Anda di halaman 1dari 28

RELIGI DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT

DISUSUN OLEH: KELOMPOK VI

NAMA:1. ALPITA DINA (PO.71.20.4.15.002)

2. MUHSONATUL KHASIFAH (PO.71.20.4.15.040)

3. SRI ASTUTI (PO.71.20.4.15.018)

4. WINDA AFIKIRTIANI ( PO.71.20.4.15.023)

TINGKAT: II DIV KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING : AZWALDI, APP,M.Kes

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JURUSAN
KEPERAWATAN
2015/2016
KATA PENGANTAR

1
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas ridho Allah
SWT kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Religi Dalam Kehidupan
Masyarkat..
Tak ada gading yang tak retak, dan kita tahu semua walaupun manusia merupakan
makhluk yang sempurna ciptaan Allah SWT dari makhluk lainnya, tetapi tak ada satupun
manusia yang tak luput dari kesalahan, jadi apabila ada kesalahan dalam makalah ini kami
mohon maaf sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang mendukung untuk kebaikan makalah ini
sangat kami harapkan, semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua, amin.

Palembang, 9 September 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….…1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Agama………………………………………………………….…...4
2.2. Ruang Lingkup Agama……………………………………………………....4
2.3. Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat………………………………..5
2.4. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia……………………………7
2.5. Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial………………………………8
2.6. Kelestarian Agama Dalam Masyarakat……………………………………...9
2.7. Metode-metode Dalam Sosiologi…………………………………………..10
2.8. Agama Dan Religi………………………………………………………….10
2.9. Teori-teori Sosiologi Tentang Asal Usul Agama…………………………..11
2.10. Klasifikasi Agama-agama…………………………………………………12
2.11. Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama……………………………………14
2.12. Interelasi Antara Agama Dan Masyarakat……………………………......14
2.13. Interelasi Agama Dan Budaya…………………………………………....15
2.14. Metode Sosiologi Agama…………………………………………………16
2.15. Agama Dan Masyarakat……………………………………………….….19
2.16. Agama Dan Golongan Masyarakat………………………………….……20
2.17. Agama Sebagai Faktor Konflik Di Masyarakat…………………………..20
2.18. Agama Dan Pelapisan Sosial………………………………………….…..21
2.19. Agama Sebagai Motivator Tindakan Sosial…………………………..…..21
2.20. Kerukunan Antar Umat Beragama………………………………………..21
2.21. Agama Dan Modernisasi………………………………………………….22

3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…….............................................................................................23
3.2 Saran…...........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

4
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, ilmu sosial budaya dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian
manusia dalam masyarakat dan agama, sehingga mampu menghadapi masalah dalam
bermasyarakat. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali akal
dan nafsu perlu membekali diri dengan agama supaya menjadi manusia yang lebih baik bagi
sesama manusia berkelompok atau bermasyarakat .
Manusia sebagai makhluk sosial atau bermasyarakat butuh individu atau manusia lain
karna manusia tidak akan mampu hidup sendiri ia butuh orang lain .manusia perlu
bermasyarakat dan saling berhubungan atau berinteraksi satu sama lain dalam kelompok
sosial maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup nya dan untuk berkembang.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi
untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai
manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama

1.2 Rumusan Masalah


1.1. Definisi Agama
1.2. Ruang Lingkup Agama
1.3. Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
1.4. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
1.5. Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial
1.6. Kelestarian Agama Dalam Masyarakat
1.7. Metode-metode Dalam Sosiologi

5
1.8. Agama Dan Religi
1.9. Teori-teori Sosiologi Tentang Asal Usul Agama
1.10. Klasifikasi Agama-agama
1.11. Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama
1.12. Interelasi Antara Agama Dan Masyarakat
1.13. Interelasi Agama Dan Budaya
1.14. Metode Sosiologi Agama
1.15. Agama Dan Masyarakat
1.16. Agama Dan Golongan Masyarakat
1.17. Agama Sebagai Faktor Konflik Di Masyarakat
1.18. Agama Dan Pelapisan Sosial
1.19. Agama Sebagai Motivator Tindakan Sosial
1.20. Kerukunan Antar Umat Beragama
1.21. Agama Dan Modernisasi

1.3 Tujuan Penulisan


1.1. Untuk Mengetahui Definisi Agama
1.2. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Agama
1.3. Untuk Mengetahui Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
1.4. Untuk Mengetahui Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
1.5. Untuk Mengetahui Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial
1.6. Untuk Mengetahui Kelestarian Agama Dalam Masyarakat
1.7. Untuk Mengetahui Metode-metode Dalam Sosiologi
1.8. Untuk Mengetahui Agama Dan Religi
1.9. Untuk Mengetahui Teori-teori Sosiologi Tentang Asal Usul Agama
1.10. Untuk Mengetahui Klasifikasi Agama-agama
1.11. Untuk Mengetahui Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama
1.12. Untuk Mengetahui Interelasi Antara Agama Dan Masyarakat
1.13. Interelasi Agama Dan Budaya
1.14. Untuk Mengetahui Metode Sosiologi Agama
1.15. Untuk Mengetahui Agama Dan Masyarakat
1.16. Untuk Mengetahui Agama Dan Golongan Masyarakat
1.17. Untuk Mengetahui Agama Sebagai Faktor Konflik Di Masyarakat
1.18. Untuk Mengetahui Agama Dan Pelapisan Sosial

