Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH BAHASA INDONESIA

RAGAM, BENTUK, DAN MAKNA BAHASA

OLEH:
KELOMPOK 1A :
1. ELDA RAHMADANTI 1710423008
2. NADILA RAHMADANI 1710423014
3. NADA JULISTA. S 1810422009
4. RINTAN PERMATASARI 1810422018
5. DHEA YULIANI 1810422054
6. MARDHATILLAH 18104220

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. FAJRI USMAN, M. Hum

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari.


Bahkan di Indonesia sendiri masih ada beberapa bahasa daerah yang digunakan dalam
berkomunikasi sehari-hari. Namun jika semua orang menggunakan bahasa daerah masing-
masing maka akan sangat sulit melakukan komunikasi. Sehingga bahasa Indonesia digunakan
untuk berkomunikasi sehari-hari.
Namun masih banyak orang yang menggunakan bahasa Indonesia tidak sesuai dengan
aturan EYD yang ada. Sehingga masih banyak yang menggunakan bahasa Indonesia dengan
kurang tepan baik dalam penulisan maupun lisan.
Pelajaran Bahasa Indonesia sangat penting dikuasai dalam seluruh tingkatan
pendidikan termasuk di perguruan tinggi. Tujuan dari adanya pelajaran ini adalah agar para
rakyat khususnya para pelajar dapat terampil berbahasa Indonesia yang meliputi terampil
menyimak, berbahasa, membaca dan menulis. Agar dapat mencapapi tujuan itu, kosa kata yang
cukup sangatlah dibutuhkan. Selain mempunyai banyak kosakata, makna kata – kata tersebut
juga harus dikuasai untuk lebih memperkaya kosa kata yang dimiliki. Oleh karena itu, makalah
ini dibuat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan para pembaca mengenai makna
kata.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa?


2. Apa saja karakteristik ragam bahasa?
3. Macam-macam ragam bahasa?
4. Apakah yang dimaksud dengan bentuk Bahasa?
5. Apa saja bentuk-bentuk bahasa ?
6. Apa pengertian makna kata?
7. Apa saja relasi makna kata?
8. Apa saja perubahan makna kata?
9. Apa saja jenis makna kata?

1.3 Tujuan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam, bentuk, dan makna
Bahasa. Dan memenuhi tugas bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan ragam bentuk, dan
makna bahasa.
2. Mengetahui adanya berbagai ragam, bentuk, dan makna bahasa yang sering
digunakan.
3. Penggunaan ragam bentuk, dan makna bahasa dan contoh-contoh ragam, bentuk,
dan makna bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ragam Bahasa


Ragam bahasa menurut E. Zaenal Arifin adalah variasi bahasa menurut pemakaian,
yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam Bahasa adalah
variasi bahasa menurut pemakainya yang berbeda-beda menurut topik yang diceritakan,
hubungan bercerita, lawan berbicara, dan orang yang diceritakan serta menurut medium
pembicaraannya (Kridalaksana, 2001).
Bahasa yang di hasilkan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem
sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulisan. Jadi
dalam ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulisan kita
berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam
kedua ragam tersebut memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya
ragam bahasa lisan. Oleh karena itu sering timbul kesan antara ragam bahasa lisan dan tulisan
itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa yang
memiliki sistem seperangkat kaidah yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Cendekia
Bahasa Indonesia ragam ilmiah bersifat cendekia. Artinya, bahasa ilmiah itu mampu
digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis. Bahasa yang cendekia
mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama sehingga gagasan yang disampaikan
penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca. Kalimat-kalimat yang digunakan
mencerminkan ketelitian yang objektif sehingga suku-suku kalimatnya mirip dengan
proposisi logika. Karena itu, apabila sebuah kalimat digunakan untuk mengungkapkan dua
buah gagasan yang memiliki hubungan kausalitas, gagasan beserta hubungannya itu harus
tampak secara jelas dalam kalimat yang mewadahinya.
Contoh :
(a) Karena sulit, maka pengambilan data dilakukan secara tidak langsung. Menurut para ahli
Biologi bahwa korteks adalah pusat otak yang paling rumit.
(b) Karena sulit, pengambilan data dilakukan secara tidak langsung. Menurut para ahli
Biologi korteks adalah pusat otak yang paling rumit.
Kecendekiaan juga berhubungan dengan kecermatan memilih kata. Suatu kata dipilih
secara cermat apabila kata itu tidak mubazir, tidak rancu, dan bersifat idiomatis. Pilihan
kata maka dan bahwa pada contoh (a) termasuk mubazir. Oleh sebab itu, kata tersebut perlu
dihilangkan sebagaimana contoh(b).
b. Lugas dan Jelas
Sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia mampu menyampaikan
gagasan ilmiah secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan diungkapkan secara langsung
sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna lugas. Pemaparan bahasa Indonesia yang
lugas akan menghindari kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan isi kalimat. Penulisan
yang bernada sastra pun perlu dihindari. Gagasan akan mudah dipahami apabila dituangkan
dalam bahasa yang jelas dan hubungan antara gagasan yang satu dengan yang lain juga jelas.
Kalimat yang tidak jelas umumnya akan muncul pada kalimat yang sangat panjang.

Perhatikan contoh kalimat lugas di bawah ini!


(a)Para pendidik yang kadangkala atau bahkan sering kena getahnya oleh ulah sebagian,
anak-anak mempunyai tugas yang tidak bisa dikatakan ringan.
(b)Para pendidik yang kadang-kadang atau bahkan sering terkena akibat ulah sebagian
anak-anak mempunyai tugas yang berat.
Kalimat (a) bermakna tidak lugas. Hal itu tampak pada pilihan kata kena
getahnyadan tidak bisa dikatakan ringan.Kedua ungkapan itu tidak mampu mengungkapkan
gagasan secara lugas.Kedua ungkapan itu dapat diganti terkena akibat dan berat yang
memiliki makna langsung, separti kalimat (b).
c. Menghindari Kalimat Fragmentaris
Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari penggunaan kalimat
fragmentaris.Kalimat fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai. Kalimat terjadi antara
lain karena adannya keinginan penulis menggunakan gagasan dalam beberapa kalimat tanpa
menyadari kesatuan gagasan yang diungkapkan.
d. Bertolak dari Gagasan
Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Bahasa Indonesia ragam ilmiah
mempunyai sifat bertolak dari gagasanya. Artinya , penonjolan diadakan pada gagasan atau
hal yang diungkapkan dan tidak pada penulis. Implikasinya, kalimat-kalimat yang digunakan
didominasi oleh kalimat pasif sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu
dihindari.

 Macam-Macam Ragam Bahasa


Yang dimaksud dengan ragam atau variasi bahasa adalah varian dari sebuah bahasa
menurut pemakaian.Variasinya pun bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, sosiolinguistik
termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Selain itu ragam bahasa juga ditandai oleh beberapa
ciri-ciriling, luistikter, tentu seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis.Disamping ditandai
oleh ciri-ciri linguistic tertentu, timbulnya ragam bahasa juga ditandai oleh ciri-ciri non-
linguistik seperti lokasi / tempat / lingkungan penggunaan bahasa itu sendiri.Baik dalam hal
social maupun yang lainnya.

Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas :

 Ragam bahasa undang-undang


Yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam pembuatan undang-undang Negara maupun
sesuatu yang berkaitan dengan perundang-undangan.Seperti UUD, dll.

 Ragam bahasa jurnalistik


Yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam media massa. Seperti reporter, majalah, koran, dll.

 Ragam bahasa ilmiah


Yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam pembuatan suatu karya ilmiah.

 Ragam bahasa sastra


Yaitu bahasa yang biasa digunakan oleh seorang sastrawan untuk membuat sebuah sastra.

Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas :

Ragam Lisan
Ragam bahasa lisan adalah suatu ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap (organ
of speech).Dalam ragam bahasa lisan ini, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti tata
bahasa, kosakata, dan lafal dalam pengucapannya.Karena dengan memperhatikan hal-hal
tersebut, pembicara dapat mengatur tinggi rendah suara atau tekanan yang dikeluarkan,
mimik/ekspresimuka yang ditunjukkan, serta gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan
ide dari sang pembicara.

A. Contoh ragam lisan antara lain meliputi:


 Ragam bahasa cakapan
 Ragam bahasa pidato
 Ragam bahasa kuliah
 Ragam bahasa panggung

B. Ciri-ciri ragam bahasa lisan :


 Memerlukan kehadiran orang lain
 Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
 Terika truang dan waktu
 Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara

C. Kelebihan ragam bahasa lisan :


 Dapat disesuaikan dengan situasi.
 Faktor efisiensi.
 Faktor kejelasan.
 Faktor kecepatan.
 Lebih bebas bentuknya karena factor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang
dituturkan oleh penutur.
 Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan serta penafsiran dari informasi audit,
visual dankognitif sang penutur.

D. Kelemahan ragam bahasa lisan :


 Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase
sederhana.
 Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
 Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
 Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

Menurut situasi pemakaiannya:


1. Ragam formal: ragam yang mengikuti kaidah atau aturan kebahasaan. Contoh: “Maaf
pak, saya tidak sependapat dengan Anda!”
2. Ragam semiformal: mengikuti kaidah dan aturan tetapi tidak konsisten dilakukan saat
tujuan pembaac berita. Contoh: “Saya kurang tau ya. Tadi harimaunya tiba-tiba
nyerang rumah warga. Penyebabnya belum jelas.”
3. Ragam informal: tidak mutlak untuk menggunakan pemakaian kata baku. Contoh:
“Guys, udah dapat sampelnya?”
RagamTulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya.Dalam ragam bahasa lisan ini, kita harus memperhatikan
beberapa hal seperti tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan pemilihan
kosa kata. Karena dalam ragam bahasa tulis ini kita dituntutun tuktepat dalam pemilihan
unsur tata bahasa seperti bentuk kata, susunan kalimat, pilihan kata, kebenaran penggunaan
ejaan, dan juga penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide kita.

