Semua tanaman memiliki kebutuhan yang hampir sama, keadaan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya interaksi bahkan persaingan atau kompetisi. Kompetisi merupakan
suatu konsep dimana terdapat dua spesies pada suatu populasi yang bersaing untuk memperebutkan sumber yang sama namun sumber tersebut tersedia terbatas. Ada dua kemungkinan hasil kompetisi antara spesies dalam lingkungan yang sama, pesaing yang lebih lemah akan punah atau salah satu spesies akan cukup mampu menggunakan sumber kebutuhan lain. Jika densitas populasi meningkat dan setiap anggota populasi mempunyai kepentingan yang sama terhadap suatu sumber yang terbatas, akibatnya angka kematian meningkat, kelahiran menurun sehingga angka pertumbuhan populasi pun menurun (Campbell and Mitchell, 2008). Menurut Elfidasari (2007) interaksi adalah hubungan antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup yang lainnya. Ada dua macam interaksi berdasarkan jenis organisme yaitu intraspesifik dan interspesifik. Interaksi interspesifik adalah hubungan yang terjadi antara organisme yang berasal dari satu spesies, sedangkan interaksi intraspesifik adalah hubungan antara organisme yang berasal dari spesies yang berbeda. Secara garis besar, interaksi interspesifik dan intraspesifik dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk dasar hubungan, yaitu netralisme yaitu hubungan antara makhluk hidup yang tidak saling menguntungkan dan saling merugikan satu sama lain, mutualisme yaitu hubungan antara dua jenis makhluk hidup yang saling menguntungkan, parasitisme yaitu hubungan yang hanya menguntungkan satu jenis makhluk hidup saja, sedangkan yang lainnya dirugikan, predatorisme yaitu hubungan pemangsaan antara satu jenis makhluk hidup terhadap makhluk hidup lain, kooperasi yaitu hubungan antara dua makhluk hidup yang bersifat saling membantu antara keduanya, komensalisme yaitu hubungan antara dua makhluk hidup yang satu mendapat keuntungan sedang yang lain dirugikan, dan antagonis yaitu hubungan dua makhluk hidup yang saling bermusuhan. Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan mencapai klimaks kemudian akan menurun secara bertahap. Saat tanaman peka terhadap kompetisi , hal itu disebut periode kritis (Soejono, 2009). Ketika dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, masing-masing tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama dan meminimumkan kompetisi. Oleh karena itu, dalam tumpangsari perlu dipertimbangkan berbagai hal yaitu pengaturan jarak tanam, populasi tanaman, umur panen tiap-tiap tanaman, dan arsitektur tanaman . Sistem tanam tumpangsari adalah salah satu usaha sistem tanam dimana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda di tanam secara bersamaan dalam waktu relative sama atau berbeda dengan penanaman berselang-seling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama. Kedelai dan jagung memungkinkan untuk ditanam secara tumpangsari dalam praktikum ini karena kedelai tergolong tanaman C3 sedangkan jagung tergolong tanaman C4 mampu beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Salisbury dan Ross, 1992). Jarak tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh yang ditempatinya dalam penyediaan unsur hara, air dan cahaya. Jarak tanam yang terlalu lebar kurang efisien dalam pemanfaatan lahan, bila terlalu sempit akan terjadi persaingan yang tinggi yang mengakibatkan produktivitas rendah. Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai daya dukung lingkungan, karena keterbatasan lingkungan pada akhirnya akan menjadi pembatas pertumbuhan tanaman. Menurut prinsip faktor pembatas leibig, materi esensial yang tersedia minimum cenderung menjadi faktor pembatas pertumbuhan (Odum, 1959 dan Boughey, 1968). Tanaman kedelai dan kacang hijau merupakan tanaman garminae yang mempunyai manfaat sebagai sumber pangan. Pertumbuhan dan perkembangan keduanya diawali dengan germinasi atau perkecambahan. Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak renah, tumbuh tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10- 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup (Somaatmadja et al., 1995). Jagung merupakan tanaman berumah satu dimana bunga jantan terbentuk pada ujung batang sedangkan bunga betina di pertengahan batang. Jagung juga merupakan tanaman monokotil semusim (Suyuti, 1997). Penanaman jagung dan kedelai secara tumpangsari dapat menyebabkan adanya kompetisi baik interspesifik maupun intraspesifik. Praktikum ini dilakukan untuk mengamati pengaruh kompetisi interspesifik dan intraspesifik terhadap pertumbuhan tanaman jagung dan kedelai serta untuk mengetahui jenis kompetisi pada masing-masing perlakuan. PENDAHULUAN Usaha pembangunan pertanian tanaman pangan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi, dimana sasarannya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan untuk perbaikan gizi masyarakat. Jagung merupakan salah satu kommoditi andalan di I Manfaat jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga bahan pakan dan bahan industri lainnya. Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, 30% untuk konsumsi pangan dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit (Kasryno et al, 2007). Perkembangannya produksi jagung tahun 2014 sebanyak 19,01 juta ton pipilan kering atau meningkat sebanyak 0,50 juta ton (2,68%)dibandingkan tahun 2013.Produksi jagung tahun 2015 sebanyak 20,67 juta ton pipilan kering atau mengalami kenaikan sebanyak 1,66 juta ton (8,72%) dibandingkan tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2016). Di Indonesia masih terdapat kendala yang menghambat produksi maksimum jagung. Salah satunya, penyediaan benih bermutu di dalam negeri masih relatif sedikit. Penggunaan varietas unggul adalah salah satu upaya untuk peningkatan produksi. Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan perbaikan populasi akan berdampak pada peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani jagung, karena daerah produksi jagung di Indonesia sangat beragam sifat agroklimatnya, yang masing-masing membutuhkan varietas yang sesuai. Varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan (penyakit, hama dan kekeringan) merupakan komponen penting dalam stabilitas hasil jagung (Made, 2010). Galur merupakan sekelompok individu sejenis yang homozigot atau mendekati homozigot untuk satu atau gabungan karakteristik tertentu yang akan menjadi penciri galur itu. Akibat keadaan genotipetersebut, penampilan luar (fenotipe) galur akan seragam (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2011). Upaya mendapatkan varietas unggul yang spesifik sesuai keinginan pengguna diperlukan dukungan ketersediaan plasma nutfah yang informatif diantaranya melalui kegiatan karakterisasi. Karakterisasi merupakan salah satu tahapan penting dalam pembentukan varietas unggul yang bertujuan untuk mengetahui karakter-karakter penting yang bernilai ekonomis dan sebagai penciri dari varietas yang bersangkutan. Selain itu mengintensifkan kegiatan teknik budidaya melalui seleksi yang juga diimbangi dengan teknologi budidaya dapat menghasilkan varietas baru yang berpotensi hasil tinggi (Kartahadimaja,2010). Usaha yang dapat dilakukan dalam peningkatan produksi jagung yaitu melalui usaha diversifikasi lahanyaitu penanaman berbagai jenis tanaman dalam satu lahan. Cara meningkatkan produktivitas lahan, khususnya pada lahan kering dapatdilakukan melalui pertanaman secara tumpangsari. Pertanaman secara tumpangsari pada lahan kering dapat memelihara kelembaban dan kadar air tanah serta mengurangi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah (Samosir, 1996). Sistim tanam tumpangsari adalah salah satu usaha sistem tanam dimana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman berselang-seling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama(Warsana, 2009). Tanaman yang ditumpangsarikan dipilih dari tanaman yang mempunyai akar dalam dan tanaman yang berakar dangkal. Hal ini untuk menghindari persaingan penyerapan hara dari dalam tanah. Tinggi dan lebar tajuk antara tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan (Supriyatman, 2011). Untuk mengatasi masalah tersebut dalam upaya diversifikasi lahan, tanaman jagung dapat ditumpangsarikan dengan cabai. Tanaman cabai merupakan tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan (Purwati et al. 2000). Cabai di Indonesia mempunyai arti ekonomi dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang- kacangan (Samsudin, 1980). Untuk mengurangi pengaruh perebutan unsur hara, waktu tanam jagung dan cabai harus diatur agar pada periode kritis dari suatu pertumbuhan terhadap persaingan dapat ditekan (Marthiana dan Justiaka, 1982). Dari latar belakang diatas akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh beberapa galur jagung (Zea mays L.) dan cabai (Capsicum annuum L.) terhadap hasil pada sistim tanam tumpangsari.