Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN


PENENTUAN INDEKS GLIKEMIK

DOSEN PENGAMPU:
ULYARTI, S.TP., M.Sc.
Dr. Ir. LAVLINESIA, M.Si.
MURSYID, S.Gz., M.Si.

ASISTEN DOSEN :
DINI LINDA APRIYANTI (J1A116004)
PUTI NANDA NURUNNISA (J1A116039)

DISUSUN OLEH :
MARDIATUL ULYA (J1A117011)
IGA PANGESTIKA (J1A117012)
IKA NUR PATJRIAH (J1A117021)
FATIHA NIKMALIA (J1A117034)
MUHAMMAD TAUFIK HARAHAP (J1A117049)
R-001
SHIFT 1/KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Evaluasi Biologis Komponen Pangan ini dengan sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang kami miliki. Kami berterima kasih kepada Ibu Ulyarti, S.TP.,
M.Sc., Ibu Dr. Ir. Lavlinesia, M.Si., dan Bapak Mursyid, S.Gz., M.Si., selaku
dosen pengampu mata kuliah Evaluasi Biologis Komponen Pangan dan Asisten
Dosen Puti Nanda Nurunnisa dan Dini Linda Aryanti yang telah membantu kami
dalam proses praktikum berlangsung.
Kami sangat berharap laporan praktikum ini dapat berguna dalam
menambah wawasan serta pengetahuan bagi pembacanya.Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat banyak sekali kekurangan.Untuk
itu kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
kedepannya.

Jambi, 5 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan zaman, pola penyakit bergeser dari
penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif merupakan
penyakit kronik menahun yang mampu mempengaruhi produktivitas seseorang,
dimana progresivitas akan bertambah seiring bertambahnya usia seseorang. Salah
satu penyakit degeneratif yang berkaitan erat dengan penyakit metabolisme dan
pergeseran pola konsumsi makanan adalah diabetes mellitus (DM) (Suharmiati,
2003).
Diagnosis utama pada penyakit DM adalah meningkatnya kadar glukosa
dalam plasma darah yang melebihi batas normal (hiperglikemia). Oleh karena itu,
asupan makanan perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko penyakit degeneratif,
terutama pada penderita atau orang dengan risiko penyakit diabetes militus (DM),
hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain
Pemilihan pangan (karbohidrat) yang tidak menaikkan kadar gula darah
secara drastis merupakan salah satu upaya untuk menjaga kadar gula darah pada
taraf normal (Maulana, 2008). Cara ini dapat dilakukan dengan pemilihan jumlah
dan jenis karbohidrat yang tepat dengan menggunakan konsep indeks glikemik.
Indeks Glikemik (IG) ialah tingkatan pangan yang berpengaruh terhadap
kadar gula darah dengan kisaran 0 – 100. Menurut Rimbawan & Siagian (2004)
konsep IG menekankan pada pentingnya mengenal karbohidrat berdasarkan
kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah setelah mengonsumsi pangan.
Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan
memiliki indeks glikemik (IG) tinggi.Respon gula darah terhadap jenis pangan ini
cepat dan tinggi.Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki
indeks glikemik (IG) yang rendah sehingga melepaskan glukosa ke dalam darah
juga lambat. Kategori pangan menurut indeks glikemik, yaitu Indeks Glikemik
rendah < 55, Indeks Glikemik sedang 55-70, dan Indeks Glikemik tinggi >70
(Miller et al., 2004). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa karbohidrat yang
berbeda akan memberikan efek yang berbeda pada kadar gula darah, walaupun
diberikan dalam jumlah atau gram yang sama. Jumlah karbohidrat yang diasup
bukan dasar yang cukup untuk mengendalikan kadar gula darah.
Secara luas karbohidrat kompleks seperti gula pasir dan kentang memiliki
nilai indeks glikemik yang tinggi.Gula pasir memiliki angka indeks glikemik 100
dan nilai IG dari 100 gram kentang rebus adalah sekitar 78. Nilai indeks glikemik
yang tinggi dapat meningkatkan kadar gula darah dengan cepat.
Beraneka pangan lokal seperti umbi-umbian dapat dimanfaatkan sebagai
pangan alternatif yang relatif aman dalam penyediaan energi dan berpotensi
memiliki indeks glikemik rendah.Salah satu jenis umbi-umbian yang berpotensi
dalam penyediaan energi dari karbohidrat adalah ubi jalar.Selain sebagai bahan
pangan sumber karbohidrat, ubi jalar juga mengandung sejumlah vitamin dan
mineral sehingga semakin menempatkan ubi jalar pada posisi unggul
dibandingkan beras atau olahan terigu (Maulana, 2008).
Berdasarkan penelitian Marsono (2002), ubi jalar kuning dan ubi jalar
ungu sebagai sumber karbohidrat memiliki indeks glikemik yang tergolong
rendah.Indeks glikemik ubi jalar kuning yaitu sekitar 54 dan ubi jalar ungu
memiliki IG sebesar 48.Umbi-umbian ini juga mengandung banyak serat. Indeks
glikemik yang rendah pada ubi jalar kuning maupun ubi ungu tak akan
mempengaruhi tingkat gula darah pada pasien diabetes. Namun selain indeks
glikemik masih ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Ini bergantung pada
seberapa manis ubi jalar yang akan dikonsumsi. Cara memasak ubi jalar juga bisa
mempengaruhi tingkat indeks glikemik di dalamnya. Jika indeks glikemik dalam
ubi jalar meningkat karena proses memasak yang salah, maka sebaiknya makanan
ini dihindari oleh penderita diabetes. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
dilakukan praktikum penentuan indeks glikemik.

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar gula darah dengan
sampel gula pasir, kentang rebus, ubi ungu rebus dan ubi jalar kuning rebus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glukosa
2.1.1 Pegertian glukosa
Glukosa adalah sumber energi utama bagi tubuh. Hormon yang
mempengaruhi kadar glukosa adalah insulin dan glukagon yang berasal dari
pankreas. Insulin dibutuhkan untuk permeabilitas membran sel terhadap glukosa
dan untuk transportasi glukosa ke dalam sel. Glukosa merupakan salah satu
karbohidrat yang sangat penting dan dibutuhkan sebagai sumber energi dan
merupakan bahan bakar utama bagi otak dan sel darah merah. Glukosa dapat
diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat (Marks, 1996).
Kadar glukosa dalam tubuh dapat meningkat apabila pankreas mengalami
gangguan dalam memproduksi insulin sehingga mengganggu kerja dari sistem
pankreas tersebut. Kadar glukosa darah dikatakan abnormal apabila terjadi
peningkatan ataupun penurunan dari nilai rujukan kadar glukosa. Nilai rujukan
pada glukosa darah sekitar 60 – 110 mg/dL (Widmman, 1995).
Penurunan kadar glukosa darah disebut dengan hipoglikemia yang terjadi
akibat tidak edekuatnya asupan makanan atau darah banyak mengandung insulin.
Peningkatan kadar glukosa darah disebut dengan hiperglikemia yang terjadi akibat
insulin yang beredar tidak mencukupi atau kekurangan insulin yang diproduksi
oleh pankreas. Nilai rujukan kadar gula darah dalam serum atau plasma adalah 70
- 110 mg/dL, gula 2 jam post prandial ≤140 mg/dL, dan gula darah sewaktu
adalah ≤110 mg/dL (Joyce, 2013).
2.1.2 Metabolisme Glukosa
Karbohidrat yang berada dalam makanan berupa polimer heksana yaitu
glukosa, galaktosa dan fruktosa masuk melalui dinding usus halus kedalam aliran
darah, kemudian fruktosa dan galaktosa akan diubah di dalam tubuh menjadi
glukosa. Glukosa tersebut merupakan hasil akhir dari pencernaandan dan
diabsorbsi secara keseluruhan menjadi karbohidrat. Kadar glukosa yang terdapat
di dalam darah bervariasi tergantung dari daya penyerapan. Peningkatan kadar
glukosa terjadi setelah makan dan penurunan kadar glukosa terjadi jika tidak ada
makanan yang masuk selama beberapa jam. Glukosa disimpan sebagai glikogen
di dalam hati oleh insulin yang merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh
pankreas. Apabila hormon insulin yang tersedia kurang dari kebutuhan maka gula
darah akan menumpuk pada sirkulasi darah sehingga glukosa pada darah akan
meningkat (Jan, 2001).
2.1.3 Sumber Glukosa Darah
Tubuh mendapatkan glukosa dari beberapa sumber, diantaranya adalah
Karbohidrat makanan. Sebagian besar karbohidrat yang terdapat dalam makanan
akan membentuk glukosa, galaktosa, dan fruktosa pada pencernaan. Zat–zat ini
kemudian diabsorbsi kedalam vena porta, galaktosa dan fruktosa diubah menjadi
glukosa di dalam hati (Irawan, 2007).
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Glukosa
Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam dalah terdiri
dari : Makanan, Alkohol, Merokok, Obat yang dapat meningkatkan kadar glukosa
darah diantaranya adalah obat dirutik, obat kartison dan tiazid. Trauma atau stress
dapat meningkatkan kadar glukosa darah, Olahraga dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan juga mengurangi resistensi insulin sehingga kerja insulin
menjadi lebih baik dan mempercepat pengangkutan glukosa untuk masuk ke
dalam sel sebagai kebutuhan energi, Penundaan pemeriksaan dapat menurunkan
kadar glukosa darah dalam serum diakibatkan karena adanya aktifitas yang
dilakukan oleh sel darah (Tandra, 2008).
2.2 Karbohidrat
2.2.1 Pengertian karbohidrat
Karbohidrat adalah komponen bahan pangan yang tersusun oleh 3 unsur
utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Susunan atom-atom
tersebut dan ikatannya membedakan karbohidrat satu dengan yang lainnya,
sehingga ada karbohidrat yang masuk kelompok struktur sederhana seperti
monosakarida dan disakarida dan dengan struktur kompleks atau polisakarida
seperti pati, glikogen, selulosa dan hemiselulosa. Analisis kualitatif karbohidrat
umumnya didasarkan atas reaksi-reaksi warna yang dipengaruhi oleh produk-
produk hasil penguraian gula dalam asam-asam kuat dengan berbagai senyawa
organik, sifat mereduksi dari gugus karbonil dan sifat oksidasi dari gugusan
hidroksil yang berdekatan. Reaksi dengan asam-asam kuat seperti asam sulfat,
hidroklorat dan fosfat pada karbohidrat menghasilkan pembentukan produk
terurai yang berwarna. beberapa analisis kualitatif karbohidrat yang sering
dilakukan adalah uji molish, uji seliwanof, uji antrone, dan uji fenol (Andarwulan
et al., 2011).
Secara umum definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang
mengandung atomkarbon, hidrogen dan oksigen, dan pada umumnya unsur hidrogen dan
oksigen dalamkomposisi menghasilkan H2O. Di dalam tubuh karbohidrat dapat
dibentuk dari beberapaasam amino dan sebagian dari gliserol lemak.Akan tetapi
sebagian besar karbohidratdiperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-
hariterutama sumber bahan makanyang berasal dari tumbuh-tumbuhan.Sumber
karbohidrat nabati dalam bentuk glikogen, hanya dijumpai pada otot dan hatidan
karbohidrat dalam bentuk laktosa hanya dijumpai di dalam susu. Pada tumbuh-
tumbuhan,karbohidrat di bentuk dari basil reaksi CO2 dan H2O melalui proses foto
sintese di dalam sel-sel tumbuh-tumbuhan yang mengandung hijau daun (klorofil)
(Burhanuddin, 2012).
2.2.2 Klasifikasi Karbohidrat
Berdasarkan jumlah molekul gula sederhana penyusunnya, karbohidrat
dapat digolongkan menjadi empat, yaitu: monosakarida (1 molekul), disakarida (2
molekul), oligosakarida (3-10 molekul), dan polisakarida (> 10 molekul). Gula
sederhana penyusun karbohidrat umumnya adalah glukosa, galaktosa dan fruktosa
(Lehninger, 1982).
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu
karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Sesungguhnya semua jenis
karbohidrat terdiri atas karbohidrat sederhana atau gula sederhana. Karbohidrat
kompleks mempunyai lebih dari dua unit gula sederhana dalam satu molekul
(Almatsier, 2010).
2.3 Kentang
Solanum tuberosum atau yang lebih dikenal sebagai kentang merupakan
tanaman setahun, bentuk sesungguhnya menyamak dan bersifat menjalar.
Batangnya berbentuk segi empat, panjang bisa mencapai 50 – 120 cm dan tidak
berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah-merahan atau keungu-unguan.
Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus. Selain
mempunyai organ-organ di atas, kentang juga mempunyai organ umbi. Umbi
tersebut berasal dari cabang samping yang masuk ke dalam tanah. Cabang ini
merupakan tempat untuk menyimpan karbohidrat sehingga membengkak dan bisa
dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang-
cabang baru. Kentang termasuk tanaman setahun yang ditanam untuk dipanen
umbinya. Umbi kentang merupakan ujung stolon yang membesar dan merupakan
organ penyimpanan yang mengandung karbohidrat yang tinggi . Sebagai bahan
makanan, kentang banyak mengandung karbohidrat, sumber minerl (fosfor, besi,
dan kalium), mengandung vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), vitamin C,
antosianin, dan sedikit vitamin A. Selain itu, kentang juga mengandung protein,
asam amino esensial, elemen-elemen mikro, Mg, dan lain sebagainya. Senyawa
antioksidan yang terdapat pada kentang yaitu antosianin, asam klorogenat, dan
asam askorbat (Hartus, 2001).
Berikut merupakan manfaat kentang untuk kesehatan menurut (Hartus,
2001);
a. Kaya akan serat, Oleh karena itu kentang disarankan sebagai menu alternatif
pengganti karbohidrat bagi mereka yang sedang berdiet.
b. Memerangi beberapa penyakit, karena kentang adalah sumber serat yang
baik, maka kentang juga dapat bermanfaat bagi sistem pencernaan Anda.
c. Kandungan vitamin B6 di dalamnya juga dapat membantu Anda melawan
gangguan saraf.
d. Baik untuk penderita diabetes, kandungan glukosa di dalamnya baik untuk
mengontrol kadar gula darah penderita diabetes.
e. Menyehatkan kulit, kentang mengandung vitamin C yang sangat baik untuk
tubuh anda terutama kulit.
f. Baik untuk kesehatan otak, kentang kaya akan zat besi dan tembaga yang
baik untuk kesehatan otak Anda.
g. Mengurangi peradangan, Jika anda rajin mengonsumsi kentang, maka dapat
mencegah sistem pencernaan Anda dari peradangan dan juga dapat terhindar
dari sakit usus.
2.4 Gula Pasir
Indonesia memiliki bermacam- macam jenis gula yaitu gula merah, gula
aren,gula batu, gula pasir dan masih banyak lagi. Secara khusus gula pasir atau
gula putih, keberadaannya sudah merupakan sesuatu hal yang sangat dekat dengan
kehidupan kita, mengingat gula pasir atau gula putih banyak dipakai dalam
berbagai makanan seperti kue, permen, nasi, biskuit atau beberapa minuman.
Banyak orang terkecoh dengan mengira wama putih pada gula lebih baik. Gula
putih berasal dari tebu (Saccharum offlcinale) yang berasal dari famili Poaceae
dan juga tanaman (Beta vulgaris) atau umbi-umbian. Gula Pasir termasuk dalam
disakarida sukrosa yang dapat menyebabkan transport gula pada darah. pada gula
pasirindeks glikemik-nya sebesar 58 (Andarwulan, 2011).
Dalam penuaan,konsumsi gula berlebihan menyebabkan kandungan gula
dalam darah meningkat, sehingga terjadi sejumlah reaksi kimia yang
rnengakibatkan peradangan. Awalnya gula darah akan bereaksidengan mineral
dalam tubuh, seperti zat besidan tembaga, dimana menghasilkan radikal bebas
yang kemudian akan menyerang selaput lemak gel. Akibatnya, tirnbu1 aliran zat
kimiawi penyebab peradangan sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih parah
dan mempercepat penuaan. Membanjirnya gula dalam darah dapat mengakibatkan
kolagen (satu protein yang menyusun tubuh manusia yang bersifat lekat) pada
kulit jadi saling silang, sehingga memicu tirnbulnya kerutan, kulit kendur, dan
memudamya wama kulit. Molekul gula dapat pula mengikatkan dirinya pada
serat-serat kolagen. Ini dapat menimbulkan serangkaian reaksi kimia spontan.
Reaksi ini akan berujung pada pembentukan dan akumulasi ikatan saling. silang
antara molekul koIagen. Saling silang yang terjadi pada kolagen ini menyebabkan
hilangnya elastisitas kulit (Tsujii, 2004).
2.5 Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu umbi penting di seluruh
dunia dengan produksi lebih dari 133 juta ton, dikonsumsi oleh berjuta manusia,
serta termasuk ke dalam tujuh tumbuhan penting sumber karbohidrat setelah
gandum, beras, jagung, kentang, barley dan singkong (Waramboi dkk, 2011).
Ubi jalar sebagai sumber makanan pokok contohnya di Jaya Wijaya Irian
Jaya dan di daerah lainnya sebagai makanan camilan. Selain karbohidrat sebagai
kandungan utamanya, ubi jalar mengandung vitamin, mineral, fitokimia
(antioksidan : β-karoten, Antosianin) dan serat (pektin, selulosa, hemiselulosa).
Selain sebagai bahan pangan, ubi jalar sangat potensial digunakan sebagai bahan
pembuatan tepung, pati dan pangan fungsional (Hidayat, 2007).
Kandungan amilosa ubi jalar berkisar antara 20 persen sampai 33 persen.
Kebanyakan varietas ubi jalar mempunyai kandungan pati di bawah 30 persen,
ukuran, bentuk granula,struktur, perbandingan amilosa amilopektin dan tingkatan
crystallinity mempengaruhi sifat fungsional dari pati. Karakteristik pati pada
bahan makanan akan mempengaruhi sifat fungsional seperti swelling,
gelatinisation, pasting properties, retrogradasi, digestibility dan suitability untuk
proses (Waramboi dkk, 2011)
Sebagian besar karbohidrat pada pati ubi jalar terdapat dalam bentuk pati.
Komponen lain selain pati adalah serat pangan dari beberapa jenis gula yang
bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Sukrosa merupakan
gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar
antara 0,38% hingga 5,64% dalam berat basah. Kandungan gula dalam ubi jalar
yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan jumlah gula pada ubi
jalar mentah. Selain karbohidrat, ubi jalar juga mengandung lemak, protein, dan
betakaroten (Sulistiyo, 2006).
Tabel 1. Kompoosisi Kimia Ubi Jalar
Komposisi Jumlah
Ubi jalar putih Ubi jalar merah Ubi jalar kuning
Kalori (kal) 123,0 123,0 136,0
Protein (g) 1,8 1,8 1,1
Lemak (g) 0,7 0,7 0,4
Karbohidrat (g) 27,9 27,9 32,3
Kalsium (mg) 30,0 30,0 57,0
Fosfor (mg) 49,0 49,0 52,0
Zat Besi (mg) 0,7 0,7 0,7
Natrium (mg) - - 5,0
Kalium (mg) - - 393,0
Niacin (mg) - - 0,6
Vitamin A (SI) 60,0 7700,0 900,0
Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 0,10
Vitamin C (mg) 22,0 22,0 35,0
Air (g) 68,5 68,5 -
Serat Kasar (g) 0,9 1,2 1,4
Abu (g) 0,4 0,2 0,3
Kadar Gula (g) 0,4 0,4 0,3
Bagian Dapat
dimakan (%)
Sumber : (a). Direktorat Gizi Depkes RI, 1981
(b). Suismono, 1995
2.6 Indeks Glikemiks
2.6.1 Pengertian dan Konsep Indeks Glikemik
IG memberikan cara yang lebih mudah dan efektif dalam mengendalikan
fluktuasi kadar glukosa darah. Indeks glikemik pangan merupakan tingkatan
pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Pangan yang menaikkan gula
darah dengan cepat, memiliki IG tinggi. Sebaliknya pangan yang menaikkan gula
darah dengan lambat, memiliki IG rendah. Sebagai pembanding, IG glukosa
murni ialah 100. IG beberapa bahan sumber karbohidrat disajikan pada Tabel 3
dan Tabel Pengenalan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap kadar gula darah
dan respon insulin, yaitu karbohidrat berdasarkan IG-nya, dapat digunakan
sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat
yang tepat untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan (Amalia, 2011).
Konsep IG pertama kali dikembangkan pada tahun 1981 oleh Dr. David
Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk
membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabet. Pada masa
itu, diet bagi penderita DM didasarkan pada sistem porsi karbohidrat. Konsep ini
menganggap semua pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang sama
pada kadar gula darah. Jenkins, salah seorang peneliti yang pertama kali
mempertanyakan hal tersebut. Jenkins menguji IG berbagai jenis pangan (Wallett
et al, 2002).
Demikian pula, banyak orang yang merasa telah berusaha keras
menurunkan berat badan dengan cara mengurangi konsumsi makanan, rela
menahan lapar, tetapi hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Informasi IG pangan
dapat membantu penderita DM dalam memilih makanan yang tidak menaikkan
kadar gula darah secara drastis sehingga kadar gula darah dapat dikontrol pada
tingkat yang aman. Makanan yang mempunyai IG rendah membantu orang untuk
mengendalikan rasa lapar, selera makan dan kadar gula darah (Wallett et al,
2002).
Tabel 1. Indeks Glikemik Beberapa Pangan Sumber Karbohidrat