A. Ciri-ciri ragam bahasa tulis :


 Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
 Adanya unsure egramatikal (hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih
besar) yang dinyatakan secara lengkap.
 Tidak terikat oleh ruang dan waktu
 Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

B. Kelebihan ragam bahasa tulis :


 Informasi yang disajikan bisa dipilih oleh sang penulis untuk dikemas menjadi media atau
materi yang lebih menarik dan menyenangkan.
 Umumnya memiliki kedekatan antara budaya dengan kehidupan masyarakatnya.
 Sebagai sarana untuk memperkaya kosa kata.
 Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud/tujuan, memberikan informasi serta dapat
Mengungkap unsur-unsu remosi sehingga mampu meningkatkan wawasan sipembaca.

C. Kelemahan ragam Bahasa tulis :


 Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada. Akibatnya
bahasa tulisan pun harus disusun lebih sempurna.
 Tidak mampu menyajikan berita secara lugas dan jujur.
 Yang tidak ada dalam bahasa tulisan pun tidak dapat diperjelas.
Ragam bahasa berdasarkan hubungan antar pembicara dapat dibedakan menurut akrab atau
tidaknya sipembicara. Contohnya :

 Ragam bahasa resmi.


 Ragam bahasa akrab.
 Ragam bahasa agak resmi.
 Ragam bahasa santai.
 Dan lain sebagainya.
1. Cara Penyampaian
Ragam lisan: penutur dapat memanfaatkan peragaan, seperti gerak tangan, air muka, dan
tekanan suara untuk membantu pemahaman.
Ragam tulis: peragaan seperti itu tidak bisa digambarkan.
2. Kosakata
Ragam lisan: Asisten bilang kita harus menyiapkan bahan praktikum
minggu depan.
Ragam tulis: Asisten mengatakan bahwa kita harus menyiapkan bahan
praktikum minggu depan.
3. Bentuk Kata
Ragam lisan: Rina mau baca buku Dasar-dasar Taksonomi.
Ragam tulis: Rina mau membaca buku Dasar-dasar Taksonomi.
4. Struktur Kalimat
Ragam lisan: Mikroskop itu untuk melihat dan mengamati objek yang
berukuran mikroskopis.
Ragam tulis: Mikroskop itu diciptakan untuk melihat dan mengamati
objek yang berukuran mikroskopis.

 Lima ciri pembeda ragam standar dan nonstandard


Ragam Standar
• Kata sapaan dan kata ganti (Bapak, Ibu, Saudara, Anda, Pak Dosen, Bu Dosen).
• Kata tertentu(tidak, akan, sudah, besar, perempuan, ayah, orang tua)
• Penggunaan imbuhan (memakai, menurunkan, menulis)
• Penggunaan konjungsi dan preposisi (Bu Dosen mengatakan bahwa kita akan kuis
minggu depan; Mereka bekerja keras untuk meneliti antibiotik pada darah ayam)
• Kelengkapan fungsi
(A: “Mel, Amel meneliti enzim papain pada daun pepaya?
B: “Tidak, Amel mau meneliti Tocophenol”)
Ragam Nonstandar
• Kata sapaan dan kata ganti (Rina, gue, lo).
• Kata tertentu (nggak, bakal, udah).
• Imbuhan sering ditanggal-kan
• Konjungsi dan preposisi dihilangkan (Bu Dosen mengatakan kita akan kuis minggu
depan; Mereka bekerja keras meneliti antibiotik pada darah ayam)
• Ada fungsi yang dihilangkan
(A: “Mel, Amel meneliti enzim papain pada daun papaya?
B: “Tidak, Amel meneliti Tocophenol” )
 Ragam bahasa berdasarkan penutur dapat dibedakan atas :

Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek).Luasnya


pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa.Bahasa Indonesia yang
digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang
digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, danTapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas
yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada
pelafalan/b/pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung,
Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada
kata ithu, kitha, canthik, dll.

A. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.


Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan
berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari
bahasa asing.Misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, fakultas, dll.Penutur yang tidak
berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas,
dll. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa,
misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari, dll.Selain itu bentuk kata
dalam kalimat pun sering meninggalkan awalan yang seharusnya dipakai.Contoh :
 Ira mau nulis surat padahal seharusnya Ira mau menulis surat

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Sikap Penutur.


Ragam bahasa juga dipengaruhi oleh sikap penutur terhadap lawan bicaranya (jika
lisan) atau sikap penulis terhadap penyajian tulisannya (jika
dituliskan).Sikapituantaralainresmi, akrab, dansantai. Kedudukan lawan bicara atau pembaca
terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut.Misalnya, kita dapat
mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya.Jika
terdapat jarak antara penutur dan lawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan
ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Semakin formal jarak antara penutur dan lawan bicara,
akan semakinresmidantinggitingkatkebakuanbahasa yang digunakan. Sebaliknya, semakin
rendah tingkat ke formalannya, semakin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan oleh sang penutur.

