Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu area
bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. (Emilia, 2010). Pada
tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan problem kesehatan yang sangat
serius karena jumlah penderitanya meningkat sekitar 20% per tahun. Kanker payudara
merupakan jenis kanker kedua di Indonesia yang menyerang kaum wanita setelah kanker
serviks (mulut rahim). Dengan kata lain, kanker serviks adalah urutan pertama terbanyak
yang menyerang kaum wanita di Indonesia. (Azamris, 2016).
Di seluruh dunia, kasus kanker serviks ini sudah dialami oleh 1,4 juta wanita. Data yang
didapat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) diketahui terdapat 493.243 jiwa per-tahun
penderita kanker serviks baru dengan angka kematian sebanyak 273.505 jiwa per-tahun.
(Emilia, 2010). Sampai saat ini kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan
perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematian akibat
kanker serviks yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum
yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan
sarana dan prasarana, jenis histopatologi dan derajat pendidikan ikut serta dalam
menentukan prognosis dari penderita. (Rasjidi, 2015).
Di Vietnam kanker serviks merupakan penyebab kematian perempuan yang pertama,
sedangkan di Indonesia dan Filipina, kanker serviks menduduki urutan ke dua penyebab
kematian pada wanita, sementara di Thailand dan Malaysia, kanker serviks menduduki
penyebab kematian perempuan yang ketiga. Di Indonesia sendiri, diperkirakan 15.000
kasus baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya, sedangkan angka kematiannya
diperkirakan 7.500 kasus per tahun. Setiap harinya diperkirakan terjadi 41 kasus baru
kanker serviks dan 20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Pada tahun
2009, kasus baru kanker serviks berjumlah 2.429 atau sekitar 25,91% dari seluruh kanker
yang ditemukan di Indonesia. Dengan angka kejadian ini, kanker serviks menduduki
urutan kedua setelah kanker payudara pada wanita usia subur 15 – 44 tahun. (Wijaya,
2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah penyakit kanker di Indonesia antara
lain hampir 70% penderita penyakit ini ditemukan dalam keadaan stadium yang sudah
lanjut. Prevalensi tumor tertinggi berdasarkan provinsi adalah Daerah Istimewa
Yogyakarta sebesar 9,66 % dan terendah adalah Maluku Utara 1,95 %. Sedangkan urutan
jenis kanker atau tumor tertinggi di Indonesia adalah kanker ovarium dan servix uteri.
(Oemiati, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas maka sangat penting bagi seorang bidan untuk
memberikan asuhan pada pasien sedini mungkin, mulai pada deteksi dini, cara
penanganan serta cara pencegahan sebagai upaya deteksi adanya penyakit yang
memerlukan tindakan segera serta perlunya rujukan agar mencapai derajat kesehatan yang
tinggi pada pasien dengan penyakit tersebut sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan, penulis mencoba merumuskan masalah
dalam laporan kasus yaitu manajemen kebidanan pada pasien dengan ca servix diruangan
merak RSUD Dr.Soetomo Surabaya.

1.3 Tujuan

1.4 Pelaksanaan
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kanker serviks

2.1.1 Pengertian

Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau
serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina
(Diananda, Rama, 2014).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan
kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol
proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang
wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar
penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim (Sarjadi, 2001).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis dapat
menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang abnormal yang
terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina.
2.1.2 Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara
tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa
jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut
ganas maka keadaannya disebut kanker serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker
serviks yaitu :
a. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata ) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe
16, 18.
1) Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papiloma.
2) Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada
kondiloma akuminata.
3) Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi
oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV ditemukan angka kejadian
kanker serviks yang meningkat.
4) DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
b. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
1) Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18 tahun).
2) Berganti - ganti pasangan seksual.
3) Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada
usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang
menderita kanker serviks.
4) Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran.
c. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima tahun
dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relative pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya
pemakaian.
d. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara rutin
dan pendidikan yang rendah ( Dr imam Rasjidi, 2013 ).

2.1.3 Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga menimbulkan
gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang mengalami mutasi dapat
berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma telah mendesak pada
jaringan syaraf akan timbul masalah keperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel
karsinoma dapat mengganggu kerja sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau
hidronefrosis yang menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi.
Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi keluhan juga,
karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil masalah keperawatan
gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia
hipovolemikyang menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah
keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa efek
samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi
diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa
terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan masalah
keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek dari radiasi
bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul masalah
keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan
tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim ini merasa
cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos
dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan
kematian (Price, syivia Anderson, 2015).

2.1.4 Manifestasi Klinik


Manifetasi klinik yang kemungkinan terjadi pada pasien dengan kanker serviks
adalah:
a. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
c. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
d. Perdarahan spontan saat defekasi.
e. Perdarahan diantara haid.
f. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
g. Anemia akibat pendarahan berulang.
h. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
(Dr RamaDiananda, 2013 ).
2.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada pasien dengan kanker serviks adalah:
a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium lanjut
hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan
yang biasa digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun
sangat tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan
bahwa angka harapan hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan
stadium yang lebih lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga
mendapatkan sitistatika dalam ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
1) Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel pada
siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
2) Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana
proliferasi termasuk obat fase spesifik.
3) Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel lebih
besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi eksternal
anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk
prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan menganjurkan
menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant. Pertahankan kedekuatan kulit dalam
perawatan post pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda
infeksi, monitor intake cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah
pengobatan, dan melakukan perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam perawatan umum
adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre
insersi antara lain menurunkan kebutuhan untuk enema atau buang air besar
selama beberapa hari, memasang kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjang dan
latihan rom dan jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama
terapi radiasi perawatannya yaitu monior tanda - tanda vital tiap 4 jam.
Memberikan posisi semi fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral
sampai 300 ml dan memberikan support mental. Perawatan post pengobatan
antara lain menghindari komplikasi post pengobatan (tromboplebitis, emboli
pulmonal dan pneumonia ), monitor intake dan output cairan (Bambang sarwiji,
2014).
1. Stadium Karsinoma Serviks
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri mengenai tingkat dan kriteria
kanker serviks adalah:
a. Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat bukti
invasi.
b. Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses terbatas
pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
c. Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel
tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak terdapat pada
pembuluh limfa atau pembuluh darah.
d. Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi serviks uteri.
e. Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga mengenai
vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau area para servikal pada salah satu sisi
atau kedua sisi.
f. Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrate tumor.
g. Tahap IIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum sampai
pada dinding panggul.
h. Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah meluas
kesalah satu atau kedua dinding panggul. Penyakitnodus limfe yang teraba tidak
merata pada dinding panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua
ureter tersumbat oleh tumor.
i. Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan.
j. Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul ( frozen pelvic ) atau
proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
k. Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan secara histologik ) atau telah
terjadi metastasis keluar panggul atau ketempat - tempat yang jauh.
l. Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
m. Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
( Dr Imam Rasjidi, 2015 )

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemerksaan yang dapat dilakukan pada pasien yang teridentifikasi menerita kanker
serviks adalah:
a. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP ) sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90%
bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining sel - sel serviks yang
tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat
didiagnosis secara histologik.
b. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi, suatu alat yang
dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber
cahaya didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ). Kalau pemeriksaan sitologi menilai
perubahan morfologi sel - sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi
menilai perubahan pola epitel dan vascular serviks yang mencerminkan perubahan
biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
c. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat ) terlihat
seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya atau hanya
terlihat sebagian kelainan didalam kanalis serviskalis tidak dapat dinilai, maka
contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan
alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.
d. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa
sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ), dengan kanalis servikalis
sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi selalu
dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan
pemeriksaan kolposkopi.
Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat
dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol
( yodium 5g, kalium yodida 10 g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah
dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ). Konikasi
diagnostik dilakukan pada keadaan -keadaan sebagai berikut :
1) Proses dicurigai berada di endoserviks.
2) Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
3) Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
4) Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
( Prof. R Sulaiman , 2016 ).
2.2 Konsep Asuhan Kebidanan

Anda mungkin juga menyukai