Seorang perempuan berumur 35 tahun memiliki riwayat hidung tersumbat sepanjang hari,
sejak usia remaja. Dia memiliki riwayat drainase nasal chronic, yang jernih dan kental.
Hidung tersumbatnya memberat saat akhir musim panas dan awal musim gugur dan
berulang saat awal musim semi; pada saat ini juga dia juga mengalami bersin, gatal di
hidung, dan batuk. Lima tahun yang lalu dia memiliki riwayat episode sesak nafas dengan
di tandai dengan whezing pada hari ketika gejala penyakitnya memberat, tapi episode ini
dapat sembuh sendiri namun berulang. Keluhan di matanya tidak mengganggu dia. Anti
histamin oral membantu mengurangi gejalanya, seperti hidung tersumbat, yang mana
jarang digunakan olehnya. Anak umur 6 tahunnya juga mengalami gejala yang sama.
Bagaimana seharusnya kasus ini di atasi?
MASALAH KLINIS
Allergic rhinitis di definisikan sebagai gejala bersin-bersin, gatal pada hidung, hidung
tersumbat, dan kebanyakan cairan bening dari hidung yang disebabkan oleh reaksi IgE-
mediated melawan allergen yang dihirup dan melibatkan mukosa yang terinflamasi yang
di sebabkan oleh tipe 2 sell helper T (Th2). Dalam kasus ini allergen yang paling
berperan adalah serbuk sari musiman dan jamur-jamur, seperti juga allergen yang ada di
dalam rumah, seperti debu, peliharaan, serangga dan beberapa jamur. Pola dari dominan
allergen tergantung dari letak daerah geografik dan derajat dari perkotaan, tapi secara
keseluruhan prevalensi dari kepekaan terhadap allergen tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dalam sensus yang di lakukan di amerika. Kepekaan terhadap allergen yang
dihirup dimulai dari tahun pertama kehidupan; kepekaan terhadap allergen yang di dalam
rumah mendahului kepekaan terhadap alergen serbuk bunga. Dikarenakan infeksi virus
pada saluran pernapasan sering terjadi pada anak-anak dan memiliki gejala yang sama, ini
sangat sulit di diagnosa banding dengan allergic rhinitis pada awal tahun ke 2 atau 3.
Prevalensi dari allergic rhinitis memuncak pada dekade ke 2 sampai 4 dari kehidupan dan
sampai akhirnya menghilang.
Frekuensi dari kepekaan terhadap allergen yang dihirup bertambah jumlajnya dan
sekarang sudah lebih dari 40% pada banyak populasi di amerika serikat dan eropa.
Prevalensi allergic rhinitis di amerika serikat diperkirakan sekitar 15% yang didasari oleh
diagnosa dari dokter dan sebanyak 30% yang didasari dari laporan keluhan berdasarkan
gejala pada hidung. Allergic rhinitis sangat berpengaruh buruk dalam produktivitas saat
bekerja dan sekolah, gangguan tidur dan pada anak-anak, dapat mengurangi kegiatannya
di luar rumah. Dalam tambahan, anak-anak dengan allergic rhinitis lebih mungkin untuk
di lakukan operasi myringotomy tubes placed dan mengeluarkan tonsil dan adenoidnya
daripada anak-anak yang tidak terkena allergic rhinitis. Kemampuan untuk mengontrol
asma pada orang yang memiliki asma dan allergic rhinitis memiliki kaitan dengan
pengontrolan pada allergic rhinitis.
Kebanyakan orang dengan asma memiliki rhinitis. Allergic rhinitis (musiman
atau menetap) secara signifikan bertambahnya kemungkinan timbulnya asma. Allergic
rhintis biasanya di dahului timbulnya dermatitis atopik. Pasien dengan allergic rhintis
biasanya juga memiliki riwayat alergi konjungtivitis. Faktor-faktor yang menentukan
yang mana penyakit atopik akan berkembang dalam individu perseorangan dan alasan
kenapa beberapa orang hanya memiliki rhinitis dan yang lainnya memiliki rhinitis setelah
terkena eczema atau dengan asma yang tidak sembuh. Memiliki orang tua dengan allergic
rhinitis lebih beresiko terkena penyakit. Memiliki banyak saudara yang lebih tua dan
tumbuh di daerah pertanian dikaitkan dengan penurunan risiko dari allergic rhinitis,
hipotesanya hal ini nampaknya merupakan faktor protektif yang mungkin merefleksikan
eksposure bakteri pada masa awal kehidupan membuat pergeseran pada sistem imun
menjauhi polarisasi Th2 dan alergi.
Allergic Rhinitis
• Estimasi 15 sampai 30% dari pasien di amerika serikat memiliki allergic rhinitis, sebuah
kondisi yang mempengaruhi kualitas produktivitas dan kualitas dari kehidupan anak-
anak dan orang dewasa.
• Allergic rhinitis biasanya timbul bersamaan dengan asma dan penyakit alergi lainya;
kebanyakan orang dengan asma juga memiliki penyakit peradangan mukosa hidung.
• Intranasal gluco corticoids merupakan terapi umum yang paling efektif; oral and nasal
antihistamines dan leukotriene-receptor antagonists merupakan pengobatan alternatif. Namun,
banyak pasien tidak mendapatkan bantuan pengobatan yang adekuat.
• Allergen immunotherapy should be used in patients with refractory symptoms or in those for whom
pharmacotherapy is associated with unacceptable side effects.
• Allergen immunotherpy seharusnya digunakan pada pasein dengan gejala yang menetap
atau pada mereka yang pengobatannya terkait dengan efek samping.
• Ada dua bentuk dari allergen immunotherapy yang sekarang dipakai: injeksi pada subkutan
dan tablet sublingual yang cepat larut, yang terakhir dalam pengobatan di amerika serikat dari
rumput dan ragweed alergi. Kedua jenis terapi ini pada umumnya untuk menopang
kemanjuran pengobatan setelah dihentikan.
Saat seseorang terekspose pada suatu alergen, cross-linking oleh alergen IgE
yang terikat pada sel mast mukosa menyebabkan keluhan hidung dalam hitunga menit.
Hal ini terjadi karena pelepasan dari subsatnsi neuroaktif dan vasoaktif seperti histamin,
prostaglandin D2, dan cysteinyl leukotriens. Pada beberapa jam berikut, melalui sebuah
interaksi kompleks pada sel mast, sel epitel, sel dendritik, T cells, sel limfoid bawaan,
eusinofil, dan basofil, inflamasi Th2 terbentuk di mukosa hidung dengan partisipasi dari
beragam kemokin dan sitokin yang diproduksi oleh sel-sel ini. Sebagai akibat dari
inflamasi mukosa, keluhan di bagian hidung bisa berlangsung dalam hitungan jam stelah
eksposure alergen dan mukosa menjadi lebih reaktif terhadap alergen presipitat, seperti
terhadap stimuli alergen dan non alergen lainnya, seperti bau-bauan yang menyengat dan
iritan lainnya (nonspecific nasal hyperresponsiveness). Rhinitis alergi seharusnya dilihat
sebagai kumpulan dari banyak mekanisme dan bukan sebagai hal yang sederhana dari
suatu reaksi akut karena paapran alergen.
STRATEGI DAN PEMBAHASAN
Diagnosis
Diagnosis dari rhinitis alergi biasanya dibuat berdasarkan kgejala klinis yang didasari dari
berbagai gejala yang memiliki karakteristik dan responyang baik terhadap terapi empiris
dengan antihistamin atau glukokortikoid nasal. Diagnosis formal didasari oleh bukti
sensitisasi, yang dikuatkan dengan keberadaan allergen-specific IgE pada serum atau
hasil positif pada skin test epicutaneus (respon berupa bengkak dan kemerahan terhadap
ekstrak alergen) dan riwayat gejala yang yang selaras dengan eksposure dari alergen.
Rhinitis alergi lebih mudah didiagnosis pada saat gejala musiman hadir atau pada saat
pasien dapat mengidentifikasikan dengan jelas pemicu tunggal, daripada pada saat gejala
kronik dan terdapat banyak pemicu, termasuk alergen dan iritan. Skin test epicutaneus
dan test untuk allergen-specific IgE memiliki sensitivitas yang mirip. Meskipun dmeikian
mereka tidak mengidentifikasi sestifitas dari keseluruhan pasien. Keuntungan dari tes
darah adalah, pasien tidak harus berhenti mengkonsumsi antihistamin selama beberapa
hari dan tidak ada kemampuan tertentu yag diperlukan untuk melakukan tes tersebut,
sedangkan keuntungan skin tes menyediakan hasil yang lebih cepat. Menginterpretasi
hasil dari kedua test tersebut membutuhkan pegetahuan dari alergen yang penting di
daerah tertentu dan pola musiman.