2.2 Bentuk Bahasa


1. Fonem

Adalah unsur Bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau makna
(Gleason, 1961). Jadi, fonem sama denagn bunyi (untuk didengar), huruf untuk
lambang (untuk dilihat). Jumlah huruf hanya ada 26, tetapi fonem bahasa Indonesia
lebih dari 26 karena beberapa huruf memiliki lebih dari satu lafal bunyi. Variasi
pelafalan huruf e, o, dan k Huruf Contoh pelafalan dalam kata Fonem jahe, karate,
sate emas, lepas, pedas enak, engsel, elok / e / beo, solo (= sendiri), trio (= penyanyi) /
o / / o / bak (tempat udara), botak, otak anak, enak, ternak / k /

2. Morfem
adalah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983).
Morfem adalah satuan bentuk yang dapat membedakan makna dan dapat memiliki
makna. Morfem dapat mengandung imbuhan (misalnya –an, saya, me-kan), klitika /
partikel (misalnya –lah, -kah), dan kata dasar (misalnya bawa, makan). Untuk
membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat dilakukan dengan membuktikan
morfem dengan kata yang memiliki arti leksikal. Jika penggabungan menghasilkan
makna baru, maka yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem. Contoh:
makan + -an = makanan saya + makan = makan Yang disebut partikel tidak-tidak
kecil dalam bahasa. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1998: 342),
partikel -kah, -lah, -tah menilai sebagai klitika. Klitika tidak sama dengan imbuhan.

3. Kata
adalah satuan ujaran yang mempunyai pengenalan intuitif universal oleh penutur
asli, baik dalam Bahasa lisan maupun tulisan (Crystal, 1980). Kata adalah satuan bentuk
kalimat (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna. Kata yang
terbentuk dari gabungan huruf atau gabungan morfem; atau gabungan huruf dengan
morfem, baru diterima sebagai kata jika bentuknya memiliki makna.

Dari segi bentuk, kata dibagi atas dua macam:

Kata yang bermorfem tunggal (kata dasar). Yaitu kata yang belum mendapat imbuhan.

Kata yang bermorfem banyak Yaitu kata yang sudah mendapat imbuhan.

Pembagian kelas atau jenis kata:

Kata benda (nomina)

Kata bilangan (numeralia)

Kata kerja (verba)

Kata sambung (konjungsi)

Kata sifat (adjektiva)

Kata sandang (artikel)

Kata ganti (pronomina)

Kata seru (interjeksi)

Kata Keterangan (adverbia)

Kata depan (preposisi)

Kata kerja (verba) Adalah kata yang menyatakan tindakan atau tindakan, proses, dan kata
ganti yang bukan merupakan sifat. Menjalani pekerjaan sebagai predikat dalam kalimat.

Ciri-ciri kata kerja:

Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah. Contoh: (akan) mandi
Dapat diingkari dengan kata tidak Contoh: (tidak) makan

Dapat diikuti oleh gabungan kata (frasa) dengan + kata benda / kata sifat.

Contoh: menulis + dengan pena (KB) menulis + dengan cepat (KS) Selain bentuk di atas, ada
bentuk verba yang lain, yaitu:

Verba reduplikasi atau verba berulang kali dengan atau tanpa pengimbuhan, misalnya makan-
makan, batuk-batuk.

Verba majemuk, yaitu verba yang terbentuk melalui proses penggabungan kata, namun bukan
merupakan idiom; misalnya terjun payung, tatap muka.

Verba berpreposisi, yaitu verba intransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu; misalnya
tahu akan, cinta pada.

b). Kata sifat (adjektiva) Adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, watak, tabiat orang /
binatang / suatu benda. Memanggil sebagai predikat, objek, dan penjelas dalam kalimat.
Dibedakan atas dua macam, yaitu:

Kata sifat berbentuk tunggal, dengan ciri-ciri: a. Dapat diberikan keterangan tentang
pembanding lebih, kurang, dan paling tinggi: misalnya lebih baik.

Dapat diberikan keterangan tentang penguat, sekali; misalnya sangat senang, sedikit sekali.

Dapat diingkari dengan kata ingkar tidak, misalnya tidak benar. 2. kata sifat berimbuhan.
Contoh: abadi, manusiawi, kekanak-kanakan.

c). Kata Keterangan (adverbia) Adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva,
nomina predikatif, atau kalimat. Kalimat Saya ingin segera melukis, kata segera adalah
adverbia yang menerangkan verba melukis.

d). Rumpun kata benda (nomina) Adalah kata yang menarik untuk sesuatu benda (konkret
maupun abstrak). Kata benda yang dijadikan subjek, objek, pelengkap, dan keterangan dalam
kalimat. Ciri kata benda:

Dapat diingkari dengan kata bukan. Contoh: gula (bukan gula).


Dapat diikuti setelah menggabungkan kata yang + kata sifat atau yang sangat + kata sifat.
Contoh: buku + yang mahal (KS).

Ada dua jenis kata yang juga cocok untuk benda, yaitu:

Pronomina: kata yang dipakai untuk dikenakan kepada nomina lain. Contoh: mana, kapan,
Bu

Numeralia: kata yang dipakai untuk menghitung jumlah orang, binatang, atau barang.
Contoh: tiga, babak.

Jadi, rumpun kata benda ada:

Kata benda (nomina),

Kata ganti (pronomina),

Kata bilangan (numeralia).

e). Rumpun kata tugas (partikel) Adalah kumpulan kata dan partikel. Lebih tepat dinamakan
rumpun kata tugas, yang terdiri atas:

Kata depan (preposisi) adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat
atau kata kerja untuk penyusunan kata depan (frasa preposional). Contoh: di kantor, sejak
kecil.

Kata sambung (konjungsi) adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua kata atau
dua kalimat. Contoh: - ... antara hidup dan mati (dalam kalimat) - Situasi memang sudah
membaik. Akan tetapi, kita harus selalu siaga.

Kata seru (interjeksi) adalah kata tugas yang digunakan untuk mengungkapkan seruan hati
seperti rasa kagum, sedih, heran, dan jijik. Kata seru dipakai di kalimat seruan atau kalimat
perintah (imperatif). Contoh: Aduh, gigiku sakit sekali! Ayo, maju terus, pantang mundur!

Kata sandang (artikel) adalah kata tugas yang berarti jumlah orang atau kata benda. Artikel
ada tiga, yaitu: yang menyenangkan tunggal: sang putri yang bermakna jamak: para hakim
yang bermakna netral: si hitam manis.

Partikel Penegas Bermakna tidak kecil dari suatu benda. Partikel yang dibicarakan di sini
adalah partikel yang membentuk kalimat tanya (interogatif) dan pernyataan, yaitu: -kah:
Apakah Bapak Ahmadi sudah datang? Berfungsi sebagi kalimat tanya yang membutuhkan
jawaban. -lah: Apalah dayaku tanpa bantuanmu? Berfungsi sebagai kalimat tanya yang perlu
jawaban tapi tetap memberi tanda tanya. Dialah yang Maha Kuasa, kata lah dalam kalimat ini
menunjukkan partikel dan harus ditulis dengan huruf kecil. DiaLah yang makan, kata lah
dalam kalimat ini menunjukkan kata hubung dan harus ditulis dengan huruf besar. -tah:
Apatah dayaku tanpa awak? Kalimat pertanyaan yang tidak membutukan jawaban (kalimat
retoris). Bagian ini adalah serapan dari bahasa Jawa. pun: Karena dosen berhalangan, kuliah
pun dibatalkan.

4. Frasa

menurut Kridalaksana, frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki sifat tidak
predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Frase menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah gabungan dua kata atau lebih yang nonpredikatif. Frase adalah satuan
konstruksi yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:
138).

Frase juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari kata gabungan yang
nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
dalam kalimat (Chaer, 1991: 222).

Menurut Prof. M. Ramlan, frase adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih
dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001: 139). Lebih dari apapun kata
tersebut berasal dari Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun deskripsi, maka masih bisa
disebut frasa. Contoh:

rumah bersalin itu

yang akan datang

sedang memasak

cantik sekali

minggu depan

di depan
Jika contoh itu diletakkan dalam kalimat, posisi tetap tetap pada satu posisi saja.

Rumah bersalin itu (S) luas (P).

Dia (S) yang akan datang (P) besok (Ket).

Bapak (S) sedang memasak (P) nasi goreng (O).

Gadis itu (S) cantik sekali (P).

Minggu depan (Ket) aku (S) kembali (P).

Bu Camat (S) berdiri (P) di depan (Ket).

Jadi, walau terdiri atas dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain
mengatakan bahwa frase adalah satuan sintaksis yang merupakan pemadu kalimat. Contoh:

Mereka (S) sering terlambat (P).

Mereka (S) terlambat (P).

Pada kalimat pertama kata 'mereka' terdiri atas satu kata adalah frasa. Sementara pada kata
kedua berikutnya hanya kata 'sering' saja yang termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri
atas dua kata dan kata 'sering sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kedua katanya adalah
frasa karena hanya terdiri atas satu kata pada setiap jabatannya.

Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan dari frasa yang dapat terdiri atas satu
kata atau lebih dari itu tidak melebihi batas atau jabatannya yang terdiri dari subjek, predikat,
objek, pelengkap, atau pun keterangan. Jumlah frasa yang ada di kalimat tergantung pada
jumlah fungsi yang ada pada kalimat itu juga.

b). Jenis Frase

Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan distribusi distribusi dengan taknya
(pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi tidak pusatnya. Berdasarkan
Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya). Berdasarkan pembagian distribusi
dengan unsnya (pemadunya, frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa
Eksosentris.
Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh unsnya.
Unsur frasa yang dapat digunakan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut Unsur Pusat
(UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki uns pusat. Contoh:
Beberapa warga (S) di lapangan (P). Kalimat ini tidak dapat hanya 'Beberapa di lapangan'
(salah) karena kata warga adalah tidak pusat dari subjek. Jadi, 'beberapa warga' adalah frasa
endosentris.

Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.

1. Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua taknya adalah pusat dan
perbedaan pada hal yang berbeda, di antara taknya tersedia 'dan' atau 'atau'. Contoh:

rumah pekarangan

suami istri

ayah ibu

pembinaan dan pembangunan

pembangunan dan pembaharuan

belajar atau bekerja.

2. Frasa Endosentris Atributif, yaitu frase endosentris yang di samping memiliki pusat juga
memiliki atribut yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian dari frase yang bukan pusat,
tetapi merangkai bagian tengah untuk membentuk frasa yang membentuk. Contoh:

Pembangunan lima tahun

Sekolah Inpres

Buku baru

Orang itu

Malam ini

Sedang belajar

Sangat bahagia
Kata-kata yang dirilis miring dalam frasa-frasa di atas adalah tidak pusat, sedangkan kata-
kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.

3. Frase Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah pusat dan
bagian dari hal yang sama. Tidak ada pusat yang menyediakan aplikasi untuk pusat yang lain.
Contoh:

Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar. Ahmad, …… .sedang belajar. ……… .anak Pak
Sastro sedang belajar. Unsur 'Ahmad' merupakan pusat, sedangkan 'anak Pak Sastro'
merupakan aposisi.

Contoh lain:

Yogya, pelajar kota

Indonesia, tanah airku

Bapak SBY, Presiden RI

Mamad, temanku.

Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalam dalalm frasa
endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah
hubungan gramatik antara tidak yang satu dengan yang tidak yang lain. Jika diberi aposisi,
menjadi fros endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika
diberi uns frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif

Frase Eksosentris, adalah frasa yang tidak memiliki persamaan distribusi dengan unsnya.
Frase ini tidak memiliki tidak pusat.

Jadi, frase eksosentris adalah frase yang tidak memiliki UP. Contoh: santai mahasiswa di
teras. Sebuah. Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya. Berdasarkan
kategori kata yang menjadi tidak pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.

Frasa nomina, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori nomina. UP frasa
nomina itu terdiri: nomina sebenarnyav contoh: pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan
pronominav contoh: dia itu musuh saya namav contoh: Dian itu manis kata-kata selain
nomina, strukturnya saja berubah menjadi nominav contoh: dia rajin → rajin itu
menguntungkan karena dua ekor → dua itu sedikit berlari → berlari itu menyehatkan kata
rajin pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan dua ekor dimulai
frasa numeralia, dan kata yang dialihkan yang merupakan frasa verba.

Frasa Verba, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori verba. Secara
morfologis, UP frasa verba Biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa
verba tersedia (dapat diberi) kata 'sedang' untuk verba aktif, dan kata 'sudah' untuk verba
keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata 'sangat', dan biasanya sesuai fungsi predikat.
Contoh: Dia berlari. Secara morfologis, kata berjalan mengandung afiks, dan sintetik dapat
diberikan kata 'sedang' yang menunjukkan verba aktif.

Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya
dapat diberi afiks ter-, paling, paling sedikit, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva Biasanya
dirancang fungsi predikat. Contoh: Rumahnya besar. Ada pertindian kelas antara verba dan
ajektifa untuk beberapa kata tertentu yang memiliki ciri verba sekaligus memiliki ciri
ajektifa. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan adalah pengaturan dasar yang
dominan. Contoh: takut (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata 'sedang' atau 'sudah'.
Tapi bisa diberi kata 'sangat').

Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya terdiri dari kata yang termasuk kategori numeralia. Yaitu
kata-kata yang semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia
yang tersedia (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain. Contoh: dua buah
tiga ekor lima biji duapuluh lima orang.

Frasa Preposisi, frasa yang ditandai keberadaan preposisi atau kata depan sebagai penanda
dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda. Contoh: Penanda
(preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras ke rumah teman dari sekolah untuk
saya

Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda
dan diambil klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda
dalam frasa konjungsi selalu memiliki predikat. Contoh: Penanda (konjungsi) + Petanda
(klausa, memiliki P) Sejak kemarin dia terus diam (P) di situ. Dalam buku Ilmu Bahasa
Indonesia, Sintaksis, ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa Keterangan, karena
keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.

Ciri - ciri Frase:


Tidak membentuk kata baru

Dapat disisipi kata lain

Tidak melebihi batas fungsi tidak klausa.

5. Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal, terdiri dari kelompok kata yang sekurang-banyaknya terdiri
dari subjek (S) dan predikat (P), dan memiliki potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana
dkk, 1980: 208). Klausa adalah kalimat tidak bebas, karena kalimat kalimat sebagian besar
terdiri dari dua kalimat tidak klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun
demikian, S juga sering dibagikan, misalnya dalam kalimat luas karena penggabungan klausa,
dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981: 62.

Dari resolusi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas predikat, baik dikumpulkan oleh subjek, objek, pelengkap, deskripsi atau tidak
dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang menjadi klausa
bukan hanya P, jika memiliki S, klausa terdiri atas S dan P. Jika memiliki S, klausa terdiri
dari atas S, P, dan O. jika tidak memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P , O, dan Ket.
Demikian seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai tidak inti klausa
adalah S dan P. Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak
muncul dalam kalimat balasan atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Contoh:

Pertanyaan: kamu mengundang siapa? S dan P-nya Jawaban: teman satu kampus

Contoh pada bahasa tidakàdihilangkan. P-nya resmi: saya telat! dihilangkan. Klausa
merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum
memiliki intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah memiliki intonasi lengkap yang
ditandai dengan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan kalimat tersebut sudah
selesai. Klausa sudah pasti memiliki P, sedangkan kalimat belum tentu memiliki P.

Contoh Klausa:

ayam saya hitam

rumah itu besar

rumah besar itu putih

rumah putih itu besar


rumah besar di puncak gunun

b). Jenis - Jenis Klausa

Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa.

Ketiga dasar itu adalah:

Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI),

Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya negasi yang menegatifkan P (BUN), dan

Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang mendukung fungsi P (BKF).

Berikut hasil klasifikasinya:

1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur


internal yang hadir pada hadir tidaknya bukan inti klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian,
tidak ada klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai tidak inti klausa selalu
hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi berdasarkan struktur internnya, berikut
klasifikasi:

Klausa Lengkap Klausa lengkap klausa yang semua tidak hadir. Klausa ini mengulas lagi
berdasarkan urutan S dan P menjadi:

Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh: Kondisinya sudah baik. Rumah
itu sangat besar. Mobil itu masih baru.

Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh: Sudah baik kondisinya.
Sangat besar rumah itu. Masih baru mobil itu.

Klausa Tidak Lengkap Klausa tidak lengkap klausa yang tidak semua tidak hadir hadir.
Hanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sementara tidak inti yang lain
dihilangkan.

2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya tidak negasi yang gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang diminta tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.
2. Klasifikasi klausa tentang ada tidaknya tidak negasi yang diperlukan untuk
menegosiasikan:

Positif Klausa Klausa poisitif adalah klausa yang ditandai tidak ada yang negasi yang
menegatifkan P. Contoh: Afgan seorang penyanyi terkenal. Mahasiswa itu mengerjakan
tugas. Mereka pergi ke kampus.

Klausa Negatif Klausa negatif merupakan klausa yang ditandai sebagai tidak negasi yang
dipilih P. Contoh: Afgan bukan seorang penyanyi terkenal. Mahasiswa yang belum
mengerjakan tugas. Mereka tidak pergi ke kampus.

Kata-kata yang terletak di depan P dengan gramatik menegatifkan P, tetapi tidak semantik
belum tentu menegosiasikan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang benar
gramatik dan semantik menegatifkan P. Memang, di dalam klausa Dia tidak mengambil
pisau, kata negasi sematik dapat menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Jika yang
mengambil 'Dia tidak mengambil sesuatu apa pun', maka kata negasi itu menegatifkan O.
mengambil dalam klausa

3. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang disetujui fungsi P.

Berdasarkan kategori frasa yang disetujui fungsi P, klausa dapat disetujui menjadi:

Klausa Nomina Klausa nomina adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategori frasa nomina. Contoh: Dia seorang sukarelawan. Mereka bukan sopir angkot. Nenek
saya penari.

Klausa Verba Klausa verba adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategori frasa verba. Contoh: Dia membantu para korban banjir. Pemuda itu menolong nenek
tua.

Klausa Adjektiva Klausa adjektiva adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategori dari frasa adjektiva. Contoh: Adiknya sangat gemuk. Hotel itu sudah tua. Gedung itu
sangat tinggi.

Klausa Numeralia Klausa numeralia adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang
termasuk kategori numeralia. Contoh: Anaknya lima ekor. Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
Klausa Preposisiona Klausa preposisiona adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang
termasuk kategori frasa preposisiona. Contoh: Sepatu itu di bawah meja. Baju saya di dalam
lemari. Orang tuanya di Jakarta.

Klausa Pronomia Klausa pronomial adalah klausa yang P-nya terdiri dari frasa yang termasuk
kategoi ponomial. Contoh: Hakim yang memutuskan dialah yang memutuskan. Sudah
diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.

4. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat Klasifikasi klausa


berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas:

Klausa Bebas Klausa bebas adalah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat
walikota. Jadi, klausa bebas memiliki subjek yang bekerja dan yang bekerja sebagai predikat
dalam klausa ini. Klausa bebas adalah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang
lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih
besar, sehingga kembali ke bentuk semula, yaitu kalimat. Contoh: Anak itu badannya panas,
tetapi cocok sangat dingin. Dosen kita itu Rumah di jalan Ambarawa. Semua orang
mengatakan itu salah.

Klausa lepaskan Klausa lepaskan klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi walikota,
hanya pergantian untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah konsep yang
merangkum: pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram. Contoh: Semua
murid sudah pulang kecuali yang pulang. Semua tersangka diinterograsi, kecuali dia. Arie
tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.

5. Klasifikasi klausa berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat. Oscar Rusmaji (116)
membahas tentang beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat diajukan
berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat. Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa
dapat dibedakan atas:

Klausa Atasan Klausa atasan adalah klausa yang tidak ditambahkan untuk sintaksis dari
klausa yang lain. Contoh: Saat paman datang, kami sedang belajar. Meskipun sedikit, kami
tahu tentang hal itu.

Klausa Bawahan Klausa adalah salah satu klausa yang berfungsi sintaksis atau menjadi tidak
klausa yang lain. Contoh: Dia mengira bahwa hari ini akan hujan. Jika tidak ada rotan,
akarpun jadi.
6. Ciri –Ciri Klausa Ciri-ciri klausa adalah:

 Mengisi slot dalam tataran kalimat agar dapat difungsikan khusus;


 Sekurang-rata terdiri atas satu predikat;
 Mungkin memiliki gatra seperti predikat (klausa yang predikatnya nominal). Misal:
Dia guru

6. Kalimat
adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap
(Chaer, 1994).
7. Kalimat
adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap
(Chaer, 1994).
2.3 Makna Bahasa

Makna di dalam sastra Bahasa Indonesia ditentukan dalam beberapa kriteria atau jenis
dan juga sudut pandang. Jenis makna dalam Bahasa Indonesia sangat banyak diantaranya:
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal,
berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya
makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah
kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan
ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna
khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-
makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1. Makna Lesikal dan Makna Gramatikal

Leksikal merupakan bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon.
Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Dengan kata
lain makna lesikal adalah makna unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda,
peristiwa, obyek, dan lain-lain. Seperti kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang
pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam
kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.

Biasanya makna leksikal dipertentangkan dengan makna gramatikal. Jika makna


leksikal berkenaan dengan makna leksem, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir
sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses
komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu
terangkat juga oleh adik, melahirkan makna “Dapat”, dan dalam kalimat Ketika balok itu
ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal “Tidak sengaja”.
2. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya
referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa
yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata
itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja
termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot
rumah tangga yang disebut “Meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata
karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif atau konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas penunjukkan
yang langsung (lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa. Makna langsung atau makna
lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk obyeknya. Jadi, makna denotatif ini
menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering
disebut sebagai ’makna sebenarnya.
Seperti dalam kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama,
yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
Makna konotatif merupakan lawan dari makna denotatif. Jika makna denotatif
mencakup arti kata yang sebenarnya, maka makna konotatif sebaliknya, yang juga disebut
sebagai makna kiasan. Lebih lanjut, makna konotasi dapat dijabarkan sebagai makna yang
diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai perbandingan agar apa yang dimaksudkan
menjadi jelas dan menarik. Seperti dalam kalimat “Rumah itu dilalap si jago merah”. Kata “Si
jago merah” dalam kalimat tersebut bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan kata kiasan
yang bermakna “Kebakaran”. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “Cerewet”, tetapi
sekarang konotasinya positif.
4. Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu
baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah
itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang
keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari
contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan
bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari
pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual
sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya
sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan
adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati
berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

6. Makna Idiomitikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah
bentuk membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”, meja hijau dengan makna
“Pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri
atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”Asosiasi” antara makna asli dengan
maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang
bermakna “Dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi,
bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersama memang selalu berkelahi, tidak
pernah damai.
7. Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi
dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang
tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut
mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti “Bulan”, raja
siang dalam arti “Matahari”.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, orang yang dibicarakan, serta menurut media pembicaraan. Dalam konteks
ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan tulisan.Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan
para penulis mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan
ejaan bahasa yang telah disempurnakan (EYD), sedangkan ragam bahasa lisan diharapkan para
warga Indonesia mampu mengucapkan dan memakai bahasa dengan baik serta bertutur kata
sopan sebagai pedoman yang ada. Di dalam Bahasa Indonesia, makna kata sangat penting
dipelajari. Pengetahuan tentang bentuk dan makna kata mempengaruhi pemahaman terhadap
suatu kalimat. Dalam makna kata, dipelajari pengertian makna kata, relasi makna kata, jenis
makna kata dan perubahan makna kata. Ada beberapa kata yang memiliki makna yang
berhubungan atau memiliki relasi, seperti sinonim, antonim, dan lain sebagainya. Ada pula satu
kata yang makna dulunya berbeda dari makna sekarang, seperti spesialisasi, ameliorasi dan lain
sebagainya.
3.2 Saran

Sebagai warga negara Indonesia, sudah seharusnya kita semua mempelajari ragam,
bentuk, dan makna bahasa yang kita miliki, kemudian mempelajari dan mengambil hal-hal
yang baik, yang dapat kita amalkan dan kita pakai untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-
hari.
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1983. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Penerbit Angkasa

Chaer, A & Agustina, L. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta; Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Crystal, David. 1980. What is Linguistics. Cambridge: Cambridge University Press

Finoza, Lamuddin S.S. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia

Gleason, Jr. H. A. 1961. An Introduction to Descriptive Linguistics. Toronto. London

Handayani, Sri, dkk. 2013. Bahasa Indonesia Tulisan dan Penyajian Karya Tulis. Bandung:

Kharisma putra Utama Offset

Kridalaksana, H. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia

Wahab, Abdul S. 1991.Analisis Kebijakan dari formulasi ke implementasi Kebijakan Negara.

Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai