Anda di halaman 1dari 19

PORTOFOLIO

LUKA BAKAR

Disusun oleh :
dr. Medio Yoga Pratama

Pembimbing :
dr. Evi Novita
dr. Wahyuni Indayani B

Konsulen :
dr. Abd. Rahman, Sp.B , M.Kes

RSUD MAMUJU UTARA


KABUPATEN MAMUJU UTARA
PROVINSI SULAWESI BARAT
2015

0
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Peserta : dr. Medio Yoga Pratama


Wahana : RSUD MAMUJU UTARA
Bidang : Ilmu Bedah
Tanggal Presentasi :

Mengetahui :

Pembimbing Pembimbing

dr. Evi Novita dr. Wahyuni Indayani B


NIP . 19760222 200903 2 002 NIP . 19850213 200903 2 002

Konsulen

dr. Abd. Rahman, Sp.B , M.Kes


NIP. 19770311 200312 1 012

RSUD MAMUJU UTARA


KABUPATEN MAMUJU UTARA
PROVINSI SULAWESI BARAT
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayat-NYA lah akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas portofoliot ini tepat
waktu. Penulisan portofolio ini disusun untuk memenuhi syarat program internsip.

Tidak lupa saya ucapkan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya,


terutama, kepada dr. Abd. Rahman, Sp.B , M.Kes, dr. Evi Novita dan dr. Wahyuni
IB selaku pembimbing, serta kedua orangtua atas doa dan dukungannya. Tidak
lupa para rekan-rekan dokter internsip yang telah membantu dalam
terselesaikannya penulisan portofolio ini.

Saya sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan portofolio ini, maka
dari itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
Semoga portofolio ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan terus
berkembang sesuai perkembangannya.

Sekian terimakasih.

Mamuju Utara, Desember 2015

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih memerlukan
perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan bagi kita, karena
sampai saat ini angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Di Amerika
dilaporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah
kematian sekitar 5-6 ribu kematian/tahun. Di indonesia sampai saat ini belum ada
laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian
yang diakibatkannya. 1
Di unit luka bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun
1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka
kematian 37,38%. Di unit Luka bakar RSU Dr. Soetomo surabaya jumlah kasus
yang dirawat selama satu tahun (Januari 2000 sampai Desember 2000) sebanyak
106 kasus atau 48,4% dari seluruh penderita bedah plastik yang dirawat yaitu
sebanyak 219, jumlah kematian akibat luka bakar sebanyak 28 penderita atau
sekitar 26,41% dari seluruh penderita luka bakar yang dirawat, kematian
umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar
yang disertai cedera pada saluran nafas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama
perawatan. 1

3
BAB II
PRESENTASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Usia : 32 tahun
Alamat : Pasangkayu, Mamuju Utara
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjual bakso
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Masuk RS : Rabu, 19 Agustus 2015 pukul 18.06 WITA

ANAMNESIS
Keluhan utama
Punggung atas dan bawah, paha kanan dan kiri bagian belakang terkena air panas
Kurang lebih 30 menit sebelum masuk RS.
Riwayat penyakit sekarang
30 menit SMRS, pasien sedang berjualan bakso naik motor, karena jalanan jelek
tiba tiba motor pasien jatuh dan kuah bakso yang dibawa pasien tumpah kemudian
mengenai tubuh pasien. Pasien dibawa ke RS oleh keluarga pasien. Pasien sadar
setelah kejadian (+), mual (-), Muntah (-).

Riwayat penyakit dahulu


Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

4
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran compos mentis
Primary survey
A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar
B : Spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup
C : Akral hangat, CRT < 2”, tekanan darah 170/120 mmHg, frekuensi nadi
100x/menit, suhu 37 C
D : GCS 15, E4M6V5

Secondary survey
Kepala&wajah: deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri wajah, bibir edema (-)
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : sekret (-)
Dada : simetris dalam diam dan pergerakan normal
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal, H/L ttb
Ekstremitas : lihat status lokalis

Status lokalis
Kepala dan leher :0%
Trunkus anterior :0%
Trunkus posterior : 18 %
Esktremitas atas kanan :0%
Ekstremitas atas kiri :0%
Ekstremitas bawah kanan : 7%
Ekstremitas bawah kiri :5%
Genitalia :0%+
Total : 30 %

PEMERIKSAAN PENUNJANG

5
RUTIN
Hemoglobin : 15,4 g/dL
Hematokrit : 36,4 %
Leukosit : 6900/L
Trombosit : 325.000/L

DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar grade II A-B 30%

TATALAKSANA
- O2 4 lpm sungkup
- Konsul Bedah
- Pro rawat ICU evaluasi Tanda vital
- Kebutuhan cairan 4 x 75 x 30 = 9.000 cc (RL)
8 jam = 4.500 cc ± 500 cc/ jam
16 jam = 4.500 cc ± 300 cc/ jam
- Inj. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam (Skin Test)
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- GV + rawat luka bakar dengan burnazine dan kasa NACl 0,9%
- Jika masih kesakitan drip tramadol exstra
- Pasang kateter

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanactionam : Bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN ETIOLOGI

6
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus
sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. 1
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi
pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis
besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat
rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi

7
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi. 1

B. KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan
suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api
yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam
luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu
domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar
juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga
memperberat kedalaman luka bakar. 2

1. Luka bakar derajat I


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung syaraf
sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5
-10 hari.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai
lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai
pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik
teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal.
a. Derajat II Dangkal (Superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.

8
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24
jam.
 Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah.
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu.
b. Derajat II dalam (Deep)
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera
karena variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama
sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih
ada beberapa aliran darah ).
 Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu.
3. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan lebih dalam, tidak
dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih
dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan
terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
4. Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis,
organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit

9
sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung
syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya
terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka.2

C. BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar. 2,3
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya
kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi
kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan
hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik
dan energi metabolisme. 2,3
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan
mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks.
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
a. Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas
luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
b. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki
kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.

10
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak. 2,3

D. FASE PADA LUKA BAKAR

11
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka
bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan
gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok
hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah
yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan
jaringan (luka dan sepsis luka)
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti
parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat
kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang
hebat dan berlangsung lama

E. INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,
kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan
untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi.4

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

12
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS

G. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien
yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau
luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak.
Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.2,3
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi
awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia
sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas
‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul
atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat
untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting
dalam evaluasi awal.2,3
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.
Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat
membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.
Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum

13
dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika
diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.2,3

H. Tatalaksana resusitasi luka bakar


1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume,
lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat
berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress
oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam
lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar
natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain
itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin
sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

14
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru.5

2. Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain
itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas
yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi
intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta
meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan
menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang
tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti.
Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.5

15
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat
membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.5

I. Perawatan luka bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan
morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg
dan ‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak
0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian
methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang
nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien
masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone,
dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.4

Terapi pembedahan pada luka bakar


1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya
hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS).
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka

16
J. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam
dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit
juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar
antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut
hipertrofik dan kontraktur.2

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI; 2003.
2. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat
R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
3. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D,
Talavera F, Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com..
4. David, S. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.
Dalam : Surabaya Plastic Surgery. 2008.
5. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors.
Schwartz’s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies;
2007.

18

Anda mungkin juga menyukai