Tugas 1. Sejarah Perkembangan Teori Evolusi Mahluk Hidup Selama perjalanan teori evolusi, sejak pertama kali digagas sampai sekarang, telah mengalami tahapan-tahapan penting. Pada hakekatnya apa yang telah digagas dan dikembangkan oleh para pakar evolusi itu selalu menampilkan pemikiran yang bersifat : Sebagai upaya untuk menjelaskan fakta-fakta dan memadukannya dengan konsep esensial dalam teori evolusi, sehingga teori evolusi terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu demikian juga dengan konsep-konsepnya. Teori evolusi tidak bertentangan dengan agama manapun di dunia Teori evolusi modern dapat menjelaskan proses-proses yang terjadi/ mungkin terjadi pada masa lampau, meskipun sebagian masih bersifat hipotetik, namun selalu didasarkan pada fakta (fenomena) dan asumsi- asumsi yang kuat. 1.1 Evolusi mahluk hidup masa pra Darwin Pemikiran-pemikiran evolusi tentang nenek moyang bersama dan transmutasi spesies telah ada paling tidak sejak abad ke-6 SM ketika hal ini dijelaskan secara rinci oleh seorang filsuf Yunani, Anaximander. Beberapa orang dengan pemikiran yang sama meliputi Empedocles, Lucretius, biologiawan Arab Al Jahiz, filsuf Persia Ibnu Miskawaih, Ikhwan As-Shafa, dan filsuf Cina Zhuangzi. Pada masa pra Darwin, teori evolusi organik memperkirakan bahwa sejak kehidupan muncul di bumi, telah terjadi suatu proses berkesinambungan. Organisme yang hidup berasal dari bentuk-bentuk sebelumnya. Variasi-variasi yang besar adalah sabagai hasil respons makhluk hidup terhadap perubahan lingkungan. Masa praDarwin dapat digolongkan menjadi dua tahapan, yaitu : a. Masa Fiksisme (Aristoteles, Plato, Leeuwenhoek, Cuvier, Linnaeus, Buffon, Hooke, dll), yang pemikirannya memiliki kedekatan dengan mitos, sehingga pendapatnya juga lebih bercorak sebagai fiksi ilmiah. b. Masa Adaptasi & Transformasi (Hutton, Malthus, Lamarck, Lyell dll.) Konsep-konsep yang berkembang pada tahapan ini adalah : Semua ahli yang menyatakan teori evolusi masa ini didasarkan atas adanya perbedaan antara makhluk satu dengan lainnya. Erasmus Darwin, yang tiada lain kakek Charles Robert Darwin, dalam bukunya “Zoonomia” menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari asal mula yang sama. Respons fungsional yang dimiliki oleh individu makhluk hidup akan diwariskan kepada keturunannya. 1.2 Evolusi mahluk hidup masa Charles Darwin 1. Masa Seleksi Alam (Darwin, Wallace) Organisme di bumi yang beraneka ragam itu merupakan hasil dari seleksi alam. Kondisi alam yang selalu berubah (dinamik), baik yang berupa faktor nirhayat (abiotik) maupun hayat (biotik), adalah sebagai penyeleksi. Individu yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan alam akan dapat bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu akan terseleksi (tereliminasi, mati). Struktur dan fungsi tubuh makhluk yang telah lolos dari seleksi merupakan sifat yang akan diwariskan kepada generasi penerusnya. 2. Masa Teori Genetika(Mendel, De Vries, Tschernov, Bateson, Weismann) a. Gregor Johan Mendel : Hukum Pewarisan Sifat Pengkajian kembali kembali karya Gregor Johan Mendel mengenai genetika, yang tidak diketahui oleh Darwin dan Wallace, dikemukakan oleh Hugo de Vries untuk menjelaskan tentang pewarisan sifat makhluk hidup kepada keturunannya. b. De Vries dan Tschernov : menguatkan kembali hukum Mendel melalui penelitian-penelitian yang dilakukan. Pada masa Darwin teori Genetika dan teori Evolusi merupakan dua disiplin ilmu yang berkembang bersama dan terpisah satu dengan lainnya tanpa ada sangkut pautnya. Mereka berdualah yang menghubungkan antara dua teori