Jenis bahan pangan Indeks Ukuran Kadar KH Beban


glikemiks saji g/uk saji glikemik
1. Jagung manis (Kanada) 48-70 150 g 33 20
2. Beras putih, dididihkan 69 150 g 43 30
(India)
3. Jagung 59 - - -
4. Beras Basmati putih, 58 150 g 38 22
dididihkan
5. Parboiled rice, amilosa 51 150 g 38 19
12%
(Bangladesh, var. BR2)
6. Ketan, amilosa 0-2% 88 150 g 43 38
(Australia)
7. Beras Bangladesh, 37 150 g 39 14
amilosa 28%
8. Beras putih instan, 46 150 g 42 19
ditanak 1mnt (Kanada)
9. Beras putih instan, 87 150 g 42 36
ditanak 6 mnt (Australia)
10. Terigu,biji utuh 42 50 g 33 14
11. Roti terigu 56 30 g 20 11
12. Ubi kayu rebus (NZ) 29-45 150 g 36 13
13. Kentang panggang 73-97 150 g 30 26
14. Ubi jalar 54-68 150 g 28 17
15. Barley 24-26 150 g 42 11
16. Millet (dididihkan) 61-81 150 g 36 25
17. Millet (bubur tepung) 107 - - -
18. Beras Yasmin, dimasak 99-119 150 g 42 46
dg rice cooker (Golden
Food, Thailand)
19. Roti tepung beras 63-81 30 g 12 8
amilosa rendah, Calrose
rice)
20. Corn meal (dididihkan 68 150 g 13 9
dg air)
21. Roti Oatbran Australia 44 30 g 18 8
22. Talas 54-56 150 g 8 4
23. Yam 29-45 150 g 36 13
24. Tapioka dikukus 1 jam 60-80 250 g 18 12

2.6.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Indeks Glikemiks


Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda dengan
pangan lainnya. Bahkan, pangan jenis yang sama bila diolah dengan cara berbeda,
dapat memiliki IG yang berbeda. Proses pengolahan dapat menyebabkan
perubahan struktur dan komposisi kimia pangan. Dampak dari perubahan tersebut
antara lain ialah perubahan daya serap zat gizi. Pengolahan pada umumnya
meningkatkan daya cerna pangan. Semakin cepat karbohidrat dapat diserap tubuh
maka IG-nya semakin tinggi. Sebagai contoh, beras mempunyai kisaran IG sangat
luas, dari IG rendah (< 50) sampai IG tinggi (>70). Bahkan, beras Yasmin dari
Thailand yang dimasak denga rice cooker mempunyai IG lebih tinggi daripada
glukosa. Hal ini karena beras memiliki jenis varietas yang sangat banyak. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap IG pangan, yaitu proses pengolahan,
perbandingan amilosa dan amilopektin, kadar gula dan daya osmotik, kandungan
serat, kandungan lemak dan protein serta kandungan zat antigizi (wallet et al.,
2002).
a. Proses pengolahan
Proses pengolahan serealia dan kacang-kacangan umumnya sangat
sederhana, yaitu ditumbuk lalu dimasak. Pangan yang diproses dengan cara
tersebut akan dicerna dan diserap dengan lambat sehingga kadar gula meningkat
secara perlahan. Saat ini, di era modern pengolahan pangan sangat berbeda. Bahan
pangan saat diproses sedemikian rupa sehingga bentuk dan ukurannya lebih
mudah dicerna serta mempunyai rasa bervariasi dan tentunya jauh lebih enak.
Proses penggilingan menyebabkan struktur pangan menjadi lebih halus,
permukaan menjadi lebih luas sehingga pangan tersebut menjadi lebih mudah
dicerna dan diserap. Penyerapan yang cepat mengakibatkan timbulnya rasa lapar
secara cepat pula. Berbagai cara pengolahan dan pemberian variasi bahan
tambahan dapat menghasilkan citarasa yang lebih enak sehingga orang cenderung
untuk mengonsumsi lebih banyak (berlebih) (Miller et al., 1996).
Pangan yang mudah dicerna dan diserap akan menaikkan kadar glukosa
darah dengan cepat. Peningkatan kadar glukosa darah yang cepat ini akan
menstimulir pankreas untuk mensekresikan insulin lebih banyak. Oleh karena itu,
kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan respon insulin (Ostman et al,
2001).
Ukuran partikel dan tingkat gelatinisasi merupakan faktor-faktor pengolahan
yang berpengaruh terhadap IG pangan. Ukuran partikel mempengaruhi proses
gelatinasi pati. Penumbukan dan penggilingan bijibijian akan memperkecil ukuran
partikel sehingga lebih mudah menyerap air. Semakin kecil ukuran butiran pati
maka semakin mudah terdegradasi oleh enzim sehingga semakin mudah untuk
dicerna dan diserap oleh tubuh. Oleh karena itu, semakin kecil ukuran partikel
maka IG pangan semakin tinggi. Butiran utuh serealia, misalnya gandum,
menghasilkan respon glukosa dan insulin yang rendah. Ketika butiran tersebut
digiling sebelum direbus maka respon glukosa dan insulin postprandial (setelah
makan) akan mengalami peningkatan yang bermakna. Kenaikan kadar gula darah
postprandial tepung terigu halus > tepung terigu kasar > biji gandum pecah > biji
gandum utuh (Liljeberg et al, 1992).
b. Kadar amilosa dan amilopektin
Amilosa merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu
tanak dan mutu rasa beras. Pati dan glikogen dihidrolisis sempurna oleh aktivitas
enzim amilase yang terdapat dalam saluran pencernaan, menjadi unit
pembangunnya, yaitu D-glukosa bebas. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan polimer gula sederhana yang tidak bercabang. Struktur yang
lurus ini membuat amilosa dapat dihidrolisis sempurna oleh satu enzim saja (α-
amilase), dengan kata lain mudah dicerna. Sedangkan amilopektin merupakan
polimer gula sederhana yang mempunyai cabang dan memiliki ukuran molekul
lebih besar dibandingkan dengan amilosa. Oleh karena itu, untuk menghidrolisis
amilopektin diperlukan dua enzim (α-amilase dan β-amilase) sehingga lebih sulit
dan lama dicerna (Lehninger, 1982).
c. Kadar gula
Orang awam sering menganggap sukrosa (gula meja/gula tebu) dapat
menaikkan kadar glukosa darah secara cepat. Hal ini ditunjang oleh beberapa
publikasi populer yang menyatakan bahaya konsumsi gula tebu, Padahal gula tebu
memiliki IG sedang (65) dan ternyata menaikkan kadar glukosa darah tidak lebih
tinggi dibandingkan dengan karbohidrat kompleks lain, seperti roti. Sukrosa
merupakan disakarida yang dibentuk oleh satu molekul fruktosa dan satu molekul
glukosa. Dalam pencernaan, disakarida diuraikan oleh enzim-enzim yang terletak
di bagian luar lapisan sel-sel epitel yang membatasi usus halus. Sukrosa
dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa oleh enzim sukrase atau invertase
(Lehninger, 1982).
Fruktosa diserap dan diambil langsung ke hati. Di dalam hati kebanyakan
fruktosa diubah secara perlahan menjadi glukosa. Oleh sebab itu, respon gula
darah terhadap fruktosa murni sangat kecil, memiliki IG = 23. Hal ini
mengakibatkan respon gula darah terhadap 50 gram gula meja sekitar setengah
dari responnya terhadap pati yang tergelatinisasi penuh (hampir seluruh
molekulnya adalah glukosa) Pangan yang mengandung sukrosa dalam jumlah
besar memiliki IG mendekati 60. Madu (sebagian besar sukrosa) memiliki IG =
58, namun ada jenis madu yang mempunyai IG di atas gula meja, yaitu 87. Hal ini
kemungkinan terjadi karena jenis madunya tidak murni, misal telah dicampur
dengan sirup glukosa. Beberapa jenis buah memiliki IG rendah, misalnya cerri
(IG = 22), apel dan pear (IG = 38), serta plum (IG = 39). Namun ada juga buah
yang memiliki IG relatif tinggi (semangka, IG = 72) (Wallet et al, 2002).
d. Kadar serat pangan
Serat pangan didefinisikan sebagai dinding sel tumbuhan yang tahan
terhadap hidrolisis oleh enzim di dalam usus halus manusia, meliputi polisakarida
bukan pati (non starch polysaccharide) dan lignin. Definisi tersebut telah
mengalami beberapa kali perubahan karena tinjauan struktur kimia maupun efek
fisiologis serat pangan. Definisi terbaru diberikan oleh The American Association
of Cereal Chemistry (AACC) pada tahun 2001, yang menyatakan bahwa serat
pangan adalah bagian tumbuhan yang dapat dimakan atau analog dengan
karbohidrat, yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi di dalam usus halus
manusia dan mengalami fermentasi sebagian atau seluruhnya di dalam usus besar.
Serat pangan meliputi polisakarida, karbohidrat analog, oligosakarida, lignin, dan
bahan yang terkait dengan dinding sel tanaman (Marsono, 2004).
e. Kadar lemak dan protein pangan
Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung
memperlambat laju pengosongan lambung sehingga pencernaan makanan di usus
halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi cenderung
mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis yang berlemak rendah.
Misalnya kentang goreng IG-nya lebih rendah (IG = 44– 58) dibandingkan
dengan kentang panggang/bakar (IG = 73-97); susu full fat Italy (IG = 11) dan
susu skim Kanada (IG = 27-37) (Wallet et al, 2002).
Namun, kecenderungan tersebut tidak selalu sama, karena pengolahan dan
varietas juga berpengaruh terhadap IG pangan. Hasil penelitian terakhir
menunjukkan bahwa ubi jalar mempunyai IG yang berbeda, tergantung cara
pengolahannya. IG ubi jalar klon BB00105.10 yang direbus = 62, digoreng = 47
dan dipanggang = 80. Walaupun demikian, pangan berlemak tinggi, apapun jenis
dan IG-nya (rendah maupun tinggi) perlu dikonsumsi secara bijaksana (Astawan
dan Widowati, 2005).
f. Kadar antigizi pangan
Bahan pangan secara alami ada yang mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat toksik bila dikonsumsi dalam jumlah besar, misalnya sianida pada ubi
kayu (terutama jenis pahit). Beberapa bahan pangan mengandung senyawa yang
berpotensi menyebabkan efek merugikan status gizi, yang disebut sebagai zat
antigizi. Kacang-kacangan mengandung antigizi, antara lain antitripsin, saponin,
hemaglutinin, fitat maupun polifenol. Efek antitripsin dan fitat yang terkandung
dalam kedelai menyebabkan jenis kacang-kacangan ini dapat digunakan sebagai
pangan antidiabetes (Noor, 2003).
Beberapa antigizi tetap aktif walaupun telah melalui proses pemasakan. Zat
antigizi pada biji-bijian dapat memperlambat pencernaan karbohidrat dalam usus
halus sehingga IG pangan tersebut turun. Hal ini dapat menerangkan kenapa IG
kacang-kacangan umumnya rendah. Sebagai contoh, IG kacang merah 24-32, IG
kedelai 15-21, IG kacang tanah 23 dan IG kacang hijau 32. Hal ini diperkuat
dengan daya cerna kacang-kacangan yang juga rendah (50-65) (Marsono, 2002).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Pratikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 18 September 2019 dan 16
Oktober 2019 pukul 13.00 wib – selesai. Tempat diadakannya pratikum ini
adalah di Laboratorium Kimia, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pratikum ini adalah timbangan analitik, pisau,
piring, jarum lancet sekali pakai, stopwatch, kapas, Alat pengukur gula darah
(Gluko Dr), dan test strips. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kentang
rebus dan gula pasir (percobaan ke 1), ubi jalar kuning (percobaan ke 2), dan
alkohol.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada pratikum ini adalah disiapkan alat dan bahan yang
digunakan. Ditimbang sampel sesuai dengan jumlah yang akan digunakan (dicari
melalui jumlah pati ditambah dengan jumlah glukosa yang ada pada bahan).
Kemudian sampel darah diambil dari partisipan sebelum makan untuk dicatat, lalu
partisipan dipersilakan untuk mulai makan, setelah 15 menit selesai makan sampel
darah diambil kembali untuk dicatat. Setelah 15 menit kemudian, sampel darah
partisipan diambil kembali untuk dicatat.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil pengujian indeks glikemiks dengan sampel kentang rebus dan gula
pasir (shift 1)
Ika Nurpatjriah (Kentang Rebus) Firdinan Sawal (Gula Pasir)
Waktu Keterangan Waktu Keterangan
13.31 Pengambilan sampel darah 13.33 Pengambilan sampel darah
yaitu: 97 mg/dl yaitu: 95 mg/dl
13.32 Mulai makan kentang rebus 13.35 Mulai makan gula pasir
sebanyak 215 gram sebanyak 50,34 gram
13.44 Selesai makan 13.42 Selesai makan
+ +
19 15
menit menit
14.03 Pengambilan sampel darah 13.57 Pengambilan sampel darah
+ kadar gula darah yaitu: 123 + kadar gula darah yaitu: 136
15 mg/dl 15 mg/dl
menit menit
14.18 Pengambilan sampel darah 14.12 Pengambilan sampel darah
yaitu: 167mg/dl yaitu: 142 mg/dl
14.33 Pengambilan sampel darah 14.27 Pengambilan sampel darah
yaitu: 150 mg/dl yaitu: 156 mg/dl
14.48 Pengambilan sampel darah 14.42 Pengambilan sampel darah
yaitu: 124mg/dl yaitu: 143 mg/ dl

Tabel 2. Hasil pengujian indeks dengan sampel kentang rebus dan gula pasir (shift
2)

Arwanda ( Kentang Rebus ) Windarti (Gula Pasir)


Waktu Keterangan Waktu Keterangan
10.40 Pengambilan sampel darah 10.38 Pengambilan sampel darah
yaitu: 81 mg/dl yaitu: 91 mg/dl
10.41 Mulai makan kentang rebus 10.41 Mulai makan gula pasir
sebanyak 215 gram sebanyak 50,34 gram
10.47 Selesai makan 10.59 Selesai makan
+ +
15 15
menit menit
11.02 Pengambilan sampel darah 11.14 Pengambilan sampel darah
yaitu: 86 mg/dl yaitu: 124 mg/dl
11.17 Pengambilan sampel darah 11.29 Pengambilan sampel darah
yaitu: 101 mg/dl yaitu: 135 mg/dl
11.34 Pengambilan sampel darah 11.44 Pengambilan sampel darah
yaitu: 95 mg/ dl yaitu: 86 mg/dl
11.49 Pengambilan sampel darah 78 11.9 Pengambilan sampel darah
mg/dl yaitu: 115 mg/dl

Tabel 3. Hasil pengujian indeks glikemiks dengan sampel ubi jalar kuning

Ika Nurpatjriah Firdinan sawal


Waktu Keterangan Waktu Keterangan
13. 25 Pengambilan sampel darah 13.21 Pengambilan sampel darah
yaitu: 69 mg/dl yaitu: 89 mg/dl
13.26 Mulai makan ubi jalar kuning 13.24 Mulai makan ubi jalar
sebanyak 181, 69 gram kuning sebanyak 181,69
gram
13.34 Selesai makan 13.31 Selesai makan
+ +
15 15
menit menit
13.49 Pengambilan sampel darah 13.46 Pengambilan sampel darah
yaitu: 127 mg/dl yaitu: 124 mg/dl
14.04 Pengambilan sampel darah 14.01 Pengambilan sampel darah
yaitu: 136 mg/ dl yaitu: 141 mg/dl
14.19 Pengambilan sampel darah 14.16 Pengambilan sampel darah
yaitu: 131 mg/dl yaitu: 135 mg/dl
14.34 Pegambilan sampel darah 14.31 Pengambilan sampel darah
yaitu: 131 mg/dl yaitu: 135 mg/dl

Tabel 4. Hasil pengujian indeks glikemiks dengan sampel ubi jalar ungu

Arwanda Windarti
Waktu Keterangan Waktu Keterangan
10.21 Pengambilan sampel darah 10.24 Pengambilan sampel darah
sebelum makan yaitu: 75 sebelum makan yaitu: 81
mg/dl mg/dl
10. 23 Mulai makan ubi jalar ungu 10.25 Mulai makan ubi jalar ungu
rebus sebanyak 197 gram rebus sebanyak 197 gram
10. 33 Selesai makan 10.40 Selesai makan
+ +
15 15
menit menit
10.48 Pengambilan sampel darah 10.55 Pengambilan sampel darah
yaitu: 77 mg/dl yaitu: 130 mg/dl
11.03 Pengambilan sampel darah 11.10 Pengamblan sampel darah
yaitu: 128 mg/dl yaitu: 139 mg/dl
11.18 Pengambilan sampel darah 11.25 Pengambilan sampel darah
yaitu: 135 mg/dl yaitu: 123 mg/dl
11.33 Pengambilan sampel darah 11.40 Pengambilan sampel darah
yaitu: 117 mg/dl yaitu: 131 mg/dl

Partisipan. Ika Nur Patjriah

kurva 1. Refrens

kurva refrens
180
47, 167
160
62, 150
140
kadar gula mg/dl

120 32, 123 77, 124


100 0, 97
80
Y-Values
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100
waktu

Kurva 2. Bahan
kurva bahan
160
140 39, 136
24, 127 54, 131 69, 131
120
kadar gula mg/dl

100
80
0, 69
60 Y-Values
40
20
0
0 20 40 60 80
waktu

Partisipan 2. Firdinan Sawal

Kurva 3. Refrens

kurva refrens
180
160 54, 156
140 24, 136 39, 142
kadar gula mg/dl

120 69, 123


100 0, 95
80
Y-Values
60
40
20
0
0 20 40 60 80
waktu

Kurva 4. Bahan
kurva bahan
160
140 40, 141 70, 141
55, 135
120 25, 124
kadar gula mg/dl

100
0, 89
80
60 Y-Values
40
20
0
0 20 40 60 80
waktu

Partisipan 3. Arwanda

Kurva 5.refrens

kurva refrens
120
100 37, 101 57, 95
80 0, 81 22, 86
67, 78
60 kurva refrens
40
20
0
0 20 40 60 80
Kurva 6.bahan

kurva bahan
160
140
57, 135
42, 128
120 72, 117
100
80 27, 77
0, 75 kurva bahan
60
40
Partisipan.
20
4. Windarti

0
0 20 40 60 80
Kurva 7. Refrens

kurva refrens
160
140
51, 135
120 36, 124
81, 115
100
0, 91 66, 86
80
Series1
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100

Kurva 8. Bahan

kurva bahan
160
140 46, 139
31, 130 76, 131
120 61, 123

100
80 0, 81
Series1
60
40
20
0
0 20 40 60 80

4.2 Pembahasan

Pada pratikum indeks glikemiks ini menggunakan 4 jenis sampel yang


berbeda yaitu: gula pasir, kentang rebus, rebus ubi jalar ungu dan rebus ubi jalar
kuning. Masing- masing sampel ini digunakan untuk mengetahui pada sampel apa
yang indeks glikemiks tertinggi dan rendah, sehingga memudahkan masyarakat
(konsumen) untuk mengkonsumsi sesuai kebutuhannya.
Indeks glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap
gula darah. Dengan kata lain indeks glikemik adalah respon glukosa darah
terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa
murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap
jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Sarwono 2002).
Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG
tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat
memiliki IG rendah. Indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi oleh kadar
amilosa, protein, lemak, serat, dan daya cerna pati. Daya cerna pati merupakan
kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. Karbohidrat yang
lambat diserap menghasilkan kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi
mengendalikan kadar glukosa darah (Rimbawan dan Siagian 2004).
IG dikategorikan tinggi jika memiliki nilai 70 atau lebih, sedang antara 56-
69 dan rendah jika nilainya 55 ke bawah (Powel, Holt dan Miller 2002). Nilai IG
dianggap penting karena konsumsi makan yang memiliki IG tinggi akan
meningkatkan secara cepat gula darah yang akan menyebabkan gangguan
sensivitas insulin, obesitas, peningkatan tekanan darah, peningkatan lipid darah
dan meningkatkan resiko DM tipe 2 (Dolson 2006).
Prinsipnya pengukuran indeks glikemik pangan dilakukan melalui
pengambilan darah subjek setelah mengkonsumsi pangan (pangan uji dan pangan
standar) selama selang waktu tertentu. Kemudian kadar glukosa darah subjek
diplotkan ke dalam grafik dan dibandingkan luas daerah dibawah kurva antara
pangan uji dengan pangan standar.Pengukuran indeks glikemik menggunakan
pangan acuan dan pangan standar.Prosedur penentuan 1G pangan dilakukan
dengan prosedur baku ( miller 01.01. 1997 ) selama pengukuran 1 G subyek
berada dalam keaadaan santai atau aktivitas ringan. Kenaikan kadar gula darah
tidak semata ditentukan oleh 1G teteapi juga oleh jumlah karbonhidrat yang
dikonsumsi ( bahan glikemik / glikemik load ). Persyaratan bagi pembentukan
klaim indeks glikemik pangan ialah: pangan mengandung karbonhidarat tidak
termasuk surat panjang subyek penelitian sekurang kurangnya 8-10 orang subyek
(direktur standarisasi produk pangan 2012).
Dari perhitungan indeks glikemik pada bahan uji yang digunakan yaitu
kentang rebus, gula pasir, ubi jalar kuning dan ubi jalar ungu, di dapatkan hasil
indeks glikemik pada bahan tersebut paling tinggi adalah nilai indeks glikemik
gula pasir, sedangkan indeks glikemik pada bahan yang paling rendah adalah nilai
indeks glikemik ubi jalar kuning, ini tidak sesuai dengan penelitian Marsono
(2002), ubi jalar kuning dan ubi jalar ungu sebagai sumber karbohidrat memiliki
indeks glikemik yang tergolong rendah. Indeks glikemik ubi jalar kuning yaitu
sekitar 54 dan ubi jalar ungu memiliki IG sebesar 48.
Dari tabel hasil, indeks glikemik pada bahan yang paling rendah adalah
kentang rebus, sehingga kentang rebus dapat meningkatkan rasa kenyang dan
menunda lapar. Indeks glikemik pada bahan yang paling tinggi adalah gila pasir,
sehingga gula pasir mampu meningkatkankadar glukosa darah dengan cepat, ini
sesuai dengan pernyataan (Aston, 2006 dalam Rimbawan dan Nubayani, 2013),
bahwa konsep indeks glikemik dikembangkan untuk memberikan klasifikas
numerik pangan sumber karbohidrat. Makanan yang memiliki indeks
glikemikrendah dapat meningkatkan rasa kenyang dan menunda lapar, sedangkan
makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi mampu meningkatkan kadar
glukosa darah dengan cepat.
Konsep indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang yang
sehat, penderita obesitas, penderita diabetes dan atlet. Indeks glikemik membantu
penderita diabetes dalam menentukan jenis pangan karbohidrat yang dapat
mengendalikan kadar glukosa darah. Diketahuinya indeks glikemik pangan akan
membantu penderita diabetes memilih makanan yang tidak menaikkan kadar
glukosa darah secara drastis sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada
tingkat yang aman. Indeks glikemik juga membantu atlet dalam memilih makanan
untuk menunjang penampilan dan daya tahan tubuhnya. Makanan dengan indeks
glikemik rendah akan dicerna dengan lambat dan akan menyimpan glikogen otot
secara perlahan sehingga glukosa ekstra akan tersedia sampai akhir pertandingan.
Dengan cara ini, pangan ber-IG rendah akan meningkatkan daya tahan
olahragawan (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Jenis gula yang terdapat dalam pangan mempengaruhi indeks glikmik
pangan tersebut.Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pengaruh gula yang
secara alami terdapat dalam pangan (laktosa, sukrosa, glukosa, dan fruktosa)
dalam berbagai proporsi, terhadap respon glukosa darah sangat sulit
diprediksi.Hal ini dikarenakan pengosongan lambung diperlambat oleh
peningkatan konsentrasi gula, apapun strukturnya.
Pada penderita diabetes ringan yang suka mengkonsumsi bahan olahan
pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi seperti gula pasri, sebaiknya
mengkonsumsi juga serat larut air, karena dapat menurunkan gula darah dan
respon insulin menurun. Serat tersebut dapat memperlambat penyerapan glukosa
dalam usus halus dan meningkatkan kekentalan isi usus halus yang secara tidak
langsung dapat menurunkan kecepatan difusi permukaan mukosa usus halus.
Akibatnya, kadar gula dalam darah mengalami penurunan secara perlahan,
sehingga kebutuhan akan insulin juga berkurang (Sulistijani, 1999).
Jumlah zat gizi seperti lemak dan protein yang terkandung dalam pangan
juga memiliki pengaruh terhadap nilai indeks glikemik pangan. Lemak yang
terkandung dalam makanan yang dikonsumsi akan meninggalkan lambung secara
lambat, sehingga akan memberikan rasa kenyang. Hal tersebut akan
memperlambat laju pengosongan lambung sehingga memperlambat timbulnya
rasa lapar (Rimbawan dan Nurbayani, 2013). Pada kentang, menagandung kadar
lemak 0,1 gram/100 gram bahan, ubi jalar kuning 0,4 gram/100 gram bahan dan
ubi jalar ungu 0,7 gram/100 gram. Menurut Rimbawan dan Nurbayani
(2013),Pangan berkadar lemak tinggi mempunyai IG lebih rendah daripada
pangan sejenis yang berlemak rendah, pernyataan ini tidak sesuai karena kadar
lemak ubi jalr ungu lebih tinggi dari pada kadar lemak ubi jalar kuning tetapi
indeks glikemik paling rendah pada hasil adalah ubi jalar kuning.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa pada pengukuran
kadar gula darah yang menggunakan sampel kentang rebus, gula pasir, dan ubi
jalar rebus. Diketahui hasil kadar gula darah pada partisipan berbeda-beda, dengan
nilai IG pada partisipan shift 2 melebihi rentang 1,0 yang berarti data yang didapat
tidaklah sesuai dengan ketentuan sedangkan pada shift 1 IG yang didapat dibawah
1,0 yang berarti data tersebut relevan dengan rentang IG.

5.2 Saran
Pada praktikum ini sebaiknya partisipan yang dipilih yang mempunyai
kadar gula darah yang konsisten sehingga hasil yang didapat relevan.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2010. Metode Evaluasi Nilai Biologis Karbohidrat.Kimia Makanan.


Vol 2. pp: 13-19

Amalia, S.N., Rimbawan, dan M. Dewi. 2011. Nilai indeks glikemik beberapa
jenis pengolahan jagung manis (Zea mays saccharata Sturt). Jurnal Gizi
dan Pangan 6(1): 36-41.

Andarwulan. 2011. Nilai indeks glikemik produk pangan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jurnal Litbang. 32(3): 91-99.

Andarwulan, N., Kusnandar, F & Herawati, D,. 2011. Analisis Pangan, Dian
Rakyat, Jakarta

Astawan M, Wresdiyati T. 2005. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo(ID):


Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Burhanuddin,Arif 2012. Nilai indeks glikemik produk pangan dan faktor-faktor


yang mempengaruhinya. Jurnal Litbang. 32(3): 91-99.

Direktur standarisasi produk pangan.2012. Kategori Pangan. Jakarta : Badan


Pengawar Obat dan Makanan RI.

Hartus, 2001.Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya. Jakarta:AgroMedia


Pustaka.

Hidayat.2007. Gambaran kadar Gula Darah Puasa pada laki-laki Usia 40-59
Tahun. Jurnal e Biomedik. Vol. 1 (1): 71-75.

