Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KEPANITERAAN PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN CEKAT

Disusun oleh :

MUFIDANA AZIS
10/298842/KG/08654

Dosen Pembimbing :

drg. Endang Wahyuningtyas, M.S., Sp.Pros (K)

BAGIAN ILMU PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015

1
I. PENDAHULUAN

Gigi merupakan bagian tubuh yang penting dan berfungsi untuk


pengunyahan maupun bicara. Kerusakan pada gigi dapat mengakibatkanfungsi
dari gigi terganggu. Kerusakan gigi dapat bervariasi dari yang paling sederhana
sampai kerusakan yang luas, yaitu meliputi seluruh bagian gigi sampai kehilangan
sebagian tulang alveolar. Kehilangan gigi baik sebagian maupun seluruhnya
sebaiknya segera dibuatkan gigi tiruan pengganti karena akan menimbulkan
berbagai gangguan pada individu tersebut. Akibat yang timbul akibat hilangnya
gigi dalam waktu yang lama dan tidak dibuatkan gigi tiruan pengganti antara lain
migrasi dan rotasi gigi, ekstrusi gigi antagonis, penurunan efisiensi pengunyahan,
gangguan Temporomandibular Joint (TMJ), kerusakan membran periodontal,
gangguan fungsi bicara, kebersihan mulut terganggu, dan gangguan estetis.
Salah satu jenis gigi tiruan adalah gigi tiruan cekat. Gigi tiruan cekat
adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang dan tidak
dapat dilepas oleh pasiennya sendiri maupun dokter gigi karena dipasangkan
secara permanen pada gigi asli yang merupakan pendukung utama dari restorasi.
Secara umum tujuan pembuatan GTC :
1. Memulihkan daya kunyah yang berkurang karena hilangnya satu atau
lebih gigi asli
2. Untuk perbaikan estetika
3. Mencegah terjadinya perpindahan tempat gigi sekitar ruangan yang
kosong karena hilangnya gigi.
4. Untuk memelihara dan mempertahankan gusi.
5. Untuk memulihkan fungsi fonetik.
Keuntungan dari GTC adalah:
1. Karena dilekatkan pada gigi asli maka tidak mudah terlepas atau tertelan.
2. Dirasakan sebagai gigi sendiri oleh pasien.
3. Tidak mempunyai pendekap yang dapat menyebabkan keausan pada
permukaan email gigi, karena tiap kali dilepas dan dipasang kembali di
dalam mulut.
4. Dapat mempunyai efek splint yang melindungi gigi terhadap stress.

2
5. Menyebarkan tekanan fungsi ke seluruh gigi, sehingga menguntungkan
jaringan pendukungnya.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

Gigi tiruan dibedakan menurut banyaknya gigi yang hilang terdiri dari gigi
tiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian. Gigi tiruan sebagian dibedakan menjadi
gigi tiruan sebagian lepasan dan gigi tiruan sebagian cekat. Gigi tiruan cekat
(GTC) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang dan
tidak dapat dilepas oleh pasiennya sendiri maupun dokter gigi karena dipasangkan
secara permanen pada gigi asli yang merupakan pendukung utama dari restorasi
(Shilingburg dkk., 1997). Indikasi GTC adalah (Ewing, 1959) :
1. Pasien berusia 20-50 th. Hal ini untuk mengantisipasi pulpa yang masih
tinggi dan perforasi.
2. Mempunyai struktur gigi yang sehat
3. Hygiene mulut baik
4. Mengganti gigi yang terbatas (1-4 gigi)
5. Kondisi ridge dalam batas normal
6. Jaringan pendukung alveolar baik
7. Perkembangan gigi baik
8. Gigi abutment mampu menerima tekanan pontic
9. Oklusi dan jaringan periodonsium baik
10. Untuk pasien yang menuntut penampilan
11. Kesehatan umum dan sosial indikasi baik
12. Sebaiknya gigi abutment paralel
13. Sedapat mungkin gigi abutment vital
14. Tidak mempunyai kebiasaan buruk
Kontra indikasinya adalah (Ewing, 1959):
1. Pasien terlalu muda atau tua
2. Struktur gigi terlalu lunak
3. Kebersihan mulut jelek
4. Gigi yang harus diganti banyak
5. Kondisi daerah tak bergigi mengalami resorbsi eksisi
6. Alveolus pendukung gigi kurang dari 2/3 akar gigi
7. Gigi abutment abnormal dan jaringan periodonsium tidak sehat
8. Oklusi abnormal

4
9. Kesehatan umum jelek
10. Tidak terjalin kooperasi dari pasien dan operator
11. Mempunyai kebiasaan buruk
12. Gigi hipersensitif walaupun sudah dianestestesi
Bagian-bagian dari GTC adalah (Shillingburg, 1997):
1. Pontic/dummy, yaitu bagian dari GTC yang menggantikan gigi asli yang hilang
dan memperbaiki fungsinya. Salah satu sifat yang sangat penting adalah
reability, yaitu ketahanan cairan di dalam mulut (suasana di dalam mulut).
Facing pontic diharapkan selalu menempel pada bangunan logam pontic.
Facing pontic dapat dibuat dari akrilik atau porselin.
2. Connector/joint, yaitu bagian GTC yang menghubungkan retainer dan pontic.
Connector dapat berupa hubungan antara retainer dengan pontic atau retainer-
retainer. Hubungan pontic dengan retainer dapat merupakan perlekatan kaku
(rigid) atau yang tidak kaku (non rigid) sebagai stress breaker (alat penyerap
daya untuk mengurangi beban yang harus diterima abutment).
3. Retainer, yaitu bagian GTC yang merupakan bangunan logam tuang yang
disemen atau dilekatkan pada gigi penyangga untuk menahan atau membantu
suatu pontic. Retainer ini menghubungkan bridge dengan abutment. Fungsi
retainer adalah untuk menjaga agar GTC tetap pada tempatnya.

4. Abutment, yaitu mahkota gigi asli yang telah dipreparasi untuk penempatan
retainer dan mendukung bridge. Abutment harus merupakan gigi yang sudah
erupsi penuh agar retainer tidak terangkat, akibatnya timbul daerah yang tidak
tertutup oleh retainer sehingga mudah terjadi karies.
Syarat-syarat gigi abutment:
-Harus terdapat permukaan akar yang besar dan fungsional. Permukaan
akar diliputi jaringan periodontium yang sehat.
-Penyangga akar fungsional harus memenuhi perbandingan total gigi,
setidaknya ½ dari gigi memiliki permukaan akar yang fungsional. Namun
dapat juga dilakukan indikasi untuk jembatan dengan perbandingan yang
kurang menguntungkan, asal periodontium sehat dan dipelihara
kesehatannya.

5
-Unsur penyangga harus mempunyai kedudukan tertentu terhadap lengkung
gigi dan satu sama lain, supaya dapat dipreparasi untuk jembatan. Hal ini
umumnya mungkin, bila sudut yang dibentuk oleh poros unsur-unsur gigi
satu sama lain adalah lebih kecil dari 300.
-Untuk dapat menahan pembebanan dari jembatan, unsur penyangga harus
kuat. Lebih baik dipakai gigi yang vital, walaupun gigi yang nonvital bila
cukup diperkuat dapat juga dipakai.
(Kayser dkk., 1984)
Gigi pasien yang akan digunakan sebagai abutment perlu dievaluasi
secara cermat. Gigi abutment harus kuat melawan tekanan yang diterima dari
area gigi yang hilang, abutment harus tidak mudah bergerak. Gigi yang telah
dirawat endodontik dapat menjadi abutment asal gigi tersebut kuat dalam
menghantarkan tekanan yang diterima, serta jaringan pendukung dari
abutment harus sehat dan bebas dari peradangan (Lovely, 2006).
Gigi abutment perlu dievaluasi mengenai perbandingan mahkota dan
akar gigi, konfigurasi akar, area permukaan periodontal, dan tes vitalitas. Gigi
dapat dijadikan abutment bila memenuhi hukum Ante yang mengatakan
bahwa gigi yang dapat menjadi abutment bila memiliki luas area peri-
cemental sama atau lebih luas dari area peri-cemental gigi yang hilang
(Lovely, 2006).
Tabel 1. Area permukaan akar gigi abutment (mm2)
Luas permukaan gigi Persentase area permukaan
abutment (mm2) area dalam satu kuadran

Maksila

Incisivus Central 204 10

Incisivus Lateral 179 9

Caninus 273 14

Premolar pertama 234 12

Premolar kedua 220 11

Molar pertama 433 22

Molar kedua 431 22

6
Mandibula

Incisivus Central 154 8

Incisivus Lateral 168 9

Caninus 268 15

Premolar pertama 180 10

Premolar kedua 207 11

Molar pertama 431 24

Molar kedua 426 23

(Rosenstiel, 2001).
Perbandingan mahkota-akar yang optimum adalah 2:3, atau minimal
memiliki perbandingan 1:1. Jika struktur mahkota kurang, pembuatan core
build up atau pemanjangan mahkota dibutuhkan untuk mencapai
perbandingan mahkota akar yang memadai (Lovely, 2006).
Beberapa macam bentuk pontic Menurut Mc Cord, dkk (2003)
bentuk/desain pontik adalah
1.Ridge Lap pontic
Pontik ini menutupi aspek labial linger dan cocok untuk gigi rahang atas.
(Soratur, 2006). Pontik seperti ini sulit dirawat dan sering menyebabkan
inflamasi jaringan yang berkontak (Nallaswamy, 2003)

Ridge lap pontic


2.Modified Ridge Lap Pontic
Pontik ini didesain dengan tujuan mengurangi kontak mukosa. Pontik ini
tidak overlap seperti seperti saddle pontic, tetapi kontaknya dengan jaringan
hanya terbatas pada puncak lingir bukal. Pontik ini didesai dengan sedikit
konkaf pada arah bukolingual. Terjebaknya makanan dapat dicegah dengan
bentuk permukaan mesiodistal yang konveks (Nallaswamy, 2003).

7
Modified Ridge Lap
3.Hygienic Pontic
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir
alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir
alveolus (1-3 mm), dan permukaan dasar pontik cembung dalam segala
aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan
dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian
mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan
untuk pontik posterior rahang bawah(Arifin, 2000).

Hygienic Pontic

4.Conical Pontic
Pontik ini hampir sama dengan hygienic pontic tetapi pada jenis ini ada
bagian yang bersinggungan dengan edentulous ridge. Pontik ini memiliki
permukaan jaringan yang konveks dan berkontak pada jaringan pada satu titik
tanpa tekanan. Pontik ini sangat mudah dibersihkan. Kekurangan dari pontik
tipe ini adalah estetik yang jelek karena embrasur lebar sehingga
diindikasikan untuk pengganti gigi molar (Nallaswamy, 2003).

Bullet-shaped/ conical pontic

8
Konektor merupakan penghubung antara gigi abutment dengan pontic.
Tipe GTC menurut konektornya, antara lain (Allan dan Foreman, 1986):
1. Fixed-fixed bridge : kedua konektor bersifat rigid. Dapat digunakan untuk gigi
posterior dan anterior.
2. Fixed movable bridge : salah satu konektor bersifat rigid dan konektor lain
bersifat non rigid. Dapat digunakan untuk gigi posterior dan anterior.
3. Spring bridge : pontic jauh dari retainer dan dihubungkan dengan palatal bar.
Digunakan pada kasus diastema/space yang mengutamakan estetis.
Keuntungan spring bridge jika digunakan untuk gigi yang diastem adalah (1)
konektor tidak tampak sehingga faktor estetis tidak terabaikan, (2) ukuran gigi
geligi tetap tampak alami.
4. Cantilever bridge : satu ujung bridge melekat secara kaku pada retainer sedang
ujung lainnya bebas/menggantung.
5. Compound bridge : adalah kombinasi dua atau lebih dari tipe bridge.
Tipe – tipe retainer antara lain (Shillingburg, 1997):
1. Tipe dalam dentin (intra coronal retainer )
Preparasi dan badan retainer sebagian besar ada di dalam dentin atau di
dalam mahkota gigi. Contoh : tumpatan MOD.

Gambar 1. Intracoronal retainer


2. Tipe luar dentin (ekstra coronal retainer )
Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di luar dentin atau diluar
badan mahkota gigi. Contoh : preparasi full cast crown.

Gambar 2. Extracoronal retainer

9
3. Tipe dalam akar (intraradicular)
Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di dalam saluran akar.
Contoh : mahkota pasak inti.

Gambar 3. Retainer tipe dalam akar

Untuk pembuatan GTC diperlukan Rö foto yang berguna untuk


mengetahui :
1. Keadaan tulang alveolar di daerah yang kehilangan gigi
2. Akar yang tertinggal di alveolar
3. Perbandingan panjang akar dan tinggi mahkota
4. Ukuran, bentuk dan posisi akar
5. Tebal dan kontinuitas lapisan periodontal
6. Adanya kelainan pada apeks akar
Gigi abutment harus dipersiapkan agar benar – benar dapat memberi
dukungan yang kuat pada GTC. Untuk memperkirakan berapa gigi yang akan
dipakai sebagai abutment untuk suatu jembatan digunakan Hukum Ante : “Luas
permukaan selaput periodontal dari gigi abutment hendaknya sama atau lebih
besar dari luas selaput periodontal gigi yang akan diganti”.
Dalam preparasi GTC dikenal empat macam finish line, antara lain:
a. Shoulderless/knife edge/tanpa pundak; bentuk ini biasanya dibuat untuk gigi
pegangan yang tipis atau pada GTC dengan retainer terbuat dari bahan yang
mempunyai kekuatan tepi yang cukup kuat.

shoulderless finish line

10
b. Shoulder/berpundak; bentuk ini dibuat pada gigi pegangan dengan retainer
tanpa kekuatan tepi, sehingga pada tepi retainer tersebut mempunyai ketebalan
(contoh pada resin akrilik mahkota jaket).

Shoulder finish line


c. Chamfer finish line; bentuk ini biasanya digunakan untuk retainer jenis
mahkota penuh (full veneer cast crown).

Chamfer finish line


d. Partial shoulder/ berpundak sebagian; bentuk ini mempunyai pundak pada
bagian bukal atau labial, kemudian akan menyempit pada daerah proksimal dan
akhirnya hilang sama sekali pada daerah palatinal/lingual.

Prosedur pembuatan GTC :


1. Preparasi gigi abutment, bisa dilakukan pada gigi kaninus, premolar atau
molar.
Preparasi GTC dilakukan ( Johnson, 1960 ):
a. Pengurangan permukaan oklusal atau sisi insisal
b. Pengurangan sisi proksimal
c. Preparasi permukaan labial, lingual, bukal
d. Pengurangan sudut aksial.
e. Membuat shoulder sebagai pijakan mahkota agar tidak mudah
lepas
2. Setelah gigi abutment dipreparasi, maka gigi tersebut harus dilindungi dengan
mahkota sementara (Martanto, 1981) yang berfungsi untuk :
a. Melindungi gigi dari rangsang mekanis, khemis, suhu
b. Mencegah terjadinya elongasi daan migrasi

11
c. Milindungi gusi daerah servikal dan migrasi
d. Memelihara estetis
3. Membuat model kerja
4. Pemendaman dan penuangan logam kerangka GTC.
5. Pembuatan facing akrilik / porselain.
6. Pemilihan jenis pontic.

Kegagalan GTC menurut Martanto (1985) dapat berupa:


1. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman yang diakibatkan karena
kontak prematur, bidang oklusi terlampau luas, sisa-sisa makanan tertimbun di
antara pontik dan retainer, GTC yang tidak ‘pas’ ketika disemen sehingga
menimbulkan tekanan, tarikan atau dorongan pada gigi penyangga, tekanan
terlampau berat pada gusi, kontak yang terlalu berat atau tidak ada kontak,
gusi alveolar yang terlampau terlindungi atau kurang terlindungi, daerah
servikal terasa linu, shock termis dan karena belum terbiasa.
2. Retainer/bridge lepas dari gigi penyangga karena perubahan bentuk retainer,
torsi atau ungkitan, kesalahan teknik penyemenan, terlarutnya semen, karies,
gigi penyangga yang goyah, kesalahan pilihan macam retainer, restorasi yang
tidak akurat
3. Terjadi karies pada gigi penyangga. Hal ini disebabkan oleh pinggiran
restorasi retainer terlampau panjang, restorasi retainer yang pinggirannya
kurang panjang atau tidak lengkap, pinggiran restorasi yang terbuka,
kerusakan bahan mahkota, retainer yang le[as, embrassure terlampau sempit,
pilihan retainer yang salah untuk keadaan mulut tertentu, mahkota sementara
yang merusak atau mendorong gusi terlampau lama.

12
III. LAPORAN KASUS

A. Identifikasi
Nama : Melissa Sumarwati
Umur : 22 th
Jenis kelamin : Wanita
Alamat : Piton CT 8D, Klebengan, Yogyakarta
Pekerjaan : Mahasiswa
Bangsa : Indonesia
No. Kartu : 147571
Tanggal Pemeriksaan : 17 Maret 2015

B. Anamnesa
Pemeriksaan Subyektif
Motivasi : Pasien datang ke klinik atas keinginan sendiri untuk membuatkan
gigi palsu yang tidak bisa dilepas pada gigi belakang kiri bawah
CC : Merasa terganggu ketika makan karena ada gigi yang telah
dicabut.
PI : Tidak ada keluhan sakit.
PDH : Pernah mencabutkan gigi geraham kiri bawah 5 tahun yang lalu
tanpa komplikasi.
Pernah mencabutkan gigi geraham kanan bawah 5 bulan yang
lalu tanpa komplikasi
PMH : Memiliki riwayat penyakit maag dan tidak alergi terhadap obat.
Tidak pernah mondok di rumah sakit.
FH : Ayah : Sehat, tidak dicurigai menderita penyakit sistemik
Ibu : Sehat, tidak dicurigai menderita penyakit sistemik

Pemeriksaan Obyektif
a. Umum : Jasmani : sehat.
Rohani : kooperatif dan komunikatif.
b. Lokal : EO : wajah : simetris, t.a.k.
pipi : simetris, t.a.k.

13
bibir : simetris, t.a.k.
lnn : tidak teraba.
IO : Mukosa : normal, t.a.k.
Gingiva : normal, t.a.k.
Lidah : normal, t.a.k.
Palatum : normal, t.a.k.

Formula gigi

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
X X

Keterangan X : telah dicabut

C. Desain
Klasifikasi daerah tidak bergigi
RA: -
Rahang bawah : Kennedy klas III atau Applegate Kennedy Klas VI modifikasi 1P

D. Pemeriksaan rö foto
Tidak ada area radiolusen di sekitar daerah yang tidak bergigi dan tidak ada
kelainan disekitar gigi 45 dan 47 yang akan dijadikan gigi abutment. Jaringan
periodontal sehat.

E. Diagnosis
Diagnosis: Kehilangan gigi 36 dan 46 pada rahang bawah (ICD-10-CM
K08.409)
A. Rencana Perawatan
- Pembuatan gigi tiruan cekat gigi 46
- Kontrol

14
IV. RENCANA PERAWATAN

Kunjungan I
1. Anamnesis serta memberi penjelasan kepada pasien tentang jalannya
perawatan dalam pembuatan gigi tiruan cekat
2. Persiapan-persiapan di dalam mulut sebelum dibuat gigi tiruan cekat, meliputi
perawatan periodontal yaitu scaling
3. Evaluasi Rö foto untuk mengetahui kondisi gigi abutment dan jaringan
periodontalnya.
4. Indikasi dan mencetak study model RA dan RB dengan :
sendok cetak : perforated stock tray no. 2 untuk rahang bawah dan no.2
untuk rahang atas
bahan cetak : alginat (irreversible hydrocolloid)
metode mencetak : mukostatik

Setelah dilakukan boxing study model kemudian dilakukan pembuatan


desain gigi tiruan cekat rahang bawah. Pasien kehilangan gigi 46 yang akan
dibuatkan GTC fixed-fixed bridge dengan gigi 45 dan 47 sebagai abutment serta
pontic pada gigi 46 atau disebut juga gigi tiruan cekat tiga unit. Retainer pada gigi
45 dan 47 berupa full veneer crown yang terbuat dari porcelain fused to metal.
Gigi abutment 45 dan 47 dipreparasi dengan menggunakan bur kecepatan tinggi
(high speed bur). Bentuk pontic yang digunakan adalah hygiene pontic, yaitu
pontic yang tidak menempel sama sekali pada edentulous ridge (menggantung).
Hal ini dimaksudkan supaya self cleansing dapat terjamin.
Kondisi gigi sebelum dipreparasi:
Jarak mesiodistal 45 : 6,8 mm
Jarak mesiodistal 47 : 10,5 mm
Ruang pada gigi 46 : 8,9 mm
8,9 mm

6,8 mm 10,5 mm

15
Rencana preparasi gigi:
Pengurangan 45 :
Oklusal : 1,5 – 2 mm
Bukal : 0,5 – 1 mm
Lingual : 0,5 – 1 mm
Proksimal : Mesial : 1 – 1,5 mm
Distal : 1 – 1,5 mm

Pengurangan 47 :
Oklusal : 1,5 – 2 mm
Bukal : 0,5 – 1 mm
Lingual : 0,5 – 1 mm
Proksimal : Mesial : 1 – 1,5 mm
Distal : 1 – 1,5 mm

DESAIN GIGI TIRUAN CEKAT


3 2
4

1.Gigi abutment
2.Pontic
3.Rigid Connector
4.Retainer (full veneer crown, dengan veneer logam berlapis porselen)

5. Membuat simulasi preparasi gigi tiruan cekat 3 unit


Study model dicetak kembali kemudian diisi dengan stone gips. Setelah
cetakan jadi, dilakukan simulasi preparasi dengan crownmess lalu dibuat
mahkota sementara gigi tiruan cekat 3 unit dengan malam merah. Model kerja

16
tersebut dikirim ke laboratorium untuk diproses menjadi mahkota sementara
gigi tiruan cekat 3 unit dari self curing acrilic sewarna gigi.

Kunjungan II
Preparasi gigi abutment 45 dan 47 untuk retainer. Pontic pada daerah
edentulous ridge dari gigi 46 yg telah dicabut atau disebut juga GTC tiga unit
bridge. Retainer pada gigi 45 dan gigi 47 dibuat full crown dengan porcelain
fused to metal, retainer pada gigi tersebut dipreparasi dengan menggunakan bur
kecepatan tinggi (high speed bur).
Sebelum dilakukan preparasi, gigi abutment diseparasi pada gingiva
margin dengan benang yang sudah dibasahi adrenalin. Kemudian dilakukan
anestesi infiltrasi lingual dan bukal pada gigi yang akan dipreparasi. Anestesi
infiltrasi dilakukan pada gigi-gigi tersebut untuk mengurasi rasa nyeri yang
mungkin timbul akibat preparasi yang akan dilakukan.

Langkah-langkah preparasi gigi 45 :


a. Pengurangan permukaan oklusal
 Menggunakan round end tapered diamond
 Bagian oklusal dikurangi sebanyak 1,5 mm sesuai bentuk anatomi
permukaan oklusal

b. Pengurangan bagian bukal dan lingual


 Menggunakan bur silindris fissur bur berujung datar dan membulat (round
end).
 Pengurangan bagian bukal dan lingual sampai mendekati interproksimal
embrasure

17
 Bagian bukal dikurangi sebanyak 0,7 mm dan lingual dikurangi sebanyak
1,2 mm (bagian lingual dikurangi lebih banyak karena giginya rotasi)
 Finish line berbentuk chamfer
c. Pengurangan bagian proksimal
 Menggunakan tapered diamond (diameter terkecil)
 Preparasi diusahakan sejajar / parallel anatara dinding proksimal sebelah
mesial dan distal, atau sedikit konvergen ke arah oklusal sebesar ± 50
 Pengurangan bagian mesial dan distal sebanyak 1,5 mm
 Finish line berbentuk chamfer
Pengurangan sudut-sudut aksial
Tumpulkan sudut-sudut aksial yang ada dengan bur fisur kerucut terutama pada
daerah gingiva margin.
Untuk sudut-sudut aksial yang mudah dijangkau dapat menggunakan bur intan
fisur.

d. Penghalusan hasil preparasi


 Menggunakan sand paper disc.
 Menghilangkan seluruh bagian yang tajam, runcing, tidak rata dan
undercut-undercut untuk memperoleh hasil preparasi yang cukup halus

Langkah-langkah preparasi gigi 47 :

a. Pengurangan permukaan oklusal


 Pengurangan bagian oklusal menggunakan round end tapered diamond

18
 Bagian oklusal dikurangi sebanyak 1,5 mm sesuai bentuk anatomi
permukaan oklusal (tonjol bukal sedikit lebih banyak daripada tonjol
lingual)
 Pembuatan bevel pada tonjol fungsional (tonjol bukal) menggunakan
round end tapered diamond dengan cara memposisikan bur pada sudut 450
terhadap dinding aksial di buko oklusal line angle

b. Pengurangan bagian bukal dan lingual


 Menggunakan round end tappered dengan ujung datar dan bulat.
 Pengurangan bagian bukal dan lingual sampai mendekati interproksimal
embrasure
 Bagian bukal dikurangi sebanyak 0,7 mm dan lingual dikurangi sebanyak
1,2 mm
 Finish line berbentuk chamfer (0,5 mm di bawah gingiva)
c. Pengurangan bagian proksimal
 Menggunakan tapered diamond (diameter terkecil)
 Preparasi diusahakan sejajar / parallel anatara dinding proksimal sebelah
mesial dan distal, atau sedikit konvergen ke arah oklusal sebesar ± 50
 Pengurangan bagian mesial dan distal sebanyak 1 – 1,5 mm
 Finish line berbentuk chamfer yang dibentuk menggunakan torpedo
diamond

19
Pengurangan sudut-sudut aksial
Tumpulkan sudut-sudut aksial yang ada dengan bur fisur kerucut terutama pada
daerah gingiva margin.
Pengurangan dapat menggunakan round end bur

d. Penghalusan hasil preparasi


 Menggunakan sand paper disc
 Menghilangkan seluruh bagian yang tajam, runcing, tidak rata dan
undercut-undercut untuk memperoleh hasil preparasi yang cukup halus

Setelah dipreparasi dibuat cetakan model kerja :


Sendok cetak : perforated stock tray no. 2
Bahan cetak : elastomer (aquasil)/nama dagang (exaflect)
Metode : double impression
Cara mencetak:
Bahan cetak putty yang terdiri dari base dan katalis dengan perbandingan
1 : 1 diaduk/diuleni dengan tangan kemudian setelah mencapat konsistensi
tertentu (homogen), kemudian bahan cetak diletakkan dalam sendok cetak.
Selanjutnya, bahan cetak aquasil injection (base dan katalis jadi satu dalam
pistol) diletakkan di atas sendok cetak yang sudah diberi putty, dan kemudian
dimasukkan ke dalam mulut pasien. Setelah bahan cetak setting, maka sendok
cetak dikeluarkan dari mulut pasien.
Hasil cetakan diisi dengan glass stone, kemudian dilakukan model malam
pada hasil cetakan tersebut sesuai dengan bentuk gigi yang hilang
menggunakan malam biru. Selanjutnya model kerja dikirim ke laboratorium
untuk pemrosesan bridge.

20
Pembuatan jembatan sementara
Pembuatan jembatan sementara
- Sebelum gigi dipreparasi, pada area gigi yang hilang dibuatkan mahkota
dengan malam inley.
- Lalu dibuat cetakan negatif dari alginate dari kuadran rahang dimana gigi
tersebut berada. Kemudian dibuat cetakan positifnya.
- Setelah gigi abutmentnya dipreparasi lalu dicetak mengguanakan alginat
kemudian dibuat cetakan positifnya.
- Cetakan positif dari gigi yang belum dipreparasi dibuat kembali cetakan
negatinya dengan menggunakan alginat.
- Lalu menuangkan self cured acrylic pada kuadran gigi yang dibuatkan
model malamnya, kemudian cetakan positif gigi setelah dipreparasi
dimasukkan ke dalam cetakan negatif gigi yang ada model malamnya
tersebut, ditunggu sampai mengeras. Setelah mengeras lalu dilepaskan dan
dipaskan pada gigi pasien.
- Jembatan sementara akrilik ini dilekatkan dengan semen oksida seng
eugenol (ZOE) atau semen Fletcher.

Kunjungan III (Try in)


1. Pengepasan gigi tiruan cekat, yang harus diperhatikan adalah retensi,
stabilisasi, oklusi. Perhatikan juga kontak proksimal antara gigi tiruan cekat
dengan gigi sebelahnya dan tepi gigi tiruan cekat yang tidak boleh menekan
gingiva.
Retensi
Kemampuan GTC untuk melawan gaya pemindah yang cenderung
memindahkan gigi tiruan kearah oklusal. Cara mengecek retensi gigi tiruan
adalah dengan cara memasang gigi tiruan tersebut ke dalam mulut pasien. Jika
tidak mempunyai retensi maka gigi tiruan tersebut akan terlepas setelah
dipasang, namun jika tidak terlepas berarti gigi tiruan tersebut sudah
mempunyai retensi.
Stabilisasi
Merupakan perlawanan atau ketahanan GTC terhadap gaya yang

21
menyebabkan perpindahan tempat atau gaya horizontal. Stabilisasi terlihat
dalam keadaan berfungsi, misal pada mastikasi. Pemeriksaan stabilisasi gigi
tiruan dengan cara menekan bagian gigi tiruan secara bergantian. Gigi tiruan
tidak boleh menunjukkan pergerakan pada saat tes ini.
Oklusi
Pemeriksaan aspek oklusi pada saat posisi sentrik, lateral dan anteroposterior.
Caranya dengan memakai kertas artikulasi yang diletakkan di antara gigi atas
dan bawah, kemudian pasien diminta melakukan gerakan mengunyah. Setelah
itu kertas artikulasi diangkat dan dilakukan pemeriksaan oklusal gigi. Pada
keadaan normal terlihat warna yang tersebar secara merata pada permukaan
gigi. Bila terlihat warna yang tidak merata pada oklusal gigi maka terjadi
traumatik oklusi oleh karena itu dilakukan pengurangan pada gigi yang
bersangkutan dengan metode selective grinding. Pengecekan oklusi ini
dilakukan sampai tidak terjadi traumatik oklusi
2. Setelah gigi tiruan cekat pas pada tempatnya dilakukan pemasangan sementara
dengan freegenol. Cara pemasangan gigi tiruan cekat sama seperti cara
penyemenan mahkota sementara gigi tiruan cekat 3 unit.

Penyemenan sementara GTC :


1. GTC dibersihkan dan disterilkan lalu dikeringkan, gigi yang akan dipasangi
GTC juga dikeringkan. Semen sementara (Zink Oksida Eugenol) atau
freegenol diaduk sesuai dengan konsistensinya dan dioleskan pada gigi yang
dipreparasi dan bagian dalam GTC.
2. GTC dipasang dengan tekanan maksimal, gulungan kapas diletakkan di atas
GTC dan disuruh menggigit beberapa menit.
3. Pemeriksaan oklusi dan estetis, finisihing line harus menutup.
4. Instruksi pada pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya dan diminta untuk
tidak makan atau menggigit makanan yang keras dahulu. Pasien diintruksikan
untuk datang satu minggu kemudian untuk penyemenan permanen GTC.

22
Kunjungan IV (Insersi)
Dilakukan pemeriksaan pada pasien apakah mempunyai keluhan, apakah
ada peradangan pada jaringan sekitarnya. Pasien diingatkan apakah ketika makan,
makanan mengalir atau tidak. Apabila tidak ada keluhan, maka dapat dilakukan
penyemenan permanen dengan menggunakan semen ionomer kaca tipe I. Cara
penyemenan permanen gigi tiruan cekat:
1. Gigi tiruan cekat 3 unit dibersihkan, disterilkan lalu dikeringkan . Gigi yang
akan dipasangi gigi tiruan cekat juga dikeringkan. Daerah sekitar gigi yang
akan dipasangi GTC diisolasi dengna cotton roll.
2. Semen SIK tipe I diaduk dengan spatula plastik dengan gerakan melipat
hingga didapatkan konsistensi yang agak encer (dapat ditarik ke atas tanpa
putus 2,5 cm), kemudian dioleskan pada gigi yang dipreparasi dan bagian
dalam GTC 3 unit.
3. Gigi tiruan cekat 3 unit dipasang dengan tekanan maksimal, gulungan kapas
diletakkan di atasnya kemudian pasien disuruh oklusi selama beberapa menit.
Sisa-sisa semen /eksesnya dibersihkan.
4. Pemeriksaan retensi, stabilisasi, dan oklusi (dengan articulating paper).
5. Pasien diinstruksikan untuk menjada kebersihan mulutnya dan diminta untuk
tidak makan atau menggigit makanan yang keras dulu. Bila ada keluhan rasa
sakit segera kembali untuk dikontrol.

Kunjungan V
Pasien kontrol dengan melakukan pemeriksaan subjektif dan objektif.
1. Pemeriksaan subjektif, ditanyakan apakah ada keluhan setelah gigi tiruan
cekat dipasang dan dipakai.
2. Pemeriksaan objektif, dilihat keadaan jaringan mulut dan jaringan lunak di
daerah sekitar gigi tiruan cekat apakah ada peradangan atau tidak. Retensi,
stabilisasi, dan oklusi gigi tiruan cekat juga diperiksa.

23
V. DISKUSI

Pada kasus ini pasien perempuan berusia 22 tahun mengeluhkan


kenyamanan fungsi pengunyahan yang terganggu sejak hilangnya gigi geraham
bawah kanan sejak gigi tersebut dicabut. Berdasarkan hasil pemeriksaan
subyektif, obyektif, dan penunjang pada rontgen foto, rencana perawatan untuk
kasus ini yaitu pembuatan gigi tiruan cekat karena gigi 45 dan 47 yang akan
digunakan sebagai abutment dalam kondisi baik. Faktor usia dan keadaan kondisi
gigi geligi pasien sesuai dengan indikasi gigi tiruan cekat. Hasil rontgen foto
pasien menunjukkan keadaan jaringan pendukung pada daerah yang tak bergigi
maupun di sekitar gigi tetangganya tidak menunjukkan suatu kelainan. Gigi 45
dan 47 digunakan sebagai abutment karena sesuai Hukum Ante bahwa luas
jaringan periodonsium gigi abutment hendaknya sama/lebih besar daripada luas
jaringan periodonsium gigi yang akan diganti. Selain itu, pertimbangan pemilihan
gigi 45 dan 47 sebagai abutment dikarenakan kedua gigi tersebut memiliki rasio
mahkota-akar yang cukup, status periodontal baik, jaringan pulpa sehat, dan posisi
aksis gigi yang cukup normal.
Pada kasus ini dipilih pembuatan full crown dengan porcelein fused to
metal untuk gigi 45 dan 47 dikarenakan dapat mengatasi daya kunyah yang besar,
mempunyai respon yang baik terhadap gingiva (margin gingiva dan subgingiva)
dan pertimbangan faktor estetis (terlihat seperti struktur gigi asli). Bentuk
preparasi disesuaikan dengan arah pemasangan.

Bentuk pontik yang digunakan pada kasus ini adalah hygienic pontic,
pontik ini tidak menempel pada edentulous ridge (menggantung pada permukaan
gingiva). Hal ini untuk memperkecil terjadinya impaksi dan akumulasi makanan
sehingga self cleansing tetap terjaga.
Gigi Tiruan Cekat pada kasus ini terdiri dari 2 retainer dan 1 pontik yang
dihubungkan secara rigid oleh konektor sehingga termasuk GTC tipe fixed-fixed
bridge. Bahan yang digunakan dalam pembuatan GTC ini adalah porcelain fused
to metal. Metal yang digunakan di sini biasanya adalah alloy nickel-chromium.
Warna gigi yang dipilih sesuai shade guide adalah A3 yang dibandingkan sesuai
warna gusi asli di sebelahnya.

24
25
VI. PROGNOSA

Prognosa pembuatan GTC pada pasien ini adalah baik, karena:


1. Gigi abutment kuat untuk mendukung GTC
2. Jaringan pendukung sehat
3. Kesehatan umum dan kebersihan mulut baik
4. Pasien komunikatif dan kooperatif
5. Sosial ekonomi pasien baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Allan, D.N. dan Foreman, P.C., 1986, Crown and Bridge Prostodontics: an
illustrated handbook, Wright, California
Ewing, E.J., 1959, Fixed Partial Prosthesis, 2nd ed., Lea and Febinger,
Philadelphia.
Johntson, J.F., 1960, Modern Pracice in Crown and Bridge Prosthodontics, WB
Saunders, Philadelpia.

Kayser, A. F., Plasmans, P. J., Snoek, P. A., 1984, Geligi yang rusak dan
perawatannya dengan cara mahkota dan jembatan, Binacipta.

Martanto, P., 1985, Teori dan Praktek Ilmu Mahkota dan Jembatan, edisi 2,
Penerbit Alumni, Bandung.
Shillingburg, H.T., 1997, Fundamental of Fixed Prosthetics, 3rd ed., Quintessence
Pub. Co., Hanover Park.

27
28

Anda mungkin juga menyukai