PENDAHULUAN
mematikan yang telah menewaskan lebih dari 25 juta manusia. Dalam lima tahun terakhir,
lipat dari 2.684 penderita pada tahun 2004 menjadi 21.770 penderita pada tahun 2009,
dengan 53% berada di kelompok usia 20-29 tahun1. Angka-angka fantastis terkait
HIV/AIDS dan seks pra nikah ini tentu akan sebanding dengan angka penyebaran penyakit
(khususnya penggunaan melalui jarum suntik yang menjadi jalan penyebaran HIV/AIDS)
dan tingginya kasus aborsi. Banyaknya kalangan remaja usia produktif yang terinfeksi
HIV/AIDS sangat mengkhawatirkan, dan merupakan problem yang sangat serius bagi suatu
bangsa. Sebab dalam waktu yang tidak lama akan menghantarkan pada hancurnya generasi,
penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immuno Deficiency Virus ) yang akan
mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia,
1
Buku Pedoman Lapangan Antar Lembaga Kesehatan Republik Indonesia dalam Situasii Bencana, 2010
Revisi UntukPemimjauan Lapangan
dengan berakibat yang bersangkutan kehilangan daya tahan tubuhnya, sehingga mudah
terinfeksi dan meninggal karena berbagai penyakit infeksi kanker dan lain-lain.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahan atau obat untuk
penyembuhannya. Jangka waktu antara terkena infeksi dan munculnya gejala penyakit pada
Selama kurun waktu tersebut walaupun masih tampak sehat, secara sadar maupun
Karena AIDS bukan penyakit, AIDS tidak menular yang menular adalah HIV yaitu
virus yang menyebabkan kekebalan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam
larutan darah cairan sperma dan cairan vagina, dan bisa menular pula melaui kontak darah
atau cairan tersebut. Pada cairan tubuh lain konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak
Tidak ada gejala khusus jika seseorang sudah terinfeksi HIV, dengan kata lain orang
yang mengidap HIV tidak bisa dikenali melalui diagnosis gejala tertentu, disamping itu
orang yang terinfeksi HIV bisa saja tidak merasakan sakit. Berbulan-bulan atau tahun
seseorang yang sudah terinfeksi dapat bertahan tanpa menunjukkan gejala klinis yang khas
Ada empat cara penularan HIV. Pertama, melalui hubungan seksual dengan seorang
pengidap HIV tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom). Cara kedua,
HIV dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar HIV. Cara ketiga,
seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada bayi yang dikandung, itu
tidak berarti HIV /AIDS merupakan penyakit turunan, karena penyakit turunan berada di
gen-gen manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan vagina ibu membuat
kontak dengan cairan atau darah anaknya. Dan cara keempat adalah melalui pemakaian
jarum suntik akufuntur, jarum tindik dan peralatan lainnya yang sudah dipakai oleh
pengidap HIV.
Beberapa tahun belakangan ini, diestimasi penularan HIV/AIDS yang tertinggi adalah
akibat penggunaan bersama jarum suntik tidak steril di kalangan IDU dan telah menjadi
opini yang cenderung mengabaikan bahaya penularan akibat perilaku seks bebas, termasuk
perilaku seks bebas pada IDU akibat loss kontrol. Padahal perlu digaris bawahi, seks bebas
justru menjadi sumber penularan pertama dan utama HIV/AIDS. Adapun bukti bahwa seks
bebas sebagai sumber pertama HIV/AIDS adalah ditemukannya infeksi HIV pertama kali
di kalangan homoseksual di San Fransisco, tahun 1978, dan kasus AIDS yang pertama juga
ditemukan di kalangan homoseksual, pada tahun 1981. Dan seks bebas pulalah yang
menjadi media penularan utama HIV/AIDS, karena akibat perilaku seks bebas yang
dibiarkan terjadilah penyebaran HIV/AIDS yang sangat cepat ke seluruh dunia. Apalagi
saat ini perilaku seks bebas yang tidak normal, baik lesbian, gay (homoseksual), biseksual
maupun transgender keberadaannya diakui dan dianggap bukan sesuatu yang ditabukan
lagi.2
2
Pedoman bersama ILO/WHO tentang Pelayaam Kesehatan dan HIV/AIDS. Direktorat Pengawasan
Kesehatan Kerja Direktorat Jendral Pembinaan Pengawasan Ketanagakerjaam Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI, 2003.
BAB II
PEMBAHASAN
Dikenal tiga pola penularan dan penyebaran HIV/AIDS yang semuanya menunjukkan
peranan kebiasaan seks bebas sebagai faktor utama penularan HIV/AIDS. Pola pertama,
ditemukan pada kelompok homoseksual, biseksual, dan pencandu obat bius. Ini terjadi di
Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, New Zealand dan sebagian Amerika. Hingga saat
ini, transmisi melalui kontak seksual tetap menempati urutan teratas. Pola kedua, ditemukan
di kalangan heteroseksual dan ini terjadi di Afrika Tengah, Afrika Selatan, Afrika Timur,
dan beberapa daerah Karibia. Ditemukannya kasus AIDS pada daerah ini sejalan dengan
adanya perubahan sosial dan maraknya industri prostitusi. Pola ketiga ditemukan di Eropa
Timur, daerah Mediteranian Selatan, dan Asia Pasifik. Di sini penularan terjadi melalui
kontak homoseksual dan heteroseksual dengan orang yang berasal dari daerah endemik,
Seks bebas sebagai sumber penularan pertama dan utama HV/AIDS, juga terbukti di
Indonesia, yaitu dengan ditemukannya kasus AIDS pertama di Denpasar, Bali yang
merupakan surga bagi penikmat seks bebas. Penyakit ini ditemukan pada seorang turis
Belanda dengan kecenderungan homoseksual yang kemudian meninggal April 1987. Orang
Indonesia pertama yang meninggal dalam kondisi AIDS juga dilaporkan di Bali, Juni 1988.
3
Stategi Nasional Penanggulangan HIV/ AIDS di Indonesia 2003-2007. Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional 2003
Seks bebas sebagai sumber penularan utama HIV/AIDS juga terlihat dari terkonsentrasinya
Angka-angka di atas tentu tak menggambarkan fakta sesungguhnya. Ibarat gunung es,
kenyataan yang tersembunyi ditengarai jumlahnya jauh lebih banyak dari yang menyeruak
ke permukaan. Hal ini tentu harus membuat kita prihatin, mengingat remaja merupakan
asset masa depan bangsa. Bahkan secara persentase, data-data tersebut angkanya jauh lebih
besar.
Sesungguhnya fenomena seks bebas dan HIV-AIDS di kalangan remaja ini cukup
untuk membuktikan betapa liberalisme memang sudah menjadi norma dan sekaligus life
style menggantikan posisi agama yang sebelumnya cukup kental mewarnai budaya mereka.
Remaja sekarang seakan tak rela tertinggal nafas jaman bernama modernitas yang kadung
kampungpun, gadis-gadis desa tak kalah modisnya dengan artis sinetron yang sehari-hari
mereka tonton di televisi. Begitupun dengan para pemudanya. Gaya rambut, pakaian, hand
phone, cara bicara dan bergaul tak kalah heboh dibanding pemuda Amrik dan artis-artis
ibukota yang menjadi idola mereka. Oleh karenanya, jangan harap jika hari ini kita bisa
melihat remaja desa berbondong-bondong pergi ke mesjid untuk mengaji dan mengkaji
ilmu agama sebagaimana yang biasa terjadi belasan tahun yang lalu. Maraknya pergaulan
bebas yang kian menjadi trend dan dianggap sebagai standar kemajuan lifestyle di
kehidupan modern. Istilah gaul, modern, dan metropolis kini selalu identik dengan
pergaulan bebas. Sementara itu, interaksi sosial diantara individu umat --termasuk antara
4
Kebijakan Dalam Penanggulangan I<S/ HIV dan AIDS. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta 2009
laki-laki dan perempuan-- yang seharusnya berorientasi pada tujuan membangun kerjasama
(ta'awun) demi kemajuan umat, kian tersibghah oleh warna/orientasi seksualistik. Sehingga,
alih-alih umat ini bisa bangkit, yang terjadi justru sebaliknya, umat semakin terjerumus
pada kehancuran.
menjerumuskan. Bagi sebagian orang, terlebih para remaja dengan segala karakteristik
keremajaannya yang serba ingin tahu, dinamis dan potensi seksualitasnya sedang
berkembang, paham ini tentu cukup menggiurkan. Hanya saja, cara berpikir dan
mental/emosi yang belum matang pada remaja membuat pilihan-pilihan perilaku bebas
mereka lebih banyak dituntun berdasarkan keinginan naluriah semata. Akibatnya, tak
sedikit dari mereka yang terjerumus dalam perilaku negative yang tidak hanya
membahayakan masa depan mereka sendiri, tetapi juga membahayakan masa depan bangsa.
Kondisi ini kemudian diperparah oleh penerapan system sekuler yang memang ‘tidak
aman dan tidak sehat’ buat remaja. Sistem ini bahkan menjadi lahan subur bagi
menafikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Dengan paham ini, semua orang
dibiarkan menjalani pilihan-pilihan hidup tanpa harus terikat dengan aturan apapun
sepanjang pilihannya tidak bersinggungan dengan kepentingan dan kebebasan orang lain.
Kalaupun agama boleh berperan, kedua paham ini telah mendistorsi peran tersebut hanya
pada hal-hal yang berhubungan dengan urusan ibadah yang dianggap privat, termasuk
masalah pernikahan, perceraian dan ritual kematian. Adapun dalam tata ekonomi,
pemerintahan, budaya, tata sosial dan lain-lain, system ini mengharamkan adanya campur
tangan agama. Semua pengaturannya diserahkan pada kehendak manusia berdasarkan
prinsip kebebasan (free will) yang kemudian terrumus dalam formula HAM. Alhasil, yang
muncul adalah tatanan hidup yang rusak, seperti tatanan ekonomi kapitalistik yang
eksploitatif, tata pemerintahan yang oportunistik, tata budaya yang hedonistik, tata sosial
Tentu tak bisa dibayangkan bagaimana wajah Indonesia ke depan jika kondisi miris
ini dibiarkan. Siapapun pasti akan berharap besar kepada generasi muda, mereka adalah
generasi penerus bangsa yang akan menerima tampuk kepemimpinan di masa mendatang.
Jika kondisi remaja saat ini sedemikian parah, maka apa yang bisa kita harapkan ?
Bahwa pemerintah cukup peduli dengan kondisi remaja memang tak bisa dinafikan.
menyatakan siap menjadikan HIV/AIDS sebagai isu yang diprioritaskan sekalipun dana
penanggulangannya diakui masih sangat minim. Setidaknya, minimnya pendanaan ini bisa
tercover dengan bantuan dana hibah yang diterima dari foundation internasional.
Koordinator United Nation General Assembly Special Session (UNGASS) on AIDS Forum
sekitar 60 persen dari dana asing. Dalam National AIDS Spending Assessment 2010 yang
kemudian dituangkan dalam Laporan Kemajuan Negara dalam Program AIDS untuk
UNGASS on AIDS 2010, pembelanjaan untuk program AIDS tahun 2010 sebesar 50,8 juta
dollar AS dan 60,97 persen masih didominasi oleh pendanaan donor. ”Obat antretroviral itu
5
Upaya Penangguloangan HIV/ AIDSdi Indonesia 2006-2011. Laporan 5 Tajun Poelaksanaan Peraturan
Presiden No. 75/ 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Persoalannya adalah, dalam tataran implementasi, program-program yang
direkomendasikan dan dilakukan selama ini nampaknya masih belum menyentuh akar
permasalahan. Selain hanya fokus pada upaya-upaya kuratif, upaya-upaya yang dilakukan
juga cenderung bersifat pragmatis, bahkan bermasalah. Sebagai contoh, perluasan akses
dan peningkatan kualitas pelayanan KB dan kesehatan, termasuk penggunaan jarum suntik
KB sekali pakai langsung rusak dan kemudahan memperoleh layanan kontrasepsi dengan
mudah dan murah justru membuat remaja kian berani melakukan seks bebas. Begitupun,
kampanye seks sehat dan aman melalui jurus ABCDEnya-- justru cenderung ‘merangsang’
hasrat seksual remaja untuk melakukan seks pra nikah. Yang lebih parah, kampanye
penggunaan kondom yang digagas pemerintah, termasuk penyediaan ATM Kondom resmi
di tempat-tempat tertentu malah memfasilitasi kegiatan seks bebas kian merajalela dengan
dalih “aman” dari KTD (kehamilan tak diinginkan) dan “aman” dari ancaman terkena
HIV/AIDS. Wajar jika upaya-upaya yang dilakukan tersebut tak berpengaruh signifikan
terhadap berkurangnya angka HIV/AIDS dan seks bebas berikut dampak turunannya.
Malahan data menunjukkan kasus-kasus tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun
Kondisi ini sebetulnya niscaya jika melihat semua upaya yang dilakukan memang
tegak di atas paradigma yang salah, yakni paradigma liberal dan secular yang senantiasa
kalangan remaja. Bagaimana bisa, dengan program kondomisasi misalnya, remaja mau
sebagai “ga apa-apa melakukan aktivitas seks asal mau pake kondom”. Begitupun,
bagaimana bisa mereka terhindar dari KTD dan ancaman HIV/AIDS, sementara penelitian
menunjukkan, bahwa kondom terbukti tidak mampu mencegah penularan HIV karena pori
kondom ternyata berukuran 700 kali lebih besar dibandingkan ukuran HIV-1 dan ternyata
kondom sensitif terhadap suhu panas dan dingin, sehingga 36-38% sebenarnya tidak dapat
digunakan. Dengan demikian, wajar jika alih-alih mnyelamatkan generasi dari bahaya HIV,
HIV/AIDS hingga 13-27% lebih6. Alhasil, ancaman lost generation bukan lagi cuma
mimpi, namun suatu saat akan benar-benar terjadi. Demikian pula dengan upaya edukasi
yang baru dicanangkan kurang lebih 2 tahun belakangan ini sebagai pencegahan
merebaknya HIV/Aids ini, jika yang dimaksud adalah pendidikan seksual sejak
dini,sebagaimana yang telah dilakukan dalam program KRR, maka yang terjadi adalah
semakin merebaknya seks bebas di kalangan remaja. Maka bisa disimpulkan bahwa upaya
Kasus penularan AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987 kemudian disusul
dengan kasus-kasus berikutnya, sehingga pada tanggal 31 januari 1995 tercatat pengidap
HIV 211 orang dan 69 penderita AIDS, 44 orang diantaranya meninggal. Data terakhir
bulan Juni 1999 tercatat 88 mengidap HIV dan 26 penderita AIDS (sampai dengan 31
6
Weller S, Davis K, 2004. Fenomena Gunung Es. Konflik dan Kendala Penanggulangan AIDS. PT. Tiga
Serangkai. Surakarta
Agustus 1999). Serupa dengan pola penyebaran dinegara lain, di Indonesiapun mulainya
diantara orang-orang homo seks, kemudian muncul pada sekelompok kecil orang-orang
yang berperilaku resiko tinggi seperti pecandu obat narkotika dan para tuna susila. Sasaran
umum pembangunan jangka panjang kedua (PJP-II) sebagaimana dinyatakan dalam GBHN
1993 adalah terciptanya kwalitas manusia dan kwalitas masyarakat Indonesia yang maju
dan mandiri. Penyebaran HIV / AIDS dalam masyarakat bukan semata-mata hanya masalah
kesehatan saja, tetapi mempunyai implikasi politik, ekonomi, sosial, etis, agama dan
hukum, bahkan dampaknya secara nyata cepat atau lambat menyentuh semua aspek
kehidupan bangsa dan negara. Hal ini mengancam upaya bangsa untuk meningkatkan
kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan upaya penaggulangan HIV / AIDS,
yang melibatkan semua sektor pembangunan nasional melalui program yang terarah,
komprehensif, menyeluruh dan multi sektorel, guna mewujudkan satu gerak langkah dalam
7
Keputusan Presiden NO. 36 tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan Aids
3. Menghimpun dan menyatukan upaya-upaya nasional untuk penanggulangan
HIV/AIDS.
Strategi Nasional ini merupakan kerangka acuan dan panduan untuk setiap upaya
internasional agar dapat bekerja sama dalam kemitraan yang efektif dan saling melengkapi
Penanggulangan AIDS (KPA) yang diketuai oleh Menko Kesra dan di daerah oleh KPAD.
pemerintah.
masyarakat.
memantapkan perilaku yang baik dan mengubah perilaku yang berisiko tinggi.
8
Pasal 5 Keputusan Presiden nomor 36 Tahun 1994
5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk melindungi diri dan
6. Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat
consent), sebelum dan sesudahnya harus diberikan konseling yang memadai dan hasil
antara lain :
1. Melakukan promosi kondom bagi WTS atau pekerja sex lainnya dengan cara
penyakit AIDS.
Tinggi jika perlu sampai ke Pondok Pesantren, kerja sama dinas kesehatan dengan
4. Pemerintah dan LSM yang ada banyak melakukan penyuluhan ketahanan keluarga
karena dengan ketahanan keluarga diharapkan Ayah, Ibu dan anak memahami bahaya
5. Merubah sikap dan perilaku masyarakat kearah positif dalam rangka pencegahan dan
penyebarluasan AIDS.
7. Berusaha agar pengidap HIV dan golongan resiko tinggi (WTS) dibekali
8. Membentuk kelompok kerja teknis komunikasi, informasi, dan idukasi khusus untuk
menagani HIV/AIDS.
masyarakat.
2. Kurang adanya pendekatan orang tua terhadap anak-anaknya yang menginjak remaja
hal tersebut.
BAB III
PENUTUP
Dengan melihat data maupun keterangan yang telah dijabarkan diatas, jelaslah bahwa
penyakit/virus HIV sangat membahayakan bahkan lambat laun bisa mematikan. Untuk itu
kita semua harus selalu waspada dengan cara menjauhkan diri dari segala perbuatan yang
dapat menyebabkan penularan HIV/AIDS, terutama sex bebas dalam arti tanpa
Pedoman Lapangan Antar Lembaga Kesehatan Republik Indonesia dalam Situasii Bencana,
2010 Revisi UntukPemimjauan Lapangan.
Weller S, Davis K, 2004. Fenomena Gunung Es. Konflik dan Kendala Penanggulangan
AIDS. PT. Tiga Serangkai. Surakarta