Dosen Pembimbing:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
Peran dan Fungsi Keluarga dalam Perawatan Paliatif
Patient or Problem (P) Intervention (I) Comparison Intervention (C) Outcome (O) Time (T)
Ibu M terdiagnosa HIV Berdasarkan data di lapangan Pemberdayaan dalam program Hasil pemberdayaan Selama perawatan di
semenjak pacaran dengan bahwa dukungan sosial yang PMTCT yang terintegrasi dalam keluarga dilihat dari rumah sakit dan di rumah
WNA sampai memiliki diberikan kepada ibu HIV layanan kesehatan ibu dan anak respon Klien terhadap
anak yang sama positif selama ini masih (KIA) antara lain: pemberdayaan penyakitnya dalam aspek
terdiagnosa HIV. Ibu M, diberikan oleh Kelompok individu, keluarga dan psikologis, kesehatan dan
baru terbuka akan status Dukungan Sebaya (KDS atau masyarakat (Depkes RI, 2008). lingkungan sosialnya
HIVnya dengan keluarga sesama penderita HIV). Pendekatan yang berpusat pada seperti sebelum sakit.
setelah 2 tahun terdiagnosa, Pendampingan saat ibu HIV keluarga dalam pencegahan
kedua orangtuanya hanya positif dirawat, dukungan penularan HIV dari ibu ke anak;
tahunya Ibu M dan anaknya kegiatan peningkatan meningkatkan kesehatan
minum obat ARV rutin dan ekonomi keluarga, dukungan keluarga secara keseluruhan; dan
makanan sehat terjadwal. perawatan dan pendidikan memperkaya konteks
Kemudian Ibu M menikah bagi anak juga masih perkembangan anak yang lahir
dengan sesama ODHA dilakukan oleh LSM dalam keluarga dengan HIV
bekerja sebagai tukang tato. pendamping yang bergerak di positif (Betancourt, 2010).
Selama Ibu M hamil anak bidang HIV-AIDS dan KDS. Bentuk dukungan sosial yang
kedua, sering mendapat Pemberian dukungan dari diberikan oleh keluarga kepada
perlakuan kurang baik dari keluarga maupun masyarakat ibu HIV positif berupa
suaminya karena khawatir belum optimal dikarenakan emotional support, esteem
anak mereka terkena virus adanya stigma dan support, instrumental support,
HIV. Keluarga Ibu M juga diskriminasi. informational support, dan
tidak mengetahui companionship support
bagaimana pengendalian
resiko virus HIV agar tidak
seperti cucu nya yang
pertama
2. Latar belakang
Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) disebabkan oleh virus
yang dapat menyebabkan menurunnya imunitas tubuh seseorang. Di sejumlah
negara berkembang, HIV/AIDS merupakan penyebab utama kematian
perempuan usia reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam
kehidupan ibu serta ibu dapat menularkan virus kepada bayinya. Di Indonesia,
infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah satu
penyakit yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak.(Kemenkes RI,
2011)
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa sejak pertama kali kasus HIV
ditemukan yaitu pada tahun 1987 sampai dengan Juni 2012, terdapat 32.103
kasus AIDS, 86.762 kasus HIV dan 5.681 kasus kematian akibat HIV & AIDS
di 33 provinsi di Indonesia. Provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi adalah
DKI Jakarta sebanyak 20.775 kasus. Persentase kumulatif AIDS tertinggi pada
kelompok umur 20-29 tahun (41,5%,). Rasio kasus AIDS antara laki-laki
dengan perempuan adalah 2:1 (laki-laki: 70% dan perempuan 29%). Selama
periode pelaporan bulan Januari hingga Juni 2012, persentase kasus AIDS
menurut faktor risiko tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada
heteroseksual (82,6%), penggunaan jarum suntik steril pada pengguna napza
suntik/penasun (6,6%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,2%) dan LSL (Lelaki
Seks Lelaki) (3,6%).
Jumlah penderita HIV/ AIDS perempuan semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya penularan pada perilaku seksual tidak aman pada laki-
laki yang kemudian menularkan HIV kepada pasangan seksualnya. Selain itu,
penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan yang terinfeksi
HIV. Berkembangnya virus penyakit HIV/ AIDS menular melalui kontak
seksual yaitu terdapat pada cairan sperma dan cairan vagina. Penularan HIV
dari ibu ke anak dapat tersebut dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan,
dan menyusui (Kartika, 2018). Apabila seseorang sudah dinyatakan postif HIV
harus melakukan pengobatan yaitu terapi Antiretroviral (ARV). ARV tidak
membunuh virus itu, namun hanya dapat memperlambat laju pertumbuhan
virus, begitu juga penyakit HIV. Tidak hanya mengonsumsi obat ARV saja
tetapi menjalani program PPIA bertujuan untuk mengendalikan penularan
HIV/AIDS, menurunkan kasus HIV serendah mungkin serta menurunkan
kematian akibat AIDS (Getting to Zero). Bagi individu yang positif terinfeksi
HIV, menjalani kehidupannya akan terasa sulit karena dari segi fisik individu
tersebut akan mengalami perubahan yang berkaitan dengan perkembangan
penyakitnya, tekanan emosional dan stres psikologis yang dialami karena
dikucilkan oleh keluarga dan teman karena takut tertular, serta adanya stigma
sosial dan diskriminasi di masyarakat (Sistiarani, 2018). Stigma dan
diskriminasi merupakan kendala dalam upaya pendekatan program
penanggulangan HIV dan AIDS. Adanya stigma dan diskriminasi membuat
seseorang tidak mau melakukan tes HIV dan menyembunyikan status
penyakitnya sehingga pengobatan dan akses layanan kesehatan kurang optimal.
Hal membuka peluangpenyebaran penyakit yang sulit dikendalikan
(Shaluhiyah et al.,2013).
Salah satu cara untuk membantu pengelolaan masalah yang membuat
perasaan tertekan/stres agar tidak membawa pengaruh negatif terhadap
kesehatan adalah adanya dukungan keluarga. Dukungan ini bisa berasal dari
pihak manapun yang merupakan significant others bagi orang yang
menghadapi masalah atau situasi stres, seperti orang tua, pasangan, sahabat,
ataupun anak.
3. Tujuan
Ibu yang positif mnderita HIV mendapat dukungan keluarga dalam
melakukan pencegahan agar anak tidak tertular virus HIV juga dengan
memberikan dukungan seperti mengingatkan minum obat, mengantar ke klinik
VCT dan CST, maupun memberikan dukungan secara finansial.
4. Hasil pencarian dari Evidence Based Practice
Hasil pencarian dari evidence based practice
NO JUDUL ARTIKEL
1. ‘‘You only have one chance to get it right’: A qualitative study of relatives’
experiences of caring at home for a family member with terminal cancer’ (Totman,
J. et al., (2015).
2. Peran Keluarga Dan Kualitas Hidup Pasien Kanker Serviks, (Tiyas, 2016)
3. Supporting family carers in homebased end-of-life care: using participatory action
research to develop a training programme for support workers and volunteers,
(Glenys Caswell, et al., 2017)
4. Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan penderita
kanker serviks paliatif, (Mugiyanto & Dwi susilawati, 2014)
5. Pemberdayaan Keluarga Melalui Dukungan Sosial Dalam Pencegahan Penularan
Hiv Dari Ibu Ke Anak Kepada Ibu Hiv Positif, (Lusa Rochmawati, 2019)
6. Pengaruh Family Psikoedukasi Terhadap Peningkatan Self Care dalam Merawat
Anak Thalasemia, (Farida, Ana Ulfa & Hasyim Masruroh, 2018)
7. Family Relationships and Psychosocial Dysfunction Among Family Caregivers of
Patients With Advanced Cancer. (Kathrine G., et al. 2016) Family Relationships
and Psychosocial Dysfunction Among Family Caregivers of Patients With
Advanced Cancer. (Kathrine G., et al. 2016)
8. Dukungan Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker Servik,
(Natalia, L.S 2017)
8. DAFTAR PUSTAKA