjadi peningkatan sebesar 0,23 (0,96%).
Untuk mencapai skor maksimal 24 diperlukan 9,95 poin. Hasil uji statistik
menunjukkan ada peningkatan yang tidak signifikan pada kinerja perawat
pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak
dilatih dan dibimbing supervisi (p value = 0,102, α = 0,05).

5.5.5 Selisih kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan


keperawatan sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan
yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan
kontrol.

Selisih kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan


keperawatan sebelum dan sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang
dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol
dianalisis menggunakan Dependent t Test (Paired t test). Hasil analisis
dapat dilihat pada tabel 5.21.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


108

Tabel 5.21
Selisih Kinerja Perawat Pelaksana Dalam pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang
Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112)

Variabel Kelompok n Selisih Mean p value


Kinerja Perawat Intervensi 56 7,34 0,000
Kontrol 56 0,23

Hasil analisis pada tabel 5.21 menunjukkan bahwa selisih mean kinerja
perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi mengalami kenaikan
7,34 atau berubah 30,58% dibandingkan kelompok kontrol yang
disupervisi oleh kepala ruangan yang tidak dilatih supervisi mengalami
kenaikan 0,23 atau berubah 0,96%.

Analisis selanjutnya menyimpulkan bahwa selisih kinerja pada kelompok


intervensi lebih tinggi secara signifikan (p value = 0,000) bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol (95% CI, α = 0,05)

5.5.6 Perbedaan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan


keperawatan antara kelompok intervensi dengan kontrol sesudah disupervisi
oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik.
Perbedaan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah
disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik
diuji dengan menggunakan Independen t Test. Hasil analisis dapat dilihat
dalam tabel 5.22.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


109

Tabel 5.22
Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan
Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di
Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112)

Variabel n Mean Median SD Min-Maks p value


Kinerja Perawat
Intervensi 56 20,61 21,00 1,86 15 – 23 0,000
Kontrol 56 14,05 14,00 1,62 11 – 17

Hasil analisis pada tabel 5.22 nilai mean kinerja perawat pelaksana pada
kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih
dan dibimbing supervisi klinik adalah 20,61 lebih besar dibandingkan
dengan kelompok kontrol sebesar 14,05

Analisis selanjutnya menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada


kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing
supervisi klinik (p value = 0,000. α = 0,05)

5.6 Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Kepuasan Kerja Perawat


pelaksana.
Pada bagian ini akan dianalisis hubungan kepuasan kerja dengan
karakteristik perawat pelaksana yang meliputi umur, lama kerja, dan status
kepegawaian.
a. Hubungan Umur dan lama kerja dengan kepuasan kerja perawat
pelaksana.
Hubungan Umur dan lama kerja dengan kepuasan kerja perawat
pelaksana dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Product
Moment pada tabel 5. 23

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


110

Tabel 5. 23
Analisis Hubungan Umur dan Lama Kerja dengan Kepuasan kerja
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
RS Woodward Palu,2011 (n = 64)

Variabel r p value
Umur 0,214 0,090
Lama kerja 0,188 0,137

Hasil analisis diperoleh untuk variabel umur nilai r = 0,214 sehingga


dapat disimpulkan hubungan umur dengan kepuasan kerja
menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif artinya
semakin meningkat umur semakin meningkat pula kepuasan kerja.
Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,09 (p value > 0,05) artinya
tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kepuasan
kerja perawat pelaksana.

Sedangkan variabel lama kerja nilai r = 0,188 sehingga dapat


disimpulkan hubungan lama kerja dengan kepuasan kerja
menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif artinya
semakin meningkat lama kerja semakin meningkat pula kepuasan
kerja.

Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,137 (p value > 0,05) artinya
tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


111

b. Hubungan status kepegawaian dengan kepuasan kerja perawat.


Hubungan status kepegawaian dengan kepuasan kerja perawat
dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Sparkman pada tabel 5. 24

Tabel 5. 24
Analisis Hubungan Status Kepegawaian dengan Kepuasan kerja
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
RS Woodward Palu,2011 (n = 64)

Variabel r p value
Status kepegawaian 0,076 0,549

Hasil analisis diperoleh nilai r = 0,076 sehingga dapat disimpulkan


hubungan status kepegawaian dengan kepuasan kerja menunjukkan
hubungan yang lemah. Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,549
(p value > 0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
status kepegawaian dengan kepuasan kerja perawat pelaksana.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


112

RINGKASAN HASIL PENELITIAN

Variabel Skor Seblm Gap Ssdh Pengktan Paired Indep


max T test T test
Supervisi
Intervensi 12,94 22,06 33,25 20,31
36,97% 63,03% 95% (58,03% p=0,000
Belum Optimal Signifikan Beda
optimal mean
35 19,81
12,91 22,09 13,43 0,53 p=0,071 p= 0,000
Kontrol 36,88% 63,11% 38,37% (1,51%). ≠signifikan signifikan
Belum Belum
optimal optimal
Kepuasan
Intervensi 122,22, 57,78 136,94 14,72 p=0,000
67,90% (32,1%) 76,08% (8,18%) Signifikan
Belum Optimal Beda
optimal mean
180 10,46
125,75, 54,25 126,47 0,72 p=0,386 p=0,000
Kontrol 69,86% (30,14) 70,26% (0,4%) ≠Signifikan signifikan
Belum Belum
optimal optimal
Kinerja
Intervensi 13,27 10,72 20,61 7,34 p=0,000
55,29% 44,71% 85,88% 30,58% Signifikan
Belum Optimal Beda
optimal mean
24 6,55
13,82 10,18 14,05 0,23 p= 0,102 p=0,000.
Kontrol 57,58% 42,42% (58,54% (0,96%) ≠Signifikan signifikan
Belum Belum
optimal optimal

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


113

BAB 6
PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi
hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya dan
penjelasan tentang keterbatasan penelitian. Selanjutnya akan dibahas pula tentang
bagaimana implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan, bidang
keilmuan dan pendidikan keperawatan, serta bidang penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan supervisi klinik


kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang
rawat inap RS Woodward Palu. Supervisi klinik yang diterapkan kepala ruangan
adalah supervisi klinik model akademik yang terdiri dari kegiatan educative,
supportive, dan managerial. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok intervensi yang mendapat supervisi klinik dari kepala
ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik dan kelompok kontrol yang
mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi
klinik. Peneliti ingin mengetahui perbedaan supervisi klinik kepala ruangan
sebelum dan sesudah pelatihan dan bimbingan supervisi klinik dan dampaknya
terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah
implementasi supervisi klinik model akademik selama kurang lebih empat
minggu. Berikut ini diuraikan pembahasan hasil penelitian.

6.1 Supervisi Klinik Kepala Ruangan Model Akademik


Supervisi klinik kepala ruangan model akademik yang diterapkan di ruang
rawat inap rumah sakit Woodward Palu pada prinsipnya adalah proses
pembelajaran dari kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Kepala ruangan
menyusun program supervisi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan
perawat pelaksana dan kondisi pasien serta kebutuhan di ruangan. Bentuk
supervisi didesain dalam bentuk kegiatan educative, supportive, dan
managerial yang memungkinkan semua perawat berperan aktif dalam
kegiatan supervisi.Penerapan supervisi klinik model akademik memacu
kepala ruangan dan perawat pelaksana untuk terus mengembangkan

113
Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


114

kemampuan dalam praktik keperawatan. Hal ini sesuai pendapat Van Ooijen
(2000) dalam Brunero & Parbury (2005) yang menyatakan tujuan supervisi
klinik model akademik adalah adanya proses pengembangan kemampuan
profesional yang berkelanjutan (CPD/Continuing Profesional Development)
untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat
dapat dipertanggungjawabkan dan pasien mendapat perlindungan serta
merasa aman selama menjalani perawatan.

Proses kognitif utama dari supervisi klinis model akademik adalah refleksi,
yaitu berpikir kritis pada pengalaman klinis untuk memahami, dan
mengidentifikasi area yang masih memerlukan perbaikan yang selanjutnya
dijadikan acuan dalam menentukan langkah perbaikan lebih lanjut. Refleksi
sangat relevan dengan pertumbuhan profesional praktik keperawatan.
Artinya, pengetahuan keperawatan yang didasarkan pada pengalaman klinis
sangat penting untuk perkembangan praktik keperawatan profesional.
Supervisi klinis model akademik memungkinkan perawat untuk
mendiskusikan perawatan pasien dalam suasana yang aman dan mendukung.
Partisipasi perawat pelaksana dalam supervisi klinis memungkinkan adanya
umpan balik dan masukan bagi perawat lain dalam upaya meningkatkan
pemahaman tentang isu-isu klinis.

Supervisi klinik model akademik dalam penerapannya di rumah sakit


Woodward Palu dilakukan secara terprogram, terjadwal, dan perhatian
supervisor bukan hanya pada pelaksanaan praktik keperawatan tetapi juga
pada sikap dan tanggung jawab perawat pelaksana dalam praktik profesional.
Hal ini sesuai dengan pendapat Marquis & Huston (2010) yang
mengemukakan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan
pekerjaan mereka secara efektif.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


115

6.1.1 Supervisi klinik kepala ruangan sebelum pelatihan dan bimbingan supervisi
klinik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan
sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik secara keseluruhan adalah
12,92 (36,91%) artinya tidak optimal. Dikatakan tidak optimal karena skor
total supervisi klinik kepala ruangan adalah 35, sehingga masih diperlukan
22,08 (63,08%) untuk mencapai skor optimal supervisi klinik kepala
ruangan.

Menurut asumsi peneliti ketidakoptimalan supervisi klinik kepala ruangan


di rumah sakit Woodward Palu terlihat pada persepsi perawat pelaksana
yang mempersepsikan bahwa kepala ruangan belum membuat jadwal
supervisi dan belum mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat
pelaksana. Kegiatan case conference belum dilakukan dan pelaksanaan
operan hanya sebatas kegiatan rutinitas dengan standar komunikasi yang
belum jelas dengan komunikasi satu arah dimana kepala ruangan belum
memberi kesempatan kepada perawat lain untuk klarifikasi dan validasi.
Perawat pelaksana mempersepsikan bahwa kegiatan rapat atau pertemuan
untuk membahas standar di ruangan dengan melibatkan perawat pelaksana
belum dilakukan. Selain itu tidak optimalnya supervisi klinik kepala
ruangan juga disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman kepala ruangan
tentang supervisi klinik sebelum dilatih (rerata nilai pre test 55,53).

Tidak optimalnya supervisi klinik kepala ruangan harus mendapat perhatian


yang serius dari bidang keperawatan, mengingat resiko dan dampak yang
dapat timbul berkaitan dengan supervisi klinik kepala ruangan yang tidak
optimal yaitu pelayanan keperawatan yang tidak berkualitas. Hasil
penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Mularso (2006) dan
Supratman & Sudaryanto (2008) yang menunjukkan bahwa pelaksanaan
supervisi diberbagai rumah sakit belum optimal dan fungsi manajemen tidak
mampu diperankan oleh perawat disebagian besar rumah sakit di Indonesia.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa model supervisi klinik keperawatan
belum jelas implementasinya di rumah sakit.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


116

Marquis & Huston (2010) menyatakan supervisi merupakan bagian yang


penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin.
Kepala ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan
keperawatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan
supervisi untuk mengelola asuhan keperawatan. Supervisi secara langsung
memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai
hambatan/permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan
dengan memandang secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi
dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya.

Bittel (1987) mengemukakan pelaksanaan supervisi kepala ruangan harus


terjadwal dan terprogram dan bila dilakukan secara terus menerus dapat
memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai standar praktik
keperawatan (Depkes, 2010). Oleh karena itu, Swansburg (2000)
menyatakan seorang manajer keperawatan harus mempunyai kemampuan
manajerial yang handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat
menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron,
1987).

Pemahaman dan kemampuan kepala ruangan melakukan supervisi klinik


dapat dilakukan melalui pelatihan. Mangkunegara (2005) mendefinisikan
pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan
prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan
dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Kepala ruangan perlu
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karena selalu
ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja yang
bermuara pada peningkatan produktivitas organisasi secara keseluruhan.

6.1.2 Supervisi klinik kepala ruangan sesudah pelatihan dan bimbingan supervisi
klinik pada kelompok intervensi.

Supervisi klinik kepala ruangan sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan


supervisi klinik pada kelompok intervensi menurut persepsi perawat
pelaksana meningkat sebesar 20,31 (58,03%) dan analisis lebih lanjut

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


117

menunjukkan peningkatan tersebut signifikan (p value = 0,000).


Peningkatan supervisi klinik kepala ruangan dapat dipertahankan jika kepala
ruangan secara konsisten dan berkelanjutan melaksanakan supervisi.
Peningkatan ini dapat dikatakan optimal karena terjadi peningkatan skor
dari kuartil dua ke kuartil empat.

Menurut asumsi peneliti peningkatan supervisi klinik kepala ruangan dalam


penelitian ini didukung pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang
meningkat setelah pelatihan. Hasil test kognitif pelatihan supervisi
menunjukkan peningkatan sebesar 33,25 poin (37,45%) dan rerata nilai post
test kemampuan kognitif 88,78. Peningkatan ini memungkinkan kepala
ruangan segera menyusun program dan jadwal supervisi serta menerapkan
supervisi klinik model akademik kepada perawat pelaksana. Supervisi klinik
dilakukan dalam tiga bentuk yaitu: educative, supportive, dan managerial.
Penerapan supervisi dilakukan kepala ruangan secara optimal dengan nilai
observasi yang dilakukan peneliti rerata 94,62%.

Kepala ruangan menerapkan kegiatan educative secara tutorial, yaitu kepala


ruangan memberikan bimbingan dan arahan kepada setiap perawat
pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan
umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal
pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Menurut
Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan educative yang
dilakukan secara terus menerus mengakibatkan perawat selalu mendapat
pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan
kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa
percaya diri.

Penerapan kegiatan supportive dilakukan dengan memberikan kesempatan


kepada perawat untuk mempresentasikan kasus pada saat operan
menggunakan standar komunikasi yang efektif. Standar komunikasi efektif
yang digunakan adalah metode SBAR. Kegiatan supportive bertujuan untuk
mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam
pemberian asuhan keperawatan dan dirancang untuk memberikan dukungan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


118

kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung diantara
perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan
kenyamanan dan validasi. Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero &
Parbury (2005) kegiatan supportive yang dilakukan secara terus menerus
dapat meningkatan rasa percaya diri, kemampuan memberikan dukungan,
peningkatan coping di tempat kerja, membina hubungan yang baik diantara
staf, kenyamanan di tempat kerja, kepuasan perawat, mengurangi
kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi ketidakdisplinan kerja.

Kepala ruangan menerapkan kegiatan managerial dengan melibatkan


perawat dalam perbaikan dan peningkatan standar, seperti mengkaji SOP
yang ada atau membahas standar pendokumentasian asuhan keperawatan.
Kegiatan managerial dirancang untuk memberikan kesempatan kepada
perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam
kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety,
dan peningkatan mutu. Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury
(2005) kegiatan managerial yang dilakukan memacu adanya perubahan
tindakan, pemecahan masalah, peningkatan praktik, peningkatan isu-isu
profesional, kepuasan kerja, dan patient safety.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rosidah (2009) yang


mengemukakan pelatihan penting dilakukan karena merupakan cara yang
digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara,
dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat
meningkatkan produktivitasnya. Sejalan pendapat Siagian (2009) yang
menyatakan efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi. Bagi
organisasi pelatihan dapat dipandang sebagai bentuk investasi, sehingga
setiap instansi yang ingin berkembang hendaknya memiliki program
pendidikan dan pelatihan bagi karyawan secara kontinu.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


119

6.2 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap


Kepuasan kerja perawat pelaksana.
Kepuasan kerja mencerminkan sikap dan bukan perilaku. Sikap yang
dideskripsikan dapat bersifat positif atau negatif. Kepuasan itu tidak tampak
secara nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan.
Kepuasan terhadap pekerjaan mewarnai sikap individu untuk melakukan
sejumlah tugas dan sangat erat kaitannya dengan penampilan kerja (Danim,
2004). Kepuasan kerja perawat adalah tingkat kesenangannya terhadap
pekerjaannya (Parsons, 1998). Jadi kepuasan kerja perawat adalah sikap
perawat baik positif maupun negatif yang selalu berubah tentang
pekerjaannya dan perasaan tersebut dapat berdampak pada penampilan
kerjanya. Penilaian kepuasan kerja perawat pelaksana pada penelitian ini
dilakukan berdasarkan self evaluation persepsi perawat pelaksana terhadap
rancangan pekerjaan yang dlakukan oleh kepala ruangan sebelum dan
sesudah mendapatkan pelatihan supervisi klinik.

6.2.1 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Supervisi Klinik


Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana


sebelum mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi klinik secara keseluruhan adalah 123,98 (68,88%)
artinya belum optimal. Dikatakan belum optimal karena skor total kepuasan
kerja perawat adalah 180, sehingga diperlukan 56,02 (31,12%) untuk
mencapai skor optimal kepuasan kerja perawat pelaksana.

Menurut asumsi peneliti belum optimalnya kepuasan kerja perawat


pelaksana terlihat pada persepsi perawat yang mempersepsikan masih
rendahnya otonomi dalam bekerja dan pemberian tugas yang belum
bervariasi. Fenomena ini terjadi karena metode penugasan asuhan
keperawatan disebagian besar ruang rawat inap rumah sakit Woodward
masih menggunakan metode fungsional dan belum berjalannya sistem
supervisi kepala ruangan. Pada metode fungsional kepala ruangan membagi
tugas berdasarkan tugas-tugas keperawatan bukan berdasarkan kasus,

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


120

sehingga perawat pelaksana cenderung melaksanakan tugas yang sama dan


menunggu instruksi dari kepala ruangan atau perawat senior. Rendahnya
otonomi dalam bekerja dan tidak bervariasinya pekerjaan serta kurangnya
umpan balik dalam bekerja menyebabkan perawat pelaksana merasa
pekerjaan yang dilakukan kurang memberi tantangan sehingga menurunkan
semangat dalam bekerja.

Rendahnya kepuasan kerja perawat pelaksana di rumah sakit Woodward


juga dialami oleh rumah sakit lainnya. Kajian literatur menunjukkan
kepuasan kerja perawat dihampir semua negara masih rendah (Curtis, 2007)
tingginya ketidakpuasan perawat sering menjadi masalah di rumah sakit
seperti kinerja menurun, turnover yang tinggi dan kemangkiran kerja
(Papathanassoglou, 2007; Curtis, 2007; Cortese, 2007). Hasil riset
ditemukan bahwa salah satu sumber utama ketidakpuasan kerja perawat
adalah manajemen keperawatan yang tidak efektif (Kapella, 2002 dalam
Papathanassoglou, 2007), rendahnya keterlibatan dalam pengambilan
keputusan, hubungan yang buruk dengan manajemen, kurangnya
pengakuan, dan kurangnya fleksibilitas dalam penjadwalan (Albaugh, 2003
dalam Alam & Fakir, 2010).

Rumah sakit dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan kapasitas


perawat dan harus proaktif mencari cara membuat pekerjaan perawat lebih
memuaskan (Cortese, 2007). Sejalan pendapat Ernst, franco, Messmer, dan
Gonzalez (2004), bahwa saat ini banyak rumah sakit berusaha keras
memonitor dan mempertahankan kepuasan kerja perawat dan pelayanan
keperawatan. Oleh karena itu, Wibowo (2008) mengemukakan seorang
manajer perlu memahami apa yang harus dilakukannya untuk menciptakan
kepuasan kerja karyawannya. Berbagai riset menunjukkan ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, dan salah satu yang paling
berkontribusi adalah supervisor (Curtis, 2007; Alam & Fakir, 2010).

Seorang supervisor harus mampu mempraktekkan manajemen yang


fleksibel, komunikator, dan melibatkan perawat pelaksana dalam
pengambilan keputusan. Sejalan dengan Suyanto (2009) mengemukakan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


121

supervisi yang dilakukan kepala ruangan memerlukan peran aktif semua


perawat yang terlibat dalam kegiatan pelayanan keperawatan sebagai mitra
kerja yang memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar,
dihargai, dan diikutsertakan dalam proses perbaikan pemberian asuhan
keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan.

Siagian (2009) mengemukakan untuk meningkatkan kepuasan kerja


pegawai perlu memperhatikan rancang bangun dari suatu pekerjaan karena
pekerjaanlah yang menghubungkan pekerja dengan organisasi. Pekerjaan
yang harus dilakukanlah yang menjadi faktor penyebab mengapa organisasi
membutuhkan pekerja. Pekerjaan harus dapat meningkatkan produktivitas
dan kepuasan kerja. Hal ini senada dengan teori dua faktor yang
menyatakan bahwa pekerjaanlah yang menyebabkan kepuasan kerja.

Teori dua faktor menjelaskan, seorang supervisor keperawatan dalam


berbagai peran, kegiatan dan kompetensi yang dimilikinya harus dapat
memberikan kepuasan kerja kepada perawat pelaksana dengan cara
memperhatikan aspek pekerjaan perawat. Aspek yang diperhatikan meliputi:
memberikan otonomi dalam bekerja, memberikan tugas yang bervariasi,
membuat staf merasa penting dalam pekerjaan, dan memberikan umpan
balik terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Sebaliknya supervisor juga
harus menghilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakpuasan,
seperti kondisi kerja yang tidak mendukung, hubungan dengan rekan kerja
yang kurang baik, dan pengawasan yang terlalu ketat. Teori ini sangat tepat
digunakan dalam proses supervisi klinik untuk mencari aspek-aspek
pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja perawat dan
ketidakpuasan di rumah sakit.

Pemahaman terhadap kepuasan kerja perawat juga dapat mengacu pada teori
keadilan. Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul dikalangan para
perawat. Apabila sampai terjadi dapat timbul dampak negatif seperti
ketidakpuasan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


122

Demikian juga implikasi dari teori harapan, yaitu seorang supervisor


keperawatan harus menaruh perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu
dirubah untuk mendapatkan kepuasan kerja pada perawat pelaksana.
Supervisor dalam peran, kegiatan, dan kompetensi yang dimilikinya dapat
membantu perawat pelaksana dalam menentukan hal-hal yang
diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk
mewujudkannya. Penekanan ini penting karena para perawat tidak selalu
mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan educative,
supportive, dan managerial diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perawat
pelaksana di ruang rawat RS Woodward Palu.

6.2.2 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Supervisi Klinik


Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik.

Kepuasan kerja perawat pelaksana pada kelompok kontrol sesudah


mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan
dibimbing supervisi klinik menurut persepsi perawat pelaksana meningkat
sebesar 0,72 (0,4%) dan analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan
tersebut tidak bermakna (p value=0,386). Sedangkan kepuasan kerja
perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah mendapat supervisi
klinik dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik
menurut persepsi perawat pelaksana meningkat sebesar 14,72 (8,18%) dan
analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan tersebut bermakna (p
value=0,000). Peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana dapat
dipertahankan dan ditingkatkan jika kepala ruangan secara berkelanjutan
melaksanakan supervisi. Peningkatan ini dapat dikatakan optimal karena
terjadi peningkatan skor dari kuartil tiga ke kuartil empat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Robert John Wood Foundation
(2007) yang menyatakan perawat yang merasa mendapat dukungan dari
supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya
lebih merasa puas terhadap pekerjaannya. Sejalan pendapat Brunero &
Parbury (2005) yang menyatakan kepuasan kerja perawat lebih banyak

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


123

tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan hubungan baik antara


supervisor dengan supervisee. Dengan demikian sistem supervisi sangat
berhubungan dengan kepuasan kerja perawat.

Menurut asumsi peneliti, meningkatnya kepuasan kerja perawat di ruang


rawat inap rumah sakit Woodward Palu disebabkan adanya penerapan
supervisi klinik model akademik melalui kegiatan educative, supportive,
dan managerial. Pelatihan supervisi klinik telah memberikan kemampuan
kepada kepala ruangan untuk menjalankan perannya sebagai perencana,
pengarah, pelatih, dan penilai terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada
perawat pelaksana. Penerapan supervisi klinik model akademik memacu
kepala ruangan untuk merancang pekerjaan perawat pelaksana dengan
memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja, yang meliputi: otonomi dalam
bekerja, variasi tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan, dan umpan
balik. Hal ini sejalan dengan teori dua faktor, teori harapan, dan Siagian
(2009) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja perlu
memperhatikan rancangan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan.

Kegiatan educative dilakukan oleh kepala ruangan diawali dengan


pembagian tugas yang jelas dan bervariasi sesuai dengan kompetensi
perawat. Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat mengarah kepada tingkat
keahlian dan efisiensi tinggi akan tetapi sangat membosankan. Kebosanan
dalam pekerjaan mempunyai dampak negatif yang sering menampakkan diri
dalam keletihan, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan.

Pada kegiatan educative kepala ruangan mengatasi kebosanan dengan


mengubah metode pemberian asuhan keperawatan dari metode fungsional
menjadi metode tim. Setiap perawat pelaksana diberi tanggung jawab untuk
melaksanakan asuhan keperawatan terhadap satu atau beberapa pasien
sesuai dengan kompetensi. Dengan cara ini perawat lebih tertantang untuk
meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya melalui arahan, bimbingan,
dan umpan balik yang dilakukan oleh kepala ruangan selama kegiatan
educative. Purani & Sahadev (2007) dalam Alam & Fakir (2010)
menyatakan kepuasan yang dirasakan dengan memiliki berbagai tugas yang

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


124

menantang dan tidak rutinitas akan membantu karyawan untuk melihat


bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh dalam organisasi.

Selain itu adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan tumbuhnya


otonomi dalam bekerja. Otonomi adalah pemupukan rasa tanggung jawab
atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Perawat pelaksana yang diberikan
tanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan akan
menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan kepuasan. Sebaliknya
dengan pengendalian terus menerus oleh kepala ruangan dan dibarengi
dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap apatis dan prestasi
kerja yang rendah.

Kepuasan kerja merupakan perasaan yang dialami oleh perawat terhadap


profesi yang dijalaninya yang didukung dengan sikap supervisor yang
memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai kewenangan dan
tanggung jawab serta kompetensi yang dimilikinya. Purani & Sahadev
(2007) dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan akan dirasakan
karyawan dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan kepadanya.

Kegiatan supervisi supportive dilakukan kepala ruangan dengan memberi


kesempatan kepada perawat untuk mempresentasikan secara singkat kasus
pada saat operan merupakan bentuk dukungan positif yang diberikan oleh
kepala ruangan dan rekan kerja. Perawat merasa bangga dapat menunjukkan
secara kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat
penghargaan akan menurunkan kepuasan kerja. Meskipun dalam pemberian
asuhan keperawatan merupakan hasil dari sekelompok perawat, namun
kepala ruangan harus dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut
memberikan kontribusi kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang
diberikan.

Kepala ruangan harus mampu mendorong perkembangan pribadi perawat


baik perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping kebutuhan akan
tata hubungan yang serasi baik dengan pasien maupun rekan kerja. Perawat

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


125

akan merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional yang besar,


memiliki motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang besar jika ia
mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu dianggap penting oleh orang
lain. Supervisor keperawatan perlu menanamkan kepada setiap perawat
bahwa sesederhana apapun pekerjaan yang mereka lakukan sangat berarti
bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keberlangsungan pelayanan
keperawatan di rumah sakit.

Kegiatan supportive dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna


dan kesempatan berharga bagi perawat untuk menjembatani kesenjangan
antara teori dan praktik keperawatan. Melalui kegiatan supportive, perawat
dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pengambilan
keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam menjalankan tugasnya (Wink,
1995 dalam Billings & Judith, 1999). Pada kegiatan ini perawat berbagi
informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling bertanya,
mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang rencana kerja
atau rencana intervensi keperawatan (Billings & Judith, 1999). Dalam
kegiatan ini juga perawat dapat mengidentifikasi masalah, perencanaan, dan
evaluasi hasil untuk mencari solusi (Reilly & Obermann, 1999).

Setiap perawat pelaksana akan bekerja keras dan berusaha mencapai tujuan
dengan cepat, jika dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis.
Perawat pelaksana harus senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan
pula. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan supportive memampukan
kepala ruangan untuk memberi dukungan positif pada setiap prestasi yang
dicapai perawat pelaksana.

Kegiatan supervisi managerial yang dilakukan dengan melibatkan perawat


pelaksana dalam pembahasan SOP/SAK telah menumbuhkan pemahaman
tentang pentingnya bekerja berdasarkan standar. Pemahaman ini sangat
penting untuk memacu perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen
perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan,
peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


126

Penelitian ini juga sesuai dengan hasil riset Sitinjak (2008) dan Sigit (2009)
yang menemukan bahwa supervisi yang dilakukan secara konsisten akan
berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40% dan proses
supervisi yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja.

Peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini


didukung juga oleh beberapa faktor antara lain pemahaman dan kompetensi
kepala ruangan yang meningkat setelah pelatihan supervisi klinik. Hasil test
kognitif pelatihan supervisi menunjukkan peningkatan sebesar 33,25 poin
(37,45%) dan rerata nilai post test kemampuan kognitif 88,78, sehingga
telah memenuhi standar yang ditetapkan. Demikian pula hasil evaluasi
penerapan supervisi klinik model akademik yang dilakukan oleh peneliti
menunjukkan semua kepala ruangan berhasil menerapkan supervisi secara
optimal dengan nilai observasi rerata 94,62%. Hal ini sesuai juga dengan
persepsi perawat pelaksana yang menyatakan bahwa supervisi klinik kepala
ruangan sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi skor rerata
menjadi 33,25 (95%).

Berdasarkan hasil analisis lanjut tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik


kepala ruangan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada
kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Dengan demikian
hasil penelitian ini membawa pada simpulan bahwa pelatihan supervisi
klinik kepala ruangan secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja pada
perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.

6.3 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kinerja


Perawat Pelaksana.

Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Fatah (1996)
yang dikutip Wahyudi (2008) mengartikan kinerja sebagai suatu kemampuan
dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan serta motivasi kerja. Hasil kerja dapat dicapai

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


127

secara maksimal apabila individu mempunyai kemampuan dalam


mendayagunakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Kinerja perawat pelaksana adalah keseluruhan perilaku dan kemampuan yang


dimiliki perawat yang ditampilkan dalam memberikan asuhan keperawatan.
Sedangkan hasil kerja perawat dapat dilihat dari proses akhir pemberian
asuhan keperawatan, yang salah satunya adalah pendokumentasian asuhan
keperawatan yang telah diberikan kepada pasien yang meliputi: pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dalam penelitian ini,
penilaian kinerja perawat pelaksana dinilai melalui hasil kerja perawat
pelaksana yang tergambar dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
sesuai standar praktek profesional (PPNI, 2002).

6.3.1 Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Supervisi Klinik Dari Kepala
Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam


pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum mendapat supervisi klinik
dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik secara
keseluruhan adalah 13,54 (56,42%) artinya belum optimal. Dikatakan belum
optimal karena skor total kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan adalah 24, sehingga diperlukan 10,46 (43,58%) untuk mencapai
skor optimal kinerja perawat pelaksana.

Menurut asumsi peneliti belum optimalnya kinerja perawat pelaksana terlihat


pada hasil kerja perawat pelaksana yang tergambar dari dokumentasi asuhan
keperawatan yang belum sesuai standar yang ditetapkan. Pada aspek
pengkajian, perawat belum melakukan pengkajian sesuai dengan format
pengkajian yang ditetapkan dan cenderung hanya merumuskan satu diagnosa
keperawatan aktual. Pada aspek perencanaan, penyusunan intervensi
cenderung bersifat rutinitas dan belum mengacu pada masalah keperawatan
yang dialami pasien, serta belum menggambarkan keterlibatan pasien dan
keluarga. Pada aspek tindakan keperawatan belum mencantumkan adanya
revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi dan pada aspek evaluasi ditemukan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


128

sebagian besar perawat tidak melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang


diberikan kepada pasien.

Belum optimalnya kinerja perawat pelaksana yang tergambar dalam


pendokumentasian asuhan keperawatan, penting untuk mendapatkan
perhatian yang serius dan pengelolaan yang lebih baik dari rumah sakit
Woodward Palu, mengingat beberapa resiko dan dampak yang dapat timbul
berkaitan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu tidak
tersedianya data base berkaitan dengan proses asuhan keperawatan dan
komplain tindakan keperawatan.

Menurut Wibowo (2008) rumah sakit perlu memperhatikan manajemen


kinerja. Peran manajer merupakan komponen yang paling penting, karena
tanpanya rumah sakit hanya merupakan sekumpulan aktivitas tanpa tujuan.
Pemahaman manajer tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan akan membantu manajer dalam memperhatikan dan memaximalkan
faktor-faktor tersebut sehingga tujuan organisasi dengan tujuan pribadi dapat
bertemu.

Perry & Potter (2005) menjelaskan dokumentasi asuhan keperawatan adalah


informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi kesehatan pasien
serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bukti kinerja perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Perawatan yang profesional dicerminkan
oleh pencatatan yang profesional yang membuktikan apa yang telah
dilakukan perawat dan secara efektif mengkomunikasikan status dan
kemajuan klien. Dengan demikian menjadi hal yang penting bagi rumah sakit
untuk dapat menciptakan suatu upaya meningkatkan pendokumentasian
asuhan keperawatan karena dokumentasi yang baik tidak hanya
mencerminkan kualitas perawatan, tetapi juga membuktikan
pertanggunggugatan setiap anggota tim dalam perawatan.

Upaya membangun kinerja perawat yang dapat dibuktikan melalui


dokumentasi asuhan keperawatan yang baik pada prinsipnya dapat dicapai

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


129

melalui supervisi kepala ruangan yang terjadwal dan terus-menerus. Supervisi


klinik model akademik melalui kegiatan managerial merupakan suatu bentuk
supervisi yang memungkinkan kepala ruangan menanamkan rasa tanggung
jawab dan kepatuhan perawat pelaksana pada standar asuhan yang telah
ditetapkan.

6.3.2 Kinerja Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Supervisi Klinik Dari Kepala
Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana pada
kelompok kontrol sesudah mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan
yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik berdasarkan
pendokumentasian asuhan keperawatan meningkat sebesar 0,23 (0,96%) dan
analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan tersebut tidak bermakna (p
value = 0,102). Sedangkan kinerja perawat pelaksana pada kelompok
intervensi sesudah mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang
dilatih dan dibimbing supervisi klinik berdasarkan pendokumentasian
asuhan keperawatan meningkat sebesar 7,34 (30,58%) dan analisis lebih
lanjut menunjukkan peningkatan tersebut bermakna (p value = 0,000).
Peningkatan kinerja perawat pelaksana dapat dipertahankan jika kepala
ruangan secara berkelanjutan melaksanakan supervisi. Peningkatan ini dapat
dikatakan optimal karena terjadi peningkatan skor dari kuartil tiga ke kuartil
empat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat White & Winstanley (2006),
Hyrkas, et al, (2006) dalam Clinical supervision a structured approach to
best practice (2008) yang menyatakan supervisi klinik berpotensi
meningkatkan keahlian dan kemampuan klinik staf yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kesuksesan pencapaian rumah sakit. Supervisi sebagai alat
untuk memastikan atau menjamin penyelesaian tugas sesuai dengan tujuan
dan standar (Marquis & Huston, 2010).

Dalam pelaksanaannya supervisi bukan hanya mengawasi apakah seluruh


staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan tetapi juga bagaimana

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


130

memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Dalam kegiatan


supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai objek tetapi juga sebagai
subjek. Supervisi dalam keperawatan dilakukan untuk memastikan kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan organisasi serta sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan (Keliat, dkk, 2006).

Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Mathis (1997) dalam


Hafizurrachman (2009) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah supervisi, sejalan pendapat (Ivancevich & Mataerson, 1990;
Gibson, Ivancevic & Donelly, 1997 dalam Ilyas, 2002) yang
mengemukakan bahwa supervisi berhubungan dengan kinerja. Supervisi
klinik adalah proses aktif dalam mengarahkan, membimbing dan
mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya (American
Nurses Association, 2005).

Sistem supervisi akan memberikan kejelasan tugas, feedback dan


kesempatan perawat pelaksana mendapatkan promosi. Supervisi klinik
sangat penting dalam pelayanan keperawatan untuk menciptakan pelayanan
keperawatan berkualitas tinggi dan kesuksesan pencapaian tujuan rumah
sakit. Supervisi klinis keperawatan bertujuan untuk membantu perawat
pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan
dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi
dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan
yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan
standar keperawatan. Proses supervisi yang baik akan meningkatkan
kepuasan kerja dan kinerja.

Penerapan supervisi klinik model akademik di rumah sakit Woodward Palu,


melalui kegiatan managerial merupakan suatu bentuk supervisi yang
memungkinkan kepala ruangan menanamkan rasa tanggung jawab dan
kepatuhan perawat pelaksana pada standar asuhan yang telah ditetapkan.
Melalui kegiatan ini para perawat duduk bersama untuk memahami,
memperbaiki, dan membangun komitmen untuk memperbaiki kinerja
berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Melalui kegiatan ini diharapkan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


131

ada perubahan sikap dan tindakan perawat dalam melaksanakan asuhan


keperawatan.

Penerapan supervisi klinik model akademik di rumah sakit Woodward Palu


telah memacu perawat pelaksana untuk melakukan asuhan keperawatan
berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Perawat melakukan pengkajian
secara lengkap dan sistimatis berdasarkan pedoman pengkajian sehingga
diagnosa yang ditegakkan berupa diagnosa aktual dan potensial.
Kemampuan perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan
memungkinkan perawat dapat menentukan tujuan perawatan dengan tepat
dan menyusun rencana intervensi secara komprehensif.

Rencana intervensi yang telah disusun menjadi panduan bagi perawat dalam
melaksanakan implementasi tindakan keperawatan kepada pasien yang
diikuti dengan evaluasi berdasarkan tujuan dan kriteria yang telah
ditetapkan. Kegiatan supervisi educative dan supportive yang dilakukan
secara kontinue setiap hari dan langsung kepada setiap perawat telah
memacu kinerja perawat di rumah sakit Woodward Palu.

Penelitian ini juga sesuai dengan hasil riset Izzah (2003), Saljan (2005) dan
Saefulloh (2009) yang menunjukkan semakin baik supervisi, semakin baik
pula kinerja perawat pelaksana dan riset yang dilakukan oleh Muhasidah
(2002) yang menemukan bahwa supervisi yang dilakukan secara langsung
terhadap perawat pelaksana secara terus menerus dan terprogram dapat
memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik
keperawatan.

Peningkatan kinerja perawat pelaksana dalam penelitian ini juga didukung


oleh beberapa faktor antara lain pemahaman dan kompetensi kepala ruangan
yang meningkat setelah pelatihan supervisi klinik. Hasil test kognitif
pelatihan supervisi menunjukkan peningkatan sebesar 33,25 poin (37,45%)
dan rerata nilai post test kemampuan kognitif 88,78, sehingga telah
memenuhi standar yang ditetapkan. Demikian pula hasil evaluasi penerapan
supervisi klinik model akademik yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


132

semua kepala ruangan berhasil menerapkan supervisi secara optimal dengan


nilai observasi rerata 94,62%. Hal ini sesuai juga dengan persepsi perawat
pelaksana yang menyatakan bahwa supervisi klinik kepala ruangan sesudah
mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi skor rerata menjadi 33,25
(95%).

Berdasarkan hasil analisis lanjut tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik


kepala ruangan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada
kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Dengan demikian hasil
penelitian ini membawa pada simpulan bahwa pelatihan supervisi klinik
kepala ruangan secara signifikan meningkatkan kinerja perawat pelaksana di
ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.

6.4 Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana.


6.4.1 Umur
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
umur dengan kepuasan kerja. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Sitinjak (2008) dan Sigit (2009), yang menemukan tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan kepuasan kerja. Demikian juga hasil riset
Wahap (2001), Syafdewayani (2002), dan Hasniati (2002) membuktikan
bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian yang


menyimpulkan tentang hubungan positif antara umur dengan kepuasan
kerja. Kepuasan kerja rendah terjadi ketika seseorang berusia antara 20 - 30
tahun. Semakin tua umur karyawan, semakin lebih terpuaskan dengan
pekerjaannya karena mereka mempunyai pengharapan lebih sedikit, lebih
adaptif terhadap lingkungan kerjanya dan lebih berpengalaman (Handoko,
2003; Berns, 1989; Bowen et al., 1994, Grrifin, 1984; Nesttor & Leary,
2000 dalam Scott, Swortzel & Taylor, 2005).

Menurut Mangkunegara (2005) ada kecenderungan pegawai yang lebih tua


lebih merasa puas daripada pegawai yang lebih muda. Beberapa hasil riset

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


133

menunjukkan bahwa pegawai muda biasanya memiliki harapan yang ideal


dengan pekerjaannya, sehingga apabila harapan dan realita kerja ada
kesenjangan akan menyebabkan ketidakpuasan, lebih sedikit mendapatkan
income, kesempatan meningkatkan karir dan pendidikan dan kontrol kerja
yang lebih ketat (Lee & Wilbur, 1985 dalam Barry & Houston, 1998).

Menurut asumsi peneliti, berapapun umur perawat pelaksana di rumah sakit


Woodward Palu tidak berkontribusi terhadap kepuasan kerjanya karena
kepuasan kerja dalam penelitian dipengaruhi oleh seberapa baik kepala
ruangan dalam melakukan supervisi dan merancang pekerjaan dengan
memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja yang dibutuhkan oleh perawat
pelaksana. Dengan demikian variabel umur dalam penelitian ini tidak
menjadi confounding terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana.

6.4.2 Lama Kerja


Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
lama kerja dengan kepuasan kerja. Penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Sitinjak (2008) dan Sigit (2009), yang menemukan tidak ada
hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan kepuasan kerja.
Demikian juga hasil riset Wahap (2001), Syafdewayani (2002), dan
Hasniati (2002) membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja
dan kepuasan kerja.

Penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian yang menyimpulkan


adanya korelasi lama kerja dengan kepuasan kerja. Menurut Herzberg,
Mausner, Peterson, dan Capwell (1957, dalam Scott, Swortzel & Taylor,
2005), pada awal bekerja karyawan mempunyai moral dan kepuasan kerja
tinggi dan setelah tahun pertama moral dan kepuasan kerja mulai turun dan
menetap pada tingkatan yang rendah dalam beberapa tahun, dan kemudian
meningkat kembali kepuasan kerjanya seiring dengan kemajuan karirnya.
Pendapat tersebut sama dengan Robbins (2006), kepuasan kerja relatif
meningkat pada awal kerja, menurun berangsur-angsur selama 5-8 tahun
kemudian meningkat perlahan-lahan dan mencapai puncaknya setelah 20
tahun kerja.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


134

Menurut Purnomowati (1983, dalam As’ad, 2003) ada hubungan positif


masa kerja dengan kepuasan kerja. Karyawan yang telah lama bekerja
memiliki kepuasan kerja yang tinggi dan cenderung tidak akan berhenti dari
pekerjaannya (Purani & Sadewa, 2007 dikutip Alam & Fakir, 2010).

Menurut asumsi peneliti, berapapun lama kerja perawat pelaksana di rumah


sakit Woodward Palu tidak berkontribusi terhadap kepuasan kerjanya
karena kepuasan kerja dalam penelitian dipengaruhi oleh seberapa baik
kepala ruangan dalam melakukan supervisi dan merancang pekerjaan
dengan memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja yang dibutuhkan oleh
perawat pelaksana. Dengan demikian variabel lama kerja dalam penelitian
ini tidak menjadi confounding terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana.

6.4.3 Status Pegawai


Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
status pegawai dengan kepuasan kerja perawat pelaksana (p value > 0,05).
Hasil ini sesuai dengan penelitian Saefulloh (2009) yang menemukan tidak
ada hubungan yang bermakna antara status pegawai dengan kinerja perawat
pelaksana. Robbins (2006) menjelaskan keamanan dan perlindungan tentang
masa depan di tempat kerja akan menjadi dorongan kuat bagi staf dalam
bekerja.

Menurut asumsi peneliti apapun status kepegawaian perawat pelaksana di


rumah sakit Woodward tidak berkontribusi terhadap kepuasan kerjanya
karena kepuasan kerja dalam penelitian dipengaruhi oleh seberapa baik
kepala ruangan dalam melakukan supervisi dan merancang pekerjaan
dengan memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja yang dibutuhkan oleh
perawat pelaksana. Dengan demikian variabel status kepegawaian dalam
penelitian ini tidak menjadi confounding terhadap kepuasan kerja perawat
pelaksana.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


135

6.5 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain:
6.5.1 Lokasi tempat kedua kelompok responden yang berdekatan.
Peningkatan supervisi klinik kepala ruangan, kinerja perawat dan kepuasan
kerja pada kelompok kontrol setelah intervensi kemungkinan terjadi karena
lokasi kedua kelompok berdekatan (satu rumah sakit). Pada penelitian ini
situasi tersebut menjadi keterbatasan penelitian karena kelompok kontrol
terpapar dengan informasi dari kelompok intervensi yang mempengaruhi
emosional/psikologis kelompok kontrol. Kemungkinan bias eksternal
tersebut telah diminimalisir peneliti dengan cara memberikan pemahaman
tujuan penelitian kepada kedua kelompok sehingga kelompok intervensi
tidak memberikan informasi apapun sehubungan dengan intervensi yang
dilakukan kepada kelompok kontrol.
6.5.2 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian variabel supervisi klinik dan kepuasan kerja dibuat dan
dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan memperhatikan berbagai konsep
dan teori dari variabel yang diteliti. Ketepatan menyusun pernyataan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan peneliti mempersepsikan pernyataan tersebut.
Peneliti menyadari keterbatasan membuat instrumen yang mampu mengkaji
secara sempurna tentang pengaruh supervisi klinik kepala ruangan terhadap
kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Untuk itu peneliti telah
melakukan uji coba kuesioner di RSU Budi Agung Palu.

6.6 Implikasi Penelitian.


Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh penerapan supervisi klinik
kepala ruangan model akademik terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana di ruang rawat rumah sakit Woodward Palu. Berikut ini diuraikan
implikasi hasil penelitian terhadap:

6.6.1 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu.


Penerapan supervisi klinik kepala ruangan model akademik mampu:
a. Meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang
rawat inap rumah sakit Woodward Palu.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


136

b. Menumbuhkan rasa percaya diri kepala ruangan untuk meningkatkan


pengetahuan dan kemampuan melakukan supervisi klinik serta
mengembangkan pelayanan keperawatan di ruang rawat.
c. Membuat beberapa perubahan antara lain perubahan teknik dan standar
komunikasi saat operan, serta perubahan teknik pencatatan asuhan
keperawatan.
d. Memacu kepala ruangan untuk melengkapi SAK/SOP di masing-masing
ruangan dan menanamkan rasa tanggung jawab dan kepatuhan perawat
pelaksana pada standar asuhan yang telah ditetapkan.
e. Memungkinkan kepala ruangan untuk memonitor perkembangan
pengetahuan, sikap, dan kompetensi perawat pelaksana melalui hasil
supervisi yang terdokumentasi.
f. Memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan kesempatan
berharga bagi perawat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis
dan pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam
menjalankan tugasnya. Pada kegiatan supervisi supportive perawat
berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling
bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang
rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan.

6.6.2 Keilmuan Manajemen Keperawatan


Model pelatihan dan bimbingan serta modul supervisi klinik kepala ruangan
meningkatkan kemampuan manajerial kepala ruang dan kepuasan kerja
serta kinerja perawat pelaksana. Penelitian ini juga dapat memberikan
kontribusi bagi rumah sakit lain sebagai bahan pertimbangan dalam
menerapkan bentuk supervisi klinik kepala ruangan.

6.6.3 Pendidikan Keperawatan


Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi peserta didik untuk lebih
memahami konsep supervisi dalam tatanan praktik keperawatan profesional
sehingga diharapkan dapat menerapkan supervisi klinik ketika menjadi
manager di suatu institusi pelayanan keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


137

6.6.4 Kepentingan Penelitian


Penelitian ini menghasilkan evidence based tentang metode meningkatkan
kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah
sakit Woodward Palu dan dapat menjadi dasar bagi peneliti lain untuk
meneliti pengaruh supervisi klinik terhadap kepuasan kerja dan kinerja
dengan bentuk supervisi klinik yang berbeda sehingga memperkaya
pengetahuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


138

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Penelitian “Pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap
kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit
Woodward Palu”, yang dilaksanakan 28 Maret – 4 Mei 2011 menghasilkan
simpulan sebagai berikut:

7.1.1 Karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit


Woodward Palu rata-rata berumur 30,95 tahun dengan lama kerja rata-
rata 8,92 tahun dan 50% adalah pegawai kontrak.
7.1.2 Supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit
Woodward Palu sebelum pelatihan supervisi klinik masih tidak
optimal.
7.1.3 Supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit
Woodward Palu meningkat secara signifikan sesudah mendapat
pelatihan dan bimbingan supervisi klinik.
7.1.4 Supervisi klinik kepala ruangan berbeda secara signifikan antara
kelompok intervensi dan kontrol sesudah mendapat pelatihan dan
bimbingan supervisi klinik.
7.1.5 Kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit
Woodward Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan
yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik belum optimal.
7.1.6 Kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit
Woodward Palu meningkat secara signifikan sesudah mendapat
supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi
klinik.
7.1.7 Kepuasan kerja perawat pelaksana berbeda secara signifikan antara
kelompok intervensi dan kontrol sesudah mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik.

138

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


139

7.1.8 Kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward
Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan
dibimbing supervisi klinik belum optimal.
7.1.9 Kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward
Palu meningkat secara signifikan sesudah mendapat supervisi dari
kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik.
7.1.10 Kinerja perawat pelaksana berbeda secara signifikan antara kelompok
intervensi dan kontrol sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan
yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik.
7.1.11 Umur, lama kerja dan status pegawai perawat pelaksana di ruang
rawat inap rumah sakit Woodward Palu tidak berhubungan dengan
kepuasan kerja.

7.2 Saran

7.2.1 Saran Untuk Bidang Keperawatan


7.2.1.1 Menetapkan kebijakan tentang penerapan supervisi klinik
model akademik sebagai bentuk supervisi klinik yang
diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu.
7.2.1.2 Melaksanakan supervisi berjenjang dari kepala bidang ke
kepala ruangan dan kepala ruangan ke perawat pelaksana
agar penerapan supervisi klinik dapat berkesinambungan
untuk menjaga kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pelayanan keperawatan.
7.2.1.3 Melakukan evaluasi pelaksanaan supervisi kepala ruangan
minimal setiap enam bulan sekali dengan cara menggunakan
alat ukur kuesioner supervisi kepala ruangan menurut
persepsi perawat pelaksana.
7.2.1.4 Melakukan pengukuran kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana secara rutin setiap enam bulan sekali dengan cara
survei kepuasan kerja menggunakan kuesioner kepuasan
kerja self evaluation dan penilaian dokumentasi asuhan
keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


140

7.2.2 Saran Untuk Kepala Ruangan


7.2.2.1 Meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan fungsi
supervisi dengan terus meningkatkan pengetahuan dan
kompetensi sebagai supervisor melalui pelatihan ataupun self
education.
7.2.2.2 Mengoptimalkan peran supervisor dalam melaksanakan
kegiatan educative, supportive, dan managerial dengan cara
melaksanakan kegiatan supervisi secara terprogram dan
terjadwal untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja
perawat pelaksana.
7.2.2.3 Melaksanakan supervisi klinik model akademik secara terus
menerus yang disesuaikan dengan kompetensi perawat,
kondisi pasien, dan kebutuhan di ruangan tersebut.
7.2.1.5 Melaksanakan evaluasi kepuasan kerja dan kinerja perawat
pelaksana minimal setiap enam bulan sekali dengan cara
survei kepuasan kerja menggunakan kuesioner kepuasan
kerja self evaluation dan penilaian dokumentasi asuhan
keperawatan berkordinasi dengan kepala bidang
keperawatan.

7.2.3 Saran Untuk Perawat Pelaksana


7.2.3.1 Meningkatkan kemampuan diri dalam memberikan pelayanan
keperawatan melalui self education dan pemanfaatan
supervisi klinik kepala ruangan.
7.2.3.2 Meningkatkan sikap dan tanggung jawab dalam memberikan
pelayanan keperawatan dengan cara melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai standar yang telah ditetapkan.
7.2.3.3 Melakukan self evaluation terhadap kinerja yang telah
dilaksanakan dalam pemberian pelayanan keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


141

7.2.4 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya


Perlu adanya penelitian lanjutan tentang pengaruh penerapan supervisi
klinik model akademik dengan waktu yang lebih lama, sehingga dapat
terlihat apakah perubahan perilaku yang terjadi telah terinternalisasi
dalam perilaku kepala ruangan dan perawat pelaksana. Selain itu
disarankan untuk memperluas penelitian dengan meneliti faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di
ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu selain variabel yang telah
diteliti.

7.2.5 Saran Untuk Keilmuan Manajemen Keperawatan


7.2.5.1 Mengembangkan bentuk-bentuk supervisi klinik dan panduan
khusus untuk memudahkan penerapan supervisi klinik kepala
ruangan dalam tatanan pelayanan keperawatan.
7.2.5.2 Mengembangkan uraian kegiatan yang harus dilakukan
manajer keperawatan (kepala bidang keperawatan dan kepala
ruangan) sesuai dengan bentuk supervisi klinik saat melakukan
supervisi terhadap staf keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


142

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. (2007). Manajemen administrasi rumah sakit. Edisi kedua. Jakarta:
UI Press

Alam, M.M.,& Mohammad, J.F. (2010). Level of satisfaction and intent to leave
among Malaysian nurses. Business Intelligence Journal-January, 2010
Vol.3 No.1
http://www.saycocorporativo.com/saycoUK/BIJ/journal/Vol3No1/Article_
10.pdf, diperoleh 15 Desember 2010.

Al-Aameri,A.S. (2000). Job satisfaction and organizational commitment for


nurses. Saudi Medical Journal. Vol. 21 (6): 531-535.

American Nurses Association. (2005). Principles delegation.


http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/elearning/principlesdelegati
on.pdf. Diperoleh 10 Pebruari 2011

Amira, B.S.A. (2008). Pengaruh pelatihan manajemen konflik pada kepala


ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah
sakit DR.H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis. Program Magister FIK UI.
Tidak diperjualbelikan.

Ariawan, I. (1999). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jurusan
Statistik dan Kependudukan. FKM UI

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi.


Jakarta: Rineka Cipta

Arwani, S. (2006) Manajemen bangsal keperawatan, Jakarta: EGC Kedokteran.

As’ad, M. (2003). Psikologi industri. edisi 4. Cetakan ke delapan. Yogyakarta:


Liberti

Azwar, A. (1996). Pengantar administrasi kesehatan. Jakarta: Bumi Aksara

Barkauskas, V.H. (2000). Perspectives about and models for supervision in the
healthprofessions.http://www.google.co.id/search?q=proctors+model+of+
clinical+supervision&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-
US:official&client=firefox-a. Diperoleh 11 Pebruari 2011

Barry, L.M.,& Houston, J.P. (1998). Psychology at work: An introduction to


industrial and organizational psychology. (2nd ed). USA: Wm.c. Brown
Communication.

142

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


143

Billings, D.M., & Judith, A.H. (1999). Teaching in nursing: A guide for faculty.
Philadelpia: WB Saunders Company

Bittel, L.R. (1987). Supervisory training & development. California: Addison


Wesley.

Brunero, S. & Parbury, S. (2005). The effectiveness of clinical supervision in


nursing: an evidenced based literatur review. Australian Journal of
Advanced Nursing Vol. 25

Burdahyat. (2009). Hubungan budaya organisasi dengan kinerja perawat


pelaksana di RSUD Sumedang. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak
diperjualbelikan.

Clinical Supervision a structured approach to best practice. (2008). National


Council for the profesional develoment of nursing and midwifery. Ireland.
http://www.ncnm.ie/items/1299/85/3167984576%5CClinical%20Supervisi
on%20Disc%20paper%202008.pdf, diperoleh 10 Pebruari 2011

Cortese, C.G. (2007). Job satisfaction of Italian nurses: an exploratory studi.


Journal of Nursing Management. Vol 15 Issue 3, pages 303-312 April
2007

Curtis. (2007). Job satisfaction: a survey of nurses in the Reublic Ireland. Journal
of Nursing Manajement. Vol 54. Issue 1, pages 92-99 March 2007.

Danim, S. (2004). Motivasi kepemimpinan dan efektivitas kelompok. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Darma. A. (2004). Manajemen supervisi, petunjuk praktis bagi para supervisor


(cetakan keenam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Depkes. (1993). Pedoman penerapan proses keperawatan di rumah sakit. Jakarta:


Depkes RI

_______. (1994). Standar asuhan keperawatan. Jakarta: Depkes RI

_______. (2006). Pedoman pengembangan jenjang karir profesional perawat.


Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan.

_______. (2007). Pedoman akreditasi rumah sakit. Jakarta: Depkes RI

_______. (2010). Modul peningkatan kemampuan teknis perawat dalam sistem


pemberian pelayanan keperawatan profesional di rumah sakit. Direktorat
Bina Pelayanan Keperawatan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


144

Ernst, M.E.,Franco, M., Messmer, P.R, & Gonzalez, L. (2004). Nurses’job


satisfaction, stress, and regognition in a pediatric setting. Pediatric
nursing.
http://findarticles.com/p/articles/mi_mOFSZ/is_3_30/ai_n17207236/pg_1?
tag=content,coll. diperoleh 10 Pebruari 2011.

Farington, A. (1995). Models of clinical supervision. British Journal of Nursing


4(15): 76-78

Gibson,J.L., Ivancevich,J.M., Donnelly,J.H. (1996). Organisasi, perilaku,


struktur, proses. Jakarta. Binarupa Aksara.

Gillies, Dee Ann. (2000). Manajemen keperawatan, sebagai suatu pendekatan


sistem, penerjemah Neng Hati Sawiji, Bandung: Yayasan IAPKP.

Greenberg, J & Baron, R. (2003). Behavior in organizations. New Jersey: Prentice


Hall.

Griffin, R.W. (2004). Manajemen. Edisi ketujuh, jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hadi, S. (2007). Pengaruh tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja akuntan


pemula. JAAI Vol. 11. No.2 187-198

Hafizurrachman, H.M. (2009). Manajemen pendidikan dan kesehatan. Jakarta:


Sagung Seto.

Handoko, T.H. (2003). Manajemen personalia & sumber daya mnusia. Edisi
kedua. Yogjakarta: BPFE.

Hasibuan, S.P. ( 2003). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasniaty, A. G. (2002). Hubungan kompetensi supervisi kepala ruangan dengan


kepuasan kerja perawat pelaksana di RS Omni Medical Center Jakarta.
Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan.

Hastono, SP. (2007). Analisis data Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan


Masyarakat, UI

Hils, S.,& Giles, J. (2007). Supervision policy. Wandworth NHS.


http://www.wandsworthpct.nhs.uk/WorkingForUs/PandP/Documents/Safe
guarding%20children%20Policy%20NHS%20Wandsworth.pdf. Diperoleh
13 Pebruari 2011

Huber, L.D. (2006). Leadership and nursing care manajement. Third edition.
Philadelphia: Elsevier.

Ilyas, Y. (2002). Kinerja: teori, penilaian, penelitian. Cetakan ketiga. Depok:


Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


145

Izzah, N. (2003). Hubungan teknik supervisi dan frekuensi kegiatan supervisi


kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap
RSUD Batang, Jawa Tengah. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak
diperjualbelikan.

Karanikola, M.N,,Papathanassoglou, E.D.E (2007). Pilot exploration of the


association between self-esteem and professional satisfaction in Hellenic
Hospital nurses. Jounal of Nursing Manajement. Vol 15. Issue1,ages 78-
90 January 2007.

Karsidi, R. (2000). Pengembangan instrumen dalam penelitian sosial.


http://www.uns.ac.id/data/0010.pdf, diunduh 28 Oktober 2010

Keliat, Dkk. (2006). Modul model praktek keperawatan profesional jiwa. Jakarta:
Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia dan WHO Indonesia

Kreitner, Robert, dan Kinicki. (2001). Organizational Behavior. New York:


McGraw-Hill Companies, Inc.

Kron, T. (1987). The management of patien care. Philadelphia: W.B. Saunders


Campany

Luthans, F. (2006). Organizational behavior. USA: The Mcgraw-Hills


Companies. Inc

Mangkunegara, A.P. (2005). Manajemen sumber daya manusia perusahaan.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Marquis & Huston. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan teori &
aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC

Masyhuri & Zainuddin, M. (2008). Metodologi penelitian pendekatan praktis dan


aplikatif. Cetakan pertama. Bandung: PT Refika Aditama

Mularso, (2006), Supervisi keperawatan di RS Dr.A. Aziz Singkawang: Studi


kasus, Tesis: Prog.S2 MMR UGM. Tidak diperjualbelikan

Milne, D. (2007). An empirical definition of clinical supervision. British journal


ofPsycchologicalsociety.http://www.bps.org.uk/downloadfile.cfm?file_uui
d=D8B5A0D3-1143-DFD0-7E67-834EC184F19F&ext=pdf . Diperoleh 8
Pebruari 2011

Muhasidah. (2002). Hubungan teknik dan frekuensi kegiatan supervisi kepala


ruangan dengan pelaksanaan caring oleh perawat pelaksana di ruang
rawat inap RS Sumber Waras Jakarta Barat. Tesis. Program Magister FIK
UI. Tidak diperjualbelikan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


146

Muttagin, Z. (2008). Pengaruh pelatihan supervisi pada kepala ruangan terhadap


perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Kabupaten
Cianjur. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:


Rineka Cipta

Parsons, L.C. (1998). Delegation skills nurse job satisfaction. Nursing


Economics.http://findarticles.com/p/articles/mi_m0FSW/is_n1_v16/ai_n18
607669/. Diperoleh 13 Pebruari 2011

Perry & Potter. (2005). Fundamental keperawatan. Konsep, proses, dan praktek.
Edisi 4. Jakarta: EGC

Pohan, I. (2007). Jaminan mutu layanan kesehatan. Jakarta: EGC

PPNI. (2002). Pedoman umum penyelenggaran pendidikan berkelanjutan bagi


perawat. Jakarta: PPNI

Reillyn, e., & Obermann, M.H. (1999). Clinical teaching in nursing education.
Boston: Jones & Barlet Publishers, Inc. Diperoleh 13 Pebruari 2011

Robbins, S.P. (2006). Perilaku organisasi. Edisi sepuluh. PT Indeks Kelompok


Gramedia

Robert John Wood Foundation. (2007). Multiple factors affect job satisfaction.
ResearchNumber22.February.https://folio.iupui.edu/bitstream/handle/1024
4/556/Research%20Highlight%2022%5B2%5D.pdf?sequence=2.
Diperoleh 13 Pebruari 2011

Royal College of Nursing. (2002). Clinical supervision in the workplace:


Guidance for occupational health nurses. London: The Royal College of
Nursing.http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0007/78523/001549.
pdf. diperoleh 8 Pebruari 2011
Rosidah, ATS. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Rusmiati. (2006). Hubungan lingkungan organisasi dan karakteristik perawat


dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUP
Persahabatan. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan.

Saljan, M. (2005). Pengaruh pelatihan supervisi terhada peningkatan kinerja


perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Islam Jakarta Pondok Kopi
Jakarta Timur. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan.

Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.


Jakarta: Binarupa Aksara

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


147

Scott, M., Swortzel K.A., & Taylor, W.N. (2005). The relationships between
selected demographic factors and the level of job satisfaction of extension
agents. Journal of Southern Agricultural Education Research 102 Vol 55.
Number 1. http://202.198.141.77/upload/soft/0-a/46-03-002.pdf. Diperoleh
12 Pebruari 2011

Schermerhorn, J.R.,Hunt, J.G., & Osborn, R.N. (2002). Organization behavior.


(7 edition). USA: John Wiley & Sons, Inc.

Sellgren, et al. (2008). Leadership behavior of nurse manager in relation to job


satisfaction and work climate. Journal of nursing management. Vol 16
(issue 5): pp 78-87. http://www.scribd.com/doc/23634488/Leadership-
behaviour-of-nurse-managers-in-relation-to-job. Dieroleh 10 Pebruari
2011

Siagian, S.P. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara

Sigit, A. (2009). Pengaruh fungsi pengarahan kepala ruangan dan ketua tim
terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD Blambangan
Banyuwangi. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan.

Sitinjak, L. (2008). Pengaruh penerapan sistem jenjang karir terhadap kepuasan


kerja perawat di RS PGI Cikini Jakarta. Tesis. Program Magister FIK UI.
Tidak diperjualbelikan.

Saefulloh, M. (2009). Pengaruh pelatihan asuhan keperawatan dan supervisi


terhadap motivasi kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat
inap RSUD Indramayu. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak
diperjualbelikan.

Soeprihanto, J. (2001). Penilaian kinerja dan pengembangan karyawan. Cetakan


kelima. Yogyakarta: BPFE. Yogyakarta.

Suarli (2009). Manajemen keperawatan dengan aplikasi pendekatan praktis,


Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. (2007). Metodologi penelitian administrasi. Edisi ke-13. Jakarta: CV


Alfabeta

Supratman & Sudaryo, A. (2008) Supervisi keperawatan klinik. Berita ilmu


keperawatan, ISSN 1979-2697. Vol I No. 4, Desember 2008 193-196

Suyanto (2009). Mengenal kepemimpinan dan manajemenkeperawatan di rumah


sakit, Jogjakarta: Mitra Cendikia.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


148

Syafdewiyani. (2002). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan


kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS M.H. Thamrin Jakarta.
Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan.
Swansburg,RC. (2000). Pengantar kepemimpinan & manajemen keperawatan
untuk perawat klinis. Jakarta: EGC

Thompson, D.S., Estabrooks, C,A., Findlay, S.S., Moore, K.,& Lars. (2007)
Interventions aimed at increasing research use in nursing: Asystematic
reviuw. Doi: 10. 1186/1748-5908-2-15.

Wahap, H. (2001). Hubungan antara kepemimpinan efektif kepala ruangan


dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU
Labuang Baji Makasar. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak
diperjualbelikan.
Wahyudi. (2008). Manajemen konflik. Bandung: Alfabeta

Wibowo. (2008). Manajemen kinerja. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.


Wijono, D. (2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Surabaya: Erlangga
University

Wiyana, M. (2008). Pengaruh pelatihan supervisi dan komunikasi pada kepala


ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan di RSU dr. Soedono Madiun. Tesis. Program
Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan.

Universitas Indonesia

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

PENJELASAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA


KELOMPOK INTERVENSI

Teman sejawat yang terhormat,

Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian
tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan
Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Woodward Palu”

Penelitian diawali dengan menyebarkan kuesioner kepuasan kerja dan supervisi kepala
ruangan, selanjutnya rekan sejawat akan disupervisi oleh kepala ruangan yang TELAH
dilatih dan dibimbing supervisi. Pada tahap akhir, rekan sejawat mengisi kembali
kuesioner kepuasan kerja dan supervisi kepala ruangan.

Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden,
kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan
masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
di Rumah Sakit Woodward Palu.

Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon
kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua
pertanyaan yang telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan
terima kasih.

Palu, Maret 2011


Peneliti

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA


KELOMPOK INTERVENSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden
dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program
Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul:
“Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan
Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu”

Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat
dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-
hak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari
bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan
mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu.

Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan
bersedia menjadi responden dalam kajian ini.

Palu, Maret 2011


Responden

(..............................)
Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama.

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

PENJELASAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA


KELOMPOK KONTROL

Teman sejawat yang terhormat,

Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian
tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan
Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Woodward Palu”

Penelitian diawali dengan menyebarkan kuesioner kepuasan kerja dan supervisi kepala
ruangan, selanjutnya rekan sejawat akan disupervisi oleh kepala ruangan yang TIDAK
dilatih supervisi. Pada tahap akhir, rekan sejawat mengisi kembali kuesioner kepuasan
kerja perawat dan supervisi kepala ruangan.

Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden,
kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan
masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
di Rumah Sakit Woodward Palu.

Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon
kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua
pertanyaan yang telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan
terima kasih.

Palu, Maret 2011


Peneliti

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA


KELOMPOK KONTROL

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden
dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program
Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul:
“Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan
Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu”

Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat
dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-
hak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari
bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan
mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu.

Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan
bersedia menjadi responden dalam kajian ini.

Palu, Maret 2011


Responden

(..............................)
Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama.

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

PENJELASAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN


KELOMPOK INTERVENSI

Teman sejawat yang terhormat,

Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian
tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan
Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Woodward Palu”

Penelitian diawali dengan memberikan pelatihan dan bimbingan supervisi kepada rekan
sejawat, selanjutnya rekan sejawat akan menerapkan supervisi terhadap perawat
pelaksana di ruangan masing-masing.

Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden,
kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan
masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
di Rumah Sakit Woodward Palu.

Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon
kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disiapkan. Atas
kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih.

Palu, Maret 2011


Peneliti

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN


KELOMPOK INTERVENSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden
dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program
Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul:
“Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan
Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu”

Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat
dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-
hak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari
bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan
mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu.

Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan
bersedia menjadi responden dalam kajian ini.

Palu, Maret 2011


Responden

(..............................)
Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama.

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

PENJELASAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN


KELOMPOK KONTROL

Teman sejawat yang terhormat,

Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian
tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan
Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Woodward Palu”

Rekan sejawat tidak mendapatkan pelatihan supervisi tetapi melaksanakan supervisi


terhadap perawat pelaksana di ruangan masing-masing.

Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden,
kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan
masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
di Rumah Sakit Woodward Palu.

Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon
kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua
pertanyaan yang telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan
terima kasih.

Palu, Maret 2011


Peneliti

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN


KELOMPOK KONTROL

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden
dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program
Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul:
“Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan
Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu”

Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat
dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-
hak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari
bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan
mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu.

Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan
bersedia menjadi responden dalam kajian ini.

Palu, Maret 2011


Responden

(..............................)
Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama.

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

KUESIONER PENELITIAN

“Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan
Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu”

Petunjuk pengisian:
1. Isilah pertanyaan di bawah ini dengan cara menuliskan jawaban pada pertanyaan yang
bertanda titik-titik atau beri tanda cek (V) pada kolom jawaban yang disediakan. Anda
hanya memilih 1 (satu) Jawaban untuk tiap pernyataan.
2. Mohon untuk tidak mengosongkan jawaban pada setiap pertanyaan

Kuesioner A. Data Demografi

Kode responden : diisi peneliti

Tanggal pengisian : ..................................................

1. Umur : ................... tahun

2. Masa kerja : ................... tahun

3. Status kepegawaian : Pegawai kontrak Pegawai tetap

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

Kuesioner B. Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana

Petunjuk Pengisian:

Bacalah pernyataan dengan seksama sebelum menjawab. Anda hanya memilih 1 (satu) jawaban
untuk tiap pernyataan dan mengisi keseluruhan kuesioner dengan lengkap. Beri tanda cek (V)
pada kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi yang anda rasakan. Pilihan sebagai berikut:
STS : Sangat tidak Setuju, jika pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan
pendapat atau kondisi yang sebenarnya.
TS : Tidak setuju, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pendapat atau
kondisi yang sebenarnya.
S : Setuju, jika pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat atau kondisi yang
sebenarnya.
SS : Sangat setuju, jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan pendapat
atau kondisi yang sebenarnya.
No Pernyataan Pilihan Jawaban Responden
STS TS S SS
1 Saya diberi kebebasan untuk
membuat keputusan demi kebaikan
pasien tanpa berkonsultasi dengan
atasan
2 Saya mendapat pengawasan yang
baik dari kepala ruangan setiap kali
bekerja
3 Saya tidak diberikan tanggung jawab
dalam bekerja
4 Saya diberi kebebasan untuk
melakukan asuhan keperawatan
kepada pasien yang menjadi tanggung
jawab saya
5 Saya tidak diberi wewenang apapun
dalam melakukan pekerjaaan
6 Saya diberi kesempatan untuk
menyampaikan ide-ide baru untuk
kemajuan pelayanan keperawatan
7 Dalam bekerja saya merasa diawasi
sangat ketat dari yang seharusnya.
8 Atasan memberi kepercayaan kepada
saya untuk menentukan intervensi
keperawatan kepada pasien
9 Dalam bekerja saya harus selalu
menunggu instruksi dari kepala
ruangan
10 Kepala ruangan membagi tugas setiap
hari kepada perawat pelaksana secara
adil

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

Pernyataan STS TS S SS
11 Tugas yang diberikan kepala ruangan
kepada saya tidak bervariasi
12 Pengaturan jadwal dinas di ruangan
diatur dengan baik
13 Pekerjaan yang saya lakukan penuh
dengan tantangan yang menarik
14 Pembagian tanggung jawab di
ruangan sudah baik
15 Tugas yang diberikan kepada saya
tidak sesuai dengan kompetensi saya
16 Saya memiliki semangat yang tinggi
dalam bekerja
17 Saya merasa bekerja secara rutinitas
setiap hari
18 Pembagian tugas setiap hari
dilakukan secara jelas
19 Saya selalu berkeinginan untuk
bekerja lebih baik setiap hari.
20 Saya dilibatkan dalam penyusunan
rencana keperawatan pasien
21 Saya tidak diberikan kesempatan
untuk mendiskusikan masalah
keperawatan pasien dengan kepala
ruangan
22 Kepala ruangan memberikan pujian
apabila saya melakukan tugas dengan
baik
23 Saya tidak dilibatkan dalam
pembuatan SOP di ruangan
24 Kepala ruangan selalu menghargai
sekecil apapun pekerjaan yang saya
lakukan
25 Kepala ruangan selalu mengarahkan
saya untuk bekerja sesuai standar
rumah sakit

26 Saya diberi kepercayaan membuat


laporan tertulis mengenai
perkembangan pasien
27 Saya tidak diberi kesempatan untuk
menyampaikan rencana asuhan
keperawatan pasien yang sedang
dirawat
28 Saya merasa bangga dapat bekerja
sebagai perawat
29 Saya menyenangi pekerjaan yang
saya lakukan saat ini
30 Saya melakukan pekerjaan yang
diberikan dengan sungguh-sungguh
31 Pekerjaan saya sebagai perawat tidak
membutuhkan banyak pengetahuan
dan keterampilan

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

Pernyataan STS TS S SS

32 Kepala ruangan selalu menekankan


pentingnya melakukan tindakan
sesuai standar
33 Saya tidak mempunyai keinginan
untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan saya
34 Saya merasa pekerjaan yang saya
lakukan sangat berarti bagi proses
penyembuhan pasien
35 Saya tidak dilibatkan dalam
peningkatan mutu pelayanan
keperawatan di ruangan ini
36 Saya selalu berusaha untuk
melaksanakan asuhan keperawatan
secara optimal
37 Kepala ruangan selalu mengontrol
pekerjaan yang saya lakukan
38 Kepala ruangan menyampaikan
kekurangan yang saya lakukan saat
bekerja
39 Kepala ruangan memberikan petunjuk
cara yang tepat dalam melakukan
tindakan keperawatan
40 Kepala ruangan menyampaikan
standar prosedur yang ditetapkan di
RS
41 Kepala ruangan tidak memberikan
pujian apabila saya melakukan tugas
dengan baik
42 Kepala ruangan mengontrol
kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan
43 Bila saya melakukan kesalahan dalam
bekerja saya langsung diberi sangsi
44 Saya merasa ada dukungan dan kerja
sama yang baik diantara sesama
perawat dalam melakukan tugas
45 Kepala ruangan selalu
memperhatikan perkembangan
pekerjaan saya dan memberikan
dorongan yang positif

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

Kuesioner C: Supervisi Kepala Ruangan

Petunjuk Pengisian:

Bacalah pernyataan dengan seksama sebelum menjawab. Anda hanya memilih 1 (satu) jawaban
untuk tiap pernyataan dan mengisi keseluruhan kuesioner dengan lengkap. Beri tanda cek (V)
pada kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi yang anda rasakan, dengan pilihan :
Ya : Jika pernyataan tersebut dilakukan
Tidak : Jika pernyataan tersebut tidak dilakukan

No Pernyataan Ya Tidak
1 Kepala ruangan mengontrol kecukupan fasilitas peralatan dan sarana
setiap hari
2 Kepala ruangan mengecek personil perawat yang dinas sesuai jadwal
dinas setiap hari
3 Kepala ruangan membagi tugas tidak sesuai kompetensi perawat
4 Kepala ruangan menjelaskan tugas yang harus dikerjakan perawat
5 Kepala ruangan mengatur pekerjaan perawat secara tidak adil
6 Kepala ruangan melakukan supervisi kepada perawat secara diam-diam
7 Kepala ruangan memberikan bimbingan pada saat perawat melakukan
tindakan keperawatan
8 Kepala ruangan mensosialisasi rencana supervisi kepada perawat
9 Kepala ruangan melakukan supervisi tidak sesuai jadwal yang telah
disepakati
10 Kepala ruangan memberikan arahan saat supervisi sesuai standar yang
ditetapkan rumah sakit
11 Kepala ruangan memberikan reinforcement kepada perawat atas
prestasi yang dicapai
12 Kepala ruangan tidak memberikan masukan kepada perawat saat
supervisi
13 Kepala ruangan menguasai prosedur tindakan keperawatan sehingga
dapat memberi contoh saat melakukan supervisi
14 Kepala ruangan memeriksa hasil pekerjaan perawat sesuai standar
15 Kepala ruangan tidak memberikan umpan balik terhadap hasil
supervisi
16 Setiap hari dilakukan kegiatan pre conference pada saat pergantian
dinas
17 Pre conference dihadiri oleh semua perawat yang dinas
18 Saat pre conference kepala ruangan tidak memberikan kesempatan
kepada perawat yang dinas sebelumnya untuk menyampaikan masalah
pasien
19 Kepala ruangan berusaha mencari solusi terhadap permasalahan yang
ditemui perawat
20 Kepala ruangan memberikan arahan-arahan pada saat pre conference

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

No Pernyataan Ya Tidak
21 Kepala ruangan tidak memberikan kesempatan kepada perawat untuk
mendiskusikan masalah pasien
22 Kepala ruangan membantu perawat untuk menyelesaikan masalah yang
ditemui di ruangan
23 Kepala ruangan selalu mengingatkan untuk membina hubungan yang
baik dengan pasien
24 Kepala ruangan menyampaikan pentingnya kerjasama antar perawat
25 Arahan yang diberikan kepala ruangan bersifat menghakimi atau
menyalahkan perawat
26 Di ruangan tempat saya bekerja kepala ruangan mengadakan
pertemuan dengan perawat untuk membahas SOP/SAK atau
dokumentasi askep
27 Kepala ruangan tidak menjelaskan cara pengisian dokumentasi asuhan
keperawatan yang tepat.
28 Kepala ruangan menjelaskan manfaat pembahasan standar untuk
meningkatkan tanggung jawab perawat terhadap praktik keperawatan
29 Pada pertemuan membahas standar, kepala ruangan menyampaikan
tujuan pertemuan
30 Kepala ruangan menyampaikan pentingnya topik yang akan dibahas
dalam pertemuan
31 Saya tidak dilibatkan pada pertemuan membahas standar
32 Kepala ruangan menyampaikan kaitan topik yang dibahas dengan
patient safety
33 Kepala ruangan menyampaikan pentingnya meningkatkan praktik
profesional melalui pembahasan standar.
34 Kepala ruangan mendorong saya untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan
35 Hasil pertemuan pembahasan standar tidak didokumentasikan

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

KUESIONER PENILAIAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM


PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT
INAP RUMAH SAKIT WOODWARD PALU

Petunjuk Umum Pengisian:


1. Kuesioner ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu karakteristik medical record dan
kegiatan pendokumentasian asuhan keperawatan
2. Karakteristik medical record berisi daftar isian tentang identitas medical record

A. Karakteristik Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Kode :................................ No. Medical Record :....................
Ruangan :............................... Tanggal masuk :....................

B. Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


Petunjuk Pengisian
1. Berilah penilaian terhadap aspek yang dievaluasi sesuai dengan yang anda
temukan, kemudian berilah tanda “V” ada salah satu kolom yang tersedia
2. Pilihan yang disediakan adalah Ya dan Tidak, dengan uraian:
a. Ya : Bila dokumentasi dilakukan dengan lengkap
b. Tidak : Bila dokumentasi dilakukan dengan tidak lengkap

No Aspek Yang Dikaji Ya Tidak


Pengkajian
1 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan
pedoman pengkajian
2 Data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-
spiritual)
3 Data dikaji sejak pasien masuk sampai
pulang
4 Masalah dirumuskan berdasarkan
kesenjangan antara status kesehatan
dengan norma dan ola fungsi hidup
B Diagnosa
5 Diagnosa keperawatan berdasarkan
masalah yang telah dirumuskan
6 Diagnosa keperawatan aktual
dirumuskan
7 Diagnosa keperawatan resiko
dirumuskan
C Perencanaan
8 Rencana tindakan berdasarkan diagnosa
keperawatan
9 Rencana tindakan disusun menurut
urutan prioritas

10 Rumusan tujuan mengandung


komponen pasien/subyek, perubahan
perilaku, kondisi pasien, dan atau
kriteria

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

No Aspek Yang Diuji Ya Tidak


11 Rencana tindakan mengacu pada tujuan
dengan kalimat perintah, terinci, dan
jelas
12 Rencana tindakan menggambarkan
keterlibatan pasien dan keluarga
13 Rencana tindakan menggambarkan
kerjasama dengan tim kesehatan lain
D Tindakan
14 Tindakan dilaksanakan mengacu pada
rencana keperawatan
15 Perawat mengobservasi respons pasien
terhada tindakan keperawatan
16 Revisi tindakan berdasarkan hasil
evaluasi
17 Semua tindakan yang telah dilaksanakan
dicatat ringkas dan jelas
E Evaluasi
18 Evaluasi mengacu pada tujuan
19 Hasil evaluasi dicatat
F Catatan Asuhan Keperawatan
20 Menulis pada faormat yang baku
21 Pencatatan dilakukan sesuai dengan
tindakan yang dilaksanakan
22 Pencatatan ditulis dengan jelas,ringkas,
istilah yang baku, dan benar
23 Setiap melakukan tindakan/kegiatan,
perawat mencantumkan paraf/nama
jelas,tanggal, dan jam dilakukan
tindakan
24 Berkas catatan keperawatan disimpan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

Jadwal Kegiatan Supervisi Model Akademik


Ruangan : ICU RS Woodward Palu
Tanggal : 11 sampai dengan 30 April 2011

1. Jadwal Supervisi Educative

No Tanggal/Jam Perawat Tindakan yang di Hasil Supervisi


yang di Supervisi
Supervisi
1 11 April „11 1. Sr. D Mengatur tetesan Dilakukan sesuai SOP
09.00 -10.00 infus dan diberikan
reinforcement
2. Sr. M Mengatur tetesan Dilakukan sesuai SOP
infus dan diberikan
reinforcement
2 12 April „11 1. Sr.D Pemberian injeksi Persiapan alat kurang,
IV diberi bimbingan

2. Sr.Ds Pemberian injeksi Dilakukan sesuai SOP


IV dan diberikan pujian

3 14 April‟11 1. Sr. Mr Pemberian injeksi Masih perlu bimbingan


IV

2. Sr. Srt Pemberian injeksi Masih perlu bimbingan


IV dan pengganti
an cairan
aminopluid
4 15 April‟11 1. Sr. A Pemberian injeksi Dilakukan sesuai SOP
IV

2. Sr. Sa Terima pasien Masih perlu bimbingan


baru

5 16 April‟11 1. Sr.Di Pemberian injeksi Dilakukan sesuai SOP


IV

2. Sr. Kt Pemberian fluxum Dilakukan sesuai SOP

6 18 April‟11 1. Sr. Do Pemberian injeksi Sesuai SOP


IV

2. Sr. Kt Pemberian injeksi Sesuai SOP


IV

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

7 19 April‟11 1. Sr. Ml Pemberian infus Sesuai SOP dan


cabang dan aff diberikan reinforcement
drain
2. Sr. Dr Pemberian injeksi Sesuai SOP dan
IV diberikan reinforcement

8 20 April‟11 1. Sr. Sv Pemberian insulin Masih perlu dibimbing


dan pemeriksaan
GDS
2. Sr. Mi Pemberian injeksi Sesuai SOP dan
IV diberikan reinforcement

9 21 April‟11 1. Sr. Mr Pemberian injeksi Sesuai SOP dan


IV diberikan reinforcement

2. Sr. Di Pemberian injeksi Sesuai SOP dan


IV diberikan reinforcement

10 23 April‟11 1. Sr. Nc Pemberian injeksi Sesuai SOP dan


IV diberikan reinforcement

2. Sr. Mi Menghitung Sesuai SOP dan


tetesan infus diberikan reinforcement

11 25 April‟11 1. Sr. Nc Pemasangan infus Sesuai SOP dan


diberikan reinforcement

2. Sr. Ef Pemasangan Masih perlu dibimbing


monitor jantung

12 26 April‟11 1. Sr. Ei Pemberian injeksi Sesuai SOP dan


IV diberikan reinforcement

2. Sr. Sa Pemberian injeksi Sesuai SOP dan


IV diberikan reinforcement

13 27 April‟11 1. Sr. Si Pemasangan Masih perlu bimbingan


seringe pamp

2. Sr. Sk Pemasangan Masih perlu dibimbing


kateter dan
pemberian injeksi
arixtra (SC)
14 28 April‟11 1. Sr. Rl Pemasangan Sesuai SOP
monitor jantung

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

2. Mtr.Hr Pemberian injeksi Masih perlu dibimbing


arixtra (SC)

15 29 April‟11 1. Sr. Ds Pemberian injeksi Sesuai SOP


IV

2. Sr. Sa Terima pasien Sesuai SOP


baru

16 30 April‟11 1. Sr. Mn Pemberian injeksi Sesuai SOP


IV

2. Mtr. Hr Pemberian injeksi Sesuai SOP


IV

2. Jadwal Supervisi Supportive

No Tanggal/Jam Perawat Kasus yang Hasil Supervisi


Penanggungjawab Dibahas
1 11 April „11 Sr. Ne 1. Tn. B Laporan SBAR
(Gastritis) Hasil validasi data
Sr. Mn 2. Ny. A akurat
(Hepatitis)
2 12 April‟ 11 Sr. De 1. Tn. Zn Laporan SBAR
Hasil validasi data
Sr. Ds 2. Ny. An akurat
3 14 April‟11 Sr. Mn 1. Nn.Pt Laporan SBAR
Sr.Sa 2. Ny.Hs Hasil validasi data
akurat
4 15 April‟11 Sr. De 1. Nn. PT Laporan SBAR
Sr. Sa 2. Tn. So Hasil validasi data
akurat
5 16 April‟11 Sr. De 1. Nn. Pt Laporan SBAR
Sr. Kt 2. Tn. Ti Hasil validasi data
akurat
6 18 April‟11 Sr. D0 1. Nn. Pt Laporan SBAR
Sr. Kt 2. An. Hr Hasil validasi data
akurat
7 19 April‟11 Sr. Mr 1. Tn.Jm Laporan SBAR
Sr. Do 2. Nn. Gi Hasil validasi data
akurat
8 20 April‟11 Sr. Sv 1. An. Fq Laporan SBAR
Sr. Mn 2. An. Hn Hasil validasi data
akurat
9 21 April‟11 Sr. Mr 1. An. Hn Laporan SBAR
Sr. Ds 2. Tn. Fy Hasil validasi data

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011


Lampiran 15

akurat

10 23 April‟11 Sr. Nc 1. Tn. Fy Laporan SBAR


Sr. Mn 2. Tn. Dj Hasil validasi data
akurat
11 25 April‟11 Sr. Ne 1. Ny. Wy Laporan SBAR
Sr. Ef 2. Ny. Kt Hasil validasi data
akurat
12 26 April‟11 Sr. Ef 1. Ny. Wy Laporan SBAR
Sr. Sa 2. Ny. Kt Hasil validasi data
akurat
13 27 April‟11 Sr. Sv 1. Ny. Ui Laporan SBAR
Sr. Sa 2. Ny. Mi Hasil validasi data
akurat
14 28 April‟11 Sr. Rl 1. Tn. Sy Laporan SBAR
Mtr.Hr 2. Ny. Ui Hasil validasi data
akurat
15 29 April‟11 Sr. Ds 1. Tn. Ad Laporan SBAR
Sr. Sa 2. Tn. Ng Hasil validasi data
akurat
16 30 April‟11 Sr. Mr 1. Tn. Ad Laporan SBAR
Mtr. Hr 2. Tn. Ng Hasil validasi data
akurat

3. Jadwal Supervisi Managerial

No Tanggal/Jam Standar yang Dibahas Hasil Supervisi


1 13 April „11 SOP penerimaan pasien baru Jumlah perawat yang hadir 3 orang
12.00-13.00 Semua komitmen untuk melakukan
sesuai standar
2 18 April „11 Standar Pendokumentasian Jumlah perawat yang hadir 6 orang
12.00-13.00 askep Semua komitmen untuk melakukan
sesuai standar
3 21 April „11 Pendokumentasian askep Jumlah perawat yang hadir 5 orang
13.45-14.00 khusus evaluasi SBAR Semua komitmen untuk melakukan
evaluasi SBAR

4 25 April‟11 Standar penulisan nama dan Jumlah perawat yang hadir 6 orang
13.00-13.30 tanda tangan pada Semua komitmen untuk
dokumentasi mencantumkan nama dan tanda
tangan pada dokumentasi askep
5 28 April‟11 Evaluasi pemahaman Jumlah perawat yang hadir 9 orang
perawat tentang standar Semua komitmen untuk melakukan
pendokumentasian pendokumentasian sesuai standar
6 30 April‟11 SAK 10 penyakit terbanyak Jumlah perawat yang hadir 6 orang
di ICU Semua komitmen untuk melakukan
asuhan keperawatan sesuai SAK

Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai