Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian
Akut Myeloid Leukemia (AML) adalah kegagalan sumsum tulang akibat
di gantinya elemen normal sumsum tulang oleh blas (sel darah yang masih
muda) leukemik. (Delvi,2010).
Akut Myeloid Leukemia (AML) adalah suatu penyakit yang di tandai
dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensi sel-sel progenitor dari
sel mieloid (sifat kemiripan dengan sum-sum tulang belakang) (Delvi,2010).
Akut Myeloid Leukemia merupakan suatu bentuk kelainan sel
hematopoetik yang dikarakteristikan dengan adanya proliferasi berlebihan
dari sel myloid yang dikenal dengan myloblas (Rogers,2010).
Jadi dapat disimpulkan Akut Myeloid Leukemia atau Akut Mieloblast
Leukimia (AML) adalah salah satu jenis penyakit dari leukemia yaitu suatu
penyakit berbahaya yang menyerang sistem hematopoetik yang ditandai
dengan banyaknya sel blas yang mengakibatkan tidak terkendalinya
pertumbuhan leukosit immature.

B. Etiologi
Menurut Delvi (2010) Penyebab AML sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, diduga karena virus onkogenik. Tetapi ada beberapa faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya Leukimia antara lain:
1. Faktor Genetik
a) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-

1
group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada
aneuploidy.
b) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran.
2. Virus
Virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T-cell
Leukimia-Lhymphoma Virus/HLTV).
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kronis dari bahan kimia misalnya Benzen, dihubungkan dengan
insidensi leukemia akut misalnya pada tukang sepatu yang sering terpapar
benzene. Selain benzene beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML antara lain: produk-produk minyak, cat, ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan lading elektromagnetik.
Obat-obatan neoplastic (alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenicol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML.
4. Radiasi
Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA, seperti pada
orang-orang yang selamat dari bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada
1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak
sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7
tahun sesudah pengeboman.

C. Klasifikasi
Menurut Bakti (2008) Berdasarkan klasifikasi French American British
(FAB) AML terbagi menjadi 8 subtipe yaitu:

2
1. M0 ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut
sebagai AML dengan diferensiasi minimal.
2. M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat
dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic
granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe
1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.
3. M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara
morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang
berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah
sel leukemik antara 30–90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel
sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
4. M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi
berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam
bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma
mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung
granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated Intravaskular
Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini .
5. M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan
M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel
pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4
adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari
5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia.
Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap
kemoterapi-induksi standar.

3
6. M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah
monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana
sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah
promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya
cukup baik.
7. M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda
dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran
morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan
megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara
nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrom ( MDS )
jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6
jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi
standar.
8. M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.

D. Manifestasi Klinis
Gejala leukemia akut bervariasi dan timbul dalam waktu beberapa hari
atau bulan saja. Gejalanya dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar,
yaitu:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, meliputi :
a) Anemia, sehingga menimbulkan gejala pucat dan lemah pada
penderita.
b) Netropenia, menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi
rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai
dengan timbulnya syok septik.
c) Trombositopenia yang dapat menimbulkan easy brusing, perdarahan
pada kulit, mukosa seperti adanya perdarahan gusi dan epitaksis atau
mimisan.

4
2. Keadaan Hiperkatabolik, yang ditandai oleh :
a) Kaheksia
b) Berkeringat pada malam hari
c) Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3. Infiltrasi kedalam organ yang menimbulkan organo megali (pembesaran
organ) dan gejala lain, seperti :
a) Nyeri tulang dan sternum
b) Limfadenopati superficial
c) Splenomegali
d) Hipertrofi gusi atau infiltrasi kulit
e) Sindrom meningeal, yang menimbulkan : sakit kepala, mual,
muntah, mata kabur, kaku kuduk (Bakti, 2008).

E. Patofisiologi
Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel
mielogen, yaitu bentuk dini neutrofil, monosit atau lainnya dalam sumsum
tulang yang kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sehingga leukosit dibentuk
pada banyak organ ekstra medula (Bakta,2008).
Patogenesis utama AML adalah adanya gangguan pematangan yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda
(blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sum-sum tulang. Akumulasi
blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan terjadinya gangguan
hematopoesis normal yang akhirnya akan mengakibatkan sindrom kegagalan
sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya
sitopenia (anemia, leukopeni, trombositopeni) (Bakti, 2008).
Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus
yang lebih berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia akan
menyebabkan tanda-tanda perdarahan, serta adanya leukopenia akan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu, sel-sel blast yang
terbentuk juga dapat berimigrasi keluar sumsum tulang atau berinfiltrasi ke