6
1.19. Untuk Mengetahui Agama Sebagai Motivator Tindakan Sosial
1.20. Untuk Mengetahui Kerukunan Antar Umat Beragama
1.21. Untuk Mengetahui Agama Dan Modernisasi

BAB II
7
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Agama


Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.
Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi
angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama
yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi
deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan
dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek
yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan
dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi
ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu “sifat
kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak harus melibatkan
adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan
kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur
tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari
substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang
dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang
dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan
masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
a. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
b. Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan
c. tersendiri
d. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural

2.2. Ruang Lingkup Agama


Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a. Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri
manusia kepada tuhannya.
b. Hubungan manusia dengan manusia

8
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan.
Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai
hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai
contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara
makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

2.3. Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat


Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-
persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris karena
adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya.
Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-
petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan
lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi)
pendalaman rohani, dsb.
b. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini
maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama.
Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi”
atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia
percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali
manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c. Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
 Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi
kehidupan moral warga masyarakat.
 Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik)
dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
d. Fungsi memupuk Persaudaraan.

9
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-
manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
 Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism,
komunisme, dan sosialisme.
 Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa
bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
 Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena
dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja
melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan
sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau
mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. O’Dea menuliskan enam fungsi agama dan
masyarakat yaitu:
a. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
b. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara Ibadat.
c. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
d. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
e. Pemberi identitas diri.
f. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi intinya hampir
sama. Menurutnya fungsi agama dan masyarakat itu adalah edukatif, penyelamat,
pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif. Agama memiliki peranan
yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena agama memberikan
sebuah system nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk
memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di
level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam
memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari
sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai
agama dirasakan disudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan
rasa dalam diri yang disebut mistisme.

10
2.4. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah
mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda
manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan
emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin,
penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan
kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban
tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu
yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di
dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau
tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional,
malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran
yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan
ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka
kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti
yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus
yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani).
Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang dibuat
oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah
demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-
nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama
dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih
sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang
bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat
integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
11
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai
kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada
saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-
beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini
merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya
sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama
lain.

2.5. Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial


Didalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial yang mempunyai
pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi rendahnya dalam
masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda yang berdiri
yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas. Stratifikasi sosial itu tidak
sama antara masyarakat satu dengan yang lain karena setiap masyarakat mempunyai
stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara tangga yang satu dengan anak tangga yang ada
diatasnya ditarik horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi
lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukanlapisan sosial setingkat . Contoh
pengaruh agama terhadap stratifikasi pada golongan petani, sikap mental golongan petani
terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana mereka hidup, yang antara lain adalah faktor
klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin dan musim panas, yang sejalan dengan
musim kering dan musim penghujan. Golongan petani selalu bergumul dengan pemainan
hukum alam (pertanian).

Hukum cocok tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada
kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani lebih
cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis (supra-empiris) guna membantu
mereka dalam menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari
pengadaan sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di
Indonesia mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai
sekarang ini banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.

12
2.6. Kelestarian Agama Dalam Masyarakat
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran yang
berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa
pada masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh
teknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu
terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC,
Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi negara
tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat
beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu
yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan
mengetahui apa yang dipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami
apa arti sebuah agama dam manfaatnya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan
yang demikian dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi.
Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran yang
diperoleh dari informasi agama.
Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal,
sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi bagian
dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang dikatakan David Tracy bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dimensi religious, karena untuk dapat dipahami, dan diterima
diperlukan keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan agama. Fakta sosial harus diteliti di
dalam dunia nyata sebagaimana orang mencari sesuatu yang lainnya. Menurut Emile
Durkheim ada dua ciri yaitu :
a. Bentuk materiel; yaitu sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi.
Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata. Contohnya,
arsitektur dan norma hukum.
b. Bentuk nonmateriel; yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini
merupakan fenomena yang bersifat intersubjektif yang hanya dapat muncul dari dalam
kesadaran manusia. Contohnya, egoisme, altruisme, dan opini. Menurut tipenya, fakta sosial
terdiri dari struktur sosial dan pranata sosial. Struktur sosial adalah jaringan hubungan soaial
dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisir, sehingga dapat dibedakan posisi-
posisi sosial dari individu dan subkelompok. Pranata sosial adalah antarhubungan norma-
norma dan nilai-nilai yang mengitari aktivitas manusia, seperti keluarga, pemerintahan,
ekonomi, pendidikan, agama dan ilmu pengetahun.
13
2.7. Metode-metode Dalam Sosiologi
a. Metode deskriptif. Yaitu suatu metode penelitian tentang dunia empiris yang terjadi
pada masa sekarang. Tujuannya, untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual, dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan antar
fenomena yang diselidiki.
b. Metode komparatif. Yaitu sejenis metode deskripsi yang ingin mencari jawaban
secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
atau munculnya suatu fenomena. Jangkauan waktunya adalah masa sekarang. Jika jangkauan
waktu terjadinya pada masa lampau, maka penelitian tersebut termasuk dalam metode
sejarah.
c. Metode eksperimental. Yaitu suatu metode pengujian terhadap suatu teori yang
telah mapan dengan suatu perlakuan baru. Pengujian suatu teori dari ilmuwan yang telah
dibuktikan oleh beberapa kali pengujian bisa memperkuat atau memperlemah teori tersebut.
Tetapi apabila teori itu ternyata dapat dibuktikan oleh suatu eksperimen baru, maka teori
tersebut akan lebih menguat dan mungkin akan mencapai taraf hukum teori.

2.8. Agama Dan Religi


Agama terdiri dari dua suku kata yaitu ‘a’ yang berarti ‘tidak’ dan ‘gama’ artinya
kacau’, dari bahasa sansekerta yang artinya ‘tidak kacau’. Yang dimaksud adalah suatu
peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Dalam bahasa Inggris disebut
‘religion’ atau ‘religie’ dalam bahasa Belanda. Keduanya berasal dari bahasa Latin ‘religio’,
dari akar kata ‘religare’ yang berarti mengikat. Berdasarkan arti ini, ia berpendapat bahwa “
agama adalah keterikatan sekelompok manusia dengan Tuhan atau dewa “. Dalam bahasa
Arab, agama dikenal dengan kata ‘al din’ dan ‘milah’. Kata ‘al din’ mengandung berbagai
arti : al mulk (kerajaan), al khidmat (pelayanan), al ‘izz (kejayaan), al dzull (kehinaan), al
Ikrah (pemaksaan), al Ihsan (kebajikan), al aadat (kebiasaan), al Ibaadat (pengabdian), al qahr
wa alsulthoon (kekuasaan dan pemerintahan), al tadzallul wa alkhudhuu’ (tunduk dan patuh),
al thoo’at (taat), al Islaam al tauhied (penyerahan dan mengesakan Tuhan).
Dalam pengertian sosiologi “ agama adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki
oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa kecuali. Ia merupakan salah satu aspek
dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat.

14
Dari sudut kategori pemahaman manusia, agama mempunyai dua segi yaitu :
a. Kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi subjektif atau kondisi dalam
jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh penganut agama. Emile Durkheim
menyebut kondisi tersebut dengan ‘Religious Emotion’ (emosi keagamaan).
b. Segi objektif (objective state), yaitu segi luar yang disebut juga kejadian objektif,
dimensi empiris dari agama. Segi ini dapat dipelajari apa adanya melalui metode ilmu sosial.
Definisi agama menurut para ahli dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Sebagian besar ilmuwan membatasi pengertian agama dalam bentuk yang hanya
bisa diterapkan pada agama-agama Samawi yang masih otentik saja, yakni agama-agama
yang berdasarkan wahyu dari langit, yaitu agama-agama tauhid yang didasarkan pada
keyakinan tentang adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, Maha Mengadakan, Pemberi
petunjuk, dan Pemelihara segala sesuatu, serta hanya kepada-Nya dikembalikan segala
urusan.
b. sebagai kebalikan dari gambaran tentang agama seperti tersebut di atas, mereka
diantaranya para sosiolog dan arkeolog menyisihkan ide tentang Tuhan Yang Maha Pencipta.
Mereka beralasan bahwa setiap agama klasik di Timur, seperti Budha, Jainisme, dan Kong Fu
Cu, semata-mata didasarkan pada etika, tidak memuat unsure ketuhanan dan ibadah.
Menurut mazhab ilmu sosial Perancis, ide tentang adanya Tuhan atau roh-roh bukan
cirri khas kehidupan keagamaan. Durkheim beranggapan bahwa masyarakat adalah sumber
gambaran keagamaan. Dari sanalah timbul pantangan dan tabu. Masyarakat juga sumber
kultus dan penuhanan. Mazhab ini melontarkan gagasan-gagasan sebagai berikut :
a. Tidak ada sekelompok manusia pun yang tidak mempunyai suatu gambaran yang
tegas mengenai asal-usul manusia, kemana perginya, apa sebab keberadaannya, ataupun asal-
usul alam semesta.
b. Gambaran yang ditempuh mazhab Perancis didasarkan pada pembagian wujud
menjadi dunia suci dan dunia nyata. Namun, definisi seperti ini ternyata tidak memuat ciri-
ciri suatu definisi yang lengkap. Definisi seperti itu berarti memasukkan pula unsur sihir ke
dalam agama, karena landasan magic sama dengan landasan agama, yaitu sama-sama
membagi wujud menjadi yang sakral dan yang tidak sakral.

2.9. Teori-teori Sosiologi Tentang Asal Usul Agama


a. Teori Jiwa
Para penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan dengan
pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh makhluk materi,
15
tetapi juga oleh makhluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini dipelopori oleh
Edward Burnet Taylor (1832-1917). Bukunya yang terkenal “ The Primitif Culture (1872) “
yang mengenalkan teori animisme, ia mengatakan bahwa asal mula agama bersamaan
dengan munculnya kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa.
Tingkat yang paling dasar dari evolusi agama adalah ketika manusia percaya bahwa
makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia.
Karena mereka bertubuh halus, manusia tidak bisa menangkap dengan pancainderanya.
Makhluk halus itu mampu berbuat berbagai hal yang tidak dapat diperbuat oleh manusia.
Berdasarkan kepercayaan semacam itu, makhluk halus menjadi objek penghormatan dan
penyembahan manusia dengan berbagai upacara keagamaan berupa doa, sesajen, atau korban.
Kepercayaan seperti itulah yang oleh E.B Taylor disebut:‘Animisme’.
b. Teori Batas Akal
c. Teori Krisis dalam Hidup Individu
d. Teori Kekuatan Luar Biasa
e. Teori Sentimen Kemasyarakatan
f. Teori Wahyu Tuhan

2.10. Klasifikasi Agama-agama


Dalam kajian teologis, para agamawan mengatakan ada dua katagori asal usul agama
yang dianut oleh manusia yaitu :
a. Agama kebudayaan (culture religion), disebut juga agama thabi’i atau agama ardhi,
yaitu agama yang bukan berasal dari Tuhan dengan jalan diwahyukan, melainkan agama
yang ada karena hasil proses antropologis, yang terbentuk dari adat istiadat dan melembaga
dalam bentuk agama formal.
b. Agama Samawi atau agama wahyu (revealed religion), yaitu agama yang
dipercayai diwahyukan Tuhan melalui malaikat-Nya kepada utusan-Nya yang dipilih dari
manusia.
Dalam kajian keilmuan (scientific aproach), para ilmuwan membedakan agama
menjadi dua kelompok besar yaitu Spiritualisme dan Materialisme.
a. Spiritualisme
Adalah agama penyembah sesuatu (zat) yang gaib yang tidak tampak secara lahiriah,
sesuatu yang tidak dapat dilihat dan tidak berbentuk. Spiritualisme ini terbagi dalam beberapa
kelompok yaitu :

16
1) Agama ketuhanan (theistic religion), yaitu agama yang para penganutnya
menyembah Tuhan (theos). Agama ini mempunyai keyakinan bahwa Tuhan adalah tempat
manusia menaruh kepercayaan, dan kecintaan kepada-Nya merupakan kebahagiaan. Yang
masuk katagori ini yaitu :
a) Monoteisme, yaitu bentuk religi / agama yang berdasarkan kepada kepercayaan terhadap
satu Tuhan dan yang terdiri dari upacara-upacara guna memuja Tuhan tadi.
b) Politeisme, yaitu bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan akan adanya banyak
Tuhan yang memiliki tradisi upacara keagamaan guna memuja Tuhan-tuhan tadi.
2) Agama penyembah ruh, yaitu kepercayaan orang primitif kepada roh nenek
moyang, roh pemimpin, atau roh para pahlawan yang telah meninggal. Yang termasuk
kategori ini adalah :
a) Animisme, yaitu bentuk agama yang mendasarkan diri pada kepercayaan bahwa
disekeliling tempat tinggal manusia itu diam berbagai macam roh yang berkuasa dan terdiri
atas aktivitas pemujaan.
b) Praanimisme (dinamisme) adalah bentuk agama yang berdasarkan kepercayaan terhadap
kekuatan sakti yang ada dalam segala hal. Ada tiga bentuk penyembahan kekuatan alam
yaitu:
(1) Penyembahan terhadap gejala alam, seperti hujan, guntur, gempa bumi, dan topan.
(2) Penyembahan terhadap anasir-anasir alam, seperti tanah, air, api, angin, dan udara,
(3) Penyembahan kepada benda-benda alam sekeliling, dalam bentuk :
(a) Animatisme, yaitu suatu kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-
tumbuhan di sekitar manusia itu berjiwa dan bisa berfikir seperti manusia.
(b) Fetishme, yaitu suatu bentuk agama yang berdasarkan kepercayaan akan
adanya jiwa dalam benda-benda alam tertentu dan mempunyai aktivitas
keagamaan guna memuja benda-benda berjiwa tadi.
(c) Agama penyembah binatang (animal worship), yaitu kepercayaan orang-
orang kuno dan orang-orang primitif yang menganggap binatang-binatang
tertentu memiliki jiwa kesucian.

b. Agama Materialisme
Agama materialisme adalah agama yang mendasarkan kepercayaannya terhadap
adanya Tuhan yang dilambangkan dalam wujud benda-benda material, seperti patung-patung
manusia, binatang dan berhala-berhala atau sesuatu yang dibangun dan dibuat untuk
disembah.
17
2.11. Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama
Menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan masyarakat
adalah fakta sosial. Sebagai suatu fakta sosial, agama dipelajari oleh sosiolog dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh sosiolog dalam
mempelajari masyarakat beragama itu disebut sosiologi agama. Sosiologi agama adalah suatu
cabang ilmu yang otonom, muncul setelah abad ke 19. Pada prinsipnya, ilmu ini sama dengan
sosiologi umum, sedangkan sosiologi agama membicarakan salah satu aspek dari berbagai
fenomena sosial, yaitu agama dalam perwujudan sosial.
Sosiologi agama memusatkan perhatiannya terutama untuk memahami makna yang
diberikan oleh suatu masyarakat kepada sistem agamanya sendiri, dan berbagai hubungan
antaragama dengan struktur sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan
agama.
Para ahli sosiologi agama memandang agama sebagai suatu pengertian yang luas dan
universal, dari sudut pandang sosial dan tidak melulu membicarakan suatu agama yang
diteliti oleh para penganut agama tertentu, tetapi semua agama dan disemua daerah didunia
tanpa memihak dan memilah-milah. Pengkajiannya bukan diarahkan kepada bagaimana cara
seseorang beragama, melainkan diarahkan kepada kehidupan agama secara kolektif terutama
dipusatkan kepada fungsi agama dalam mengembangkan atau menghambat kelangsungan
hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok masyarakat. Perhatiannya juga ditujukan pada
agama sebagai salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada peranan yang
dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.

2.12. Interelasi Antara Agama Dan Masyarakat


Dalam perspektif sosiologis, agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang
diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Ia berkaitan dengan pengalaman manusia, baik
sebagai individu maupun kelompok. Sehingga, setiap perilaku yang diperankannya akan
terkait dengan sitem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku individu dan
sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama
yang menginternalisasi sebelumnya. Karena itu, Wach lebih jauh beranggapan bahwa
keagamaan yang bersifat subjektif, dapat diobjektifkan dalam berbagai macam ungkapan, dan
ungkapan-ungkapan tersebut mempunyai struktur tertentu yang dapat dipahami.
Ada lima dimensi beragama menurut C.Y Glock dan R. Stark yaitu :
a. dimensi keyakinan;
b. dimensi praktik agama;
18
c. dimensi pengalaman keagamaan;
d. dimensi pengetahuan agama;
e. dimensi konsekuensi.
Hubungan interdipendensi antara agama dan masyarakat, menurut Wach
menunjukkan adanya pengaruh timbal balik antara kedua faktor tersebut yaitu :
a. pengaruh agama terhadap masyarakat, seperti yang terlihat dalam pembentukan,
pengembangan, dan penentuan kelompok keagamaan spesifik yang baru.
b. pengaruh masyarakat terhadap agama. Wach memusatkan perhatiannya pada faktor-faktor
sosial yang memberikan nuansa dan keragaman perasaan dan sikap keagamaan yang terdapat
dalam suatu lingkungan atau kelompok sosial tertentu.
Seseorang yang menganut agama akan merefleksi dalam bentuk kehidupan
masyarakat melalui ekspresi tepritis, ekpresi praktis, dan dalam persekutuan. Begitu pula
faktor-faktor sosial dan nilai-nilai kultural lokal memberikan nuansa keragaman perasaan dan
sikap keagamaan bagi individu yang terdapat dalam lingkungan sosial tertentu. Jika salah
satu bagian dalam sistem sosial itu berubah, maka bagian lain mereorganisasi, agar timbul
keseimbangan dalam masyarakat. Dan jika lingkungan sosial ekonomi berubah, maka agama
mengadakan penyesuaian atau bahkan sebaliknya. Berdasarkan hal itu, muncul dugaan
hipotesis bahwa perilaku pemeluk agama tarekat di perkotaan berbeda dengan di pedesaan
disebabkan oleh adanya penyesuaian dengan lingkungan sosial masing-masing.

2.13. Interelasi Agama Dan Budaya


Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara dialektik. Ketiganya
berdampingan dan berimpit saling menciptakan dan meniadakan. Yang diibaratkan seperti
dalam permainan ‘gamsut’. Satu sisi manusia menciptakan sejumlah nilai bagi
masyarakatnya, pada sisi yang lain, secara bersamaan, manusia secara kodrati senantiasa
berhadapan dan berada dalam masyarakatnya, homosocius. Masyarakat telah ada sebelum
seorang individu dilahirkan dan masih akan ada sesudah individu mati. Lebih dari itu, di
dalam masyarakatlah dan sebagai hasil proses sosial, individu menjadi sebuah pribadi; ia
memperoleh dan berpegang pada suatu indentitas. Manusia tidak akan eksis bila terpisah dari
masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat diciptakan oleh manusia, sedangkan manusia
sendiri merupakan produk dari masyarakat. Kedua hal itu menggambarkan adanya dialektika
inheren dari fenomena masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan dialektika sosial.
Dalam kehidupan berbudaya, manusia melakukan proses objektivasi. Proses
objektivikasi ini, menurut Miller, melibatkan hubungan antar subjek, kebudayaan, sebagai
19
bentuk eksternal, dan artefak, sebagai objek ciptaan manusia. Dalam kaitan ini, subjek
mengeksternalisasikan dirinya melalui penciptaan objek-objek, yang dimaksudkan untuk
menciptakan ‘diferensiasi’, kemudian menginternalisasikan nilai-nilai ciptaan tersebut
melalui proses sublasi atau pemberian pengakuan.
Akan tetapi, dalam proses sublasi ini, sang subjek selalu merasa tidak puas dengan
hasil ciptaannya sendiri karena ia selalu membandingkan hasil ciptaan tersebut dengan
pengetahuan atau nilai absolut, yang justru beranjak lebih jauh tatkala ia didekati diacu.
Sehingga yang kemudian terjadi adalah rasa ketidakpuasan tanpa akhir serta penciptaan terus
menerus untuk pemenuhannya. Rasa ketidakpuasan abadi terhadap hasil ciptaan inilah yang
membangkitkan motivasi daya yang tak habis-habisnya bagi pengembangan lebih lanjut
dalam suatu dialektika penciptaan (termasuk agama dalam kontek budaya).
Teori sosial pada awalnya bersifat historis dan komparatif. Objek analisanya berupa
kasus tertentu, seperti telaah Weber mengenai birokrasi Jerman atau tulisan Marx tentang
kapitalisme Inggris. Dalam sudut teori ini, memahami suatu masyarakat berarti memahami
perbedaannya dengan berbagai bentuk kehidupan dimasa-masa dan tempat yang berbeda.
Weber menekankan bahwa tujuan akhir dari “pemahaman interpretatif” atas tindakan sosial
adalah untuk sampai pada “penjelasan kausal mengenai berbagai peristiwa beserta
akibatnya”. Kadang-kadang ungkapannya, “suatu telaah menyeluruh semacam itu memaksa
sang analisis untuk keluar dari semua parameter yang berdasarkan penghayatan atau
pengamatan yang disadari”.
Sebagai pemahaman interpretatif, realitas dan tindakan sosial dianggap sebagai “teks”
sebagaimana layaknya kegiatan penafsiran. Teks yang dimaksud berarti apa yang “dikatakan”
dan apa yang “dilakukan” oleh tindakan sosial. Pada akhirnya, pengetahuan kita tentang
dunia setempat (native) memang selalu bergantung pada pengetahuan yang lebih luas.
Bahkan, suatu uraian yang paling partikularistik sekalipun akan mengandung corak
pengetahuan komparatif itu. Sebaliknya, teori sosial selalu mengalami pembaruan melalui
aplikasinya dalam waktu dan tempat-tempat tertentu. Yang membuat usaha kita menjadi
suatu disiplin adalah saling mengisi dan keterikatan terus-menerus antara teori umum dan
penelitian lokal.

2.14. Metode Sosiologi Agama


Ada dua pendekatan penting dalam penelitian agama, yaitu :
a. Pendekatan teologis, yakni pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti
sendiri. Pendekatan ini biasanya dilakukan dalam penelitian terhadap suatu agama untuk
20
kepentingan agama yang diyakini si peneliti, atau penelitian terhadap suatu agama oleh
pemeluk agama itu sendiri untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang
dipeluknya itu.
b. Pendekatan keilmuan, yaitu pendekatan yang memakai metodologi ilmiah, penelitian yang
memakai aturan-aturan yang lazim dalam penelitian keilmuan. Pendekatan ini memakai
metodologi tertentu yang diakui kebenarannya oleh dunia keilmuan, sistematis atau runtut
dalam cara kerjanya, empiris yang diambil dari dunia nyata bukan dari pemikiran atau angan-
angan.
Ada dua bidang keilmuan yang digunakan dalam penelitian agama, yaitu :
a. bidang ilmu budaya. Bidang keilmuan ini menekankan pada pencarian informasi substansi
objek penelitian, tidak terikat oleh model metodologi yang baku dan ketat sebagaimana
dalam bidang ilmu alam.
b. bidang ilmu sosial. Bidang ilmu ini adalah penelitian ilmiah yang mempunyai aturan-
aturan yang lazim, yang harus diikuti oleh setiap peneliti. Yang menjadi objek penelitian
agama dengan memakai pendekatan ilmu sosial ini adalah keteraturan-keteraturan yang
terdapat dalam masyarakat pemeluk agama, yang merupakan akibat dari terjadinya proses
interaksi diantara anggota masyarakat, atau antara kelompok dalam suatu masyarakat
beragama atau antara suatu masyarakat beragama dengan masyarakat beragama yang lain,
baik sebagai proses masyarakat maupun keadaan statis masyarakat tertentu. Sebelum
penelitian, harus dirumuskan terlebih dahulu metodologi apa yang akan digunakan dalam
penelitian suatu objek penelitian.
Langkah penentuan masalah, pencarian konsep-konsep, perumusan hipotesis,
pencarian data ke lapangan serta kesimpulan yang diambil merupakan rangkaian sistem yang
harus dilalui sebagai suatu disiplin dalam perjalanan penelitian yang dikerjakan.
Ada beberapa contoh penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan sosial, yaitu:
a. Sosiologis, yakni pendekatan tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-
bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Tokohnya, Emile Durkheim. Diantara hasil
karyanya ditulis dalam buku, Sucide (1912), kemudian buku The Elementary Forms of The
Religious Life (1959).
b. Antropologis, yaitu pendekatan kebudayaan; agama dipandang sebagai bagian dari
kebudayaan, baik dalam wujud idea maupun gagasan dianggap sebagai suatu system norma
dan nilai yang dimiliki oleh anggota masyarakat, yang mengikat seluruh anggota masyarakat.
Tokohnya, Max Muller, W. Mannhardit, E.B. Taylor. Karya E.B. Taylor ditulis dalam buku,
The Primitive Culture.
21
c. Psikologis, yaitu studi ilmiah mengenai agama ditinjau dari perspektif psikologis.
Tokohnya, Sigmund Freud. Hasil karya ditulis dalam buku berjudul Totem und Tabu (1912).
d. Historis atau pendekatan kesejarahan. Tokohnya, Wilhelm Schmidt. Hasil karyanya di tulis
dalam buku yang berjudul Ursprung der Gottesidee (1912 dan 1954).
e. Fenomenologis, yaitu pendekatan yang menggunakan perbandingan sebagai sarana
interpretasi yang utama untuk memahami arti dari kepsresi-ekspresi keagamaan.
Adapun wilayah kajian Sosiologi Agama, meliputi :
a. Perwujudan agama di kepulauan Indonesia
b. Penelitian mengenai berbagai kepercayaan
c. Penelitian mengenai pranata keagamaan
d. Penelitian mengenai organisasi-organisasi yang berhubungan dengan suatu agama
e. Penelitian mengenai berbagai peranan dalam keagamaan
f. Penelitian mengenai agama dan pelapisan social
g. Penelitian mengenai agama dan masyarakat daerah
h. Penelitian mengenai agama dan golongan social
i. Penelitian mengenai gerakan keagamaan
j. Penelitian mengenai perasaan dan pengalaman keagamaan
k. Penelitian mengenai agama sebagai motivasi untuk bertindak
l. Penelitian mengenai peranan agama dalam perubahan social
m. Penelitian mengenai agama sebagai faktor integrasi masyarakat
n. Penelitian mengenai agama sebagai faktor pemisah dan pertentangan di masyarakat
o. Penelitian mengenai masalah hubungan antarpemeluk agama atau antarkelompok
Keagamaan

Adapun tujuan penelitian sosiologi agama adalah untuk memperoleh gambaran


(deskripsi) mengenai kemungkinan ya ng terjadi akibat kegiatan atau keputusan pejabat
pemerintah atau pejabat agama. Atau akibat rencana pembangunan yang menyebabkan
perubahan di masyarakat beragama. Mengenai karakteristik metode penelitian sosiologi
agama, yaitu :
a. agama adalah fenomena yang terjadi dalam subjek manusia serta terungkapkan dalam
tanda dan simbol. Oleh karena itu, perlu kecermatan dari peneliti untuk bisa memilah dan
mengkatagorikan mana simbol dan tanda yang masuk system kepercayaan, mana tanda dan
simbol yang masuk upacara keagamaan, dan apakah fenomena tertentu dikatagorikan suatu
gejala keagamaan atau gejala yang lain.
22
b. fakta religius bersifat subjektif.
c. pemahaman makna fenomena agama diperoleh melalui pemahaman ungkapan-
ungkapan keagamaan.
d. pemahaman suatu fenomena religius meliputi empati terhadap pengalaman, pemikiran,
emosi, dan ide-ide orang yang memeluk suatu agama.
e. fakta-fakta keagamaan adalah fakta psikis dan spiritual.
Adapun data dalam penelitian sosiologi agama yang dibutuhkan oleh peneliti :
a. Data macam apa yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut.
b. dimana dan dari mana data tersebut dapat diperoleh.
c. bagaimana cara memperoleh data-data tersebut.
d. berapa banyak data yang dibutuhkan sehingga data itu dianggap mencukupi sebagai sebuah
bukti atau barang bukti untuk pemecahan masalah.
Untuk sumber data dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. sumber data lapangan
b. sumber data dokumenter.
Kemudian jenis data yang dipergunakan dapat berupa data secunder dan data primer.

2.15. Agama Dan Masyarakat


Agama memberi makna pada kehidupan individu dan kelompok, juga memberi
harapan tentang kelanggengan hidup sesudah mati. Agama dapat menjadi sarana manusia
untuk mengangkat diri dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan, mencapai
kemandirian spiritual. Agama memperkuat kelompok-kelompok, sanksi moral untuk
perbuatan perorangan, dan menjadi dasar persamaan tujuan serta nilai-nilai yang menjadi
landasan keseimbangan masyarakat.
Agama berperan dalam tiga kawasan kehidupan manusia :
a. kawasan yang kebutuhan manusiawi dapat dipenuhi dengan kekuatan manusia sendiri.
b. kawasan manusia yang merasa aman secara moral. Tingkah laku dan tata pergaulan
manusia diatur lewat norma-norma rasional yang dibenarkan agama, seperti norma sopan
santun, norma hukum serta aturan-aturan dalam masyarakat.
c. merupakan daerah yang manusia secara total mengalami ketidakmampuannya. Agama
tidak lain adalah proyeksi masyarakat sendiri dalam kesadaran manusia. Selama masyarakat
masih berlangsung, agama pun akan tetap lestari. Masyarakat, bagimanapun akan tetap
menghasilkan simbol-simbol pengertian diri kolektifnya; dan dengan demikian, menciptakan
agama.
23
Masyarakat diikat oleh sistem simbol yang umum. Sistem simbol itu akan berpusat
pada martabat manusia sebagai pribadi, kesejahteraan umum, dan norma-norma etik yang
selaras dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Setiap masyarakat dalam proses
menghayati cita-citanya yang tertinggi akan menumbuhkan kebaktian pada representasi diri
simboliknya.

2.16. Agama Dan Golongan Masyarakat


Agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya ketika terjadi hal-
hal yang berada di luar jangkauan dan kemampuannya karena sifatnya yang supra natural,
sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang empiris. Selanjutnya, golongan
masyarakat dapat diartikan sebagai penggolongan anggota-anggota masyarakat kedalam
suatu kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama atau dianggap sejenis. Misalnya :
a. penggolongan berdasarkan jenis kelamin, pria dan wanita;
b. penggolongan berdasarkan usia,tua atau muda;
c. penggolongan berdasarkan pendidikan, cendekian atau buta huruf;
d. penggolongan berdasarkan pekerjaan, pegawai atau bukan pegawai.
Pengaruh agama terhadap masyarakat dapat dipelajari melalui kebudayaan, system
sosial dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan fenomena sosial yang komplek dan
terpadu yang pengaruhnya dapat diamati pada perilaku manusia.
Nottingham membagi kedalam tiga tipe yaitu :
a. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
b. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang.

2.17. Agama Sebagai Faktor Konflik Di Masyarakat


Agama dalam satu sisi dipandang sebagai sumber moral dan nilai, dan pada sisi lain
sebagai sumber konflik. Masalahnya pemeluk agama kadang menampakkan wajah ganda.
Mungkin sebagai bentuk solidaritas sosial, maka hampir semua pemeluk agama akan
berinteraksi dan berpandangan sama (untuk sementara) dalam menyikapi misalnya sebuah
musibah.
Ketika masing-masing pemeluk akan menampakkan jatidiri sebagai pemeluk yang
terbaik, akan berusaha agar pemeluk agama lain mengikuti millahnya, maka konflik antar
agama akan diciptakan atau dibuat ada masalah (hanya untuk mengukur respons yang
sebenarnya tidak tega melakukannya sebagai hati nurani sesama manusia : bila benar).

24
2.18. Agama Dan Pelapisan Sosial
Agama dan pelapisan sosial adalah dua hal yang berbeda. Walaupun demikian,
membicarakan keduanya dalam satu bahasan atau topik, tetap akan mempunyai aspek-aspek
positif dalam kajian akademis, bahkan lebih jauh bisa menemukan hal-hal yang baru dalam
bidang keagamaan. Pernyataan ini tidak lepas dari anggapan, bahwa agama dan masyarakat,
dalam pengertian lapisan sosial; diduga sebagai dua unsur yang saling mempengaruhi satu
sama lain. Dalam pernyataan tersebut agama difahami sebagai sebuah sestem kepercayaan,
sedangkan lapisan sosial sebagai strata orang-orang yang berkedudukan sama dalam
kontinum status sosial.

2.19. Agama Sebagai Motivator Tindakan Sosial


Masalah agama merupakan masalah sosial, tetapi penghayatannya amat bersifat
individual. Apa yang difahami dan apa yang dihayati sebagai agama oleh seseorang, sangat
bergantung pada latar belakang dan kepribadiannya. Hal ini membuat adanya perbedaan
tekanan penghayatan dari satu orang ke orang lain, dan membuat agama menjadi bagian yang
amat mendalam dari kepribadian atau privacy seseorang. Oleh karena itu, agama senantiasa
bersangkutan dengan kepekaan emosional. Meskipun demikian, masih terdapat kemungkinan
untuk membicarakan agama sebagai suatu yang umum dan objektif.

2.20. Kerukunan Antar Umat Beragama


Kajian Sosiologis terhadap Pluralisme Agama di Indonesia Islam adalah agama
rahmatan lil’aalamiin. Dengan keyakinan bahwa keberadaan Islam mesti membuat nyaman
berada di depan, di tengah, bersama atau dibelakang agama agama lain. Persoalannya adalah
kekuatan mana yang akan menang sebagai penguasa atau pemegang amanah pembawa agama
Islam, bila umat lain masih belum senang melihat kemajuan umat Islam bahkan akan
berupaya untuk menciptakan Islam agar terus terkesan lemah dimata agama-agama lain,
maka sulit menerapkan kerukunan. Jikapun ada hanya kepura-puraan. Sebenarnya konsep
yang telah dijelaskan dalam ajaran Islam tentang sikap umat Islam terhadap agama lain
berkenaan dengan urusan agamanya adalah “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.
Kemudian dijelaskan lagi “ Tidak ada paksaan dalam masuk Islam’.
Bahkan Rasulullah saw pun menjadi contoh dalam mengejawantahkan kerukunan
engan tidak memaksa agama kepada Pamannya Abu Thalib, yang berbeda agama. Itu berarti
siapa yang akan dibuat repot dengan toleransi, apakah Islam harus melayani atau dilayani
atau biarkan saja sesuai dengan Sunnatullah.
25
2.21. Agama Dan Modernisasi
Aspek yang paling spektakuler dari modernisasi adalah pergantian teknik produksi,
yaitu dari teknik produksi yang bertumpu pada penggunaan “energi nyawa” ke energy tak
bernyawa. Dalam perkembangannya proses pergantian teknik produksi hanya merupakan
salah satu aspek dari proses modernisasi. Dalam bidang ekonomi, modernisasi berarti
tumbuhnya kompleks-kompleks industry besar, tempat barang konsumsi dan produksi
diadakan secara massal. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan atas pengaturan organisasi-
organisasi sosial yang lebih rumit dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi orang
atau kelompok orang dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ekonomi modern serupa itu menuntut adanya suatu masyarakat nasional yang
memungkinkan terciptanya ketertiban dan ketenteraman sehingga menjamin lalu-lintas
barang, orang, dan informasi. Sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi dan
transportasi, mobilitas sosial dan ruang dari masyarakat semakin tinggi. Dalam konteks
inilah, sistem nilai dan kepercayaan masyarakat mengenai dunia mengalami perubahan
sehingga terjadi proses sekularisasi dan memudarnya fungsi agama, termasuk Islam.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.
Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi
angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama
yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi
deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan
dialami pemeluk-pemeluknya.
Agama terdiri dari dua suku kata yaitu ‘a’ yang berarti ‘tidak’ dan ‘gama’ artinya
kacau’, dari bahasa sansekerta yang artinya ‘tidak kacau’. Yang dimaksud adalah suatu
peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Dalam bahasa Inggris disebut
‘religion’ atau ‘religie’ dalam bahasa Belanda. Keduanya berasal dari bahasa Latin ‘religio’,
dari akar kata ‘religare’ yang berarti mengikat.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini membuat pembaca teruma kita sebagai perawat
dapat memahami religi dalam kehidupan masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/81018683/Sistem-Religi-Dalam-Masyarakat

www.kompasiana.com/.../sistem-religi-dan-kepercayaan-dalam-masyarakat_

Koentjraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

28

Anda mungkin juga menyukai