Anda di halaman 1dari 17

SEKS BEBAS, HIV/AIDS

FENOMENA GUNUNG ES DALAM MASYARAKAT

(Penggulangan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia)


BAB 1

PENDAHULUAN

AIDS HIV/AIDS, penyakit mengerikan dan mematikan kini betul-betul telah

merajalela, jumlahnya semakin lama semakin meningkat. HIV/AIDS menjadi epidemic

mematikan yang telah menewaskan lebih dari 25 juta manusia. Dalam lima tahun terakhir,

Kementerian Kesehatan RI mencatat laju penularan HIV/AIDS di Indonesia delapan kali

lipat dari 2.684 penderita pada tahun 2004 menjadi 21.770 penderita pada tahun 2009,

dengan 53% berada di kelompok usia 20-29 tahun1. Angka-angka fantastis terkait

HIV/AIDS dan seks pra nikah ini tentu akan sebanding dengan angka penyebaran penyakit

menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS), penyalahgunaan narkoba

(khususnya penggunaan melalui jarum suntik yang menjadi jalan penyebaran HIV/AIDS)

dan tingginya kasus aborsi. Banyaknya kalangan remaja usia produktif yang terinfeksi

HIV/AIDS sangat mengkhawatirkan, dan merupakan problem yang sangat serius bagi suatu

bangsa. Sebab dalam waktu yang tidak lama akan menghantarkan pada hancurnya generasi,

hilangnya angkatan kerja dan meningkatnya angka ketergantungan. Selanjutnya akan

membuat hancurnya sebuah bangsa.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immuno Deficiency Virus ) yang akan

mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia,

1
Buku Pedoman Lapangan Antar Lembaga Kesehatan Republik Indonesia dalam Situasii Bencana, 2010
Revisi UntukPemimjauan Lapangan
dengan berakibat yang bersangkutan kehilangan daya tahan tubuhnya, sehingga mudah

terinfeksi dan meninggal karena berbagai penyakit infeksi kanker dan lain-lain.

Sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahan atau obat untuk

penyembuhannya. Jangka waktu antara terkena infeksi dan munculnya gejala penyakit pada

orang dewasa memakan waktu rata-rata 5-7 tahun.

Selama kurun waktu tersebut walaupun masih tampak sehat, secara sadar maupun

tidak pengidap HIV dapat menularkan virusnya pada orang lain.

Karena AIDS bukan penyakit, AIDS tidak menular yang menular adalah HIV yaitu

virus yang menyebabkan kekebalan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam

larutan darah cairan sperma dan cairan vagina, dan bisa menular pula melaui kontak darah

atau cairan tersebut. Pada cairan tubuh lain konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak

bisa menjadi media atau saluran penularan.

Tidak ada gejala khusus jika seseorang sudah terinfeksi HIV, dengan kata lain orang

yang mengidap HIV tidak bisa dikenali melalui diagnosis gejala tertentu, disamping itu

orang yang terinfeksi HIV bisa saja tidak merasakan sakit. Berbulan-bulan atau tahun

seseorang yang sudah terinfeksi dapat bertahan tanpa menunjukkan gejala klinis yang khas

tetapi baru tampak pada tahap AIDS.

Ada empat cara penularan HIV. Pertama, melalui hubungan seksual dengan seorang

pengidap HIV tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom). Cara kedua,

HIV dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar HIV. Cara ketiga,

seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada bayi yang dikandung, itu

tidak berarti HIV /AIDS merupakan penyakit turunan, karena penyakit turunan berada di

gen-gen manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan vagina ibu membuat
kontak dengan cairan atau darah anaknya. Dan cara keempat adalah melalui pemakaian

jarum suntik akufuntur, jarum tindik dan peralatan lainnya yang sudah dipakai oleh

pengidap HIV.

Beberapa tahun belakangan ini, diestimasi penularan HIV/AIDS yang tertinggi adalah

akibat penggunaan bersama jarum suntik tidak steril di kalangan IDU dan telah menjadi

opini yang cenderung mengabaikan bahaya penularan akibat perilaku seks bebas, termasuk

perilaku seks bebas pada IDU akibat loss kontrol. Padahal perlu digaris bawahi, seks bebas

justru menjadi sumber penularan pertama dan utama HIV/AIDS. Adapun bukti bahwa seks

bebas sebagai sumber pertama HIV/AIDS adalah ditemukannya infeksi HIV pertama kali

di kalangan homoseksual di San Fransisco, tahun 1978, dan kasus AIDS yang pertama juga

ditemukan di kalangan homoseksual, pada tahun 1981. Dan seks bebas pulalah yang

menjadi media penularan utama HIV/AIDS, karena akibat perilaku seks bebas yang

dibiarkan terjadilah penyebaran HIV/AIDS yang sangat cepat ke seluruh dunia. Apalagi

saat ini perilaku seks bebas yang tidak normal, baik lesbian, gay (homoseksual), biseksual

maupun transgender keberadaannya diakui dan dianggap bukan sesuatu yang ditabukan

lagi.2

2
Pedoman bersama ILO/WHO tentang Pelayaam Kesehatan dan HIV/AIDS. Direktorat Pengawasan
Kesehatan Kerja Direktorat Jendral Pembinaan Pengawasan Ketanagakerjaam Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI, 2003.
BAB II

PEMBAHASAN

Dikenal tiga pola penularan dan penyebaran HIV/AIDS yang semuanya menunjukkan

peranan kebiasaan seks bebas sebagai faktor utama penularan HIV/AIDS. Pola pertama,

ditemukan pada kelompok homoseksual, biseksual, dan pencandu obat bius. Ini terjadi di

Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, New Zealand dan sebagian Amerika. Hingga saat

ini, transmisi melalui kontak seksual tetap menempati urutan teratas. Pola kedua, ditemukan

di kalangan heteroseksual dan ini terjadi di Afrika Tengah, Afrika Selatan, Afrika Timur,

dan beberapa daerah Karibia. Ditemukannya kasus AIDS pada daerah ini sejalan dengan

adanya perubahan sosial dan maraknya industri prostitusi. Pola ketiga ditemukan di Eropa

Timur, daerah Mediteranian Selatan, dan Asia Pasifik. Di sini penularan terjadi melalui

kontak homoseksual dan heteroseksual dengan orang yang berasal dari daerah endemik,

baik dengan pola pertama maupun pola kedua3.

Seks bebas sebagai sumber penularan pertama dan utama HV/AIDS, juga terbukti di

Indonesia, yaitu dengan ditemukannya kasus AIDS pertama di Denpasar, Bali yang

merupakan surga bagi penikmat seks bebas. Penyakit ini ditemukan pada seorang turis

Belanda dengan kecenderungan homoseksual yang kemudian meninggal April 1987. Orang

Indonesia pertama yang meninggal dalam kondisi AIDS juga dilaporkan di Bali, Juni 1988.

3
Stategi Nasional Penanggulangan HIV/ AIDS di Indonesia 2003-2007. Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional 2003
Seks bebas sebagai sumber penularan utama HIV/AIDS juga terlihat dari terkonsentrasinya

epidemi HIV/AIDS pada kalangan pekerja seks komersial (PSK)4.

Angka-angka di atas tentu tak menggambarkan fakta sesungguhnya. Ibarat gunung es,

kenyataan yang tersembunyi ditengarai jumlahnya jauh lebih banyak dari yang menyeruak

ke permukaan. Hal ini tentu harus membuat kita prihatin, mengingat remaja merupakan

asset masa depan bangsa. Bahkan secara persentase, data-data tersebut angkanya jauh lebih

besar.

Sesungguhnya fenomena seks bebas dan HIV-AIDS di kalangan remaja ini cukup

untuk membuktikan betapa liberalisme memang sudah menjadi norma dan sekaligus life

style menggantikan posisi agama yang sebelumnya cukup kental mewarnai budaya mereka.