Irawan, A.2007. Pengaruh Jenis Katallis Asam Terhadap Studi Kinetika Proses
Hidrolisis Pati dalam Ubi Kayu. Program Studi Teknik Kimia Universitas
Fajar. Jakarta

Jan Tambayong. 2001. Antioxidantactivities, phenolic and b-carotene contents of


sweet potato genotypes with varying flesh colours. Food Chemistry. 103:
829–838

Joyce .2013.Pengaruh Jenis Katallis Asam Terhadap Studi Kinetika Proses


Hidrolisis Pati dalam Ubi Kayu.Program Studi Teknik Kimia Universitas
Fajar : Jakarta

Lehninger, 1982.Handbook of Starch Hydrolisis Product and Their Derivatives.


Glasgow: Blackie Academic & Professional.

Marks, J.E., & Blanshard, J.M.V. 1996. Physico-chemical properties of sweet


potato starch. Journal of Science of Food andAgriculture 57: 459–491.
Marsono, Y. 2002. Indeks Glikemik Umbi-umbian. Agritech, 22(1):13-16.

Marsono Y,Wiyono P,Noor Z. 2004. Indeks glikemik kacang-kacangan.Jurnal


Teknologi dan Industri Pangan. 13(3): 1320Maulana, M. 2008. Mengenal
Diabetes Melitus. Yogyakarta: Kata Hati.

Miller JCB, Powel KF, Colagiuri S. 1997. The GI Factor : The GI Solution
Hodder and Stoughton. Australia : Hodder Headine Australia Pty Limited.

Miller, et al. 2004.The GI Factor: The GI Solution.Bogor : Penebar Swadaya. Rimbawan


& Resita Nurbayani. 2013.Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili
(Dioscorea esculenta). Jurnal Gizi dan Pangan, 8(2): 145-150

Rimbawan, siagian A. 2004 .Indeks Glikemik pangan.Bogor .penebar swadaya.

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:
PT. Balai Pustaka.

Siagian P. Sondang. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit


Bumi Aksara.

Suharmiati. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Penyakit Pada Usia Lanjut. Jakarta
:Agro Media Pustaka.

Sulistijani, DA. 1999. Sehat Dengan Menu Berserat. Trubus Agriwidya: Jakarta

Sulistiyono.2014. Biokimia Nutrisi Dasar.IPB Press. Bandung

Tandra, Hans, 2008. Karbohidrat.Gadjah Mada University. Yogyakarta

Tsujii S. dan H. Kuzuya. (2004). The Significance of Lifestyle as a Risk Factor for
theMetabolic Syndrome. Nippon Rinsho. Jun; 62 (6):1047-52

Wallett W, Manson J, Liu S. 2002. Glycemic Index, Glycemic Load and Risk of
Type 2 Diabetes.Am J Clin Nutr 76(1):274S-280S.

Widmman, RL. 1995. Food Chemistry 3rd Ed. New York (US): Marcel Dekker
Inc.

Waramboi, J.G., Dennien, S., Gidley, J.M., Sopade, A.P. 2011. Characterisation
of sweetpotato from Papua New Guinea and Australia: Physicochemical,
pasting and gelatinisation properties. Food Chemistry 126: 1759–1770.
LAMPIRAN

Lampiran. Perhitungan

1. Perhitungan Luas Area Kurva Refrens ( Windarti )

 Panjang × Lebar
= (36x91) + (15x124) + (30x115)
= (3276 + 1860 + 3450)
= 8586

 Perhitungan sisa yang diarsir ( Tinggi × Alas / 2 )


(36𝑥33) (15𝑥11) (30𝑥20)
= + +
2 2 2
= 594+82,5+300
= 976,5

 Total refrens
= 8586 + 976,5
= 9562,5

Perhitungan Area Kurva Bahan

 Panjang × Lebar
= (31x81)+(15x130)+(123x15)+(131x15)
= (2511+1950+1845+1965)
= 8271

 Perhitungan sisa yang diarsir ( Tinggi × Alas / 2 )


(49𝑥31) (9𝑥15) (16𝑥15) (8𝑥15)
= + + +
2 2 2 2
= 759,5+ 67,5+ 120+ 60
= 1007

 Total bahan
= 8271+1007
= 9278

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛


 IG = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑒𝑛𝑠
9278
=
9562
= 0,97

2. Perhitungan luas area kurva refrens (Arwanda)


 Panjang × Lebar
= (81x22)+(86x15)+(95x15)+(78x15)
= (1782+1290+1425+1170)
= 5567

 Perhitungan sisa yang diarsir ( Tinggi × Alas / 2 )


(5𝑥22) (15𝑥15) (6𝑥15) (15𝑥17)
= + + +
2 2 2 2
= 55 +112,5 +45 +127,5
= 340

 Total refrens
= 5567 + 340
= 5907

Perhitungan area kurva bahan


 Panjang × Lebar
= (27x75)+(77x15)+(128x15)+(117x15)
= (2025+1155+1920+1755)
= 6855

 Perhitungan sisa yang diarsir ( Tinggi × Alas / 2 )


(2𝑥27) (51𝑥15) (7𝑥15) (18𝑥15)
= + + +
2 2 2 2
= 27 + 382,5+ 52,5+ 135
= 597

 Total bahan
= 6855+597
= 7452

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛


 IG = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑒𝑛𝑠
7452
=
5907
= 1,26

3. Perhitungan luas area kurva refrens (Syawal)


 Panjang × Lebar
= (95x24)+(136x15)+(142x15)+(123x15)
= (2280+2040+2130+1845)
= 8295

 Perhitungan sisa yang diarsir ( ½ × Alas × Tinggi )


= (½ × 24 × 41) + (½× 15×6) + (½× 15× 14) + (½×15×33)
= 492 +45 +105 +247,5
= 889,5

 Total refrens
= 8295 + 889,5
= 9184,5

Perhitungan Area Kurva Bahan

 Panjang × Lebar
= (89x25)+(124x15)+(135x15)+(131x15)
= (2225+1860+2025+1965)
= 8075

 Perhitungan sisa yang diarsir ( ½ × Alas × Tinggi )


= (½×25×35) + ( ½ × 15×17) + (½×15×6) + (½×15×4)
= 437+ 127,5+ 45+ 30
= 640

 Total bahan
= 8075+640
= 8715

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛


 IG = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑒𝑛𝑠
8715
=
9184,5
= 0,948
= 0,95

4. Perhitungan luas area kurva refrens (Ika Nur Patjriah)


 Panjang × Lebar
= (97x32)+(123x15)+(150x15)+(124x15)
= (3104+1845+2250+1860)
= 9059
 Perhitungan sisa yang diarsir ( ½ × Alas × Tinggi )
= (½ × 32 × 26) + (½× 15× 44) + (½× 15× 17) + (½×15×26)
= 416 +330 +127,5 + 195
= 1068,5

 Total refrens
= 9058 + 1068,5
= 10127,5

Perhitungan Area Kurva Bahan

 Panjang × Lebar
= (24x69)+(15x127)+(30x131)
= (1656+1905+3930)
= 7491

 Perhitungan sisa yang diarsir ( ½ × Alas × Tinggi )


= (½×24× 58) + ( ½ × 15×9) + (½×15×5)
= 696+ 67,5+ 37,5
= 801

 Total bahan
= 7491+801
= 8292

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛


 IG = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑒𝑛𝑠
8292
=
10121,5
= 0,819

Anda mungkin juga menyukai