5
organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat
dan merusak organ-organ tersebut (Bakti, 2008).
Pada hematopoiesis normal, myloblast merupakan sel myloid yang belum
matang yang normal dan secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah
putih dewasa. Namun, pada AML myloblast mengalami perubahan genetik
atau mutasi sel yang mencegah adanya diferensiasi sel dan mempertahankan
keadaan sel yang imatur, selain itu mutasi sel juga menyebabkan terjadinya
pertumbuhan tidak terkendali sehingga terjadi peningkatan jumlah sel blast
(Bakti, 2008)

6
F. Pathway

7
G. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali (Delvi,2010).

H. Penatalaksanaan
Terapi standar untuk LMA dibagi menjadi 2 yaitu induksi remisi dan
terapi postremisi.
1. Terapi induksi remisi
Remisi dicapai ketika dalam sumsum tulang ataupun darah tepi
ditemukan kurang dari 5% sel blast. Terapi induksi remisi menggunakan
kombinasi dari anthracycline (seperti idarubicin, daunorubicin) dan
cytaribine. Golongan anthracycline biasanya diberikan 40-60 mg/m2
secara rutin selama 3 hari sedangkan cytaribine diberikan 100-200 mg/m2
secara rutin selama 7 hari (Lowenberg, Downing, and Burnett, Jabbour,
Estey, and Kantarjian, 2008). Penggunaan kombinasi golongan
anthracycline dan cytaribine secara rutin menghasilkan persentase CR
(complete remission) 70-80% pada usia ≤60 tahun dan 50% pada usia
lebih tua.
2. Terapi postremisi
Terapi postremisi bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Terdapat 2 pilihan terapi postremisi, yaitu transplantasi sumsum tulang
(autolog atau alogenik) dan kemoterapi. Transplantasi yang bersifat
autolog dilakukan dengan cara mengambil sel sumsum tulang sebelum
pasien mendapatkan terapi induksi untuk kemudian diinfusikan kembali ke
paien, sedangkan transplantasi yang bersifat alogenik dilakukan dengan
mengambil sel sumsum tulang dari donor yang memiliki kecocokan HLA
atau dari saudara kandung.

8
Selain terapi standar untuk mengatasi LMA, terdapat beberapa
penanganan terhadap tanda gejala yang muncul atau tindakan resusitasi
untuk memperbaiki kondisi umum pasien yaitu dengan pemberian
antibiotic dosis tinggi untuk mengatasi infeksi, serta pemberian transfusi
darah dengan PCR (Packedred cell) atau darah lengkap untuk mengatasi
anemi dan transfuse konsetrat trombosit untuk mengatasi trombositopenia
yang terjadi (Bakti, 2008).

I. Pengkajian Fokus
Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien adalah
meliputi:
1. Identitas, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
serta diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama klien adalah adanya tanda-tanda perdarahan pada
kulit seperti petekie, tanda-tanda infeksi seperti demam, menggigil, serta
tanda anemia seperti kelelahan dan pucat.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan sesak.
Selain itu disertai juga dengan demam dan menggigil, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau pernah
mengalami kemoterapi atau terapi radiasi.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau penyakit
keganasan lain sebelumnya
6. Hasil pemeriksaan fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik, bisa didapatkan:
a) Inspeksi

9
Kelemahan, tampak pucat, tanda-tanda perdarahan seperti petekie,
ekimosis, perdarahan pada gusi, serta adanya luka yang menandakan
kelemahan imun tubuh (sariawan/ stomatitis).
b) Palpasi
Dapat terjadi leukemia kutis akibat infiltrasi sel blast pada kulit yaitu
berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,
pembekakan pada gusi, hepatomegali dan splenomegali.
c) Auskultasi
Ditemukan adanya perubahan pada suara dan frekuensi nafas karena
sesak akibat anemia.
7. Hasil pemeriksaan penunjang
a) Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya penurunan
jumlah eritrosit sampai dengan ≤7,5 g/dl (anemia berat), penurunan
trombosit <100.000 g/ml (trombositopenia) dan penurunan leukosit
(leukositopenia).
b) Dari hasil biopsi sumsum tulang belakang akan didapatkan
gambaran adanya peningkatan jumlah sel blast (myeloblas) ≥20%.
c) Dari hasil pemeriksaan pengecatan sitokimia dengan menggunakan
Suddan Black B atau myeloperoxidase akan didapatkan hasil yang
positif (Bakti, 2008).

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan proliferative gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi.
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat (immunosupresi, penurunan hemoglobin).
4. Resiko pendarahan dengan faktor resiko koagulopati inheren
(trombositopenia).

10
K. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Ketidakefektifan Circulation status Tissue 1. Awasi tanda vital, 1. Memberikan informasi
perfusi jaringan perfusion: cerebral. kaji pengisian tentang
perifer Kriteria hasil: kapiler, warna derajat/keadekuatan
berhubungan 1. Akral hangat kulit/membran perfusi jaringan dan
dengan penurunan 2. Perfusi baik mukosa membantu menentukan
HB dalam darah 3. CRT < 2 detik 2. Tinggikan kepala kebutuhan intervensi
4. Tidak sianosis pada tempat tidur 2. Meningkatkan ekspansi
5. Nadi teratur sesuai toleransi paru dan memaksimalkan
3. Catat keluhan rasa oksigenasi untuk
dingin pertahankan kebutuhan selular
suhu lingkungan dan 3. Vasokontriksi menurunkan
tubuh hangat sesuai sirkulasi perifer.
indikasi Kebutuhan rasa hangat
4. Awasi pemeriksaan harus seimbang dengan
laboratorium hb/ht kebutuhan untuk
menghindari panas yang
berlebih pencetus
vasodilatasi
4. Mengidentifikasi defisiensi
dan kebutuhan
pengobatan/respon
terhadap terapi

No Diagnosa NOC NIC Rasional


2 Ketidakseimbang Managemen nutrisi 1. Kaji status nutrisi 1. Pengkajian penting
an nutrisi kurang Kriteria hasil: pasien dilakukan untuk
dari kebutuhan 1. Intake nutrisi 2. Delegatif pemberian mengetahui status nutrisi
tubuh tercukupi nutrisi yang sesuai pasien sehingga dapat
berhubungan 2. Asupan makanan dengan kebutuhan menentukan intervensi
dengan dan cairan tercukupi pasien: diet pasien yang diberikan
proliferative diabetes melitus 2. Untuk membantu
gastrointestinal 3. Berikan informasi memenuhi kebutuhan
dan efek toksik yang tepat terhadap nutrisi yang dibutuhkan
obat kemoterapi pasien tentang pasien
kebutuhan nutrisi 3. Informasi yang diberikan
yang tepat dan dapat memotivasi pasien
sesuai untuk meningkatkan intake
4. Anjurkan pasien nutrisi
untuk 4. Zat besi dapat membantu
mengkonsumsi tubuh sebagai zat
makanan tinggi zat penambah darah sehingga
besi seperti sayuran mencegah terjadinya
hijau anemia atau kekurangan
darah

11
No Diagnosa NOC NIC Rasional
3 Resiko infeksi Keparahan infeksi Kontrol infeksi 1. Mengetahui adanya tanda-
dengan faktor Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan tanda infeksi
resiko 1. Tidak ada tanda- gejala infeksi 2. Teknik aseptik dapat
pertahanan tanda infeksi (kalor, 2. Pertahankan teknik meminimalkan terjadinya
tubuh dolor, rubor, tumor, aseptik infeksi
sekunder tidak dan fungsiolesa) 3. Bersihkan 3. Supaya tidak terjadi infeksi
adekuat 2. Jumlah leukosit lingkungan setelah nosocomial.
(immunosupre dalam batas normal dipakai pasien lain 4. Suhu tubuh yang tinggi
si, penurunan 3. Menerapkan 4. Pantau suhu tubuh indikasi terjadi infeksi
hemoglobin) perilaku hidup sehat 5. Lakukan tindakan 5. Mencegah terjadinya infeksi
pencegahan infeksi 6. Menurunkan atau mencegah
6. Kolaborasi infeksi
pemberian antibiotik 7. Meminimalkan resiko
infeksi

No Diagnosa NOC NIC Rasional


4 Resiko Koagulasi darah Pencegahan perdarahan Pencegahan perdarahan
perdarahan Kriteria hasil: 1. Monitor tanda-tanda 1. Menentukan tindakan
dengan faktor 1. Tidak ada perdarahan selanjutnya
resiko perdaraan 2. Anjurkan pasien untuk 2. Vitamin K dalam
koagulasi 2. Hemoglobin dan meningkatkan intake pembekuan darahberperan
inheren hematocrit dalam makanan yang penting dalam pertumbuhan
(trombositope batas normal mengandung vitamin K. sel dan metabolisme tulang
nia) 3. Hindari terjadinya dan jaringan lain.
konstipasi 3. Konstipasi dapat
4. Kolaborasi pemberian menyebabkan anus
tranfusi trombosit mengalami perdarahan
4. Agar nilai trombosit menjadi
normal.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asra, Delvia. 2010 . Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap di RSU Dr.
Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 . (diakses pada 30 Juni 2018) Tersedia di
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20969

Bakta, I. M. 2008. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Bakti, M.I ., 2008 . Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta:
Penerbit Mediaction

Rogers, B. B. (2010). Advances in the Management of Acute Myeloid Leukemia


in Older Adult Patients. Oncology Nursing Forum, 37 (3): 168-179.
(Online), diakses pada tanggal 01 Januari 2018, melalui
http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/2038231261/...3D.

Sudoyo, A. W., dan Setiyohadi, B. (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
II, Edisi 4. Jakarta: FK UI.

13

Anda mungkin juga menyukai