tersebut, sehingga teori Evolusi mampu memberikan penjelasan tentang bagaimana perubahan sifat yang terjadi itu dilatarbelakangi oleh mutasi gen-gen, dan kemudian diwariskan kepada keturunannya. Dalam perjalanan waktu, mutasi dapat berlangsung berulang kali, sehingga perbedaan (penyimpangan) sifat (yang dibawa oleh gen hasil mutasi) semakin jauh. Hasilnya adalah makhluk hidup yang makin beragam hingga kini. 3. Lamark menempatkan fosil dalam suatu konteks evolusi Menjelang akhir abad ke-18, beberapa ahli ilmu pengetahuan alam menyatakan bahwa kehidupan telah berkembang bersama-sama dengan evolusi bumi. Jean Baptiste Lamarck (1744 -1829) di antara para pendahulu Darwin yang mampu mengembangkan suatu model komprehensif untuk mencoba menjelaskan bagaimana kehidupan berevolusi. Lamarck mempublikasikan teori evolusinya pada tahun 1809, pada saat ia mengepalai koleksi invertebrata di Museum Sejarah Alam (Natural History Museum) Paris. Dengan cara membandingkan spesies masa kini dengan bentuk-bentuk fosil, Lamarck dapat melihat beberapa garis keturunan, masing-masing memberikan urutan kronologis dari fosil yang lebih tua hingga fosil yang lebih muda yang menuju ke spesies modern. 1.3 Perbedan pendapat dan tantangan yang berkembang Pada zaman sebelum abad 18 yaitu 3 abad sebelum Masehi, di Yunani berkembang suatu paham bahwa organisme membentuk suatu tangga yaitu tangga kehidupan atau tangga alam. Pada tangga kehidupan ini yang berada di dasar adalah organisme yang sederhana, selanjutnya organisme yang berada di atasnya adalah organisme yang lebih sempurna. Tetapi dalam hal ini tidak disinggung hubungan antara organisme yang berada pada masing-masing anak tangga, sehingga dapat dimengerti mengapa teori evolusi tidak lahir melalui paham ini. Dikemudian hari beberapa pengikut evolusi menerima pendapat tersebut dengan melihat pandangan yang semakin maju dan semakin kompleks. Linnaeus, meskipun percaya adanya penciptaan tetapi tetap beranggapan bahwa tangga kehidupan tersebut ada. Pada abad 17, tangga kehidupan ini dibangkitkan kembali oleh Leibnitz yang mengemukakan adanya “Hukum Kesinambungan” dalam hal ini antara spesies yang satu dengan spesies lainnya ada spesies penyambungnya yang dikenal dengan spesies peralihan. Namun Leibnitz tidak berani mengemukakan adanya spesies peralihan antara manusia dan kera. Pemikiran tentang kesinambungan ini tidak juga melahirkan teori evolusi karena pandangan dan penerapannya hanya sepotong-sepotong. Cuvier (Perancis) yang mempunyai pendapat yang sama dengan Linnaeus tentang penciptaan, mengemukakan bahwa pada dasarnya evolusi itu tidak pernah terjadi. Cuvier berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini berasal dari proses penciptaan, spesies itu tetap dan tidak pernah berubah. Menurut Cuvier jika sekarang ini dijumpai beragam fosil pada lapisan tanah yang berbeda maka hal itu disebabkan terjadinya bencana alam. Bencana alam inilah yang melahirkan teori Catastrophisme. Melalui teori ini Cuvier mengemukakan bahwa di bumi ini terjadi beberapa kali bencana alam yang besar. Akibat bencana ini dijumpai makhluk-makhluk yang mati dan memfosil. Fosil yang berbeda yang terletak pada strata yang berbeda adalah hasil dari suatu ciptaan baru. Lebih jauh tentang fosil yang terletak pada setiap strata oleh William Smith dikemukakan bahwa tiap strata mempunyai tipe fosil yang khas dan semakin ke bawah fosil yang dikandung semakin jauh berbeda dengan makhluk yang ada sekarang ini. Berbeda dengan yang dikemukakan Cuvier, Charles Lyell dalam bukunya “Principle of Geology” mengemukakan bahwa terjadinya strata lapisan bumi yang mengandung fosil tidak karena terjadinya bencana alam, tetapi berlangsung sedikit demi sedikit seperti yang kita alami seperti sekarang ini., dengan menggunakan teori Uniformitarianisme, yaitu teori yang menyatakan bahwa bentuk dan struktur bumi disebabkan oleh kekuatan angin, air, dan panas yang bekerja sekarang ini identik dengan yang bekerja dan mempengaruhi bentuk dan struktur bumi di masa lalu. Pendapat ini dikemudian hari memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan teori evolusi. Erasmus Darwin pada tahun 1731 – 1802 menyatakan dalam bukunya “Zoonomia” bahwa kehidupan bermula dari asal mula yang sama. Gagasan tersebut pula yang kemudian mengilhami Charles Darwin dalam mengemukakan gagasannya pada tahun 1859. Dikemudian hari gagasan tentang diwariskannya sifat yang didapat dimunculkan oleh Jean Baptis Lamarck (1744 – 1829) dalam bukunya ‘Philosophie Zoologique”, dan dikenal dengan teori adaptasi-transformasi. Ahli lain yang sejalan dengan pendapat Lamarck adalah Count de Buffon yang menyatakan bahwa proses evolusi itu berlandaskan pada diwariskannya sifat- sifat yang di dapat. Teori ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak ada satupun makluk hidup yang identik. Ada dua konsep evolusi yang dikemukakan oleh Lamarck yaitu: Pertama, spesies berubah dalam waktu lama menjadi spesies baru. Konsep ini yang sangat berbeda dengan teori Darwin. Lamarck berpendapat bahwa dalam suatu periode tertentu suatu spesies dapat berubah bentuk akibat suatu kebiasaan atau latihan. Kedua, perubahan yang terjadi tersebut dapat diturunkan. Berpegang pada konsep yang mengatakan bahwa organ-organ baru muncul sebagai respons atas tuntutan lingkungan. Lamarck mengajukan postulat sebagai berikut: Ukuran organ sebanding dengan penggunaannya. Hal ini berarti bahwa tiap perubahan yang terjadi karena digunakan atau tidak digunakannya organ tersebut akan diwariskan kepada generasi keturunannya. Peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang akan berakibat terjadinya pembaharuan bentuk dan fungsi. Contoh yang dipakai Lamarck untuk menjelaskan teorinya adalah leher Jerapah. Ia berpendapat bahwa leher jerapah menjadi panjang akibat dari usaha atau kerja kerasnya ‘striving’ untuk mendapatkan daun-daun (makanan) yang terletak pada dahan yang tinggi. Leher yang dipanjangkan inilah yang diwariskan. Dalam hal ini Lamarck telah memperhitungkan faktor lingkungan dan memperkenalkan hukum Use and Disuse yang artinya organ yang digunakan cenderung akan berkembang sedangkan yang tidak digunakan cenderung akan menyusut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Thomas Robert Malthus dalam bukunya Essay on the Principle Population bahwa tidak ada keseimbangan antara pertambahan penduduk dan jumlah bahan makanan, artinya adanya perjuangan untuk hidup dimana kenaikan produksi bahan makanan menurut deret hitung sedangkan kenaikan jumlah penduduk menurut deret ukur. Teori Lamarck, oleh para ahli sejarah disebut: adaptasi-transformasi. Daftar Pustaka Bucaille, M. (1976). La Bible la Quran la Science, Editions Paris: Schhers. Campbell, N.A., Jane B.R., Lawrence G.M. (2003). Biologi. Edisi Kelima, Jakarta: Erlangga. Comas, J. (1957). Manual of Physical Anthropology. Springfield: Charles C Thomas. Darwin, C. (1959). The Origin of Species by Means of Natural Selection. London: John Murray. Dobzharisky, T. (1979). Genetics of Evolutionary Process. New York: Columbia University Press. Gamlin, L. (2000). Jendela Iptek; Evolusi. Edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka.