OLEH:
KELOMPOK 1A :
1. ELDA RAHMADANTI 1710423008
2. NADILA RAHMADANI 1710423014
3. NADA JULISTA. S 1810422009
4. RINTAN PERMATASARI 1810422018
5. DHEA YULIANI 1810422054
6. MARDHATILLAH 18104220
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. FAJRI USMAN, M. Hum
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam, bentuk, dan makna
Bahasa. Dan memenuhi tugas bahasa Indonesia.
1.4 Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan ragam bentuk, dan
makna bahasa.
2. Mengetahui adanya berbagai ragam, bentuk, dan makna bahasa yang sering
digunakan.
3. Penggunaan ragam bentuk, dan makna bahasa dan contoh-contoh ragam, bentuk,
dan makna bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
Ragam Lisan
Ragam bahasa lisan adalah suatu ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap (organ
of speech).Dalam ragam bahasa lisan ini, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti tata
bahasa, kosakata, dan lafal dalam pengucapannya.Karena dengan memperhatikan hal-hal
tersebut, pembicara dapat mengatur tinggi rendah suara atau tekanan yang dikeluarkan,
mimik/ekspresimuka yang ditunjukkan, serta gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan
ide dari sang pembicara.
Adalah unsur Bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau makna
(Gleason, 1961). Jadi, fonem sama denagn bunyi (untuk didengar), huruf untuk
lambang (untuk dilihat). Jumlah huruf hanya ada 26, tetapi fonem bahasa Indonesia
lebih dari 26 karena beberapa huruf memiliki lebih dari satu lafal bunyi. Variasi
pelafalan huruf e, o, dan k Huruf Contoh pelafalan dalam kata Fonem jahe, karate,
sate emas, lepas, pedas enak, engsel, elok / e / beo, solo (= sendiri), trio (= penyanyi) /
o / / o / bak (tempat udara), botak, otak anak, enak, ternak / k /
2. Morfem
adalah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983).
Morfem adalah satuan bentuk yang dapat membedakan makna dan dapat memiliki
makna. Morfem dapat mengandung imbuhan (misalnya –an, saya, me-kan), klitika /
partikel (misalnya –lah, -kah), dan kata dasar (misalnya bawa, makan). Untuk
membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat dilakukan dengan membuktikan
morfem dengan kata yang memiliki arti leksikal. Jika penggabungan menghasilkan
makna baru, maka yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem. Contoh:
makan + -an = makanan saya + makan = makan Yang disebut partikel tidak-tidak
kecil dalam bahasa. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1998: 342),
partikel -kah, -lah, -tah menilai sebagai klitika. Klitika tidak sama dengan imbuhan.
3. Kata
adalah satuan ujaran yang mempunyai pengenalan intuitif universal oleh penutur
asli, baik dalam Bahasa lisan maupun tulisan (Crystal, 1980). Kata adalah satuan bentuk
kalimat (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna. Kata yang
terbentuk dari gabungan huruf atau gabungan morfem; atau gabungan huruf dengan
morfem, baru diterima sebagai kata jika bentuknya memiliki makna.
Kata yang bermorfem tunggal (kata dasar). Yaitu kata yang belum mendapat imbuhan.
Kata yang bermorfem banyak Yaitu kata yang sudah mendapat imbuhan.
Kata kerja (verba) Adalah kata yang menyatakan tindakan atau tindakan, proses, dan kata
ganti yang bukan merupakan sifat. Menjalani pekerjaan sebagai predikat dalam kalimat.
Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah. Contoh: (akan) mandi
Dapat diingkari dengan kata tidak Contoh: (tidak) makan
Dapat diikuti oleh gabungan kata (frasa) dengan + kata benda / kata sifat.
Contoh: menulis + dengan pena (KB) menulis + dengan cepat (KS) Selain bentuk di atas, ada
bentuk verba yang lain, yaitu:
Verba reduplikasi atau verba berulang kali dengan atau tanpa pengimbuhan, misalnya makan-
makan, batuk-batuk.
Verba majemuk, yaitu verba yang terbentuk melalui proses penggabungan kata, namun bukan
merupakan idiom; misalnya terjun payung, tatap muka.
Verba berpreposisi, yaitu verba intransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu; misalnya
tahu akan, cinta pada.
b). Kata sifat (adjektiva) Adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, watak, tabiat orang /
binatang / suatu benda. Memanggil sebagai predikat, objek, dan penjelas dalam kalimat.
Dibedakan atas dua macam, yaitu:
Kata sifat berbentuk tunggal, dengan ciri-ciri: a. Dapat diberikan keterangan tentang
pembanding lebih, kurang, dan paling tinggi: misalnya lebih baik.
Dapat diberikan keterangan tentang penguat, sekali; misalnya sangat senang, sedikit sekali.
Dapat diingkari dengan kata ingkar tidak, misalnya tidak benar. 2. kata sifat berimbuhan.
Contoh: abadi, manusiawi, kekanak-kanakan.
c). Kata Keterangan (adverbia) Adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva,
nomina predikatif, atau kalimat. Kalimat Saya ingin segera melukis, kata segera adalah
adverbia yang menerangkan verba melukis.
d). Rumpun kata benda (nomina) Adalah kata yang menarik untuk sesuatu benda (konkret
maupun abstrak). Kata benda yang dijadikan subjek, objek, pelengkap, dan keterangan dalam
kalimat. Ciri kata benda:
Ada dua jenis kata yang juga cocok untuk benda, yaitu:
Pronomina: kata yang dipakai untuk dikenakan kepada nomina lain. Contoh: mana, kapan,
Bu
Numeralia: kata yang dipakai untuk menghitung jumlah orang, binatang, atau barang.
Contoh: tiga, babak.
e). Rumpun kata tugas (partikel) Adalah kumpulan kata dan partikel. Lebih tepat dinamakan
rumpun kata tugas, yang terdiri atas:
Kata depan (preposisi) adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat
atau kata kerja untuk penyusunan kata depan (frasa preposional). Contoh: di kantor, sejak
kecil.
Kata sambung (konjungsi) adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua kata atau
dua kalimat. Contoh: - ... antara hidup dan mati (dalam kalimat) - Situasi memang sudah
membaik. Akan tetapi, kita harus selalu siaga.
Kata seru (interjeksi) adalah kata tugas yang digunakan untuk mengungkapkan seruan hati
seperti rasa kagum, sedih, heran, dan jijik. Kata seru dipakai di kalimat seruan atau kalimat
perintah (imperatif). Contoh: Aduh, gigiku sakit sekali! Ayo, maju terus, pantang mundur!
Kata sandang (artikel) adalah kata tugas yang berarti jumlah orang atau kata benda. Artikel
ada tiga, yaitu: yang menyenangkan tunggal: sang putri yang bermakna jamak: para hakim
yang bermakna netral: si hitam manis.
Partikel Penegas Bermakna tidak kecil dari suatu benda. Partikel yang dibicarakan di sini
adalah partikel yang membentuk kalimat tanya (interogatif) dan pernyataan, yaitu: -kah:
Apakah Bapak Ahmadi sudah datang? Berfungsi sebagi kalimat tanya yang membutuhkan
jawaban. -lah: Apalah dayaku tanpa bantuanmu? Berfungsi sebagai kalimat tanya yang perlu
jawaban tapi tetap memberi tanda tanya. Dialah yang Maha Kuasa, kata lah dalam kalimat ini
menunjukkan partikel dan harus ditulis dengan huruf kecil. DiaLah yang makan, kata lah
dalam kalimat ini menunjukkan kata hubung dan harus ditulis dengan huruf besar. -tah:
Apatah dayaku tanpa awak? Kalimat pertanyaan yang tidak membutukan jawaban (kalimat
retoris). Bagian ini adalah serapan dari bahasa Jawa. pun: Karena dosen berhalangan, kuliah
pun dibatalkan.
4. Frasa
menurut Kridalaksana, frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki sifat tidak
predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Frase menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah gabungan dua kata atau lebih yang nonpredikatif. Frase adalah satuan
konstruksi yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:
138).
Frase juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari kata gabungan yang
nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
dalam kalimat (Chaer, 1991: 222).
Menurut Prof. M. Ramlan, frase adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih
dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001: 139). Lebih dari apapun kata
tersebut berasal dari Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun deskripsi, maka masih bisa
disebut frasa. Contoh:
sedang memasak
cantik sekali
minggu depan
di depan
Jika contoh itu diletakkan dalam kalimat, posisi tetap tetap pada satu posisi saja.
Jadi, walau terdiri atas dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain
mengatakan bahwa frase adalah satuan sintaksis yang merupakan pemadu kalimat. Contoh:
Pada kalimat pertama kata 'mereka' terdiri atas satu kata adalah frasa. Sementara pada kata
kedua berikutnya hanya kata 'sering' saja yang termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri
atas dua kata dan kata 'sering sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kedua katanya adalah
frasa karena hanya terdiri atas satu kata pada setiap jabatannya.
Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan dari frasa yang dapat terdiri atas satu
kata atau lebih dari itu tidak melebihi batas atau jabatannya yang terdiri dari subjek, predikat,
objek, pelengkap, atau pun keterangan. Jumlah frasa yang ada di kalimat tergantung pada
jumlah fungsi yang ada pada kalimat itu juga.
Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan distribusi distribusi dengan taknya
(pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi tidak pusatnya. Berdasarkan
Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya). Berdasarkan pembagian distribusi
dengan unsnya (pemadunya, frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa
Eksosentris.
Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh unsnya.
Unsur frasa yang dapat digunakan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut Unsur Pusat
(UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki uns pusat. Contoh:
Beberapa warga (S) di lapangan (P). Kalimat ini tidak dapat hanya 'Beberapa di lapangan'
(salah) karena kata warga adalah tidak pusat dari subjek. Jadi, 'beberapa warga' adalah frasa
endosentris.
1. Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua taknya adalah pusat dan
perbedaan pada hal yang berbeda, di antara taknya tersedia 'dan' atau 'atau'. Contoh:
rumah pekarangan
suami istri
ayah ibu
2. Frasa Endosentris Atributif, yaitu frase endosentris yang di samping memiliki pusat juga
memiliki atribut yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian dari frase yang bukan pusat,
tetapi merangkai bagian tengah untuk membentuk frasa yang membentuk. Contoh:
Sekolah Inpres
Buku baru
Orang itu
Malam ini
Sedang belajar
Sangat bahagia
Kata-kata yang dirilis miring dalam frasa-frasa di atas adalah tidak pusat, sedangkan kata-
kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.
3. Frase Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah pusat dan
bagian dari hal yang sama. Tidak ada pusat yang menyediakan aplikasi untuk pusat yang lain.
Contoh:
Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar. Ahmad, …… .sedang belajar. ……… .anak Pak
Sastro sedang belajar. Unsur 'Ahmad' merupakan pusat, sedangkan 'anak Pak Sastro'
merupakan aposisi.
Contoh lain:
Mamad, temanku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalam dalalm frasa
endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah
hubungan gramatik antara tidak yang satu dengan yang tidak yang lain. Jika diberi aposisi,
menjadi fros endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika
diberi uns frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif
Frase Eksosentris, adalah frasa yang tidak memiliki persamaan distribusi dengan unsnya.
Frase ini tidak memiliki tidak pusat.
Jadi, frase eksosentris adalah frase yang tidak memiliki UP. Contoh: santai mahasiswa di
teras. Sebuah. Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya. Berdasarkan
kategori kata yang menjadi tidak pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
Frasa nomina, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori nomina. UP frasa
nomina itu terdiri: nomina sebenarnyav contoh: pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan
pronominav contoh: dia itu musuh saya namav contoh: Dian itu manis kata-kata selain
nomina, strukturnya saja berubah menjadi nominav contoh: dia rajin → rajin itu
menguntungkan karena dua ekor → dua itu sedikit berlari → berlari itu menyehatkan kata
rajin pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan dua ekor dimulai
frasa numeralia, dan kata yang dialihkan yang merupakan frasa verba.
Frasa Verba, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori verba. Secara
morfologis, UP frasa verba Biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa
verba tersedia (dapat diberi) kata 'sedang' untuk verba aktif, dan kata 'sudah' untuk verba
keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata 'sangat', dan biasanya sesuai fungsi predikat.
Contoh: Dia berlari. Secara morfologis, kata berjalan mengandung afiks, dan sintetik dapat
diberikan kata 'sedang' yang menunjukkan verba aktif.
Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya
dapat diberi afiks ter-, paling, paling sedikit, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva Biasanya
dirancang fungsi predikat. Contoh: Rumahnya besar. Ada pertindian kelas antara verba dan
ajektifa untuk beberapa kata tertentu yang memiliki ciri verba sekaligus memiliki ciri
ajektifa. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan adalah pengaturan dasar yang
dominan. Contoh: takut (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata 'sedang' atau 'sudah'.
Tapi bisa diberi kata 'sangat').
Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori numeralia. Yaitu
kata-kata yang semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia
yang tersedia (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain. Contoh: dua buah
tiga ekor lima biji duapuluh lima orang.
Frasa Preposisi, frasa yang ditandai keberadaan preposisi atau kata depan sebagai penanda
dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda. Contoh: Penanda
(preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras ke rumah teman dari sekolah untuk
saya
Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda
dan diambil klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda
dalam frasa konjungsi selalu memiliki predikat. Contoh: Penanda (konjungsi) + Petanda
(klausa, memiliki P) Sejak kemarin dia terus diam (P) di situ. Dalam buku Ilmu Bahasa
Indonesia, Sintaksis, ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa Keterangan, karena
keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
5. Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal, terdiri dari kelompok kata yang sekurang-banyaknya terdiri
dari subjek (S) dan predikat (P), dan memiliki potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana
dkk, 1980: 208). Klausa adalah kalimat tidak bebas, karena kalimat kalimat sebagian besar
terdiri dari dua kalimat tidak klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun
demikian, S juga sering dibagikan, misalnya dalam kalimat luas karena penggabungan klausa,
dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981: 62.
Dari resolusi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas predikat, baik dikumpulkan oleh subjek, objek, pelengkap, deskripsi atau tidak
dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang menjadi klausa
bukan hanya P, jika memiliki S, klausa terdiri atas S dan P. Jika memiliki S, klausa terdiri
dari atas S, P, dan O. jika tidak memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P , O, dan Ket.
Demikian seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai tidak inti klausa
adalah S dan P. Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak
muncul dalam kalimat balasan atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Contoh:
Pertanyaan: kamu mengundang siapa? S dan P-nya Jawaban: teman satu kampus
Contoh pada bahasa tidakàdihilangkan. P-nya resmi: saya telat! dihilangkan. Klausa
merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum
memiliki intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah memiliki intonasi lengkap yang
ditandai dengan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan kalimat tersebut sudah
selesai. Klausa sudah pasti memiliki P, sedangkan kalimat belum tentu memiliki P.
Contoh Klausa:
Klausa Lengkap Klausa lengkap klausa yang semua tidak hadir. Klausa ini mengulas lagi
berdasarkan urutan S dan P menjadi:
Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh: Kondisinya sudah baik. Rumah
itu sangat besar. Mobil itu masih baru.
Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh: Sudah baik kondisinya.
Sangat besar rumah itu. Masih baru mobil itu.
Klausa Tidak Lengkap Klausa tidak lengkap klausa yang tidak semua tidak hadir hadir.
Hanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sementara tidak inti yang lain
dihilangkan.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya tidak negasi yang gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang diminta tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.
2. Klasifikasi klausa tentang ada tidaknya tidak negasi yang diperlukan untuk
menegosiasikan:
Positif Klausa Klausa poisitif adalah klausa yang ditandai tidak ada yang negasi yang
menegatifkan P. Contoh: Afgan seorang penyanyi terkenal. Mahasiswa itu mengerjakan
tugas. Mereka pergi ke kampus.
Klausa Negatif Klausa negatif merupakan klausa yang ditandai sebagai tidak negasi yang
dipilih P. Contoh: Afgan bukan seorang penyanyi terkenal. Mahasiswa yang belum
mengerjakan tugas. Mereka tidak pergi ke kampus.
Kata-kata yang terletak di depan P dengan gramatik menegatifkan P, tetapi tidak semantik
belum tentu menegosiasikan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang benar
gramatik dan semantik menegatifkan P. Memang, di dalam klausa Dia tidak mengambil
pisau, kata negasi sematik dapat menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Jika yang
mengambil 'Dia tidak mengambil sesuatu apa pun', maka kata negasi itu menegatifkan O.
mengambil dalam klausa
Berdasarkan kategori frasa yang disetujui fungsi P, klausa dapat disetujui menjadi:
Klausa Nomina Klausa nomina adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategori frasa nomina. Contoh: Dia seorang sukarelawan. Mereka bukan sopir angkot. Nenek
saya penari.
Klausa Verba Klausa verba adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategori frasa verba. Contoh: Dia membantu para korban banjir. Pemuda itu menolong nenek
tua.
Klausa Adjektiva Klausa adjektiva adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategori dari frasa adjektiva. Contoh: Adiknya sangat gemuk. Hotel itu sudah tua. Gedung itu
sangat tinggi.
Klausa Numeralia Klausa numeralia adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang
termasuk kategori numeralia. Contoh: Anaknya lima ekor. Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
Klausa Preposisiona Klausa preposisiona adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang
termasuk kategori frasa preposisiona. Contoh: Sepatu itu di bawah meja. Baju saya di dalam
lemari. Orang tuanya di Jakarta.
Klausa Pronomia Klausa pronomial adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategoi ponomial. Contoh: Hakim yang memutuskan dialah yang memutuskan. Sudah
diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
Klausa Bebas Klausa bebas adalah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat
walikota. Jadi, klausa bebas memiliki subjek yang bekerja dan yang bekerja sebagai predikat
dalam klausa ini. Klausa bebas adalah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang
lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih
besar, sehingga kembali ke bentuk semula, yaitu kalimat. Contoh: Anak itu badannya panas,
tetapi cocok sangat dingin. Dosen kita itu Rumah di jalan Ambarawa. Semua orang
mengatakan itu salah.
Klausa lepaskan Klausa lepaskan klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi walikota,
hanya pergantian untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah konsep yang
merangkum: pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram. Contoh: Semua
murid sudah pulang kecuali yang pulang. Semua tersangka diinterograsi, kecuali dia. Arie
tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
5. Klasifikasi klausa berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat. Oscar Rusmaji (116)
membahas tentang beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat diajukan
berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat. Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa
dapat dibedakan atas:
Klausa Atasan Klausa atasan adalah klausa yang tidak ditambahkan untuk sintaksis dari
klausa yang lain. Contoh: Saat paman datang, kami sedang belajar. Meskipun sedikit, kami
tahu tentang hal itu.
Klausa Bawahan Klausa adalah salah satu klausa yang berfungsi sintaksis atau menjadi tidak
klausa yang lain. Contoh: Dia mengira bahwa hari ini akan hujan. Jika tidak ada rotan,
akarpun jadi.
6. Ciri –Ciri Klausa Ciri-ciri klausa adalah:
6. Kalimat
adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap
(Chaer, 1994).
7. Kalimat
adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap
(Chaer, 1994).
2.3 Makna Bahasa
Makna di dalam sastra Bahasa Indonesia ditentukan dalam beberapa kriteria atau jenis
dan juga sudut pandang. Jenis makna dalam Bahasa Indonesia sangat banyak diantaranya:
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal,
berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya
makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah
kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan
ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna
khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-
makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1. Makna Lesikal dan Makna Gramatikal
Leksikal merupakan bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon.
Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Dengan kata
lain makna lesikal adalah makna unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda,
peristiwa, obyek, dan lain-lain. Seperti kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang
pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam
kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya
referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa
yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata
itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja
termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot
rumah tangga yang disebut “Meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata
karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif atau konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas penunjukkan
yang langsung (lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa. Makna langsung atau makna
lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk obyeknya. Jadi, makna denotatif ini
menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering
disebut sebagai ’makna sebenarnya.
Seperti dalam kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama,
yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
Makna konotatif merupakan lawan dari makna denotatif. Jika makna denotatif
mencakup arti kata yang sebenarnya, maka makna konotatif sebaliknya, yang juga disebut
sebagai makna kiasan. Lebih lanjut, makna konotasi dapat dijabarkan sebagai makna yang
diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai perbandingan agar apa yang dimaksudkan
menjadi jelas dan menarik. Seperti dalam kalimat “Rumah itu dilalap si jago merah”. Kata “Si
jago merah” dalam kalimat tersebut bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan kata kiasan
yang bermakna “Kebakaran”. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “Cerewet”, tetapi
sekarang konotasinya positif.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu
baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah
itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang
keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari
contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan
bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari
pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual
sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya
sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan
adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati
berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah
bentuk membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”, meja hijau dengan makna
“Pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri
atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”Asosiasi” antara makna asli dengan
maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang
bermakna “Dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi,
bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersama memang selalu berkelahi, tidak
pernah damai.
7. Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi
dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang
tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut
mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti “Bulan”, raja
siang dalam arti “Matahari”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, orang yang dibicarakan, serta menurut media pembicaraan. Dalam konteks
ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan tulisan.Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan
para penulis mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan
ejaan bahasa yang telah disempurnakan (EYD), sedangkan ragam bahasa lisan diharapkan para
warga Indonesia mampu mengucapkan dan memakai bahasa dengan baik serta bertutur kata
sopan sebagai pedoman yang ada. Di dalam Bahasa Indonesia, makna kata sangat penting
dipelajari. Pengetahuan tentang bentuk dan makna kata mempengaruhi pemahaman terhadap
suatu kalimat. Dalam makna kata, dipelajari pengertian makna kata, relasi makna kata, jenis
makna kata dan perubahan makna kata. Ada beberapa kata yang memiliki makna yang
berhubungan atau memiliki relasi, seperti sinonim, antonim, dan lain sebagainya. Ada pula satu
kata yang makna dulunya berbeda dari makna sekarang, seperti spesialisasi, ameliorasi dan lain
sebagainya.
3.2 Saran
Sebagai warga negara Indonesia, sudah seharusnya kita semua mempelajari ragam,
bentuk, dan makna bahasa yang kita miliki, kemudian mempelajari dan mengambil hal-hal
yang baik, yang dapat kita amalkan dan kita pakai untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-
hari.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A & Agustina, L. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta; Rineka Cipta
Finoza, Lamuddin S.S. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia
Handayani, Sri, dkk. 2013. Bahasa Indonesia Tulisan dan Penyajian Karya Tulis. Bandung: