MASYARAKAT
1
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas ridho Allah
SWT kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Religi Dalam Kehidupan
Masyarkat..
Tak ada gading yang tak retak, dan kita tahu semua walaupun manusia merupakan
makhluk yang sempurna ciptaan Allah SWT dari makhluk lainnya, tetapi tak ada satupun
manusia yang tak luput dari kesalahan, jadi apabila ada kesalahan dalam makalah ini kami
mohon maaf sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang mendukung untuk kebaikan makalah ini
sangat kami harapkan, semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua, amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….…1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Agama………………………………………………………….…...4
2.2. Ruang Lingkup Agama……………………………………………………....4
2.3. Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat………………………………..5
2.4. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia……………………………7
2.5. Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial………………………………8
2.6. Kelestarian Agama Dalam Masyarakat……………………………………...9
2.7. Metode-metode Dalam Sosiologi…………………………………………..10
2.8. Agama Dan Religi………………………………………………………….10
2.9. Teori-teori Sosiologi Tentang Asal Usul Agama…………………………..11
2.10. Klasifikasi Agama-agama…………………………………………………12
2.11. Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama……………………………………14
2.12. Interelasi Antara Agama Dan Masyarakat……………………………......14
2.13. Interelasi Agama Dan Budaya…………………………………………....15
2.14. Metode Sosiologi Agama…………………………………………………16
2.15. Agama Dan Masyarakat……………………………………………….….19
2.16. Agama Dan Golongan Masyarakat………………………………….……20
2.17. Agama Sebagai Faktor Konflik Di Masyarakat…………………………..20
2.18. Agama Dan Pelapisan Sosial………………………………………….…..21
2.19. Agama Sebagai Motivator Tindakan Sosial…………………………..…..21
2.20. Kerukunan Antar Umat Beragama………………………………………..21
2.21. Agama Dan Modernisasi………………………………………………….22
3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…….............................................................................................23
3.2 Saran…...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
4
PENDAHULUAN
5
1.8. Agama Dan Religi
1.9. Teori-teori Sosiologi Tentang Asal Usul Agama
1.10. Klasifikasi Agama-agama
1.11. Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama
1.12. Interelasi Antara Agama Dan Masyarakat
1.13. Interelasi Agama Dan Budaya
1.14. Metode Sosiologi Agama
1.15. Agama Dan Masyarakat
1.16. Agama Dan Golongan Masyarakat
1.17. Agama Sebagai Faktor Konflik Di Masyarakat
1.18. Agama Dan Pelapisan Sosial
1.19. Agama Sebagai Motivator Tindakan Sosial
1.20. Kerukunan Antar Umat Beragama
1.21. Agama Dan Modernisasi
6
1.19. Untuk Mengetahui Agama Sebagai Motivator Tindakan Sosial
1.20. Untuk Mengetahui Kerukunan Antar Umat Beragama
1.21. Untuk Mengetahui Agama Dan Modernisasi
BAB II
7
PEMBAHASAN
8
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan.
Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai
hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai
contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara
makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
9
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-
manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism,
komunisme, dan sosialisme.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa
bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena
dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja
melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan
sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau
mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. O’Dea menuliskan enam fungsi agama dan
masyarakat yaitu:
a. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
b. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara Ibadat.
c. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
d. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
e. Pemberi identitas diri.
f. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi intinya hampir
sama. Menurutnya fungsi agama dan masyarakat itu adalah edukatif, penyelamat,
pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif. Agama memiliki peranan
yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena agama memberikan
sebuah system nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk
memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di
level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam
memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari
sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai
agama dirasakan disudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan
rasa dalam diri yang disebut mistisme.
10
2.4. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah
mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda
manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan
emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin,
penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan
kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban
tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu
yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di
dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau
tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional,
malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran
yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan
ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka
kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti
yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus
yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani).
Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang dibuat
oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah
demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-
nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama
dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih
sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang
bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat
integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
11
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai
kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada
saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-
beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini
merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya
sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama
lain.
Hukum cocok tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada
kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani lebih
cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis (supra-empiris) guna membantu
mereka dalam menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari
pengadaan sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di
Indonesia mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai
sekarang ini banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.
12
2.6. Kelestarian Agama Dalam Masyarakat
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran yang
berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa
pada masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh
teknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu
terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC,
Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi negara
tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat
beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu
yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan
mengetahui apa yang dipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami
apa arti sebuah agama dam manfaatnya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan
yang demikian dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi.
Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran yang
diperoleh dari informasi agama.
Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal,
sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi bagian
dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang dikatakan David Tracy bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dimensi religious, karena untuk dapat dipahami, dan diterima
diperlukan keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan agama. Fakta sosial harus diteliti di
dalam dunia nyata sebagaimana orang mencari sesuatu yang lainnya. Menurut Emile
Durkheim ada dua ciri yaitu :
a. Bentuk materiel; yaitu sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi.
Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata. Contohnya,
arsitektur dan norma hukum.
b. Bentuk nonmateriel; yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini
merupakan fenomena yang bersifat intersubjektif yang hanya dapat muncul dari dalam
kesadaran manusia. Contohnya, egoisme, altruisme, dan opini. Menurut tipenya, fakta sosial
terdiri dari struktur sosial dan pranata sosial. Struktur sosial adalah jaringan hubungan soaial
dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisir, sehingga dapat dibedakan posisi-
posisi sosial dari individu dan subkelompok. Pranata sosial adalah antarhubungan norma-
norma dan nilai-nilai yang mengitari aktivitas manusia, seperti keluarga, pemerintahan,
ekonomi, pendidikan, agama dan ilmu pengetahun.
13
2.7. Metode-metode Dalam Sosiologi
a. Metode deskriptif. Yaitu suatu metode penelitian tentang dunia empiris yang terjadi
pada masa sekarang. Tujuannya, untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual, dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan antar
fenomena yang diselidiki.
b. Metode komparatif. Yaitu sejenis metode deskripsi yang ingin mencari jawaban
secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
atau munculnya suatu fenomena. Jangkauan waktunya adalah masa sekarang. Jika jangkauan
waktu terjadinya pada masa lampau, maka penelitian tersebut termasuk dalam metode
sejarah.
c. Metode eksperimental. Yaitu suatu metode pengujian terhadap suatu teori yang
telah mapan dengan suatu perlakuan baru. Pengujian suatu teori dari ilmuwan yang telah
dibuktikan oleh beberapa kali pengujian bisa memperkuat atau memperlemah teori tersebut.
Tetapi apabila teori itu ternyata dapat dibuktikan oleh suatu eksperimen baru, maka teori
tersebut akan lebih menguat dan mungkin akan mencapai taraf hukum teori.
14
Dari sudut kategori pemahaman manusia, agama mempunyai dua segi yaitu :
a. Kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi subjektif atau kondisi dalam
jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh penganut agama. Emile Durkheim
menyebut kondisi tersebut dengan ‘Religious Emotion’ (emosi keagamaan).
b. Segi objektif (objective state), yaitu segi luar yang disebut juga kejadian objektif,
dimensi empiris dari agama. Segi ini dapat dipelajari apa adanya melalui metode ilmu sosial.
Definisi agama menurut para ahli dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Sebagian besar ilmuwan membatasi pengertian agama dalam bentuk yang hanya
bisa diterapkan pada agama-agama Samawi yang masih otentik saja, yakni agama-agama
yang berdasarkan wahyu dari langit, yaitu agama-agama tauhid yang didasarkan pada
keyakinan tentang adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, Maha Mengadakan, Pemberi
petunjuk, dan Pemelihara segala sesuatu, serta hanya kepada-Nya dikembalikan segala
urusan.
b. sebagai kebalikan dari gambaran tentang agama seperti tersebut di atas, mereka
diantaranya para sosiolog dan arkeolog menyisihkan ide tentang Tuhan Yang Maha Pencipta.
Mereka beralasan bahwa setiap agama klasik di Timur, seperti Budha, Jainisme, dan Kong Fu
Cu, semata-mata didasarkan pada etika, tidak memuat unsure ketuhanan dan ibadah.
Menurut mazhab ilmu sosial Perancis, ide tentang adanya Tuhan atau roh-roh bukan
cirri khas kehidupan keagamaan. Durkheim beranggapan bahwa masyarakat adalah sumber
gambaran keagamaan. Dari sanalah timbul pantangan dan tabu. Masyarakat juga sumber
kultus dan penuhanan. Mazhab ini melontarkan gagasan-gagasan sebagai berikut :
a. Tidak ada sekelompok manusia pun yang tidak mempunyai suatu gambaran yang
tegas mengenai asal-usul manusia, kemana perginya, apa sebab keberadaannya, ataupun asal-
usul alam semesta.
b. Gambaran yang ditempuh mazhab Perancis didasarkan pada pembagian wujud
menjadi dunia suci dan dunia nyata. Namun, definisi seperti ini ternyata tidak memuat ciri-
ciri suatu definisi yang lengkap. Definisi seperti itu berarti memasukkan pula unsur sihir ke
dalam agama, karena landasan magic sama dengan landasan agama, yaitu sama-sama
membagi wujud menjadi yang sakral dan yang tidak sakral.
16
1) Agama ketuhanan (theistic religion), yaitu agama yang para penganutnya
menyembah Tuhan (theos). Agama ini mempunyai keyakinan bahwa Tuhan adalah tempat
manusia menaruh kepercayaan, dan kecintaan kepada-Nya merupakan kebahagiaan. Yang
masuk katagori ini yaitu :
a) Monoteisme, yaitu bentuk religi / agama yang berdasarkan kepada kepercayaan terhadap
satu Tuhan dan yang terdiri dari upacara-upacara guna memuja Tuhan tadi.
b) Politeisme, yaitu bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan akan adanya banyak
Tuhan yang memiliki tradisi upacara keagamaan guna memuja Tuhan-tuhan tadi.
2) Agama penyembah ruh, yaitu kepercayaan orang primitif kepada roh nenek
moyang, roh pemimpin, atau roh para pahlawan yang telah meninggal. Yang termasuk
kategori ini adalah :
a) Animisme, yaitu bentuk agama yang mendasarkan diri pada kepercayaan bahwa
disekeliling tempat tinggal manusia itu diam berbagai macam roh yang berkuasa dan terdiri
atas aktivitas pemujaan.
b) Praanimisme (dinamisme) adalah bentuk agama yang berdasarkan kepercayaan terhadap
kekuatan sakti yang ada dalam segala hal. Ada tiga bentuk penyembahan kekuatan alam
yaitu:
(1) Penyembahan terhadap gejala alam, seperti hujan, guntur, gempa bumi, dan topan.
(2) Penyembahan terhadap anasir-anasir alam, seperti tanah, air, api, angin, dan udara,
(3) Penyembahan kepada benda-benda alam sekeliling, dalam bentuk :
(a) Animatisme, yaitu suatu kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-
tumbuhan di sekitar manusia itu berjiwa dan bisa berfikir seperti manusia.
(b) Fetishme, yaitu suatu bentuk agama yang berdasarkan kepercayaan akan
adanya jiwa dalam benda-benda alam tertentu dan mempunyai aktivitas
keagamaan guna memuja benda-benda berjiwa tadi.
(c) Agama penyembah binatang (animal worship), yaitu kepercayaan orang-
orang kuno dan orang-orang primitif yang menganggap binatang-binatang
tertentu memiliki jiwa kesucian.
b. Agama Materialisme
Agama materialisme adalah agama yang mendasarkan kepercayaannya terhadap
adanya Tuhan yang dilambangkan dalam wujud benda-benda material, seperti patung-patung
manusia, binatang dan berhala-berhala atau sesuatu yang dibangun dan dibuat untuk
disembah.
17
2.11. Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama
Menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan masyarakat
adalah fakta sosial. Sebagai suatu fakta sosial, agama dipelajari oleh sosiolog dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh sosiolog dalam
mempelajari masyarakat beragama itu disebut sosiologi agama. Sosiologi agama adalah suatu
cabang ilmu yang otonom, muncul setelah abad ke 19. Pada prinsipnya, ilmu ini sama dengan
sosiologi umum, sedangkan sosiologi agama membicarakan salah satu aspek dari berbagai
fenomena sosial, yaitu agama dalam perwujudan sosial.
Sosiologi agama memusatkan perhatiannya terutama untuk memahami makna yang
diberikan oleh suatu masyarakat kepada sistem agamanya sendiri, dan berbagai hubungan
antaragama dengan struktur sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan
agama.
Para ahli sosiologi agama memandang agama sebagai suatu pengertian yang luas dan
universal, dari sudut pandang sosial dan tidak melulu membicarakan suatu agama yang
diteliti oleh para penganut agama tertentu, tetapi semua agama dan disemua daerah didunia
tanpa memihak dan memilah-milah. Pengkajiannya bukan diarahkan kepada bagaimana cara
seseorang beragama, melainkan diarahkan kepada kehidupan agama secara kolektif terutama
dipusatkan kepada fungsi agama dalam mengembangkan atau menghambat kelangsungan
hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok masyarakat. Perhatiannya juga ditujukan pada
agama sebagai salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada peranan yang
dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.
24
2.18. Agama Dan Pelapisan Sosial
Agama dan pelapisan sosial adalah dua hal yang berbeda. Walaupun demikian,
membicarakan keduanya dalam satu bahasan atau topik, tetap akan mempunyai aspek-aspek
positif dalam kajian akademis, bahkan lebih jauh bisa menemukan hal-hal yang baru dalam
bidang keagamaan. Pernyataan ini tidak lepas dari anggapan, bahwa agama dan masyarakat,
dalam pengertian lapisan sosial; diduga sebagai dua unsur yang saling mempengaruhi satu
sama lain. Dalam pernyataan tersebut agama difahami sebagai sebuah sestem kepercayaan,
sedangkan lapisan sosial sebagai strata orang-orang yang berkedudukan sama dalam
kontinum status sosial.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.
Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi
angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama
yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi
deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan
dialami pemeluk-pemeluknya.
Agama terdiri dari dua suku kata yaitu ‘a’ yang berarti ‘tidak’ dan ‘gama’ artinya
kacau’, dari bahasa sansekerta yang artinya ‘tidak kacau’. Yang dimaksud adalah suatu
peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Dalam bahasa Inggris disebut
‘religion’ atau ‘religie’ dalam bahasa Belanda. Keduanya berasal dari bahasa Latin ‘religio’,
dari akar kata ‘religare’ yang berarti mengikat.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini membuat pembaca teruma kita sebagai perawat
dapat memahami religi dalam kehidupan masyarakat.
27
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/81018683/Sistem-Religi-Dalam-Masyarakat
www.kompasiana.com/.../sistem-religi-dan-kepercayaan-dalam-masyarakat_
28