Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5
tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal
karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat
global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare
membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut
Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar
pada balita.
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari
tiga kali sehari. Dimana pada dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian paling
umum kematian balita, membunuh lebih dari 1,5 Juta orang pertahun. Diare
kondisinya dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (Fructose, Lactose),
penyakit dan makana atau kelebihan Vitamin C dan biasanya disertai sakit perut
dan seringkali enek dan muntah. Dimana menurut WHO (1980) diare terbagi dua
berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian Kesehatan,
tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare mencapai 31,4
persen. Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen. Bayi meninggal
karena kekurangan cairan tubuh. Diare masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka
morbiditas masih cukup tinggi. Kematian akibat penyakit diare di Indonesia juga
terukur lebih tinggi dari pneumonia (radang paru akut) yang selama ini
didengungkan sebagai penyebab tipikal kematian bayi.
Diare seringkali dianggap penyakit yang biasa dan sering dianggap sepele
penanganannya. Pada kenyataanya diare dapat menyebabkan gangguan sistem
ataupun komplikasi yang sangat membahayakan bagi penderita. Beberapa di
antaranya adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, shock
hipovolemia, gangguan berbagai organ tubuh, dan bila tidak tertangani dengan
baik dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian menjadi penting bagi

1
perawat untuk mengetahui lebih lanjut tentang diare, dampak negative yang
ditibulkan, serta upaya penanganan dan pencegahan komplikasinya.
Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan
mortalitas pada anak usia kurang dari dua tahun di seluruh dunia terutama
dinegara-negara berkembang, jumlah nya mendekati satu dalam lima orang,
inimenyebabkan kematian pada anak-anak melebihi AIDS dan malaria. Hampir
satu triliun dan 2,5 milyar kematian karena diare dalam dua tahun pertama
kehidupan. Diare juga menyebabkan 17% kematian anak balita di dunia.Tercatat
1,8 milyar orang meninggal setiap tahun karena penyakit diare (termasuk kolera),
banyak yang mendapat komplikasi seperti malnutrisi, retardasi pertumbuhan, dan
kelainanimun (World Health Organization [WHO], 2009).
Angka prevalensi diare di Indonesiamasih berfluktuasi.Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi diare klinis adalah 9,0%
(rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di D.I.
Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9%
(NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten,Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Sedangkan menurut dataRiskesdas
pada tahun 2013 angka prevalensi mengalami penurunan sebesar(3,5%) untuk
semua kelompok umur.
Bila dilihat per kelompok umur insiden diare tertinggi tercatat pada anak
umur <1 tahun yaitu 5,5%.Sedangkan pada umur 1-4 tahun angka insiden diare
tercatat sebanyak 5.1% (Riskesdas, 2013). Sejalan dengan hasil survei morbiditas
diare pada tahun 2010 (Kementerian Kesehatan [Menkes], Survei morbiditas diare
tahun 2010) angka morbiditas menurut kelompok umur terbesar adalah 611 bulan
yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok
umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok
umur 54-59 bulan yaitu 2,06%. Kontrol penyakit diare sendiri telah lama diupayak
an oleh pemerintah Indonesia untuk penekanan angka kejadian diare. Upaya-upaya
yang dilakukan oleh pemerintah seperti adanya programprogram penyediaan air
bersih dan sanitasi total berbasis masyarakat.Adanya promosi pemberian ASI
ekslusif sampai enam bulan, termasuk pendidikan kesehatan spesifik dengan
tujuan bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menurunkan kematian
yang disebabkan oleh penyakit diare (Departemen Kesehatan (Depkes,2013).
2
1.2 RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Diare ?
2. Bagaimana Epidemiologi dari penyakit Diare ?
3. Bagaimana patofisiologis dari penyakit Diare ?
4. Apa saja klasifikasi dari penyakit Diare ?
5. Bagaimana etiologi dari penyakit Diare ?
6. Bagaimana cara penularan serta apa saja faktor resiko dari penyakit Diare ?
7. Apa saja gejala – gejala yang ditimbulkan dari penyakit Diare ?
8. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit Diare ?
9. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Diare ?
10. Apa saja pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit Diare?
11. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Diare ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan tentang pengertian Diare
2. Mengetahui Epidemiologi dari penyakit Diare
3. Mengetahui patofisiologis dari penyakit Diare
4. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Diare
5. Menjelaskan tentang etiologi dari penyakit Diare
6. Menjelaskan tentang cara penularan serta faktor resiko dari penyakit Diare
7. Mengetahui gejala – gejala yang ditimbulkan dari penyakit Diare
8. Mengetahui cara mendiagnosis penyakit Diare
9. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Diare
10. Mengetahui pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit Diare
11. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Diare

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk memberikan informasi berupa pengetahuan kepada pembaca dan
masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyakit Diare
2. Untuk memberikan informasi tentang penanganan dan pencegahan penyakit
Diare secara farmakologis maupun non farmakologis.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diare


Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011).
Diare dapat disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal
dalam usus. Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita
diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di
negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare
dapat melibatkan lambung dan usus (Gastroenteritis), usus halus (Enteritis), kolon
(Kolitis) atau kolon dan usus (Enterokolitis) (Wong, 2008).
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi
cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Ingat, dua
kriteria penting harus ada yaitu BAB cair dan sering, jadi misalnya buang air besar
sehari tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga apabila
buang air besar dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu
bukan diare. Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran
mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntahmuntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009).
Hidayat (2008) menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak
Iebih dan 3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dan satu minggu. Diare merupakan
suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya.
Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan frekuensi dengan
atau tanpa lendir darah.

2.2 Epidemiologi dari Diare


Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada
4
ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data
menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat
pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit (Hendarwanto, 1996).
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar
200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi
setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus
diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (Rani, 2002)
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode
diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada
penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di
Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan
Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella
dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri,
Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien
diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,
berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk
penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi
(Thielman, 2004).

2.3 Patofisiologi Penyakit Diare


Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di
antaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme
(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus meneyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga
sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan
absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga
usus sehingga terjadilah diare. Ketiga faktor makanan, ini terjadi apabila toksin

5
yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat
mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare
(Hidayat, 2006:12)

Diare merefleksikan peningkatan kandungan air dalam feses akibat gangguan


absorpsi dan atau sekresi aktif air usus.6 Secara patofisiologi, diare akut dapat
dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi

Inflamasi Noninflamasi
Mekanisme Invasi mukosa atau Enterotoksin atau
cytotoxin mediated berkurangnya kapasitas
inflammatory response absorpsi usus kecil
Lokasi Kolon, usus kecil bagian Usus kecil bagian
distal proksimal
Diagnosis Terdapat leukosit feses, Tidak ada leukosit feses,
kadar laktoferin feses kadar laktoferin feses
tinggi rendah
Penyebab
Bakteri Campylobacter* Shigella Salmonella* Escherichia
species Clostridium coli** Clostridium
difficile Yersinia Vibrio perfringens
parahaemolyticus Staphylococcus aureus
Enteroinvasive E.coli Aeromonas hydrophilia
Plesiomonas shigelloides Bacillus cereus Vibrio
cholerae
Cytomegalovirus* Rotavirus Norwalk
Virus Adenovirus Herpes
simplex virus
Entamoeba histolytica Cryptosporidium*
Parasit Microsporidium*
Isospora Cyclospora
Giardia lamblia
Usus kecil berfungsi sebagai organ untuk mensekresi cairan dan enzim, serta
mengabsorpsi nutriens. Gangguan kedua proses tersebut akibat infeksi akan
menimbulkan diare berair (watery diarrhea) dengan volume yang besar, disertai
kram perut, rasa kembung, banyak gas, dan penurunan berat badan.6 Demam
jarang terjadi serta pada feses tidak dijumpai adanya darah samar maupun sel
radang.6 Usus besar berfungsi sebagai organ penyimpanan. Diare akibat gangguan
6
pada usus besar frekuensinya lebih sering, lebih teratur, dengan volume yang kecil,
dan sering disertai pergerakan usus yang nyeri. Demam dan feses berdarah/mucoid
juga sering terjadi. Eritrosit dan sel radang selalu ditemukan pada pemeriksaan
feses (Medicinus Probiotics vol 22. N0 3, 2009)

2.4 Klasifikasi Diare


a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari ( umumnya kurang
dari 7 hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2 minggu sebelum datang
berobat. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Diare kronik, yaitu diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung > 2 minggu
sebelum dating berobat atau sifatnya berulang.
c. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi
komplikasi pada mukosa.
d. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
Terdapat beberapa pembagian diare ( Juffrie,2011) :
1. Pembagian diare menurut etiologi
a. Diare Spesifik
Diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasit. Contoh:
disentri.
b. Diare Non Spesifik
Diare yang disebabkan oleh malabsorbsi makanan, rangsangan oleh zat
makanan, gangguan saraf.
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

7
2.5 Etiologi Diare
Mekanisme diare (Juffrie, 2011) Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu
gangguan pada proses absorpsi atau sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi
dari satu atau beberapa mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut
mekanisme diare maka dikenal: diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume
cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare
dapat terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau
sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi
akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare juga dapat
dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi. Komplikasi
kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian
kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan
yang diberikan.
Tabel 2.1 Penyebab Diare Akut dan Kronik pada Bayi, Anak-anak dan Remaja
(Sodikin, 2011).
Jenis Diare Bayi Anak-anak Remaja
Akut • Gastroenteritis • Gastroenteritis
• Gastroenteritis • Keracunan • Keracunan
• Infeksi sistemik makanan makanan akibat
akibat pemakaian • Infeksi sistemik pemakaian
antibiotik akibat antibiotik
pemakaian
antibiotik

Kronik • Pascainfeksi • Pascainfeksi • Penyakit radang


Defisiensi • Defisiensi usus
disakaridase disakaridase • Intoleransi
sekunder sekunder laktosa
• Intoleransi protein • Sindrom • Giardiasis
susu iritabilitas kolon • Penyalahgunaan
• Sindrom iritabilitas • Penyakit seliak laksatif
colon • Intoleransi (anoreksia
• Fibrosis kistik laktosa nervosa)
• Penyakit seliakus • Giardiasis
• Sindrom usus
pendek buatan

Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada


anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak-anak umur 6 bulan–
2 tahun (Suharyono, 2008). Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar

8
perawatan rumah sakit karena diare berat pada anak-anak kecil dan merupakan
infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Salmonella,
Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri patogen yang paling sering
diisolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut (Wong dkk., 2009).
Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus ini
lebih banyak kasus pada orang dewasa dibandingkan anak-anak (Suharyono,
2008). Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskankan lewat jalur
fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia
dengan kontak yang erat (Wong dkk., 2009).

2.6 Cara Penularan dan Faktor Resiko


Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada umumnya
melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang
yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F =
finger, files, fluid, field). Juffrie dan Mulyani (2011). Faktor resiko yang dapat
meningkatan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air
bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan
lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang
tidak higenis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut beberapa
faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare
antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor
genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
9
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan
imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa
hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa
yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain. Escheria coli dapat menyebabkan bakteremia dan
infeksi sistemik pada neonatus. Meskipun Escheria coli sering ditemukan pada
lingkungan ibu dan bayi, belum pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber
infeksi Escheria coli (Alan & Mulya, 2013).
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim
dingin. Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan oleh
retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.

2.7 Gejala Klinis dari Penyakit Diare


Bila penyebab diare akibat menelan makanan yang mengandung racun dari
kuma n, akan terdapat gejala lain berupa mual hingga muntah. Pada kasus
keracunan makanan, biasanya gejala diare seperti muntah akan terlihat lebih
dominan dibandingkan diarenya sendiri. Demam juga mungkin menyertai diare
yang diakibatkan oleh infeksi. Selain itu, adanya perlukaan di mukosa usus akan
menyebabkan adanya darah maupun lendir pada tinja sehingga diperlukan
pencegahan diare untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi diare.

10
Nyeri perut hingga kram perut dapat terjadi pada diare yang terjadi akibat
percepatan gerakan usus maupun yang melukai mukosa usus.
Selain tanda dan gejala diare, yang penting untuk diperhatikan bila anda
mengalami diare adalah untuk mengenali tanda – tanda kekurangan cairan yang
merupakan salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi. Pada usia
dewasa, gejala kekurangan cairan yang dapat diamati adalah:
a. Feses berwarna gelap yang mengindikasi adanya darah pada feses
b. Kurang tidur
c. Penurunan berat badan
d. Badan lemah
e. Feses lembek dan cair serta lebih dari 3 kali dalam 24 jam
f. Sakit perut dan kram perut
g. Mual dan muntah
h. Sakit kepala
i. Kehilangan nafsu makan
j. Demam
k. Dehidrasi
l. Darah pada feses
m. Feses yang dihasilkan banyak
Pada anak, karena komposisi cairan pada tubuhnya sangat tinggi, bila terjadi
kekurangan cairan akan tampak cekung di daerah sekitar mata maupun ubun –
ubun. Selain itu bila dilakukan cubitan kulit di daerah perut, kulit tidak akan segera
kembali seperti semula atau menjadi peyot seperti kulit orang lanjut usia. Anak
yang tampak rewel, minum dengan sangat lahap, menangis namun tidak keluar air
mata, atau tidak kencing selama > 3 jam juga merupakan tanda kekurangan cairan.
Bila anak sampai tidak sadar atau nampak sesak dan sulit bernapas, kekurangan
cairan yang terjadi mungkin sudah berat.
Diare adalah penyakit serius jika terjadi pada bayi dan anak Anda. Diare dapat
menyebabkan dehidrasi serius dan mengakibatkan kondisi yang membahayakan
nyawa pada waktu yang singkat. Anda perlu menghubungi dokter jika Anda
melihat gejala-gejala ini pada anak Anda:
a. Produksi urin menurun
b. Mulut kering

11
c. Kelelahan
d. Sakit kepala
e. Kulit kering
f. Mengantuk
g. Gelisah dan rewel

2.8 Diagnosis Penyakit Diare


1) Pemeriksaan Umum
Untuk mengetahui apakah seorang pasien terkena diare dan faktor apa
saja yang menyebabkannya, pertama-tama dokter akan mengajukan beberapa
pertanyaan pada pasien, misalnya seberapa sering pasien mengalami diare,
seperti apa tekstur kotoran yang dikeluarkan, apakah diare disertai gejala
demam, apakah pasien suka makan di sembarang tempat, dan apakah pasien
pernah melakukan kontak dengan penderita diare.
Selain itu, dokter juga mungkin akan menanyakan apakah pasien sedang
mengonsumsi suatu obat (bisa jadi diarenya akibat efek samping obat), berapa
banyak kopi atau minuman beralkohol yang dia konsumsi, atau apakah baru-
baru ini pasien sering gelisah dan mengalami stres.

2) Pemeriksaan lebih lanjut


Pemeriksaan lebih lanjut bisa saja dilakukan apabila jawaban yang
diberikan pasien belum cukup membantu dokter dalam menarik kesimpulan.
Beberapa jenis metode pemeriksaan untuk kasus diare di antaranya adalah tes
darah, analisis sampel tinja, dan pemeriksaan rektum. Pemeriksaan darah
biasanya disarankan oleh dokter jika diare diduga terjadi akibat penyakit
tertentu, seperti penyakit inflamasi usus. Sedangkan langkah analisis sampel
tinja dilakukan jika dokter mencurigai diare disebabkan oleh bakteri atau
parasit, atau jika pasien:
a. Memiliki gejala lain, seperti adanya darah atau nanah pada tinja.
b. Mengalami diare berkepanjangan selama lebih lebih dari seminggu.
12
c. Memiliki gejala yang berdampak kepada seluruh tubuh Anda, seperti
demam dan dehidrasi.
d. Baru saja dirawat di rumah sakit atau mengonsumsi antibiotik.
e. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena Anda
mengidap HIV.
Jika pasien berusia di atas 50 tahun atau jika penyebab diare tidak
diketahui, dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk menjalani
pemeriksaan colok dubur. Melalui pemeriksaan ini, dokter akan meneliti
apakah diare disebabkan oleh adanya masalah atau kelainan di dalam lubang
dubur atau saluran usus besar. Pemeriksaan colok dubur dilakukan dokter
dengan cara memasukkan jari yang telah dilindungi sarung tangan ke dalam
lubang dubur.
Jika penyebab diare masih juga belum bisa diketahui, pemeriksaan
seperti kolonoskopi atau sigmoidoskopi mungkin akan dilakukan.
Pemeriksaan ini biasanya jarang ada di klinik-klinik praktik dokter dan harus
dilakukan di rumah sakit. Dalam pemeriksaan kolonoskopi, dokter akan
memasukkan sebuah pipa fleksibel khusus yang disebut kolonoskop guna
memeriksa kondisi seluruh usus Anda. Sedangkan dalam sigmoidoskopi,
pemeriksaan usus dilakukan dengan memasukkan alat yang disebut
sigmoidoskop dari dubur. Alat ini hampir serupa dengan kolonoskop, namun
ukurannya lebih kecil dan dilengkapi dengan kamera serta lampu pada
ujungnya.

2.9 Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan
cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik.
Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan
asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis,
syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimaltidak
tercapai.
13
Komplikasi paling penting walaupun jarang diantaranya yaitu: hipernatremia,
hiponatremia, demam, edema/overhidrasi, asidosis, hipokalemia, ileus paralitikus,
kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi glukosa, muntah, gagal ginjal.

2.10 Pengobatan Penyakit Diare

1. Farmakologi
A. Obat pengubah konsistensi tinja
1. Golongan Absorbensia
Mekanisme kerja : digunakan sebagai terapi simptomatik pada diare. Obat
golongan adsorben memiliki kemampuan mengikat dan menginaktivasi
toksin bakteri, mengabrobsi nutrien, toksin racun dan penyebab diare.
Penggunaan obat adsorbem harus dipisahkan dengan obat oral lainnya
selama 2-3 jam.
a. Polycarbophil
Nama obat Polycarbophil

Mekanisme aksi Mengembalikan tingkat kelembaban yang lebih


normal dan menyediakan sebagian besar di saluran
usus pasien ( DIH )

Indikasi Pengobatan sembelit atau diare (DIH )


Kontraindikasi Hipersensitivitas; Sakit perut; Mual atau muntah
(terutama bila dikaitkan dengan demam atau tanda-
tanda perut akut lainnya) (davisplus)

14
Dosis PO (Dewasa): 1 g 1 - 4 kali sehari atau sesuai
kebutuhan (tidak lebih dari 6 g / 24 jam); untuk
parah diare, bisa diulang q 30 menit
PO (Anak-anak 6- 12 tahun) : 500 mg 1 - 3 kali
sehari atau sesuai kebutuhan (tidak melebihi 3 g /24
jam); untuk diare berat, bisa diulang q 30 menit.
PO (Anak-anak 2-6 tahun) : 500 mg 1 - 2 kali
sehari atau sesuai kebutuhan (tidak melebihi 1,5 g
/24 jam); untuk diare berat, bisa diulang q 30 menit.
(davisplus)

Efek samiping Perut kembung ( DIH)


Perhatian Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang
mengalami kesulitan menelan.
Kembung dan perut kembung mungkin menjadi
masalah saat digunakan jangka pendek.
Gunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat
impaksi / obstruksi usus. (DIH)

b. Attapulgite
Nama obat Attapulgite

Mekanisme aksi Secara tidak selektif menyerap cairan interstisial


berlebih, sehingga mengurangi keenceran pada
tinja ( DIH )

Indikasi Pengobatan simtomatik pada diare dan kram (DIH


)
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap attapulgite atau
komponen dalam formulasi (DIH)

15
C. Obat anti sekretorik
1. Bismuth subsalisilat
Nama obat Bismuth subsalisilat

Mekanisme aksi Menghasilkan efek antisecretory dan


antimicrobial; mungkin memiliki efek
antiinflamasi.. (a to z)

Indikasi Pengobatan gangguan pencernaan tanpa


menyebabkan konstipasi, mual, kram perut;
kontrol diare, termasuk diare pengembara (a to z )

Kontraindikasi Terhadap Penyakit virus seperti cacar air atau


influenza pada pasien <18 thn.. ( a to z )

Dosis DEWASA: PO 2 Tablet (262 mg masing-masing)


atau 30 ml suspensi q 30 sampai 60 menit prn
(maksimal 8 dosis / hari). ANAK 9-12 YR:
suspensi PO 1 tablet atau 15 ml q 30 sampai 60
menit prn (maksimal 8 dosis / hari).
ANAK 6-9 YR: tablet PO atau suspensi 10 ml q
30 sampai 60 menit prn (maksimal 8 dosis / hari).
ANAK 3-6 YR: tablet PO atau suspensi 5 ml q 30
sampai 60 menit prn (maksimal 8 dosis / hari).
ANAK <3 YR: Konsultasikan dengan dokter. ( a to
z)

Efek samiping THT: Tinnitus; perubahan warna lidah. GI:


Perubahan warna pada tinja; impaksi (a to z )
Perhatian Ibu menyusui tidak boleh mengonsumsi obat ini
(ekstreksi lewat asi)( a to z ).

16
D. Golongan Antibiotik
1. Primadex (A to Z Drug Fact, 2003) co-
trimoxazole
a. Komposisi : sulfametoksazole 400mg dan trimethoprim 80mg (ISO
vol.45 hal 190)
b. Mencegah proses biosintesa bakteri pada pembentukan asam
nukleat dan protein bersifat bakteriosidal
c. Indikasi : mengobati diare traveler, bakteri Shigellosis enteritis
d. Kontraindikasi : hipersensitif sulfonamide, anak < 2 bulan,
megaloblastis anemia
e. Dosis : sulfa/trime 800/160mg tiap 12 jam selama 5 hari
f. Interaksi : siklosporin, methotrexate, fenitoin, procainamide,
sulfonylurea, warfarin
g. Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, pusing, peptic ulcer,
h. Penyimpanan : simpan pada suhu ruangan bebas cahaya matahari
langsung
i. Perhatian : pregnancy, anak<2 bulan, AIDS
j. Assessment : obat yang telah diminum, alergi obat (sulfonamida),
tindakan yang sudah dilakukan, kebutuhan minum yang sudah
diberikan
k. Education : perbanyak minum air putih, minum dengan segelas air
putih, laporkan ke dokter atau tenaga medis lain bila terjadi demam,
candidiasis, pendarahan, lindungi diri cahaya matahari bila terjadi
reaksi alergi

17
untuk menggantikan air dan elektrolit untuk komposisi tubuh normal.
Sedangkan pada pasien yang tidak mengalami deplesi volume, pemberian
cairan bertujuan untuk pemeliharaan cairan dan elektrolit. Pemberian cairan
parenteral perlu dilakukan untuk memasok air dan elektrolit jika pasien
mengalami muntah dan dehidrasi berat, selain untuk mencegah terjadinya
hipernatremia.

1. minum dan makan secara normal.

2. untuk bayi dan balita, teruskan minum ASI

3. banyak mengonsumsi garam oralit

4. banyak makan buah dan umbi-umbian, seperti pisang, apel, pear, kentang,
dll.

5. sebaiknya hindari makan makanan pedas dan asam serta makanan dan
minuman penyebab terjadinya diare tersebut.

Oral rehydration solution (ORS) atau oralit digunakan pada kasus diare
ringan sampai sedang. Rehidrasi dengan menggunakan ORS harus dilakukan
secepatnya yaitu 3-4 jam untuk menggantikan cairan serta elektrolit yang
hilang selama diare untuk mencegah adanya dehidrasi. Cara kerja dari ORS
adalah dengan menggantikan cairan serta elektrolit tubuh yang hilang karena
diare dan muntah, namun ORS tidak untukmengobati gejala diare (Berarrdi, et
al, 2009 ; Nathan, 2010).
ORS mengandung beberapa komponen yaitu Natrium dan kalium yang
berfungsi sebagai pengganti ion essensial, sitrat atau bicarbonate yang
berfungsi untuk memperbaiki keseimbangan asam basa tubuh serta glukosa
digunakan sebagai sebagai carrier pada transport ion natrium dan air untuk
melewati mukosa pada usus halus.Komposisi ORS yang direkomendasikan
oleh WHO yaitu adalah komponen natrium 75 mmol/L dan glukosa 200
mmol/L (Nathan,2010).
Dalam 1 sachet ORS serbuk harus dilarutkan dengan menggunakan
200mL air. Penting sekali untuk membuat larutan ORS sesuai dengan volume
yang direkomendasikan, sebab apabila terlalu pekat konsentrasinya, maka
18
larutan akan mengalami hiperosmolar, dan dapat menyebabkan penarikan air
pada usus halus sehingga dapat memperparah diarenya. Larutan ORS yang
telah dilarutkan tersebut sebaiknya digunakan tidak lebih dari 24 jam dan
disimpan di dalam lemari es. Dosis ORS yang direkomendasikan untuk orang
dewasa adalah 200-400 mL diminum tiap setelah buang air besar, atau 2-4 liter
selama 4-6 jam (Nathan,2010).
Cara membuat Oralit (Kementrian Kesehatan R.I, 2011) :
1. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air hingga bersih
2. Sediakan 1 gelas air minum (200 mL)
3. Pastikan oralit dalam keadaan bubuk kering
4. Masukkan 1 bungkus oralit ke dalam air minum di gelas
5. Aduk cairan oralit sampai larut
6. Larutan oralit jangan disimpan lebih dari 24 jam

Dietary management

Saat mengalami diare, umumnya pasien menahan untuk tidak makan


dikarenakan khawatir diare yang dialami akan bertambah parah. Hal tersebut
justru memperparah keadaan pasien, sebab pada saat yang sama pasien juga
mengalami malabsorbsi nutrisi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan makan tetap
seperti biasa, namun sedapat mungkin menghindari makanan berlemak dan
makanan dengan kadar gula yang tinggi karena akan dapat menimbulkan diare
osmotik, serta dihindari pula makanan pedas karena akan mengganggu saluran
cerna seperti timbul rasa mulas dan kembung pada perut. Perlu dihindari juga
minuman yang mengandung kafein, karena kafein dapat meningkatkan siklik
AMP sehingga berakibat pada peningkatan sekresi cairan ke saluran cerna, hal
ini dapat memperparah diare. Pasien dianjurkan untuk banyak minum air putih,
dan jika diperlukan dapat disertai pemberian ORS (Blenkinsopp et al., 2009;
Berarrdi, 2009).

19
2.11 Pencegahan Penyakit Diare
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :

1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa
ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau
makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya
bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini
di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil
ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara
penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada
pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang
disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula,
berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi
buruk

20
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa,
dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan
pendamping ASI, yaitu:
a. P erkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan d apat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setela h anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4 -6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian
untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam
makanannya.
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak
dengan sendok yang bersih.
d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin
dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

3 . Menggunakan Air Bersih Yang Cukup


Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui FaceOral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air
tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

21
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih
b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi
anakanak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih
dan cukup.

4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).

5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal
ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada
anakanak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
22
a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau
olehnya.
c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak


Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering
disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur
9 bulan.
8. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui
air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit
mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara
kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air
sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk
mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup
disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih
harus tetap dilaksanakan.

9. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika
seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh
karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila
tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan

23
10. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap
dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

24
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari yang dapat disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit
yang abnormal dalam usus. Diare juga didefinisikan sebagai inflamasi pada
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare,
muntahmuntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. WHO memperkirakan ada sekitar
4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun
Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat
umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi menjadi diare inflamasi dan
noninflamasi. Diare akibat gangguan pada usus besar frekuensinya lebih sering,
lebih teratur, dengan volume yang kecil, dan sering disertai pergerakan usus yang
nyeri. Demam dan feses berdarah/mucoid juga sering terjadi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu gangguan pada proses absorpsi
atau sekresi. Menurut mekanisme diare maka dikenal: diare akibat gangguan
absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas

25
absorpsi. Diare juga dapat dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan
imunologi.
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada
anak dan balita. Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi,
tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau
pengobatan yang diberikan. Komplikasi paling penting walaupun jarang
diantaranya yaitu: hipernatremia, hiponatremia, demam, edema/overhidrasi,
asidosis, hipokalemia, ileus paralitikus, kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi
glukosa, muntah, gagal ginjal.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. . Selain hal-hal tersebut beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
Bila penyebab diare akibat menelan makanan yang mengandung racun dari
kuman, akan terdapat gejala lain berupa mual hingga muntah. Pada kasus
keracunan makanan, biasanya gejala diare seperti muntah akan terlihat lebih
dominan dibandingkan diarenya sendiri. Demam juga mungkin menyertai diare
yang diakibatkan oleh infeksi. Selain itu, adanya perlukaan di mukosa usus akan
menyebabkan adanya darah maupun lendir pada tinja sehingga diperlukan
pencegahan diare untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi diare.
Nyeri perut hingga kram perut dapat terjadi pada diare yang terjadi akibat
percepatan gerakan usus maupun yang melukai mukosa usus.
Untuk pengobatan farmakologis dapat digunakan golongan obat pengubah
konsistensi tinja (polycarbophil, attapulgite, kaolin-pectin, arang aktif), anti
motilitas (Lorepamide HCl, Diphenoxylate HCl/Atropine Sulfate), obat
antisekretorik (bismuth subsalisilat), dan golongan obat lain (primadex, entrostop,
scopma).
Sedangkan untuk pengobatan secara nonfarmakologi dapat dilakukan dengan
cara pemberian oral rehidration atau memperbanyak intake cairan seperti air
mineral, sup atau jus buah, dengan tujuan untuk mengembalikan komposisi cairan
dan elektrolit tubuh yang sebelumnya mengalami dehidrasi akibat diare.
26
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian ASI dan makanan
pendamping ASI pada bayi, menggunakan air bersih yang cukup, rajin mencuci
tangan, menggunakan jamban yang baik, memberi imunisasi campak pada anak,
serta melakukan pengelolaan sampah yang baik

3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan para pembaca
dapat melengkapi makalah ini dengan sumber-sumber infromasi yang terpercaya
dan dapat di pertanggungjawabkan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Lukman Zulkifli. 2015. Tatalaksana Diare Akut. CDK-230/ vol. 42 no. 7.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana
LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-
57.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan Volume 2 Triwulan 2. Jakarta: Redaksi Datinkes
Departemen Kesehatan

28

Anda mungkin juga menyukai