PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui format pengkajian yang digunakan dalam mengkaji nutrisi pasien di ICU
Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan
dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut (Kepmenkes, RI. 2010).
Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau
ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care
medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi pemberian dukungan fungsi organ-
organ vital seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal dan lain-lain,
baik pada pasien dewasa atau anak. Intensive care medicine melibatkan multidisiplin
ilmu, termasuk ilmu bedah, ilmu interna, anestesi, neurologi, dan neurosurgery serta
subspesialis. Unit pelayanan ICU mempunyai ciri biaya tinggi, teknologi tinggi,
multidisiplin dan multiprofesi berdasarkan atas efektivitas, keselamatan, dan ekonomis.
1. Kriteria masuk
ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang
intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang
memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang
memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya
penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk memerlukan prioritas masuk ke
ICU. 47
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif
organ/sistem yang lain, infus obat-obatan vasoaktif kontinyu, obat anti aritmia
kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien
kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa. Institusi
setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat
hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien
prioritas 1 umumnya tidak mempunyai batas.
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akut nya, secara sendirian
atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di ICU pada
golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan
metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial temponade, sumbatan jalan napas,
atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan
intubasi atau resusitasi jantung paru. 47
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien-
pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar
fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu,
dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian antara lain:
1). Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup
yang agresif dan hanya demi "perawatan yang aman saja". Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah "DNR (Do Not Resuscitate)". Sebenarnya
pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang
tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
3). Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien
seperti itu dapat dimasukkan ke air untuk menunjang fungsi organ hanya untuk
kepentingan donor organ.
2. Kriteria keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari Icu berdasarkan pertimbangan medis oleh Kepala
ICU dan tim yang merawat pasien.
Setiap Icu hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan keluar,
standar perawatan pasien dan kriteria outcome yang spesifik. kelengkapan-
kelengkapan ini hendaknya dibuat oleh tim ICU di bawah supervisi komite medik,
dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien
(outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk
dan keluar harus dipantau oleh komite medik.
47
2.3. Pelayanan Intensive Care Unit (ICU)
Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan
diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien sakit kritis yang
kerap membutuhkan monitoring intensif. Pasien yang membutuhkan perawatan intensif
sering memerlukan support terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi), airway atau
respiratory compromise dan atau gagal ginjal, kadang ketiga-tiganya.
Bidang kerja pelayanan intensive care meliputi : (1) pengelolaan pasien; (2)
administrasi unit; (3) pendidikan; dan (4) penelitian. Kebutuhan dari masing-masing
bidang akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit. Tingkat pelayanan ICU harus
disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf,
fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat. Pelayanan ICU
harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :
3. Terapi oksigen
a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan
perawatan lain
d. Ada dokter jaga 24 (dua puluh empat) jam dengan kemampuan melakukan
resusitasi jantung paru (A, B, C, D, E, F).
e. Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat. f.
Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang
mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran
umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-lainnya. ICU
hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih47 lama melakukan
dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus
dimiliki :
a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan
perawatan lain.
c. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan intensive care, atau bila
tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung
paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
f. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
g. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas
tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup.
c. Memiliki dokter sepesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, datang setiap saat
diperlukan.
d. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau dokter ahli
konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan
dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan
bantuan hidup lanjut).
e. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama
dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1
untuk kasus-kasus lainnya.
f. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif
atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
g. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi intensif baik
non-invasif maupun invasif.
i. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan
paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
k. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.
Yang dimaksud zat gizi (nutrien) : adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya , yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Nutrisi merupakan suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorbsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi. Tujuan optimal dari nutrisi adalah bagaimana mengatur
komponen nutrisi, bagaimana keadaan saluran cerna dan enzim pencernaan.
Lama pemberian
Monitoring
Semua permintaan perawatan ICU, harus diskrining untuk menilai kebutuhan mereka
terhadap pemberian bantuan nutrisi. Bantuan nutrisi dalam waktu 24 hingga 48 jam
47
pertama dari masuk ICU ( atau ketika hemodinamik stabil ) dimaksudkan untuk :
Pasien kritis yang diharapkan untuk tinggal di ICU selama 3 hari atau lebih.
Pasien yang tidak diharapkan untuk memulai diet dalam 5 hari berikutnya atau
lebih.
Kondisi co-morbid.
Penilaian status gizi pada pasien sakit kritis dimulai dengan menanyakan
tentang riwayat kehilangan berat badan (melebihi 5% dalam 1 bualn atau 10% lebih
dalam 6 bulan) dan pencatatan berat yang masuk. Selain itu, juga harus mencakup
penilaian faktor risiko yang berbeda yang mengganggu pencernaan, pemanfaatan, atau
ekskresi seperti operasi bypass lambung atau usus. Pemeriksaan fisik harus fokus pada
tanda-tanda kekurangan gizi terutama kekurangan protein kalori, tanda-tanda
kekurangan mikronutrien tertentu (seperti anemia, glositis, atau ruam), kondisi hidrasi,
dan edema.
Jenis protein yang paling sering diukur adalah albumin serum. Level albumin
yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang dihubungkan dengan proses
penyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis terjadi penurunan sintesa
albumin, pergeseran distribusi dari ruangan intravaskular ke interstitial, dan pelepasan
hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin. Level serum pre-albumin
juga dapat menjadi petunjuk yang lebih cepat adanya suatu stres fisiologik dan sebagai
indikator status nutrisi. Level serum hemoglobin dan trace elements seperti magnesium
dan fosfor merupakan tiga indicator biokimia tambahan. Hemoglobin digunakan
sebagai indikator kapasitas angkut oksigen, sedangkan magnesium atau fosfor sebagai
indikator gangguan pada jantung, saraf dan neuromuskular.
Tunjangan nutrisi yang tepat dan akurat pada pasien sakit kritis dapat
menurunkan angka kematian. Terdapat dua tujuan dasar dari tunjangan nutrisi yaitu:
2. Mengatur respon inflamasi, penentuan status nutrisi pada pasien kritis hendaknya
dilakukan berulang ulang untuk menentukan kecukupan nutrisi dan untuk
menentukan tunjangan nutrisi selanjutnya. Pemeriksaan yang berulang - ulang ini
penting karena 16-20% pasien yang dirawat di ruang Intensif mengalami defisiensi
makronutrien 48jam setelah dirawat. Disamping itu disfungsi/gagal organ multiple
dapat terjadi sesudah trauma, sepsis atau gagal nafas yang berhubungan dengan
hipermetabolisme yang berlangsung lama.
Rumus ini kurang akurat pada pasien-pasien dengan FiO2 lebih dari 40%.
T = Tinggi (cm)
U = Usia (tahun)
47
AEE = BMR x AF x IF x TF
IF = Injury Factor
TF = Termal Factor
Mobilisasi 1,3
Sepsis 1,3
Peritonitis 1,4
38OC 1,1
39OC 1,2
40OC 1,3
47
O
41 C 1,4
c. Kebutuhan kalori
d. Kebutuhan nitrogen
Penderita yang mengalami ekskresi urea sebesar 85% dari protein tubuh yang
mengalami pemecahan.
47
Tabel Ringkasan Rekomendasi Kebutuhan Macronutrien Untuk Pasien ICU
K 1mEq/kg/hari
0.7-1.5g/kg.
Lemak
0.8-1g/kg in sepsis/SIRS.
Bantuan nutrisi merupakan bagian rutine dari terapi pasien di ICU. Tujuan
pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi menghindari
masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding syndrome seperti uremia,
dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-
ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia Adapun tujuan pemberian bantuan nutrisi
penderita di ICU yaitu : 47
1. Memperoleh bantuan nutrisi yang sesuai dengan kondisi medik penderita, status
nutrisi dan cara pemberiannya.
2. Mencegah atau mengobati kekurangan atau defisiensi makro nutrient dan mikro
nutrien.
5. Memperbaiki pengeluaran penderita dari rumah sakit yang ada berhubungan dengan
penyakitnya.
Cara pemberian nutrisi pada penderita dapat dimulai dengan energi yang rendah
sampai maksimal, kemudian diturunkan sampai semula ,semuanya dimulai dan diakhiri
dengan perlahan- lahan. Bentuk pemberian kalori yaitu :
a. Karbohidrat
b. Lemak
Kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total
kebutuhan kalori. Namun selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat menjadi
1,2-1,5 gr/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus dikontrol,
misalnya kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan protein dibatasi sebesar 0,5
gr/kgbb/hari. Kebutuhan micro nutrient juga harus dipertimbangkan, biasanya
diberikan natrium, kalium 1 mmol/kgbb, dapat ditingkatkan jika terdapat kehilangan
yang berlebihan. Elektrolit lain seperti magnesium, besi, tembaga, seng dan selenium,
juga dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit. Pasien dengan suplementasi nutrisi
yang lama membutuhkan pengecekan kadar elektrolit-elektrolit ini secara periodik.
Elektrolit yang sering terlupakan adalah fosfat, kelemahan otot yang berhubungan
dengan penggunaan ventilator yang lama dan kegagalan lepas dari ventilator, dapat
disebabkan oleh hipofosfatemia
Pada pasien sakit kritis yang menderita kurang gizi dan tidak menerima
makanan melalui oral, enteral atau parenteral, maka nutrisi 47
harus dimulai sedini
mungkin. Keuntungan pemberian dini, menyebabkan hemodinamik pasien menjadi
stabil, yang telah ditunjukkan dengan penurunan permeabilitas intestinal dan
penurunan disfungsi organ multipel.
Pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute
oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung (Gastric tube/G-
tube, Nasogastric Tube/NGT) atau duodenum, atau jejunum. Dapat secara manual
maupun dengan bantuan pompa mesin. Dosis nutrisi enteral biasanya berkisar
antara 14-18 kkal/kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang hendak dicapai.
3. Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada
pasien malnutrisi, >7-9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi.
1. Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7
hari.
2. Obstruksi usus.
6. Instabilitas hemodinamik.
7. Ileus paralitik.
6. Beberapa zat gizi tidak dapat diberikan parenteral, seperti: glutamin, arginin,
nukleotida, serat (dan asam lemak rantai pendek yang dihasilkannya melalui
proses degradasi usus), dan mungkin juga peptida.
Pada nutrisi enteral, hindari kalori yang berlebihan, makanan yang hanya
tinggal diserap (predigested food) dan overfeeding. Selain itu berikan makanan
yang mengandung serat dan banyak vitamin. Tidak ada bukti yang menyokong
bahwa pemberian nutrisi enteral hendaknya dimulai dari jumlah kecil, kecuali
pada pasien yang telah kelaparan dalam waktu lama, karena risiko sindrom
refeeding. Secara umum, pemberian nutrisi enteral harus cukup sejak awal. Diare
dapat timbul pada pemberian makanan yang berlebihan, selain karena terapi
antibiotika multipel, berkepanjangan dan tidak sesuai. Diare bukan indikasi untuk
menghentikan nutrisi enteral dan sering akan hilang jika pemberian nutrisi enteral
diteruskan.
Anggapan bahwa pada pankreatitis akut tidak boleh diberi nutrisi enteral
untuk mengistirahatkan pankreas juga akhir-akhir ini dianggap tidak benar,
bahkan pasien akan lebih baik jika diberi nutrisi secara enteral. Kekurangan nutrisi
enteral selama sakit kritis juga berhubungan dengan penurunan besar dalam
konsentrasi lipid bilier yang akan berangsur-angsur menjadi normal kembali
setelah nutrisi enteral selama 5 hari. Kemungkinan hilangnya stimulasi enteral
pada pasien ICU menyebabka n metabolism lipid pada hati terganggu.
Jalur nutrisi enteral merupakan pilihan pertama bagi setiap penderita yang
memungkinkan penggunaan jalur ini, namun bila dijumpai kontraindikasi, barulah
dipertimbangkan penggunaan jalur parenteral. Nutrisi parenteral adalah suatu
bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa
melalui saluran pencernakan. Nutrisi parenteral diberikan apabila usus tidak
dipakai karena suatu hal misalnya: malformasi congenital intestinal, enterokolitis
nekrotikans, dan distress respirasi berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan
47
apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk
pemeliharaan dan pertumbuhan.
3. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status
pre operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.
Indikasi jalu vena sentral pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral:
d. Akses vena sentral telah tersedia. Misalnya pada pasien sakit berat yang
dirawat di ICU dengan monitorin tekanan vena sentral.
c. Secara teknis, kanulasi pada vena sentral diperkirakan sulit atau berbahaya.
Tempat kanulasi vena sentral yang paling sering adalah pada vena subklavia. Ada 2
metode utama dalam mengakses vena ini yaitu melalui:
a. Infraklavikula
b. Supraklavikula
c. Penderita yang telah memakai akses vena sentral untuk tujuan lain dimana
nutrisi parenteral dapat menggunakan kateter yang telah ada
47
d. Akses vena perifer tidak dapat dilakukan
c. Mengurangi biaya
Keterbatasan PPN yang sering adalah akses vena perifer yang inadekuat,
khususnya penderita yang sakit serius dan kasus darurat bedah. Namun suatu
penelitian dijumpai 56% pasien yang diberikan PPN dapat menyelesaikan TPN
hingga sembuh. Hal ini membuktikan bahwa PPN harus dipertimbangkan pada
pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral. Lagipula akses vena perifer dapat
dilakukan melalui venous cut down. Pada praktek klinis, pemberian makanan
enteral dini dimulai dalam 24 hingga 48 jam setelah trauma. Moore, dkk
mengamati adanya penurunan pada komplikasi klinis pasien dengan cedera
abdomen yang menerima makanan melalui NGT dibandingkan grup kontrol yang
menerima Total Parenteral Nutrition yang dimulai pada hari ke-6 setelah operasi.
Peneliti yang lain juga mengkonfirmasikan hasil yang sama yang mendukung
keuntungan pemberian nutrisi secara dini.
47
BAB III
FORMAT PENGKAJIAN & LITERATURE REVIEW
(misal: DM, gangguan fungsi tiroid, infeksi kronis, dan atau lain-lain)
Sebutkan: . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Interpretasi:
47
47
2. Form SGA (Subjective Global Assesment)
RIWAYAT MEDIS
Berat Badan (BB)
- BB biasa ........ kg Tidak tahu TB = ....... cm
- BB awal masuk
........ kg Tidak tahu (jika tidak
RS/saat ini (bila
tahu, ukur TB
ada data dikutip,
(selagi pasien
bila tidak ada
tidak tirah
pasien ditimbang)
baring))
Kehilangan BB selama 6 ( ) tidak ada
bulan terakhir ( ) ada perubahan, bertambah/menurun 5%
BB biasanya/BB awal ( ) ada penurunan BB 5-10%
masuk RS ( ) ada penurunan >10%
( ) tidak tahu
Perubahan BB selama 2 ( ) tidak ada
minggu terakhir ( ) tidak ada, tapi BB dibawah normal
Bila pasien tidak yakin, ( ) ada kenaikan, tapi BB belum normal
tanyakan: ( ) BB menurun
a. Perubahan pada
ukuran ikat
pinggang
b. Perubahan pada
47
ukuran pakaian
c. Asumsi teman
“terlihat lebih
kurus”
Asupan Makanan ( ) asupan cukup dan tidak ada perubahan,
sedikit ada keluhan namun dalam waktu yang
Perubahan dalam jumlah singkat
asupan akhir-akhir ini ( ) asupan menurun daripada sebelum sakit
dibandingkan dengan tapi masih dalam tahap ringan
DESKRIPSI JAWABAN SKOR
kebiasaan ( ) asupan rendah, tapu ada peningkatan
Kapasitas Fungsional ( ) aktivitas normal, tidak ada kelainan,
( ) asupan sangat tidak cukup dan menurun,
kekuatan/stamina tetap stabil
tahap ini lebih berat dari sebelumnya
Deskripsi keadaan
Lamanya fungsional
perubahan ( ) <2(minggu,
) aktivitas ringan, mengalami
sedikit/tanpa perubahan hanya
tubuh makanan
asupan ( ) >2sedikit penurunan
minggu, perubahan(tahap ringan)
ringan-sedang
( ) tidak( bisa
) tanpa
makan,aktivitas/hanya
perubahan drastisberbaring
Gejala Gastrointestinal Frekuensiditempat Lama
tidur, penurunan
1) Anoreksia ( ) tidak pernah ( ) >2 minggu
kekuatan/stamina (tahap buruk)
Penyakit dan Hubungan dengan hari
( ) tiap ( ) <2 minggu
Name :
Date :
Medical History A B C
DIETARY INTAKE
No change; adequate *
No change; inadequate *
GASTROINTESTINAL SYMPTOMS
Frequency (never, daily, no. of times/week) Duration (<2/>2wk)
Nausea .................................. ..................................
Vomiting .................................. ..................................
Diarrhoea .................................. ..................................
Anorexia .................................. ..................................
*
None; intermittent
Some (daily >2 week) *
All (daily >2 week) *
FUNCTIONAL CAPACITY
No dysfunction Duration of change ............................. *
Difficulty with ambulation/normal activities *
Bed/chair-ridden *
SGA RATING
A : Well- nourished B : Mildly/moderately malnuurished C : Several malnourished
Normal Some progressive nutrional loss
Evidence of wasting
and progressive
symptoms
CONTRIBUTING FACTOR
CACHEXIA – (fat adn muscle wasting due to SARCOPENIA – (reduced muscle mass and
disease and inflammation) strength)
Physical Examination A B C
SUBCUTANEOUS FAT
Under the eyes Slightly bulging Hollowed look,
47
area depression, dark
circles
Triceps Large space Very little space
between fingers between fingers, or
fingers touch
Biceps Large space Very little space
between fingers between fingers, or
fingers touch
MUSCLE WASTING
Temple Well-defined Slight depression Hollowing,
muscle/flat depression
Clavicle Not visible in Some protrusion; Protruding/promin
Males; may be may not be all the ent bone
visible but not way along
prominent in
females
Shoulder Rounded No square look; Square look; bones
acromion process prominent
may protrude
slightly
Scapula/ribs Bones not Mild depressions Bones prominent;
prominent; no or bone may show significant
significant slightly; not all depressions
depressions areas
Quadriceps Well rounded; no Mild depression Depression; thin
depressions
Calf Well developed Thin; no muscle
definition
Knee Bones not Bones prominent
prominent
Interosseous musle between Musle protrudes; Flat or depressed
thumb and forefinger could be flat in rea
females
47
OEDEMA (related to No sign Mild to moderate Severe
malnutrition)
C - Severely malnourished severe deficit in food/nutrient intake; > 10% weight loss
which is ongoing; significant symptoms affecting food/ nutrient intake;severe functional
deficit OR *recent significant deterioration obvious signs of fat and/or muscle loss.
47
3.2 Literature review
47
juga melakukan PAGT inap yang berisiko tinggi
Population: dengan cakupan pasien malnutrisi. Sedangkan
Pasien baru yang yang berisiko tinggi untuk pasien beresiko
menjalani rawat inap malnutrisi sedang tidak dapat
sebanyak 143 orang diketahui karena metode
dengan kriteria dan skrinning SGA tidak
pasien tersebut yang dapat mengidentifikasi
menjalani rawat inap risiko sedang. Setelah
harus dilakukan skrining dilakukan uji coba selama
dalam 1x24 jam. 2 minggu penerapan
metode skrining MST,
SGA, dan PAGT di RSI
Unisma Malang, terjadi
peningkatan cakupan
jumlah pasien yang
terskrining sebesar 34,4%
dan cakupan jumlah
pasien yang dilakukan
PAGT sebesar 100% dari
47
pasien yang beresiko
tinggi malnutrisi
Pembahasan:
Berdasarkan hasil penelitian ini, menggunakan skrinning gizi yang dinilai lebih cepat, sederhana efisien, mampu dilakukan, murah,
tidak beresiko kepada individu yang diskrining, valid dan reliabel serta dapat dilaksanakan petugas kesehatan ruangan dan penetapan diit
47
oleh dokter. Metode skrinning MST menunjukkan hasil peningkatan tinggi pasien yang terskrinning (2-3 kali), lalu peneliti melakukan
form PAGT mendapatkan hasil sebanyak 50% pasien menderita malnutrisi tinggi, berdasarkan skrinning SGA tidak dapat diketahui
hasilnya. Berdasarkan Journal of Clinical Nursing Tahun 2011, alat skrining gizi yang cepat, mudah dan cocok digunakan sesuai dengan
kondisi pasien yang dirawat di rumah sakit adalah MST (Malnutrition Screening Tools) dibandingkan dengan alat skrining lain seperti
MUST, NRS 2002, MNA, SNAQ, STAMP, PNI dan SGA. Kelebihan dari alat skrining MST adalah lebih efisien (waktu 30 detik),
pertanyaan lebih sederhana, nilai sensitivitas dan spesifisitas 93-95%, nilai keandalan 90-97%, tidak tergantung pada nilai antropometri dan
laboratorium. American Dietetic Association (ADA), menyatakan bahwa P AGT merupakan suatu metode pemecahan masalah yang
sistematis dalam membuat keputusan untuk menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan gizi sehingga dapat memberikan asuhan
yang aman, efektif dan berkualitas tinggi.
Judul: Problem: Pasien yang Pada penelitian ini SGA mempunyai reproduksibilitas Terdapat perbedaan
Perbandingan dirawat di rumah sakit, dilakukan pemantauan yang tinggi 91%. Informasi yang akurasi dan kepekaan
47
Penilaian Status diperkirakan 3-50% nutrisi pada dibutuhkan terkait SGA antara MST dan SGA
Nutrisi mengalami gizi kurang, sebahagian pasien dikumpulkan langsung dari pasien, dalam menilai status
Menggunakan nutrisi yang tidak adekuat yang dirawat di ICU atau jika tidak nutrisi pasien di
MST merupakan faktor risiko RSUD Achmad memungkinkan dapat menyertakan ruang ICU Rumah
(Malnutrition independen untuk terjadinya Mochtar, bertujuan anggota keluarga. Sakit Ahcmad Mochtar
Screening Tool) luka tekan. Gangguan untuk menganalisis Bukittinggi dengan
Dan SGA nutrisi dapat dicegah atau perbedaan akurasi MST terdiri atas 2 (dua) Nilai P Value =0,0036
(Subjective diminimalkan dengan MST dan SGA dalam pertanyaan yang bertujuan untuk yang berarti terdapat
Global melakukan pemantauan menilai status nutrisi menilai kehilangan berat badan pebedaan yang
Assessment) terhadap status nutrisi serta perbedaan dan perubahan asupan makanan bermakna.
Dalam Menilai pasien menggunakan MST kepekaan MST dan baru-baru ini, kemudian nilainya
Status Nutrisi dan SGA. Penilaian status SGA sebagai akan di jumlah dan
Terhadap nutrisi harus dilakukan indikator kejadian diklasifikasikan, bila nilainya > 2
Kejadian Luka secara luka tekan pada maka pasien dikatakan risiko
Tekan Pada rutin di rumah sakit, pasien. malnutrisi.
Pasien Di Ruang termasuk di ICU.
Intensive Care
Unit (ICU) Population: Sampel pada
RSUD Achmad penelitian ini adalah
47
Mochtar. sebahagian pasien yang
dirawat di ruang ICU
Peneliti: Rumah Sakit Achmad
Fauzi Ashra dan Mochtar Bukittinggi yang
Rina memenuhi kriteria
sampel.
Tahun:
2017
Pembahasan :
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui kejadian luka tekan pada pasien di ruang ICU Rumah Sakit Ahcmad Mochtar Bukittinggi
terdapat 10,5% pasien yang mengalami kejadian luka tekan dan terdapat perbedaan akurasi dan Kepekaan MST dan SGA dalam menilai
47
status nutrisi pasien di ruang ICU Rumah Sakit Ahcmad Mochtar Bukittinggi dengan Nilai P Value =0,0036 yang berarti terdapat pebedaan
yang bermakna. Menurut Langemo, 2012 malnutrisi telah terbukti mempunyai hubungan yang kuat dengan resiko perkembangan luka
karena dampak negatifnya terhadap penyembuhan luka. Luka tekan dan malnutrisi merupakan kombinasi yang membahayakan untuk
pasien dan sistem perawatan kesehatan. Brito et al., (2012) melakukan penelitian tentang hubungan status nutrisi menggunakan SGA
dengan kejadian luka tekan. Hasilnya dari 473 pasien, 16,9% pasien mengalami luka tekan dan untuk status nutrisi berdasarkan SGA;
47,4% nutrisi baik, 30,3% resiko atau malnutrisi sedang dan 22,4% malnutrisi berat. Sedangkan untuk hubungan antara malnutrisi dan luka
tekan didapatkan hasil bahwa malnutrisi 10 x meningkatkan resiko luka tekan dengan OR 10,46%. Status nutrisi dikelompokkan menjadi
status nutrisi baik (SGA A), malnutrisi ringan/sedang dengan kriteria kehilangan BB 5-10%, penurunan intake dalam 1 minggu sebelumnya
dan kehilangan jaringan subkutan (SGA B) dan malnutrisi berat dengan kriteria kehilangan BB > 10%, kehilangan yang berat pada massa
otot dan jaringan subkutan, atau adanya edema (SGA C) (Barker et al., 2011; Moriana et al.,2014). Hasil Penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya dimana, SGA mempunyai reproduksibilitas yang tinggi 91%. Informasi yang dibutuhkan terkait SGA dikumpulkan
langsung dari pasien, atau jika tidak memungkinkan dapat menyertakan anggota
keluarga. SGA menjadi alat yang paling umum digunakan pada pasien rawat inap di berbagai situasi klinis (Fontes et al., 2012).
47
Assessment) Dalam Menilai Status Nutrisi menggunakan MST dan SGA. diberikan kepada sampel penelitian
Terhadap Kejadian Luka Tekan Pada Pasien tidak dijelaskan secara rinci,
Di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD sehingga membuat pemabaca sulit
Achmad Mochtar. memahami metode penelitian.
- Tidak dijelaskan secara rinci hasil
penelitian yang didukung oleh
pembahasan dari penelitian-
penelitian sebelumnya.
- Tidak menjelaksan intervensi yang
dilakukan serta mencantumkan alat
yang dibutuhkan dalam penelitian.
47
Tuberkulosis memperburuk hasil pasien dewasa yang dengan menggunakan metode dan valid untuk
Paru di Rumah pengobatan. menjalani perawatan MST didapatkan bahwa sebagain mengidentifikasi pasien
Sakit Cipto Populasi: Pasien rawat inap akut dirumah sakit. besar subject dipenelitian ini dengan resiko
Mangunkusumo, dengan Tuberkulosis Paru di Metode tersebut memiliki skor MST >2 yang malnutrisi. Selain itu
Jakarta Rumah Sakit Cipto dinamakan berarti sebagian besar pasien keunggulan MST
Peneliti: Mangunkusumo Jakarta Malnutrition tuberkulosis paru memiliki resiko adalah cara
Irwin Tedja , Ari dalam kurun waktu Januari Screening Tool (MST) malnutrisi. pengisiannya yang
F Syam , dan 2011 sampai dengan dan Subjective Global sederhana dan cepat
Cleopas M September 2013 dengan Assessment (SGA). sehingga dapat
Rumende kriteria pasien berusia >18 dilakukan juga oleh
Tahun: tahun. perawat, ahli gizi, staf
2014 administrasi atau
bahkan pasien sendiri.
47
Pembahasan:
Dari Jurnal Status Nutrisi Pasien Rawat Inap Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan subject penelitian
pasien Rawat Inap dengan Tuberkulosis paru dalam kurun waktu Januari 2011 sampai September 2013 dengan usia >18 tahun. Dari hasil
skrining menggunakan metode Malnutrition Screening Tool (MST) yang terdiri dari dua pertanyaan berkaitan dengan penurunan berat
badan dan penurunan nafsu makan. Skor MT dapat berkisar 0 samapi 5. MST memiliki realibitas yang tinggi dengan tingkat kesesuaian
antar pengguna berkisar 93-97%. MST merupakan metode skrining nutrisi yang sederhana, cepat dan valid untuk mengidentifikasi pasien
dengan resiko malnutrisi. Selain itu keunggulan MST adalah cara pengisiannya yang sederhana dan cepat sehingga dapat dilakukan juga
oleh perawat, ahli gizi, staf administrasi atau bahkan pasien sendiri. Dari hasil skrining didapatkan bahwa sebagian besar pasien
tuberkulosis paru yang menjalani rawat inap di RSCM memiliki resiko malnutrisi.
47
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ruang perawatan intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit
perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien kritis. Pada pasien
kritis sering terjadi gangguan nutrisi sehubungan dengan meningkatnya
metabolisme dan katabolisme.
4.2 Saran
47