Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori Stroke Non Hemoragik

2.1.1. Pengertian

Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Ratna Dewi pudi

astuti,2015). Stroke iskemik dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral,

biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak

terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya

dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umum nya baik (arif muttaqin,2012).

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa stroke iskemik adalah

gangguan yang terdapat pada pembuluh darah atau adanya sumbatan di pembuhluh

darah yang menyebabkan aliran darah ke otak terganggu.

2.1.2. Etiologi

a. Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah

stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Stroke tombolitik : proses terbentuknya thrombus yang membat penggumpalan.

2. Stroke embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh pembekuan darah.

3. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh tubuh

ke seluruh bagian tubuh karena ads anya gangguan denyut jantung.

2.1.3. Patofisiologi

Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.Infark serebral

(iskemik) adalah berkurang nya suplai darah ke area tertentu di otak. Lukanya infark

bergantung pada faktor – faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan

adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang suplai oleh pembuluh darah yang

tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan

lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum

(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterokslerosis sering sebagai faktor

penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah

dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau

terjadi turbulensi.
Trobus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran

darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang di suplai oleh pembuluh

darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini

menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat

berkurang dalam beberapa jam atau kadang – kadang sesudah beberapa hari. Dengan

berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena trombosis

biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah

serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi

septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau

ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat

menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan

serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh

darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan

kematian dibandingsm keseluruhan penyakit serebro vaskuler, karena perdarahan yang

luas terjadi destruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial dan lebih berat dalam

menyebabkan herniasi otak pada valk serebri atau lewat varamen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisver otak, dan perdarahan

batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan batang otak. Perembesan darah ke

ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus,

dan pons.

Jika sirkulasi serebral terlambat, dapat berkembang anoksia serbral. Perubahan yang

disebabakan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu empat sampai enam

menit. Perunahan ereversible jika anoksia lebih dari sepuluh menit. Anoksia serebral

dapat terjadi karena gangguan yang berfariasi salah satunya henti jantung.

Selain kerusakan peringkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan

mengakibatkan peninggkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak

serta gangguan drainase otak. Elemen – elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade

iskemik akibat menurunnya tekanan perfungsi, menyebabkan saraf di area yang terkena

darah dan sekitarnya tertekan lagi.(arif muttaqin,2012 dkk.lemone)

2.1.4. Manifestasi klinis

Untuk stroke non hemoragik (Iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit

neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu

istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila emblus

cukup besar. Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases

and Relatled health PramMem 10th Revision, stroke hemoragik di bagi atas
a. Perdarahan subaraknoid(PSA)

Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut

kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan

meningeal. Edema papil dapat terjadi apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya

aneurisma pada a. Komunikasi anterior atau a.karotis interna.

b. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala

karena hipertema. Serangan sering kali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat

nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan.

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh

darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut berupa :

 Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia

 Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)

yang timbul mendadak

 Vertigo, muntah – muntah atau nyeri kepala

 Gangguan semibilitas pada salah satu atau lebih anggota badan

(gangguan hemisensorik)

 Disartria (bicara pello atau cadel)

 Perubahan mendadak status mental (konfusi,delirium, letargi,

stupor, atau koma)


 Afasia (bicara tidak lancer, kurang ucapan atau kesulitan

memahami ucapan)

 Ataksia (tungaki atau anggota badan)

2.1.5 Komplikasi

komplikasi khas mencakup defisit sensoriperseptual, perubahan kognitif, dan perilaku,

gangguan komunikasi, drfisit motoric, dan gangguan eliminasi. Hal ini dapat sementara

atau permanen, bergantung pada derajat iskemia dan nekrosis dan juga waktu terapi.

Sebagai akibat

defisit neurologis, pasien yang mengalami stroke komplikasi yang melibatkan banyak

sistem tubuh berbeda. Disabilitas akibat stroke seringkali menyebabkan perubahan serius

pada kesehatan fungsional, (LeMone, 2012).

2.2. Konsep Pengkajian Kegawatdaruratan Stroke Non Hemoragik

dengan Defisit Perawatan Diri(mandi),

2.2.1 Tindakan keperawatan awal

a) Pengkajian

Pengkajian terpokus lebih lanjut di jelaskan bersama intervensi keperawatan. Jika pasien

adalah seorang wanita,ia berisiko stroke yang berbeda dari pada pria dan harus

ditanyakan mengenai pertanyaan spesifikdengan jenis kelamin (lihat kotak memenuhi

kebutuhan individual).
1. Trauma baru

Riwayat danya trauma baru, meliputi kepala, wajah, atau tulang belakang harus

didapatkan. Tentukan apakah ada hilang kesadaran. Curigai peningkatan tekanan

intracranial (TIK) akibat perdarahan edema dengan trauma otak. Curigai edema medulla

spinalis atau transeksi medulla parsial atau komplet dengan trauma spinalis.

2. Riwayat neurologic

Tentukan apakah ada riwayat hemoragi atau stroke iskemik, serangan iskemik transien

(TIA), kejang, sinkop, tumor atau massa yang mengenai otak atau medulla spinalis.

Pasien dengan gangguan ini mempunyai risiko lebih tinggi terhadap edema serebral,

iskemia atau infark.

3. Perilaku

Perubahan perilaku, mengantuk, hilang ingatan atau konfusi dapat menunjukkan adanya

peningkatan TIK.

4. Sakit kepala

Sakit kepala adalah gejala yang sering dikaitkan dengan peningkatan TIK, yang

disebabkan oleh hemoragi subaraknoid, trauma otak, atau massa intracranial.


5. Sensasi dan gerakan

Kebas, penurunan sensasi, kelemahan, atau paralisis di satu atau lebih ekstremitas sering

terjadi pada pasien yang mengalami stroke atau serangan iskemik transien.

6. Muntah

Muntah dapat terjadi karena peningkatan TIK yang diakibatkan oleh massa, hemoragi

intracranial, atau trauma otak.

7. Kemampuan bicara

Curigai stroke, serangan iskemik transien, atau massa intracranial bila pasien

bicaratidakjelas atau sulit bicara.

8. Cara jalan

Cara jalan tidak stabil dan geraka tidak terkorordinasi dapat terlihat pada pasien yang

mengalami disfungsi serebelum.

9. Infekasi

Curigai meningitis atau abses otak pada pasien yang mengalami riwayat infeksi baru-

baru ini yang mengenai telinga, sinus, atau saluran pernafasan.

10. Medikasi

Tanyakan tentang kepatuhan pasien terhadap medikasi antihipertensi atau antikonvulsan.

Dicurigai stroke iskemik bila pasien tidak patuh terhadap antihipertensia.

Gaslow Coma Scale (Morton, 2011) (lemone,2012).


Pada awalnya dirancang sebagai bagian dari perangkat untuk memperkirakan ketahanan

dan pemulihan setelah cedera kepala, Gasglow Coma Scale saat ini digunakan untuk

mengkaji tingkat kesadaran klien. Skala ini meminimalkan subjektivitas yang

berhubungan dengan evaluasi tingkat kesadaran dengan menguji dan memberi skor pada

3 hal : respons mata, respos motoric, dan respon verbal. Setiap respons menerima poin

penilaian. Total pengkajian 15 point mengindikasikan bahwa klien sadar, terorientasi

secara penuh terhadap orang, tempat dan waktu, dan dapatmengikuti perintah sederhana.

Pada klien koma, skor totalnya berjumlah 7 atau kurang. Skor 3 adalah kemungkinan

skor yang terendah, mengindikasikan, yang dalam dan prognosis yang buruk. Banyak

fasilitas yang mencantumkan Glaslow Coma Scale pada catatan neurologis untuk

menunjukkan perubahan pada tingkat kesadaran klien dari waktu kewaktu,

b. Pengkajian primery survey

A(Airway) : Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda

asing pada jalan nafas (bekas muntah, darah, secret yang tertahan), adanya edema pada

mulut.

B(Breathing) : Kaji keefektifan pola nafas, dan bunyi nafas tambahan, penggunaan otot

bantu nafas, adanya cuping hidung atau tidak.

C(Circulation) : Kaji nadi, tekanan darah di khawatirkan tinggi, CRT, suhu akral,

kelembaban, perdarahan eksternal jika ada.

D(Disability) : Berisi kesadaran dengan GCS atau AVPU, ukuran dan reaksi pupil
E(Exposure) : Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan pada

kondisi lingkungan yang ada disekitar pasien.

Pemeriksaan umum

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.

Pemeriksaan fisik sebaiknya di lakukan secara persistem (B1 – B6) dengan fokus

pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di hubungkan dengan

keluhan – keluhan dari klien.

Keadaan umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan biacara

yaitu sulit di mengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda – tanda vital : tekanan

darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.

B1 (Breathing)

Pda inspeksi di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,

penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.

Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering di dapatkan pada klien

stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.


Pada klien dengan kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernafasannya tidak

ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

Auskultasi tidak didaptkan bunyi nafas tambahan.

B2(Blood)

Pengkajian pada kardiovaskuler di dapatkan renjatan (syok hipovolemik)

Yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan

dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200mmHg).

B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbgai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh

mana yang tersumbat), ukuran area yang perfungsinya tidak adekuat, dan aliran darah

kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

Pengkajian B3 (brain) merupakan peemeriksaan fokus dan lebih lengkap di bandingkan

pengkajian sistem lainnya.(Arif Muttaqin.2012)


PENGKAJIAN TINGKAT KESADARAN

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan

parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.

Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadapat lingkungan adalah indikator

paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk

membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat

latergi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian

GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk

pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian Fungsoi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,

lobus frontal, dan hemisfer.

 Status Mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,

dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien

mengalami perubahan.
 Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka

panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien

mengalamibrain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang

tidak begitu nyata.

 Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari

serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus

temporalis superior.

 Lobus frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi

pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak.

 Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian

buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh

ke sisi yang berlawanan tersebut.


Pemeriksaan neurologi

a. Pemeriksaan nervus kranial umumnya terdapat gangguan nervus kranialis VII dan XII

central.

b. Pemeriksaan motoric hampir selalu terjadi kelumpuhan, kelemahan pada salah satu

sisi tubuh.

c. Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemiparastesi.

d. Pemeriksaan pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.

Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflex

patologis.

4. Sistem musculoskeletal

a. Inspeksi : bentuk tubuh, keadaan umum (lemah/tremor) bentuk ekstremitas atas dan

bawah adanya edema atau tidak, kemampuan dalam bergerak.

b. Palpasi : uji kekuatan otot, adakah tonus otot, berapakah nilai kekuatan otot dimulai

dengan skor 0-5


Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik pada pasien dengan

Pemenuhan Kebutuahan Mobilitas Fisik, (Priscilla LeMone,dkk,2011)

2.3.1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan

untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan sebelumnya,

serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya. Pengkajian

keperawatan meliputi dua tahap sebagai berikut.

a. Mengumpulksn dan verifikasi data dari smber primer (klien) dan sumber sekunder

( keluarga, tenaga kesehatan, rekam medis)

b. Analisa seluruh data sebagai dasar untuk enegakan diagnosis keperawatan,

mengidentifikasi berbagai masalah yang saling berhubungan, dan mengembangkan

rencana keperawatan yang sifatnya indifidual. (Patricia A. Potter, Anne G. Perry,

2010)

1. Identitas pasien

a. Nama : Tidak mempengaruhi

b. Usia : Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun sebagian besar kasus

dijumpai pada orang-orang yang berusia 45-80 tahun. Makin tua umur resiko

terjangkit stroke semakin besar.


c. Jenis kelamin : penyakit ini juga tidak mengenal jenis kelamin. Tetapi stroke lebih

banyak menyerang laki-laki daripada perempuan.

d. Status marietal : penyakit stroke tidak mempengaruhi status

marietal.

e. Agama : penyakit stroke tidak mempengaruhu agama.

f. Pendidikan : stroke mengenai semua kalangan. Namun sebagian besar, sebagian stroke

lebih banyak mengenai orang yang berpendidikan rendah dibandingkan dengan orang

yang berpendidikan tinggi.

g. Pekerjaan : penyakit stroke tidak mengenal pekerjaan apapun. Namun stroke lebih

banyak mengenai pada pekerjaan berat.

h. Suku bangsa : penyakit stroke mengenai semua suku bangsa.

2. Keluhan utama

Keluhan utama pasien atau kronologis yang dirasakan pasien, sehingga menjadi alasan

pasien dibawa ke rumah sakit.

3. Riwayat kesehatan sekarang

1. Provokatip- paliatif

Apa penyebab yang dirasakan pasien sehingga bisa timbul yang dikeluhkan pasien dan

apa saja yang dapat mengurangi atau memperberat.


2. Qualitas- quantitas

Bagaimana keluhan yang dirasakan, sejauh mana keluhan yang dirasakan. Adanya

kelemahan anggota gerak separo badan, kekuatan otot menurun.

3. Regional- radian

Dimana gejala itu terasa apakah menyebar, ekstremitas atas sampai bawah

4. Severity

Seberapa berat keluhan yang dirasakan, biasanya terasa berat saat digerakan atau saat di

angkat

5. Time (penentuan waktu )

Kapan gejala timbul, seberapa sering, berapa frekuensi nya . timbul secara

mendadak frekuensinya saat digerakkan, menggambarkan keluhan utama dalam konsep

PQRST disertai factor yang memperberat dan mengurangi masalah, keluhan lain yang

menyertai keluhan utama.

6. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan dahulu, adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit

jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-

obat anti koagulen, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.


7. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit keluarga biasanya ada riwayat keluarga yang menderita

hipertensi ataupun diabetes mellitus.

Data Penunjang

a. CT SCAN

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan

biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau

menyebar ke permukaan otak.

b. MRI

MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk

menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan

biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

c. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

d. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan

yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Pemeriksaan Laboratorium
 Lumbal pungsi : Pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang

masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warma likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu sehari – hari pertama.

 Pemeriksaan darah rutin

 Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglekimia.

Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur – angsur

turun kembali.

Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (alif

muttaqin.2012)

Program terapy

a. Melakukan referfusi:

Yaitu mengembalikan aliran darah otak secara adekuat sehingga perfusi meningkat.

Obat-obat yang dapat diberikan sebagai berikut :

- R-tPA : berfungsi menghansuran thrombus. diberikan dalam 3 jam setelah onset dosis

atleplase 0,9 mg/kgBB intravena (10% bolus, 90% sisanya secara infus dalam 60 menit).

Pasca melakukan r-tPA, dilarang melakukan suntikan intra-arterial, dilarang memberikan

antikoagulen atau anti-platelet.


- Obat antiagregasi trombosit : berfungsi mencegah menggumpalnya trombosit darah

dan mencegah terbentuknya thrombus atau gumpalan darah, yang dapat menyumbat

lumen pembuluh darah. Obat ini terutama dapat digunakan pada stroke iskemik misalnya

TIA. Contoh obat sebagai berikut : Asam asetil sasilat atau aspirin (dosis 2x 80200 mg

per hari diberikan dalam 48 jam,

efek samping perdarahan lambung), Tiklopidin (dosis 2x 250mg sehari), Clopidogrel

(dosis 1x 75 mg sehari), Pentoksifilin ( dosis per infus 200 mg dalam 500 cc cairan infus

selama fase akut, lalu dilanjutkan 2-3x 400 mg oral perhari.

- Anti koagulen : heparin, coumarin, dicu,arol oral.

2.3.2. Diagnosa keperawatan

1.Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya volume

intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.

2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral,

oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.

3. ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,

kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat

kesadaran.

4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparsese/hemiplagia,

kelemahan meuromuskular pada ekstremitas.


5. Defisit perawatan diri yang brhubungan dengan kelemahan neuromuskular,

menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi ditandai oleh

kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai

pakaian.(arif muttaqin,2015)

2.3.2. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan oleh perawat

berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis yang bertujuan meningkatkan hasil

perawatan klien, intervensi mencakup perawatan langsung kepada individu, keluarga,

dan komunitas.

Defisit perawatan diri yang brhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunya

kekuatan dan kesadaran.

Batasan karakteristik :

 Kehilangan kontrol otot/koordinasi

 Kelemahan makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai pakaian.
Diagnosa keperawatan Tujuan noc Nicde

Defisit perawatan diri

b.d kelemahan

neuromuskular,

menurunnya kekuatan

dan kesadaran.

2.3.4 Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah

perawat menyusun rencana keperawatan, implementasi keperawatan adalah serangkai


kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria

hasil diharapkan (Gordon, 1994, dalam potter & perry, 1997). Implementasi keperawatan

yang dilakukan meliputi tindakan mandiri dan kolaborasi perawat, (Afrian, 2015)

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan pada psien dengan stroke non hemoragik meliputi evaluasi/ catat

perkembangan yang dialami oleh pasien setelah diberikan implementasi keperawatan

(Afrian, 2015). Untuk penentuan masalah teratasi, masalah tertasi sebagian atau masalah

belum teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan

kriteria yang telah ditetapkan, SOAP meliputi :

S : Subjektif ( informasi berupa ungkapan yang di dapat dari klien setelah tindakan

dilakukan).

O : Objektif (informasi yang di dapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran

yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan ).

A : Analisis ( membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan

kriteria hasil, kemudian di ambil kesimpulan bahwa masalah teratasi sebagian atau

masalah belum teratasi ).

P : Planning ( rencana keperawatan lanjutan yang di lakukan berdasarkan hasil analisis.

Anda mungkin juga menyukai