Anda di halaman 1dari 3

Apakah filologi relevan?

Sejarah agama-agama merupakan suatu disiplin (pengetahuan) filologi.


Yang memfungsikan interpretasi teks. Selain itu sejarah agama-agama juga
merupakan disiplin ethnologi dan arkeologi. Ungkapan-ungkapan ini, suatu
kutipan dari pengenalan dasar untuk pembelajaran sejarah agama-agama yang
dipublikasi di Swedia oleh Erland Ehnmark, professor dari universitas Lund.

Para pelajar sejarah agama, tidak meragukan generasi-generasi


selanjutnya. Penelitian dalam sejarah agama sangat berarti dalam studi teks dan
ungkapan-ungkapan. Para pelajar harus memiliki kepemahaman bahasa yang
tinggi khususnya bahasa-bahasa mati (latin) dan ahli dalam menghadle bahan-
bahan teks yang luas dan sulit. Gambaran ini benar adanya di Scandinavia dan
mungkin terjadi di negara-negara lain juga yang memiliki tradisi-tradisi yang
kuat dalam disiplin ini. Pernah ada konferensi IAHR (organisasi internasional
sejarah Agama). Yang mana mengambil judul tentang metodologi dan hasil
keputusan tersebut mengatakan bahwa untuk sejarah agama-agama secara
keseluruhan memiliki metode dasar yaitu filologi-histori. Untuk pelajar muda
yang menganggap karir dalam sejarah agama-agama dalam bagian ini berlaku
pada akhir 60-an , sejarah agama-agama merupakan fakta yang mengghadirkan
dirinya sendiri sebagai disiplin pilologi.

Mempelajari bahasa-bahasa yang penting untuk berurusan dengan teks-


teks yang sesuai dengan bahasa teks itu sendiri merupakan bagian terpenting
seperti familiar dengan bahasa latin dan yunani sampai dianggap mahir dalam
bahasa. Sebagai contoh pernyataan Eliade dalam salah satu artikel terbaiknya
yang merupakan seorang sejarahwan agama-agama yang tidak dipengaruhi
oleh filologi-filologi tetapi ia mampu mengintegrasikan data-data agama
kedalam perspektif yang umum. Sejarahwan agama tidak bertindak seperti
seorang philologist tetapi sebagai seorang hermeneutist. Eliade berpendapat
bahwa metode filologi tidak kondusif untuk suatu teory yang umum. Filologi
hanya bisa menghasilkan penelitian yang spesifik, dan oleh karena itu tidak ada
elemen filologi pada displin sejarah agama-agama.

Dari situlah muncul pandangan bahwa filologi dijudge kurang dan


mengalami perlawanan pandangan dari para komparatist akhirnya muncul
perdebatan antara para ahli filologi dengan ahli comparative
(phenomenologist). Ake Hultkrantz mempublikasikan sebuah buku dalam studi
perbandingan agama di Swedia. Pada halaman pertama ia
menyerang/menyangkal pandangan dari Ehnmark yang mana memulai dengan
ungkapan dan beraliansi dengan Eliade, ia melawan kepercayaan bahwa
filologi merupakan metode yang penting dalam disiplin (pengetahuan) untuk
sejarah agama-agama. Ia merupakan seorang spesialis dalam study agama-
agama yang asli di Amerika Utara. Ia membuat observasi bahwa banyak bidang
yang luas dalam dunia agama yang mana tidak bisa diakses lewat study
dokumen-dokumen tertulis. Sebenarnya living agama, baik dari jarak suku-
suku yang buta huruf atau masyarakat modern pada masa ini harus dipelajari
dengan cara observasi lapangan . begitupun dengan ahli arkeolog mereka tidak
akan percaya dengan data yang berasal dari teks melainkan dengan penelitian
lapangan Akan tetapi sejarahwan agama yang bekerja sebagai sorang filologis
mengatakan bahwa tidak baik dalam masalah sejarah agama dengan cara para
komparativist yang mana menggunakan metode kerja lapangan untuk
memahaminya.

Perdebatan-perdebadan dan konflik-koflik antara kedua kubu tersebut


merupakan bagian politik dan sudut pandang. seiring berkembangnya ilmu-
ilmu pengetahuan, pada abad ke-19 filologi (terutama filsafat klasik) memiliki
paradigma keilmuan yang tinggi dari ilmu-ilmu lain terutama terjadi di Negara
Jerman yang mengatakan filologi sama sekali tidak dipahami sebagai pengejaan
sempit, yang mana tokoh-tokohnya tampil sebagai pemeran utama seperti
Schleiermacher dan August Boeckh mengemukakan bahwa metodologi filologi
harus dibagi menjadi dua bagian pertama kritik yaitu upaya untuk melihat dan
memahami melampaui teks-teks sehingga menemukan keasliannya. Kedua,
hermeneutik yaitu merupakan interpretasi berkenaan dengan konteks historis,
interpretasi individual yang mana memikirkan kekhasan karakterisrik si penulis
objek ini bukan hanya berupa teks tetapi juga totalitas budaya. Dari situlah
gagasan filologi dinyatakan sebagai ilmu budaya yang komprehensif filologi
adalah artikulasi yang sangat mendasar dan universal dan menjadi salah satu
syarat utama memahami Ilmu-ilmu. Bagaimanapun menyangkut agama,
paradigma filologi terus mempertahankan dirinya lebih kuat dari yang lain
untuk memahami agama perlunya masuk kedalam kode bahasanya. Hal ini akan
memerlukan berkecimpungan dengan sumber-sumber tertulis dan keahlian
ilmu bahasa yang tinggi.

Selain itu, banyak agama itu sendiri yang sangat berorientasi dengan
teks maka dari itu mempelajari agama lewat teks-teks sangat efektif untuk
mendekati kebenaran. Dari sini, metode filologi diperlukan untuk mengkritik
dan merekonstruksi teks-teks keagamaan dan mempelajarinya. Namun
penerapan paradigma dalam sejarah agama juga memperkenalkan jebakan dan
masalah, ada tiga bidang masalah yang dipaparkan disini yaitu objek studi,
model-model penjelasan historis, dan hubungan antara yang khusus dan yang
umum.

Anda mungkin juga menyukai