Gejala musiman dapat dikarenakan infeksi dari virus, terutama jika pasien adalah
seorang anak atau tinggal dengan anak-anak; rhinovirus memiliki tanda yang khas pada
musim semi. Allergik rhinitis dapat terjadi bersamaan dengan bentuk nonalergic (mixed
rhinitis), namun sensitivitas dari hidung kepada pencetus nonspesifik dapat di teliti
dengan menggunakan provokasi allergen pada orang dengan allergic rhinitis, dengan
perkiraan dari komponen nonalergic mungkin dapat di paparkan status dari
hiperresponsiveness dari hidung dari pada gabungan dari kedua gejala tersebut.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi
Allergen immonuterapi
Dalam populasi umumnya atau pada penelitian umumnya, satu per tiga dari anak-anak
dan hampir dua per tiga dari orang dewasa dilaporkan mengalami perbaikan dengan
pengobatan farmakoterapi untuk alergi rhinitis. Langkah selanjutnya dalam pengobatan
pasien tersebut adalah allergen immunoterapi. Meskipun allergen immunoterapi secara
tradisional telah ditetapkan secara subkuntan dalam amerika, tablet yang mudah larut
baru saja di setujui untuk pengobatan dari alergi rumput dan tanaman. Dalam
immunoterapi subkutan, pasien menerima paparan alergen dalam penaikan konsentrasi,
sampai pada dosis yang ditetapkan tercapai. Dalam sublingual immunoterapi, dosis yang
ditetapkan untuk alergen diberikan mulai dari 12 sampai 16 minggu sebelum sebagai
pencegahan mulainya alergi musiman. Dalam kedua kasus ini, pengobatan secara terus
menerus dengan dosis yang ditetapkan untuk beberapa tahun. Immunoterapi down-
regulates dari sebuah sikap dari respon alergen spesifik oleh variasi mekanisme masih
diuraikan. Dalam penambahan telah dibuktikan kemanjuran dalam pengontrolan rhinitis
alergi, immunoterapi juga membantu mengontrol alergi asma dan konjungtivitas.
Penggunaan yang tepat, waktu dari pemberian, dan durasi dari imunoterapi masih tidak
pasti. Pada umumnyat rekomendasi dari amerika telah memulai immunoterapi hanya
untuk pasien yang pengotrolan gejalanya tidak adekuat dengan farmakoterapi atau
siapapun yang lebih memilih menggunakan immunoterapi daripada farmakoterapi.
Namun, studi dalam pencegahan mengobati alergi, anak-anak dengan rhinitis alergi tapi
tanpa asma secara acak ditugaskan untuk dilakukan subkutan immunoterapi atau dengan
pengontrolan farmakoterapi, menunjukan bahwa sedikit anak-anak memiliki alergi yang
baru atau asma setelah pemberian immunoterapi selama 3 tahun, dan ini merupakan
pencegahan dari efek yang bertahan selama 7 tahun setelah terapi. sebuah percobaan
besar yang sama menggunakan sublingual immunoterapi sementara dilakukan (Clinical
Trials.gov number, NCT01061203).
Guidelines
Guideline untuk pengobatan rhinitis alergi tersedia dari komunitas internasional (Allergic
Rhinitis and Its Impact on Asthma [ARIA] guidelines) dan gabungan dari American
Academy of Allergy, Asthma, dan Immunology and the American College of Allergy,
Asthma, dan Immunologi in the United States. Terdapat perbedaan antara kedua set dari
guidelne ini. Sebagai contoh, the ARIA guidenlines tidak merekomendasi peberian oral
dekongestant, walaupun ketika dikombinasikan dengan antihistamin, kecuali sebagai
pengobatan darurat, dan mereka merekomendasikan nasal antihistamin hanya untul
penggunaan musiman. Sedangkan ARIA guideline tidak spesifik mengesahkan kombinasi
dari pengobatan, guideline U.S merekomendasikan pendekatan secara bertahap yang
termasuk pemberian lebih dari 1 obat. Guideline U.S telah ditulis sebelum Food and Drug
Administration di setujuinya sublingual immunoterapi, maka dari itu pengobatan ini tidak
didiskusikan. Rekomendasi dalam artikel ini sangat sesuai dengan kedua set dari
guideline.
Perempuan digambarkan dengan skema dengan gejala perennial nasal dan perburukan
yang merupakan suatu khas dari rhinitis allergic. Dia memiliki derajat pertama berkaitan
dengan gejala yang sama, seperti orang pada umumnya dengan rhinitis alergi. Riwayat
sebelumnya dari suatu episode dari wheezing kemungkinan adanya asma, yang mana
banyak kasus dapat memiliki episodic, sifat musiman. Pengobatan dari pasien ini
mungkin dimulai percobaan dalam pengobatan empirik; menguji kepekaan terhadap
allergen yang relevant dalam urutan untuk menetapkan diagnosa dari rhinitis alergi
dibutuhkan jika dia tidak mendapatkan hasil yang adekuat. Pemilihan pengobatan
seharusnya diambil dari laporan keparahan gejala dan pengobatan sebelumnya.