Remaja sekarang seakan tak rela tertinggal nafas jaman bernama modernitas yang kadung

dimaknai sempit sebagai ‘kebebasan’ semata-mata. Tak heran, jika di pelosok

kampungpun, gadis-gadis desa tak kalah modisnya dengan artis sinetron yang sehari-hari

mereka tonton di televisi. Begitupun dengan para pemudanya. Gaya rambut, pakaian, hand

phone, cara bicara dan bergaul tak kalah heboh dibanding pemuda Amrik dan artis-artis

ibukota yang menjadi idola mereka. Oleh karenanya, jangan harap jika hari ini kita bisa

melihat remaja desa berbondong-bondong pergi ke mesjid untuk mengaji dan mengkaji

ilmu agama sebagaimana yang biasa terjadi belasan tahun yang lalu. Maraknya pergaulan

bebas yang kian menjadi trend dan dianggap sebagai standar kemajuan lifestyle di

kehidupan modern. Istilah gaul, modern, dan metropolis kini selalu identik dengan

pergaulan bebas. Sementara itu, interaksi sosial diantara individu umat --termasuk antara

4
Kebijakan Dalam Penanggulangan I<S/ HIV dan AIDS. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta 2009
laki-laki dan perempuan-- yang seharusnya berorientasi pada tujuan membangun kerjasama

(ta'awun) demi kemajuan umat, kian tersibghah oleh warna/orientasi seksualistik. Sehingga,

alih-alih umat ini bisa bangkit, yang terjadi justru sebaliknya, umat semakin terjerumus

pada kehancuran.

Liberalisme (paham kebebasan) memang menjanjikan banyak hal sekaligus

menjerumuskan. Bagi sebagian orang, terlebih para remaja dengan segala karakteristik

keremajaannya yang serba ingin tahu, dinamis dan potensi seksualitasnya sedang

berkembang, paham ini tentu cukup menggiurkan. Hanya saja, cara berpikir dan

mental/emosi yang belum matang pada remaja membuat pilihan-pilihan perilaku bebas

mereka lebih banyak dituntun berdasarkan keinginan naluriah semata. Akibatnya, tak

sedikit dari mereka yang terjerumus dalam perilaku negative yang tidak hanya

membahayakan masa depan mereka sendiri, tetapi juga membahayakan masa depan bangsa.

Kondisi ini kemudian diperparah oleh penerapan system sekuler yang memang ‘tidak

aman dan tidak sehat’ buat remaja. Sistem ini bahkan menjadi lahan subur bagi

berkembangnya liberalisme di tengah-tengah masyarakat dan menjadi biang kerusakan atas

mereka. Sebagaimana diketahui, sekularisme dan liberalisme keduanya sama-sama

menafikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Dengan paham ini, semua orang

dibiarkan menjalani pilihan-pilihan hidup tanpa harus terikat dengan aturan apapun

sepanjang pilihannya tidak bersinggungan dengan kepentingan dan kebebasan orang lain.

Kalaupun agama boleh berperan, kedua paham ini telah mendistorsi peran tersebut hanya

pada hal-hal yang berhubungan dengan urusan ibadah yang dianggap privat, termasuk

masalah pernikahan, perceraian dan ritual kematian. Adapun dalam tata ekonomi,

pemerintahan, budaya, tata sosial dan lain-lain, system ini mengharamkan adanya campur
tangan agama. Semua pengaturannya diserahkan pada kehendak manusia berdasarkan

prinsip kebebasan (free will) yang kemudian terrumus dalam formula HAM. Alhasil, yang

muncul adalah tatanan hidup yang rusak, seperti tatanan ekonomi kapitalistik yang

eksploitatif, tata pemerintahan yang oportunistik, tata budaya yang hedonistik, tata sosial

yang liberalistik, dan lain-lain.

Tentu tak bisa dibayangkan bagaimana wajah Indonesia ke depan jika kondisi miris

ini dibiarkan. Siapapun pasti akan berharap besar kepada generasi muda, mereka adalah

generasi penerus bangsa yang akan menerima tampuk kepemimpinan di masa mendatang.

Jika kondisi remaja saat ini sedemikian parah, maka apa yang bisa kita harapkan ?

Bahwa pemerintah cukup peduli dengan kondisi remaja memang tak bisa dinafikan.

Bahkan menghadapi darurat kasus penyebaran HIV/AIDS di kalangan remaja, Pemerintah

menyatakan siap menjadikan HIV/AIDS sebagai isu yang diprioritaskan sekalipun dana

penanggulangannya diakui masih sangat minim. Setidaknya, minimnya pendanaan ini bisa

tercover dengan bantuan dana hibah yang diterima dari foundation internasional.

Koordinator United Nation General Assembly Special Session (UNGASS) on AIDS Forum

Indonesia Aditya Wardhana mengatakan, anggaran penanggulangan HIV/AIDS sejauh ini

sekitar 60 persen dari dana asing. Dalam National AIDS Spending Assessment 2010 yang

kemudian dituangkan dalam Laporan Kemajuan Negara dalam Program AIDS untuk

UNGASS on AIDS 2010, pembelanjaan untuk program AIDS tahun 2010 sebesar 50,8 juta

dollar AS dan 60,97 persen masih didominasi oleh pendanaan donor. ”Obat antretroviral itu

benar-benar dari dana asing,” ujarnya5.

5
Upaya Penangguloangan HIV/ AIDSdi Indonesia 2006-2011. Laporan 5 Tajun Poelaksanaan Peraturan
Presiden No. 75/ 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Persoalannya adalah, dalam tataran implementasi, program-program yang

direkomendasikan dan dilakukan selama ini nampaknya masih belum menyentuh akar

permasalahan. Selain hanya fokus pada upaya-upaya kuratif, upaya-upaya yang dilakukan

juga cenderung bersifat pragmatis, bahkan bermasalah. Sebagai contoh, perluasan akses

dan peningkatan kualitas pelayanan KB dan kesehatan, termasuk penggunaan jarum suntik

KB sekali pakai langsung rusak dan kemudahan memperoleh layanan kontrasepsi dengan

mudah dan murah justru membuat remaja kian berani melakukan seks bebas. Begitupun,

sosialisasi informasi Kesehatan Reproduksi Remaja yang gencar dilakukan –termasuk

kampanye seks sehat dan aman melalui jurus ABCDEnya-- justru cenderung ‘merangsang’

hasrat seksual remaja untuk melakukan seks pra nikah. Yang lebih parah, kampanye

penggunaan kondom yang digagas pemerintah, termasuk penyediaan ATM Kondom resmi

di tempat-tempat tertentu malah memfasilitasi kegiatan seks bebas kian merajalela dengan

dalih “aman” dari KTD (kehamilan tak diinginkan) dan “aman” dari ancaman terkena

HIV/AIDS. Wajar jika upaya-upaya yang dilakukan tersebut tak berpengaruh signifikan

terhadap berkurangnya angka HIV/AIDS dan seks bebas berikut dampak turunannya.

Malahan data menunjukkan kasus-kasus tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun dengan peningkatan yang sangat fantastik.

Kondisi ini sebetulnya niscaya jika melihat semua upaya yang dilakukan memang

tegak di atas paradigma yang salah, yakni paradigma liberal dan secular yang senantiasa

meminggirkan aturan-aturan agama. Padahal, sebagaimana yang telah dijelaskan, justru

liberalisme dan sekularismelah yang menjadi biang merebaknya kasus-kasus tersebut di

kalangan remaja. Bagaimana bisa, dengan program kondomisasi misalnya, remaja mau

berhenti melakukan seks bebas, sementara program ini mengkampanyekan pemakaian


kondom bisa mencegah KTD dan HIV/AIDS? Bagi remaja, kampanye ini tentu dipahami

sebagai “ga apa-apa melakukan aktivitas seks asal mau pake kondom”. Begitupun,

bagaimana bisa mereka terhindar dari KTD dan ancaman HIV/AIDS, sementara penelitian

menunjukkan, bahwa kondom terbukti tidak mampu mencegah penularan HIV karena pori

kondom ternyata berukuran 700 kali lebih besar dibandingkan ukuran HIV-1 dan ternyata

kondom sensitif terhadap suhu panas dan dingin, sehingga 36-38% sebenarnya tidak dapat

digunakan. Dengan demikian, wajar jika alih-alih mnyelamatkan generasi dari bahaya HIV,

kondomisasi justru mendorong remaja berseks bebas dan mempercepat penyebaran

HIV/AIDS hingga 13-27% lebih6. Alhasil, ancaman lost generation bukan lagi cuma

mimpi, namun suatu saat akan benar-benar terjadi. Demikian pula dengan upaya edukasi

yang baru dicanangkan kurang lebih 2 tahun belakangan ini sebagai pencegahan

merebaknya HIV/Aids ini, jika yang dimaksud adalah pendidikan seksual sejak

dini,sebagaimana yang telah dilakukan dalam program KRR, maka yang terjadi adalah

semakin merebaknya seks bebas di kalangan remaja. Maka bisa disimpulkan bahwa upaya

yang dilakukan dengan ABCDEnya bukannya mencegah menyebarnya HIV/Aids, tapi

justru semakin mendorong meningkatnya seks bebas yang selanjutnya semakin

meningkatkan jumlah kasus dan penderita HIV/Aids.

Kasus penularan AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987 kemudian disusul

dengan kasus-kasus berikutnya, sehingga pada tanggal 31 januari 1995 tercatat pengidap

HIV 211 orang dan 69 penderita AIDS, 44 orang diantaranya meninggal. Data terakhir

bulan Juni 1999 tercatat 88 mengidap HIV dan 26 penderita AIDS (sampai dengan 31

6
Weller S, Davis K, 2004. Fenomena Gunung Es. Konflik dan Kendala Penanggulangan AIDS. PT. Tiga
Serangkai. Surakarta
Agustus 1999). Serupa dengan pola penyebaran dinegara lain, di Indonesiapun mulainya

diantara orang-orang homo seks, kemudian muncul pada sekelompok kecil orang-orang

yang berperilaku resiko tinggi seperti pecandu obat narkotika dan para tuna susila. Sasaran

umum pembangunan jangka panjang kedua (PJP-II) sebagaimana dinyatakan dalam GBHN

1993 adalah terciptanya kwalitas manusia dan kwalitas masyarakat Indonesia yang maju

dan mandiri. Penyebaran HIV / AIDS dalam masyarakat bukan semata-mata hanya masalah

kesehatan saja, tetapi mempunyai implikasi politik, ekonomi, sosial, etis, agama dan

hukum, bahkan dampaknya secara nyata cepat atau lambat menyentuh semua aspek

kehidupan bangsa dan negara. Hal ini mengancam upaya bangsa untuk meningkatkan

kwalitas sumber daya manusia.

Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya

kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan upaya penaggulangan HIV / AIDS,

yang melibatkan semua sektor pembangunan nasional melalui program yang terarah,

terpadu dan menyeluruh.

Untuk itu disusunlah strstegi nasional penanggulangan HIV / AIDS yang

komprehensif, menyeluruh dan multi sektorel, guna mewujudkan satu gerak langkah dalam

penaggulangan AIDS tersebut dan yang berdasarkan Keputusan Presiden.7

Tujuan Penanggulangan HIV/AIDS adalah untuk :

1. Mencegah penularan virus HIV.

2. Mengurangi sebanyak mungkin penderitaan perorangan, serta dampak sosial dan

ekonomis dari HIV/AIDS di seluruh Indonesia.

7
Keputusan Presiden NO. 36 tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan Aids
3. Menghimpun dan menyatukan upaya-upaya nasional untuk penanggulangan

HIV/AIDS.

Strategi Nasional ini merupakan kerangka acuan dan panduan untuk setiap upaya

penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, baik oleh pemerintah, masyarakat LSM,

keluarga, perorangan, universitas dan lembaga-lembaga penelitian, donor dan badan-badan

internasional agar dapat bekerja sama dalam kemitraan yang efektif dan saling melengkapi

dalam lingkup keahlian dan kepedulian masing-masing8.

Strategi Nasional ini disusun dengan sistematika, Prinsip-prinsip dasar

penanggulangan HIV/AIDS, Lingkup program, peran dan tanggung jawab, kerjasama

internasional dan pendanaan. Kegiatan penanggulangan AIDS dikomandoi oleh Komisi

Penanggulangan AIDS (KPA) yang diketuai oleh Menko Kesra dan di daerah oleh KPAD.

Kegiatannya meliputi pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengedalian dan penyuluhan.

1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan

pemerintah.

2. Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya

yang ada di Indonesia.

3. Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkukuh ketahanan dan

kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam

masyarakat.

4. Pencegahan HIV/AIDS diarahkan pada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk

memantapkan perilaku yang baik dan mengubah perilaku yang berisiko tinggi.

8
Pasal 5 Keputusan Presiden nomor 36 Tahun 1994
5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk melindungi diri dan

orang lain terhadap infeksi HIV.

6. Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat

dan martabat dari para pengidap HIV/penderita AIDS dan keluarganya.

7. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan

penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed

consent), sebelum dan sesudahnya harus diberikan konseling yang memadai dan hasil

pemeriksaan wajib dirahasiakan.

8. Diusahakan agar peraturan perundang-undangan mendukung dan selaras dengan

Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di semua tingkat.

9. Setiap pemberi pelayanan kepada pengidap HIV/penderita AIDS berkewajiban

memberikan pelayanan tanpa diskriminasi.

10. 3 Aspek Kepedulian :

11. Lingkup Program Utama :

a. Pengamanan sumberdaya manusia.

b. Penggerakan, perorangan, keluarga, masyarakat untuk pencegahan, penyebaran

dan penanggulangan HIV/AIDS.

Strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyebaran penyakit hiv/aids

antara lain :

1. Melakukan promosi kondom bagi WTS atau pekerja sex lainnya dengan cara

memberikan penjelasan tentang fungsi dan cara pemakaiannya.


2. Membangun tempat-tempat rehabilitasi khusus untuk orang-orang yang menderita

penyakit AIDS.

3. Gencar melakukan pentuluhan di berbagai tempat yang ditujukan kepada masyarakat

umum tentang bahaya HIV/AIDS baik itu di sekolah-sekolah (SMU), Perguruan

Tinggi jika perlu sampai ke Pondok Pesantren, kerja sama dinas kesehatan dengan

para pembimbing sekolah.

4. Pemerintah dan LSM yang ada banyak melakukan penyuluhan ketahanan keluarga

karena dengan ketahanan keluarga diharapkan Ayah, Ibu dan anak memahami bahaya

dari penularan HIV/AIDS.

5. Merubah sikap dan perilaku masyarakat kearah positif dalam rangka pencegahan dan

penyebarluasan AIDS.

6. Meningkatkan pengetahuan petugas dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan.

7. Berusaha agar pengidap HIV dan golongan resiko tinggi (WTS) dibekali

keterampilan tertentu agar mampu bekerja di bidang lain dalam kehidupnnya.

8. Membentuk kelompok kerja teknis komunikasi, informasi, dan idukasi khusus untuk

menagani HIV/AIDS.

Sebab-sebab tertular atau terkena HIV/AIDS antara lain :

1. banyak persepsi yang keliru tentang pemahaman penyakit HIV/AIDS dikalangan

masyarakat.

2. Kurang adanya pendekatan orang tua terhadap anak-anaknya yang menginjak remaja

sehingga mereka terjerumus pada pergaulan bebas.


3. Kurangnya pengetahuan sex dan seringnya berganti-ganti pasangan dengan orang

yang sudah terinfeksi HIV.

4. Banyaknya tempat-tempat rawan yang dapat menimbulkan penularan HIV

diantaranya panti pijat, diskotik, tempat lokalisasi dan lain-lain.

5. Maraknya bisnis esek-esek dikalangan masyarakat tanpa perasaan malu melakukan

hal tersebut.
BAB III

PENUTUP

Dengan melihat data maupun keterangan yang telah dijabarkan diatas, jelaslah bahwa

penyakit/virus HIV sangat membahayakan bahkan lambat laun bisa mematikan. Untuk itu

kita semua harus selalu waspada dengan cara menjauhkan diri dari segala perbuatan yang

dapat menyebabkan penularan HIV/AIDS, terutama sex bebas dalam arti tanpa

menggunakan alat kontrasepsi.


DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Presiden NO. 36 tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS

Kebijakan Dalam Penanggulangan / HIV dan AIDS. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta 2009

Upaya Penangguloangan HIV/ AIDSdi Indonesia 2006-2011. Laporan 5 Tajun


Poelaksanaan Peraturan Presiden No. 75/ 2006 tentang Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional

Pedoman Lapangan Antar Lembaga Kesehatan Republik Indonesia dalam Situasii Bencana,
2010 Revisi UntukPemimjauan Lapangan.

Pedoman bersama ILO/WHO tentang Pelayaam Kesehatan dan HIV/AIDS. Direktorat


Pengawasan Kesehatan Kerja Direktorat Jendral Pembinaan Pengawasan
Ketanagakerjaam Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2003.

Stategi Nasional Penanggulangan HIV/ AIDS di Indonesia 2003-2007. Komisi


Penanggulangan AIDS Nasional 2003

Weller S, Davis K, 2004. Fenomena Gunung Es. Konflik dan Kendala Penanggulangan
AIDS. PT. Tiga Serangkai. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai